Saturday, July 14, 2018

Al Indhibath (Disiplin)

Definisi Indhibath

تَعْرِيْفُ الاِنْضِبَاطِ

 

Jika merujuk kepada Al-Qu’ran dan Hadist maka tidak ditemukan kata indibath di sana. Secara etimologi indhibath berasal dari kata dhobth yang berarti komitmen dengan sesuatu. Al-Laits mengartikan dhobth dengan komitmen (berpegang teguh) dengan sesuatu dan tidak memisahkannya. Dhobthusy-sya’i juga berarti menjaga sesuatu dengan kuat. Indhibath secara bahasa didefinisikan:

 

مُقَارَبَةُ تَنْفِيْذِ الْعَامِلِ لِجُزْئِيَّاتِ عَمَلٍ مُسْتَطَاعَةٍ بِعَيْنِهَا مَطْلُوْبَةٍ مِنْهُ، خِلاَلَ وَقْتٍ مُحَدَّدٍ، وَضِمْنَ الْحِفَاظِ عَلَى الْعَمَلِ.

 

Pelaksanaan amal yang mendekati bagian- bagian amal yang dituntut dari pelaku amal sesuai kemampuannya, dalam jangka waktu tertentu, dan dalam bingkai menjaga amal itu sendiri.

 

Kemudian Ustadz Fathi Yakan memberikan definisi al-indhibath dengan komitmen kepada Islam dan hukum-hukumnya serta menjadikannya sebagai poros kehidupan, pijakan berfikir, dan sumber hukum dari setiap permasalahan.

 

Dalil dan Kisah terkait Indhibath

 

Indibath dengan Islam disebutkan dalam beberapa ayat, sepert : “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (Al-Imron : 102), “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’kub (Ibrahim berkata) : “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk Agama Islam” (Al-Baqoroh : 132). Juga dalam firman-Nya : “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiaga (Ar-Ribath) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung” (Al-Imran : 200). Termasuk makna ribath adalah menunggu sholat berikutnya setelah menunaikan sholat. Ini berarti menunggu kewajiban setelah menunaikan kewajiban.

 

فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ مَا ٱسْتَطَعْتُمْ وَٱسْمَعُوا۟ وَأَطِيعُوا۟ وَأَنفِقُوا۟ خَيْرًا لِّأَنفُسِكُمْ ۗ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

 

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah, dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. At-Taghabun:16)

 

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ حَقٌّ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِالْمَعْصِيَةِ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ

 

Abdullah bin Umar ra berkata: Nabi saw bersabda: mendengar dan taat itu wajib bagi seorang dalam apa yang ia suka atau benci, selama ia tidak diperintah berbuat maksiat, maka jika diperintah maksiat maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib taat (Bukhari, Muslim)

 

Perang Uhud

Pesan Rasulullah saw kepada pasukan panah Uhud: 

 

« إِنْ رَأَيْتُمُونَا تَخْطَفُنَا الطَّيْرُ ، فَلاَ تَبْرَحُوا مَكَانَكُمْ هَذَا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ ، وَإِنْ رَأَيْتُمُونَا هَزَمْنَا الْقَوْمَ وَأَوْطَأْنَاهُمْ فَلاَ تَبْرَحُوا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ »  (رواه البخاري)

 

“Jika kalian melihat kami mengalami kekalahan, jangan tinggalkan posisi kalian sampai aku kirimkan (perintah). Dan jika kalian melihat kami mengalahkan musuh dan menguasai posisi mereka jangan meninggalkan posisi kalian". (HR. Bukhari).

 

Kisah Ka’ab bin Malik dalam Perang Tabuk

Dalam setiap peperangan sebelumnya Ka’ab bin Malik tidak pernah absen, begitupun pada peperangan setelah perang Tabuk, ia selalu ikut. Pada perang Tabuk inilah ia sekalinya mangkir. Ia lalai dalam mempersiapkan bekal untuk berangkat berperang. Bahkan sampai ketika Rasulluh bersama pasukan muslim saat itu sudah berangkat ke medan Tabuk, Ia masih tidak berdisiplin menyiapkan bekal dan menyusul pasukan muslim saat itu.

 

Jika dibandingkan dalam kondisi saat ini, kita sering kali tidak disiplin dalam menyiapkan bekal untuk dauroh atau mukhoyam serta aktivitas lainnya. Hingga akhirnya gagal untuk mengikuti kegiatan tersebut. Bedanya dengan Ka’ab bin Malik, kita sering kali mencari cari alasan atas ketidak hadiran. Entah karena malu atau takut hukuman. Padahal hukuman itu bisa menjadi salah satu sarana dalam melatih kedisiplinan.

 

Bidang-Bidang Indhibath :

مَجَالاَتُ الاِنْضِبَاطِ

 

1. Bidang Ibadah dan Keagamaan

الْمَجَالُ الْعِبَادِيُّ الدِّيْنِيُّ

 

وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَٰطِى مُسْتَقِيمًا فَٱتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِۦ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

 

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (Qs. Al-An’aam:153)

 

فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ قِيَـٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَـٰبًا مَّوْقُوتًا

 

“…Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang orang yang beriman.” (Qs. An Nisaa’:103)

 

Sebagai seorang muslim, seharusnya kita sudah terlatih untuk disiplin. Salah satu latihannya adalah dalam sholat. Pada ayat diatas, sholat itu sudah ditentukan waktunya dan karena itulah bagi orang orang yang sudah rutin 5 waktu dengan berjamaah di masjid seharusnya bisa untuk menerapkan kedisiplinan ini dalam bidang lainnya.

 

2. Bidang Sosial

الْمَجَالُ الاِجْتِمَاعِيُّ

 

اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ (الترمذي)

 

“Bertakwalah kepada Allah dimana saja kamu berada; iringilah keburukan dengan kebaikan niscaya menghapusnya, pergauilah manusia dengan akhlak yang baik.” (H.R. Tarmidzi)

 

3. Bidang Manajemen dan produktivitas

الْمَجَالُ الإِدَارِيُّ وَالْعَمَلِيُّ

 

إِنَّ اللهَ تَعَالَى يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (السلسلة الصحيحة 3/106 (

 

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الشَّهْرِ مِنْ السَّنَةِ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ وَكَانَ يَقُولُ خُذُوا مِنْ الْأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَنْ يَمَلَّ حَتَّى تَمَلُّوا وَكَانَ يَقُولُ أَحَبُّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ وَإِنْ قَلَّ

 

Dari Aisyah radliallahu 'anha, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah berpuasa banyak di bulan tertentu dalam satu tahun, melebihi puasa beliau ketika pada bulan Sya'ban. Dan beliau bersabda: "Lakukanlah amalan yang mampu kalian lakukan, karena Allah tidak akan bosan hingga kalian sendirilah yang bosan. Dan Amalah yang paling disukai Allah adalah amalan yang terus-menerus dilakukan meskipun sedikit." (H.R. Muslim)

 

4. Bidang Ekonomi

الْمَجَالُ الاِقْتِصَادِيُّ

 

وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟ وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا

 

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.(Qs Al Furqon: 67)

 

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ ٱلْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا

 

Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (Qs Al Israa’: 29)

 

5. Bidang Politik

الْمَجَالُ السِّيَاسِيُّ

 

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَـٰنَـٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا ۞ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَـٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْـَٔاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

 

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Qs An Nisaa’: 58-59)

 

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱصْبِرُوا۟ وَصَابِرُوا۟ وَرَابِطُوا۟ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

 

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (Qs Ali Imran: 200)

 

Indhibath meliputi :

 

1. Al-Indhibath asy-Syar’i (Disiplin terhadap Aturan Syar’i)

 

Seorang muslim hendaknya selalu disiplin terhadap aturan yang telah ditetapkan Allah Swt. Aturan tersebut hendaknya dilakukan dengan baik dan benar, tanpa suatu paksaan sedikit pun, agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diharamkan oleh Allah Swt.

Oleh sebab itu kader dakwah ini patut untuk meningkatkan kepahaman syar’inya. Sehingga tidak terjerumus pada perbuatan yang melanggar ketentuan itu.

 

2. Al-Indhibath al-Khuluqy (Disiplin Perilaku atau Akhlak)

 

Disiplin akhlak islami adalah wujud dari keimanan. Kesempurnaan iman seorang mukmin adalah mereka yang paling baik akhlak dan budi pekertinya. Seorang muslim yang baik akhlaknya akan menjadi pintu gerbang simpati dan ketertarikan umat manusia pada dakwah ini. Akhlak yang baik dapat menyihir seseorang untuk meniru. Sehingga, pahala kita terus bertambah karena telah mengajarkan atau memberikan contoh akhlak baik kepada orang lain.

Bukankah modal besar Rasulullah SAW. dalam dakwahnya juga dari norma perilaku beliau yang sangat menawan hati. Hingga beliau mendapatkan gelar al amin, orang yang tepercaya.

 

3. Al-Indhibath al-‘Amaly (Disiplin Amal)

 

Disiplin dalam hal amal dapat mengintregasikan antara waktu dan tugas. Dengannya, seorang muslim dapat melakukan secara sistematis dan sinergi, sehingga tidak saling berbenturan dalam beramal. Ia bisa mengatur waktunya agar tidak merugikan diri sendiri dan merepotkan orang lain. Jadi, tidak terlambat dalam melakukan suatu pekerjaan dan tidak juga melampui di awal waktu, sehingga disiplin amal dapat berjalan dengan baik.

Imam Hasan Al Banna menyatakan at tabkir kat ta’khir (orang yang datang lebih-lebih awal sama seperti orang yang datang terlambat). Ungkapan untuk mengingatkan kita agar disiplin amal yang tidak merugikan orang lain. Bagi mereka yang datang lebih-lebih awal kadang merepotkan orang yang didatangi. Dan orang yang hadir terlambat menzhalimi hak orang yang datang terdahulu.  Disiplin Amal juga mampu menata tugas-tugasnya dengan baik. Dengan itu tidak ada tugas-tugas yang molor apalagi tidak tertuntaskan. Karena itu Rasulullah SAW. memotivasi dengan sabdanya: 

“Allah SWT. menyukai amal salah seorang di antaramu yang rapih amalnya”. 

Dan amal yang tertata baik berimplikasi pada produktivitas dan nuansa orang yang melakukannya.

 

4. Al-Indhibath at-Tarbawi (Disiplin Tarbiyah/Pembinaan Diri)

 

Disiplin dalam bertarbiyah adalah terus membina diri untuk mencapai kesalehan pribadi dan sosial dengan menerapkan aturan secara tepat dan pas. Kedisiplinan ini berangkat dari komitmen diri bahwa tarbiyah sangat diperlukan dan penting untuk pertumbuhan iman kita. Selain itu, disiplin dalam tarbiyah merupakan prioritas dari amalan lainnya.

Bila kelonggaran dalam tarbiyah ini ditolerir terus menerus maka keutuhan tarbiyah ini dapat runtuh. Bahkan imbasannya mungkin tertular pada amal lainnya. Bisa saja pada kesetiaan terhadap dakwah. Oleh karena itu komitmen pada dakwah ini tidak perlu ditawar-tawar. Allah SWT. menganggap mereka yang mulai kendor pengorbanan dan kesetiaannya pada dakwah ini disejajarkan dengan bunuh diri. Firman Allah SWT.:

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. (Al-Baqarah: 195).

Seperti digambarkan pada sebuah batu keras yang berada di bawah tetesan air. Maka dalam waktu yang lama, batu tersebut akan tergerus dan membentuk cekungan dari tetesan air tersebut. Sebagai seorang muslim, hendaknya dapat melihat kejadian itu untuk menempa dirinya dalam pembinaan diri menjadi hamba-Nya yang beriman. [Hamizan/Bersamadakwah]

 

5. Al Indhibath At Tanzhimy (Disiplin Struktural)

 

Disiplin pada ketentuan yang dikeluarkan oleh struktural. Ketentuan tersebut menjadi kebijakan yang mengikat kader-kader yang berhimpun didalamnya. Dengan begitu seluruh sikap kader atas arahan yang menjadi kebijakan struktural. Tidak ‘mentil’ sendirian. Karena sikap semacam itu akan berakibat bagi yang lainnya dan tanzhim secara langsung. Karenanya mereka yang melakukan perbuatan semisal itu dikategorikan sebagai sikap indisipliner. 

Sebagaimana yang pernah dilakukan Khathib bin Abi Balta’ah ra. Yang memberikan isyarat dengan meletakkan tangannya di leher saat ditanya keputusan Rasulullah SAW. atas kaum Yahudi. Padahal Rasulullah SAW. hanya menugaskan Khathib untuk mengawasi mereka bukan menyampaikan vonis yang telah ditetapkan bagi mereka. Namun generasi masa lalu adalah generasi pilihan. Ketika mereka salah dalam bersikap mereka lantas diarahkan Allah SWT. dan menjadi pelajaran untuk generasi berikutnya. Akan tetapi hal itu tidaklah mempersempit kader dakwah melakukan kreativitas dan inovasi. Sebab dua hal ini juga disarankan ajaran ini kepada seluruh muslim. Agar dua hal yang berbeda itu berada pada posisinya secara seimbang.

Alasan yang amat jelas akan posisi tersebut karena tugas-tugas berat lainnya sedang menunggu siapakah gerangan yang akan memikulnya. Bukankah kewajiban itu lebih banyak dari waktu yang kita miliki. Al Wajibat (kewajiban). Jika sikap tarbawiyah ini menjadi patokan bagi kader-kadernya, mengapa harus lama untuk kembali pada siklus edukasi kita. Mengapa pula kita lambat untuk kembali pada pangkuan tarbiyah kita. Dan mengapa pula kita abai akan sinyal-sinyal dakwah yang menuntut kita untuk segera tampil sebagai pemegang panji dakwah ini. Jangan keasyikan.

 

Tanda-tanda Lahir Indhibath

مَظَاهِرُ الاِنْضِبَاطِ

 

1. Memberi/meminta informasi terakhir kepada/dari qiyadah terkait perkembangan tugasnya.

إِطْلاَعُ الْقِيَادَةِ بِآخِرِ التَّطَوُّرَاتِ المُتَعَلِّقَة بِالأَمْرِ

 

2. Sabar, melipatgandakan kesabaran, dan kuat menahan beban.

الصَّبْرُ وَالْمُصَابَرَةُ وَالتَّحَمُّلُ

 

3. Memahami perintah dengan teliti demi menjamin ketelitian dan keselamatan pelaksanaan tugas.

فَهْمُ الأَمْرِ الصَّادِرِ فَهْمًا دَقِيْقًا، ضَمَانًا لِسَلاَمَةِ وَدِقَّةِ التَّنْفِيذِ

 

4. Pelaksanaan perintah secara langsung meskipun bertentangan dengan pendapat pribadinya.

الاِسْتِجَابَةُ الفَوْرِيَّةُ لِلْأَمْرِ وَإِنْ كَانَ عَلَى خِلَافِ الرَّأْيِ

 

5. Memberi nasehat dan masukan yang bermanfaat.

بَذْلُ النَّصِيْحَةِ والاِقْتِرَاحِ الْمُفِيْدِ

 

6. Meminta izin.

الاِسْتِئْذَانُ

 

7. Sangat serius menjaga keamanan dan keselamatan jamaah.

الحِرْصُ عَلَى أَمْنِ وَسَلاَمَةِ الْجَمَاعَةِ

 

8. Meninggalkan ijtihad sendiri jika instruksinya sangat jelas.

تَرْكُ الاِجْتِهَادِ مَعَ النَّصِّ

 

 

Macam-macam Indhibath

 

1. Al-Indhibath Al-‘Aam

 

a.     Indhibath dengan berbagai kewajiban

b.     Indhibath dengan jihad untuk mengembalikan Hukum Islam serta meninggikan kalimat Allah

c.     Indhibath dengan amal yang terorganisir dalam dakwah

d.     Indhibath dengan berbagai ibadah serta konsisten dalam melakukannya.

e.     Indhibath untuk menjadikan dirinya qudwah.

 

2. Al-Indhibath Al-Khosh

 

a.     Indhibath dengan kewajiban-kewajiban sesama muslim

b.     Indhibath dengan syuro’, adab-adab, tata cara, dan hasil-hasilnya

c.     Indhibath dengan tanggung jawab dan amanah dakwah

d.     Indhibath untuk menghadiri pertemuan-pertemuan tarbawiyah dan hal-hal yang ada di dalamnya. Ada sebuah ungkapan : “Cari-cari alasanlah Anda untuk tetap tarbiyah dan jangan Anda mencari-cari alasan untuk meninggalkan tarbiyah”

e.     Indhibath dengan kewajiban-kewajiban keuangan, seperti zakat, infak, dan shodaqoh.

 

Langkah-langkah untuk meningkatkan indhibath

 

1.     Meningkatkan pemahaman dan kepekaan terhadap Islam

2.     Meningkatkan ketakwaan dan perasaan akan muroqobah-Nya

3.     Membersihkan hati, rasulullah senantiasa berdoa : ”Ya Allah anugerahkanlah jiwaku dengan ketakwaan dan bersihkanlah dia”.

 

 

Sumber :

https://harisasta.blogspot.co.id/2013/11/al-indhibath-disiplin.html

http://bersamadakwah.net/disiplin-diri-menuju-insan-beriman/

https://swastamita.wordpress.com/2013/03/03/indibath/

Taujih Ustadz Hasib

 

Referensi

 

Indhibath (Keteguhan atas konsistensi)

Oleh :  Allahuyarham Ustd. Rahmat Abdullah

 

Ada orang yang melihat semut sebagai hewan kecil yang rakus, (hanya) karena sangat aktif mengumpulkan bahan makanan jauh lebih banyak dari banyak dari panjang dari usia yang mungkin dijalaninya. Bahwa nama semut menjadi sebutan bagi salah satu dari 114 surat Alqur`an, memang tidak menjadi jaminan mereka tercela atau tidak, berbeda dari semisal Al-Munafiqun dan Al-Kafirun atau nama-nama lain seperti anjing (QS: 7:176), kera dan babi (QS: 5:60). Tetapi kalau bukan untuk tujuan terpuji, untuk apa nama itu disebut dalam kitab suci, seperti surat An Naml atau An-Nahl?

Konon bila ada seekor semut berjalan berputar-putar atau zizag, maka artinya ia memang sedang bertugas mencari bahan makanan bagi kaumnya. Bila menemukan sepotong daging, kembang gula atau objek lainnya, dijamin ia tidak akan mengambil atau mengangkutnya sendirian. Ia akan berputar-putar sejenak untuk mengukur seberapa banyak pasukan semut yang dibutuhkan. Pulang ke sarang ia akan melepaskan asam semut melalui ekornya yang akan menjadi navigasi bagi pekerja yang akan melaluinya dengan disiplin. Coba-cobalah meletakkan sekeping coklat atau gula ditepi garis asam semut itu, mereka tetap takkan tergoda. Demikian akurat semut menggunakan intuisinya yang mengajarkan manusia kapan musim hujan dan musim kemarau akan datang, demikain pula disiplin mereka. Mereka tidak akan bersuara, namun akan bekerja. Menimbun logistik untuk musim yang lebih panjang dari usia mereka, tetapi bukan untuk kepentingan  pribadi, melainkan kepentingan kaum dan bangsa. 

Jangan coba-coba menaburkan gula atau kue manis dekat-dekat garis itu, karena pasukan semut tak akan terangsang oleh provokasi atau jebakan itu. Ini Ghayah dan Ahdaf (tujuan dan sasaran) mereka jelas. Amal jama`i mereka kompak. Disiplin mereka tinggi. Entah dari mana datangnya dan bagaimana ia mengintai, seekor semut eksekutor telah siap dengan kepala dan taring yang besar untuk memenggal kapala semut yang terangsang mengambil makanan di luar garis navigasi. Betapa mahalnya harga yang harus dibayar akibat tindakan liar sebagian pasukan artileri yang ditempatkan Rasul SAW di bukit pada perang Uhud itu. Mereka dipesan untuk jangan meninggalkan front tanpa komando, baik pasukan kita kalah atau menang. Tak pernah sepedih itu duka dan gundah yang dirasakan kanjeng nabi SAW. 

Bila jenis serangga ada yang bersuara, itulah nahl, lebah yang diperintahkan Allah untuk membangun hunian di gunung-gunung, di pohon-pohon dan rumah-rumah manusia (QS: An-Nahl:68). Mereka disuruh memakan yang baik-baik dan memproduksi yang baik-baik yang sangat berguna bagi kesehatan dan penyembuhan. Mereka berdengung disarang seperti pasukan mujahid musli dijaman Rasul SAW, mendengungkan zikir di malam hari setelah sepanjang siang dengan penuh semangat dan kesungguhan berjihad membela kebenaran. Mereka tidak suka mengganggu siapapun, namun jangan coba-coba melempari sarang lebah, mereka akan datang full time membalas setiap agresor. Muslim yang tak bersengat bekerja seperti semut, dan yang sudah bersengat berjuang bagaikan lebah. Perumpaan seorang muslim seperti lebah, tak makan kecuali yang baik dan takkan keluar dari peutnya kecuali yang baik.

Mentalitas rendah

Seorang manusia sejati tidak akan terkesiap hanya oleh kemilau benda-benda, daya tarik alam semesta dan segala hal yang fana, kecuali ia menisbahkan semua itu kepada sang Pencipta. Ia wujud sejati dan Ia yang selalu jadi tujuan. Sementara manusia yang bermental anjing, jika ia setia ia setia pada sepotong tulang, bukan pada pemberi tulang. Ia menjilat dan menggonggong dengan suara lengkingan yang jauh lebih nyaring dari tuannya. Jangan tanya komitmen, ia tidak akan mengerti. Itulah sebabnya tak ada tuah pada pribadi tutur dan tindakan mereka yang menggadaikan hidup dan ilmunya untuk kepentingan materi sesaat mereka tidak bisa mengenali dan tidak waspada ataupun ngeri apakah rejeki yang mereka dapat bersamaan dengan penyelewengan itu menjadi karunia atau istidraj (uluran).

Namun masih ada jenis anjing yang membuat kita ingat akan betap tinggi nilai ilmu. Bila engkau melepas anjingmu, dengan bismillah, lalu ia membunuh buruannya, lihatlah, apakah ia melukai buruanmu ditempat yang tepat atau mencabik dan memakan daging hewan itu. Yang pertama berburu untuk tuannya, karenanya buruan itu sembelihan yang halal dimakan dan yang kedua berburu untuk dirinya, karenanya buruan itu bangkai yang haram dimakan. Catat hari kelahiran seekor babi jantan, tunggu sampai usianya laik kawin. Lihatlah betapa dengan ringan ia gauli ibunya didepan kesaksian bapak kandungnya yang asyik melahap makanan termasuk kotorannya sendiri. Jangan tanya hewan itu apa bapak tidak cemburu?. Ia tidak akan buka kamus untuk mencari arti cemburu karena entri memang tak pernah ada dalam kamus mereka atau mereka tidak punya kamus.

Disiplin pahit tetapi sehat

Syaikh Amin Syinqithy membuktikan betapa Allah memberi keberkahan pada umur kita. Ketika murid-muridnya terheran-heran, apa mungkin orang bisa mengkhatam al-Qur`an dalam sekali sholat malam, ia membuktikannya. Betapa rapi bacaannya. Betapa merdu suaranya. Betapa nikmat sholat bersamanya. Selebihnya, cukup waktu untuk bekerja. Pada Ashar hari kamis diakhir pekan, seorang kader dakwah seperti dituturkan imam Hasan Al-Bana keluar dari bengkel ia tempat bekerja. Malamnya ia sudah memberikan ceramah di sebuah pertemuan beberapa puluh kilometer dari tempatnya. Esok jum'atnya ia berkhutbah dengan bagus di tempat lain yang cukup jauh. Asharnya ia memberikan pengarahan pada sebuah mukhayam (kemping) yang diikuti ratusan pemuda dai dari berbagai penjuru. Lepas isya ia menyampaikan arahan dalam sebuah dauroh besar. Ratusan kilometer dalam tiga puluh jam ditempuhnya, suatu perjalanan yang melelahkan. Namun esoknya dengan wajah cerah cemerlang dan hati yang tenang ia telah tiba di tempat kerjanya lebih cepat, tanpa ribut-ribut mengisahkan kerja besar yang baru diselesaikannya.

Sembilan tahun agresi pasukan musyrikin Quraisy dan yang lainnya ke Madinah telah menyibukkan rasulullah SAW dengan 27 kali Ghazwah (pertempuran yang beliau pimpin langsung) dan 35 kali syariah (yang dipimpin para sahabat). Serbuan yang bertubi-tubi ini potensial membuat lelah fisik dan mental dan masuk akal bila beliau dan para sahabat memanfaatkan waktu jeda yang rata-rata sebulan atau sebulan setengah untuk berleha-leha. Namun ternyata justru waktu itu diisi dengan banyak kegiatan, dari mendidik para politisi, panglima perang, hakim, diplomat sampai merangkak dengan anak-anak di punggungnya atau dalam beberapa riwayat dan momentum berbeda, berpacu jalan dengan keluarga atau beramah tamah dengan rakyat jelata. Ia pemimpin besar yang menggetarkan banyak bibir kekaguman. Ia panglima yang akurat dalam memimpin setiap pertempuran. Ia guru yang banyak melahirkan kader handal. Ia suami yang membuat isterinya kebingungan saat ditanya, momen-momen apa yang paling mengesankannya semasa hidup bersamanya. Momen mana yang tidak mengagumkan (ay-yu amrihi lam yakun ajaba?!), jawab aisyah : ummul mukminin raudhiyallahu anha.

Kemapanan; ancaman titik balik

Penduduk asli kota-kota besar yang datang beberapa generasi sebelum hari ini, bagaikan pendaki gunung yang kelelahan dan tidak bernafsu lagi untuk berprestasi. Dengarlah jawaban 3 anak-anak tanggung dari 3 kelompok, ketika masing-masing ditanya, kemana ayah mereka. Yang pertama menjawab : kerja, karena etnic ini lebih pas menjadi birokrat. Yang kedua menjawab : cari uang, karena lebih sreg berdagang. Yang ketiga penduduk asli menjawab : tidak ada, yang justru membuat sang tamu bertanya. Mampukah abi-ummi sebutan bagi sebuah generasi baru menyelamatkan anak-anak mereka menjadi ikhwan akhwat setelah dari masyarakat sekuler mereka berhasil hijarah menjadi masyarakat baru. Anak-anak mereka tidak merasakan pedih-perihnya keterasingan dan menjadi pahitnya kebencian. Mereke hanya tahu bahwa di rumah mereka telah ada televisi, video, VCD dan perangkat hiburan lainnya. Sebagian telah menikmati taraf hidup yang lebih baik. Sebagian lagi malah telah memasuki dunia pergaulan kelas jetset, dan orang tua yang selebritis.

Jawaban sangat tergantung dalam komitmen dan integritas masing-masing, sesudah yang terpenting : Hidayah Allah. Derita dingin malam dan lapar siang, tetap selalu dirasakan oleh si kaya dan si miskin. Rasa sepenanggungan masih dapat dihayati oleh veteran-veteran ghuraba yang kini berdasi dan bermercy. Namun dendam kemiskinan kerap menghinggapi mereka yang tidak siap. Dendam itu bisa mengambil bentuk sikap snob, arogan, norak, kufur nikmat dan lupa kacang akan kulitnya. Manusia tetaplah manusia apapun posisi mereka sebelumnya. Hajjaj bin Yusuf At-Tsaqofi adalah seorang guru dan hafiz Al-Quran, Penyair dan panglima yang ulung sebelum menjadi penjagal ulama dan mujahidin, bagi kepentingan dinasti Ummayah. Qarun berasal dari kaum nabi Musa yang mendapat suara bani Israil untuk mewakili perjuangan mereka, sebelum akhirnya menjadi atek setia Fir'aun dan mengkhianati konstituennya.

Wallahu `alam bisshawab

 

1 comment: