Thursday, April 23, 2020

Thumuhat Tarbawiyah

DRS. DH. AL YUSNI

"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: "inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan". (QS. Al Ahzab: 23)

Suasana Perang Ahzab begitu mencekam lantaran rasa lapar dan dingin yang menusuk hingga ke sumsum tulang. Persoalannya ditambah lagi dengan pengepungan orang-orang kafir beserta antek-anteknya. Namun rasa suka dan gembira tetap terbesit di wajah Rasulullah SAW. dan para sahabatnya. Terpancar dari raut wajah mereka perasaan optimis yang besar untuk menyambut kemenangan.

Ketika beliau bersama para sahabat menggali parit, terdapat bongkahan batu yang keras sehingga mereka menyerahkannya pada Rasulullah SAW. Beliau pun memecahkan batu tersebut dengan palu godamnya. Pukulan Rasulullah SAW. memercikkan api. Waktu itu beliau mengucapkan Subhanallah. Kejadian itupun berulang lagi hingga tiga kali. Hal ini menakjubkan para sahabat.

Kemudian Rasulullah SAW. menceritakan bahwa tatkala muncul percikan api, terpancar gambaran istana Persia disusul dengan istana Romawi dan selanjutnya istana Mauqaqis. Beliau mengatakan sebentar lagi istana Persia menjadi milik kita, istana Romawi akan kita taklukan dan istana Mauqaqis akan kita miliki. Pernyataan tersebut disambut dengan ucapan gembira dari para sahabat, Allahu akbar wa lillahilhamd.

Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, betapa Rasulullah SAW. telah mendidik para sahabatnya untuk berjiwa besar. Dengan jiwa besar, mereka mampu membangun obsesi meski dalam keadaan lapar, dingin, terkepung dan mencekam. Inilah thumuhat dakwah dan tarbawiyah (obsesi dakwah dan tarbiyah). Obsesi yang luar biasa. Tidak pernah terbayangkan oleh pikiran banyak orang ketika itu. Keadaan yang mencekam, lapar yang menggeliat, dingin yang menusuk. Namun keyakinan akan memperoleh kemenangan selalu bersama mereka. Kemenangan yang akan datang segera atau kemudian.

Perwujudan obsesi bisa datang dalam waktu yang relatif singkat dapat juga hadir di waktu mendatang. Malah realisasi dari sebuah obsesi sering tidak di cicipi oleh si pemiliknya. Memang terkadang obsesi lebih panjang dari pikiran orang bahkan ia lebih panjang dari usia manusia itu sendiri. Meski demikian obsesi selalu ada dalam dinamika kehidupan manusia, karena ia bagian dari tabiat manusia.

Keinginan-keinginan besar menjadi sebuah tabiat manusia sejak ada di muka bumi. Sejak lama kita mendengar ada ungkapan ingin memiliki dunia ini. Ada pula yang ingin hidup seribu tahun lamanya. Juga ada yang ingin bermegah-megah di muka bumi dengan segala kemewahan nya. Ada pula yang ingin menguasai kerajaan langit dan bumi dan masih banyak lagi keinginan besar lainnya. Keinginan besar ini sering pula mengarah pada hal-hal negatif namun tidak sedikit juga pada hal-hal positif. Keinginan besar yang bernilai negatif dinamakan thama’ (tamak, rakus), sedangkan keinginan besar yang bernilai positif dinamakan thumuh (obsesi).

Sifat ini merupakan bagian dari kehidupan manusia maka semua kader semestinya juga memiliki obsesi yang besar, meskipun dalam kondisi yang serba minim sarana dan prasarana. Akan tetapi satu hal yang tidak boleh terabaikan adalah bahwa obsesi ini mesti bersandar kepada karunia dan kebaikan Allah SWT. sehingga Dia menganugerahkan kepada orang-orang mukmin sesuatu yang mahal nilainya. Yakni kecerdasan imaniyah (Dzaka imany) untuk mewujudkan keinginan-keinginan besar itu. Kecerdasan imaniyah ini perlu ditopang dengan:

1. Dzaka Syu’ury (kecerdasan emosional)
Kecerdasan emosional yang dimaksud adalah kemampuan mengendalikan emosi hingga tidak mudah goyah ataupun patah dalam menghadapi berbagai tantangan.

Rasulullah SAW. bersabda: Orang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan diri dan berbuat untuk hari esok (HR. Muslim).

Emosional terkadang cenderung mengikuti suasana yang terjadi di sekitarnya. Bahkan acap kali menggelembung histeris mengikuti irama sekelilingnya, sehingga berpotensi tidak dapat dikendalikan. Emosional yang tidak terkendali dapat mengakibatkan tumpulnya akal jernih. Dampaknya adalah muncul kepanikan sehingga kehilangan jalan solusi atas persoalan yang sedang dihadapi.

Nabi Musa as. pernah mengalaminya, ketika tiba di kampung halamannya sepulang dari negeri lain. Didapati kaumnya kembali pada perilaku yang menyimpang dari ajaran yang telah disampaikannya. Melihat kenyataan ini Nabi Musa as. sangat emosional. Nabi Musa as. menjambak jenggot Nabi Harun as. sambil marah-marah kepadanya dan melempar-lempar lembaran Taurat yang digenggamnya. Akan tetapi ketika emosinya mulai mereda Nabi Musa mengambil kembali lembaran-lembaran Taurat yang berceceran itu. (QS. Al ‘Araf: 150 - 153)

Islam mengajarkan pemeluknya untuk mencerdaskan emosi. Emosi yang cerdas memberikan manfaat besar bagi si empunya. Daya pandang yang jernih, melihat persoalan dengan pandangan jauh ke depan serta jelas dan terangnya solusi yang harus diambil. Pencapaian obsesi diperlukan juga kecerdasan emosional agar fukos-fukos sasaran yang hendak diraih dihadapi dengan perasaan dan jiwa yang tenang. Para ulama menyebutnya hal ini sebagai indera keenam, yaitu firasat mukmin. "Takutlah kamu pada firasat orang mu’min karena mereka melihat dengan cahaya Allah". (HR. An Nasa’i)

2. Dzaka Fikry (kecerdasan intelektual)
Umat Islam dibekali Allah SWT. intelektual yang cerdas. Di antaranya daya ingat yang tajam, sistematika dalam berpikir dan merumuskan persoalan, menyikapi persoalan secara simpel dan lain sebagainya, seperti kemampuan umat Islam menghafal Al Qur’an dan Hadits serta rumusan berpikir dalam ilmu mantiq.

Keistimewaan ini karena kasih sayang Allah SWT. pada orang-orang mukmin. Keimanan yang bersemayam dalam dada mukmin menghantarkan mereka memiliki kecerdasan intelektual. Rasul SAW. memberikan indikator orang yang cerdas intelektualnya adalah Konsentrasi pada satu titik yang jelas, berpikir cerdas sehingga tidak mudah tertipu dan selalu dalam keadaan siap siaga.

"Apabila cahaya Islam telah masuk ke dalam hati maka hati akan menjadi terang dan lapang. Para sahabat bertanya: apa tanda-tandanya ya Rasulullah?. Beliau menjawab: Kembali kepada negeri yang abadi, jauh dari tipu daya dan mempersiapkan kematian sebelum datangnya kematian". (H.R. Thabari).

Kecerdasan intelektual juga akan memberikan jalan keluar ketika menghadapi kondisi sulit. Bentuknya dapat berupa alternatif pemecahan yang beragam, menaklukkannya melalui cara yang ringan dan lain sebagainya.

Abu Bakar as. pun pernah mengalami hal yang sama ketika menyertai perjalanan hijrah Rasulullah SAW. ke Madinah. Pertengahan perjalanan Abu Bakar as. berjumpa dengan peserta sayembara pembunuhan terhadap Rasulullah SAW. Abu Bakar as. ditanya: Siapakah orang yang berada di depanmu itu?. Abu Bakar as. menjawab: Huwal Hadi (dia petunjuk jalanku). Petunjuk jalan yang dimaksud Abu Bakar as. adalah yang menunjuki jalan dari jalan kegelapan jahiliyah kepada jalan terang benderang Islam. Sedangkan orang kafir mengira orang yang di depan Abu Bakar as. adalah guiding perjalanan.

Kecerdasan intelektual memunculkan rumusan yang aplikatif untuk mewujudkan sebuah obsesi. Karenanya peran kecerdasan intelektual sangat berarti terhadap pencapaian obsesi.

3. Dzaka Jismy (kecerdasan fisikal)
Amal Islam lebih banyak dari pada waktu yang tersedia dan sedikit orang yang dapat memikulnya. Banyaknya amal dalam Islam memerlukan orang yang siap dan mampu menunaikannya. Di antara kriterianya adalah mereka yang memiliki kecerdasan fisikal. Maksudnya adalah mereka yang mempunyai tubuh yang kuat dan sehat.

Tidak sedikit tugas dan tanggung jawab dalam Islam akan terlaksana dengan baik bila dilakukan oleh badan yang sehat dan kuat. Misalnya saja dalam beribadah, akan terasa nikmat dalam menjalankan ibadah apabila kondisi badan dalam keadaan sehat. Akan tetapi bila kondisi tubuh menurun apalagi sakit, pelaksanaan ibadah sering mengalami ketidaksempurnaan.

Hasan Al Banna sangat perhatian dalam masalah kekuatan dan kesehatan badan untuk mencapai kecerdasan fisikal ini. Perhatian beliau baik yang bersifat ajakan, pencegahan dan pemeriksaan. Kita dapat jumpai pandangan beliau dalam wajibatul akh (kewajiban al akh) di Majmu’atur Rasail.

Orang yang sehat dan kuat berpeluang menunaikan tugas dan kewajiban dengan baik. Bahkan dapat melaksanakannya secara optimal untuk mencapai afdholiyatul amal. Ia akan dapat menyelesaikan tugasnya, sanggup pula membantu tugas orang lain serta mampu memberikan kontribusi bagi banyak orang. Pantas bila Allah SWT. lebih menyukai mukmin yang sehat dan kuat dari pada mukmin yang lemah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.: "Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah meskipun keduanya dalam keadaan baik". (HR. Muslim)

Fisikal yang cerdas juga menentukan keberhasilan pencapaian obsesi. Ia akan dapat mengukur sejauh mana dan seberapa besar kemampuan diri untuk merealisasikannya. Tidak kalah penting juga ia dapat menilai kemampuan dirinya untuk menghadapi berbagai kendala.

4. Dzaka Amaly (kecerdasan operasional)
Kecerdasan operasional merupakan sikap tanggap dan cepat dalam merespon sesuatu dengan tindakan yang nyata. Sikap inilah yang mendorong seseorang untuk terdepan dalam beramal. Tidak menunda-nundanya hingga hilang kesempatan untuk menjadi pionir.

Ajaran Islam menganjurkan umatnya untuk selalu menjadi yang terdepan. Baik dalam beribadah kepada Allah SWT. juga dalam bermuamalah antar manusia seperti shalat, bersedekah, beramal shalih, bergotong royong ataupun yang lainnya.

Demikian juga dalam kehidupan Rasulullah SAW banyak kita temukan riwayat tentang kesegeraan beliau untuk menunaikan sesuatu dengan cepat. Dalam suatu riwayat, sesudah shalat Rasulullah SAW. pernah segera berdiri lalu melangkahi orang lain kemudian masuk ke salah satu bilik istrinya. Para sahabat juga heran dengan kejadian ini. Tidak lama kemudian beliau segera kembali ke tempat semula, sesudah itu beliau ceritakan bahwa dia tadi teringat ada emas yang harus segera dibagi-bagikan. Maka beliau perintahkan istrinya untuk secepat mungkin membagi-bagikan emas tersebut.

Rasulullah SAW. bersabda: "Bersegeralah kalian beramal shalih sebab akan terjadi fitnah besar bagaikan gelap malam yang sangat gulita". (HR. Muslim)

Kecerdasan operasional membentuk si pemiliknya untuk segera berbuat sebelum orang lain sempat berpikir. Melalui hal ini obsesi akan relatif cepat untuk tercapai.

5. Dzaka Ijtima’iy (kecerdasan sosial)
Kehidupan manusia tidak dapat memutuskan ketergantungannya dengan pihak lain. Satu dengan yang lainnya saling memerlukan. Oleh karenanya manusia diperintahkan untuk berinteraksi dengan sesama agar berbagai kelemahan dan kekurangannya dapat saling ditopang dengan berbagai kelebihan pihak lain.

Dengan banyak bergaul kita akan menemukan potensi-potensi yang tidak ada pada diri kita. Juga dapat menemukan peluang-peluang besar untuk menutupi segala kekurangan yang ada. Dari sanalah kita mendapatkan manfaat, kesempatan-kesempatan dan peluang-peluang besar untuk menunjang kelemahan yang kita miliki.

Rasulullah SAW. bersabda: "Mukmin yang bergaul dengan banyak orang lebih baik daripada mukmin yang tidak bergaul apabila dia bersabar". (HR. Muslim)

Mewujudkan obsesi terkadang kita dibantu potensi orang lain. Bahkan kita hanya merangkai kelebihan-kelebihan orang lain untuk mencapai obsesi yang kita canangkan.

6. Dzaka Tanzhimy (kecerdasan struktural)
Apabila kita memahami bahwa setiap orang membutuhkan orang lain maka segala peran yang diberikannya akan sangat bermakna bila dikokohkan oleh pihak lainnya.

Sebuah bangunan terdiri dari berbagai macam komponen, ada yang besar namun ada pula yang kecil. Semua komponen itu saling mengaitkan dengan komponen lainnya. Masing-masing fungsi dan peran yang diberikan tidak dapat dianggap sebelah mata. Posisi masing-masing elemen tidak dapat dilebih-lebihkan dengan yang lainnya. Mungkin saja komponen yang besar akan berarti bila ditopang oleh komponen yang kecil begitu juga sebaliknya.

Menyikapi persoalan ini dengan sikap yang arif bahwa kehadiran dirinya tidak akan sempurna malah mungkin tidak akan berhasil tanpa kesertaan orang lain. Peran serta ini diwujudkan dengan keyakinan bahwa potensi dirinya akan berguna bagi orang lain. Dengan begitu setiap orang menyadari bahwa ia harus berada pada posisinya masing-masing untuk keberhasilan sebuah obsesi.

Rasulullah SAW. bersabda: "Prajurit yang baik jika ditempatkan di bagian logistik dia akan tetap berada tempatnya, jika ditempatkan di garis depan dia akan berada di garis depan" (HR. Abu Daud)

Kiat-kiat Meraih Kecerdasan
Meraih kecerdasan imaniyah perlu kerja keras sehingga ia akan merefleksikan segala thumuhat kita. Adapun kiat-kiat mencapai hal itu sebagai berikut:

1. Latihan yang banyak.
Berusahalah untuk banyak latihan dalam segala hal terutama pada kemampuan diri untuk meraih kecerdasan. Latihan yang sering akan memperhalus dan mempertajam kemampuan yang kita miliki.

2. Belajar dari orang lain.
Janganlah sungkan untuk belajar pada dan dari orang lain. Pengalaman orang lain dapat menjadi masukan bagi kita. Malah orang lain bisa menjadi cermin agar kita bisa mematut diri dari pengalaman mereka.

3. Mencoba sesuatu yang baru untuk meraih pengalaman.
Berusahalah untuk mencoba sesuatu yang baru. Kreativitas sering kali memberikan banyak jalan untuk mencapai keinginan-keinginan.

4. Meyakini pertolongan Allah SWT.
Tidak boleh dilupakan bahwa semua aktifitas kita akhirnya berpulang pada pertolongan dan kehendak Allah SWT. Oleh karena itu yakinlah bahwa Dia akan memudahkan kita meraih thumuhat maka berdoalah kepada-Nya agar keinginan-keinginan tersebut dapat terealisir.

Semoga Allah SWT. memudahkan jalan bagi kita meraih Thumuhat Tarbawiyah. Semoga sukses.

Dimensi Jiwa Manusia Dalam Perspektif Islam


Sang ayah memerintahkan si kakak agar menikah dengan saudari kembar adiknya, sementara adiknya dijodohkan dengan saudari kembarnya. Pada titik ini nafsu buruk mulai mencuat dan berperan. Tidak seperti adiknya, si kakak menolak perintah, lantaran pilihan sang ayah tak cocok dengan harapannya. Kemudian sang ayah memerintahkan keduanya untuk berkorban. Si kakak yang petani menyiapkan hasil tanamannya yang jelek . sebaliknya adiknya yang peternak memilih yang terbaik diantara hewan peliharaanya. Tentu saja kurban yang baik secara kualitas dan kuantitaslah yang diterima Allah. Rasa iripun menguasai si kakak, lantas ia mengancam untuk membunuhnya adiknya. Lantaran rasa takutnya kepada Allah, adiknya tak mau meladeni dan membalas ancaman tersebut meskipun ia lebih perkasa. Akhirnya, tumpahlah darah manusia untuk pertama kalinya. Dibunuhlah sang adiknya, sekalipun setelah itu sang kakak merasakan penyesalan yang amat dalam.

Itulah episode Qobil dan Habil, putera manusia dan Nabi Pertama , Adam as. Qobil dan habil kini telah tiada dan tak mungkin hidup kembali. Akan tetapi dua karakter manusia yang berbeda dan paradoksal itu akan tetap eksis dan hidup pada diri anak cucu keturunan Adam as.

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam dua dimensi jiwa. Ia memiliki karakter , potensi, orientasi dan kecenderungan yang sama untuk mlakukan hal-hal positif dan negatif. Inilah salah satu ciri spesifik manusia yang membedakannya dari makhluk-makhluk lainnya. Sehingga manusia dikatakan sebagai makhluk alternatif, artinya ia bisa menjadi baik dan tinggi derajatnya di hadapan Allah. Sebaliknya, ia pun bisa menjadi jahat dan jatuh terperosok pada posisi yang rendah dan buruk. Ia bisa bagai hewan, bahkan lebih jelek lagi. Dalam kaitan ini, manusia dbierikan oleh Allah kekuatan ikhtiar atau usaha untuk bebas menggunakan potensi positif dan negatifnya. Namun ia tak boleh melupakan, bahwa semua pilihan dan tindakannya akan dipertanggung jawabkan di hadapan pengadilan tinggi Allah Yang Maha Adil, kelak di akhirat. Lantaran itu, bukanlah pada tempatnya manakala manusia menjadikan takdir sebagai alasan dan kambing hitam bila ia melakukan perbuatan negatif, dengan mengatakan bahwa segala sesuatunya telah ditakdirkan Allah SWT. Seakan manusia itu wayang yang tak biasa berperan kecuali bila diperankan sang dalang. Padahal Allah tak akan merubah keadaan suatu kaum kalau mereka tidak berusaha merubahnya.

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS Ar-Ra'd: 11)

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa seorang pencuri, yang diajukan kepada Umar bin Khattab ra., mengatakan bahwa dirinya melakukan pencurian karena sudah ditakdirkan Allah. Lalu dengan tangkas Umar bin Khattab menjawab bahwa bila tangannya dipotong , juga merupakan takdir Allah. Namun di pihak lain, Allah pun tak biasa dipersamakan dengan pembuat arloji. Setelah arloji itu dibikin dan dilempar ke pasar maka ia tak tahu lagi bagaimana nasib arloji tersebut, apakah masih berputar atau sudah mati. Allah senantiasa memonitor dan mengontrol makhluk-Nya.

اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS Al-Baqarah: 255)

Dua dimensi jiwa manusia senantiasa saling menyaingi, mempengaruhi dan berperang. Kemungkinan jiwa positif manusia menguasai dirinya selalu terbuka, seperti yang dialami Habil. Dan jiwa negatifpun tak tertutup kemungkinan untuk mengontrol diri manusia, seperti yang terjadi pada Qobil. Tataplah sosok seorang Mush'ab bin Umair ra yang hidup di masa Rasulullah SAW. Ia putera seorang konglomerat Makkah. Namanya menjadi buah bibir masyarakat, terutama kaum mudanya. Sebelum masuk Islam ia dikenal dalam lingkaran pergaulan jet set. Namun, suatu hari mereka tak lagi melihat sosoknya. Mereka kaget ketika mendengarnya sudah menjadi pribadi lain. Benar, ia sudah bersentuhan dengan dakwah Rasulullah SAW dan hidup dalam kemanisan iman dan kedamaian risalahnya. Sehingga cobaan beratpun ia terima dengan senyuman dan kesabaran. Kehidupan glamour ia lepaskan. Bahkan dialah yang terpilih sebagai juru dakwah kepada penduduk Madinah. Disisi lain , tengoklah pribadi Musailamah Al-Khadzdzab. Setelah mengikuti kafilah dakwah Rasulullah SAW, jiwa negatifnya masih menonjol, ketamakan akan kedudukan dan kehormatan membawanya pada pengakuan diri sebagai nabi palsu. Akhrinya ia mati terbunuh dalam kondisi tak beriman di tangan Wahsyi dalam suatu peperangan.

Manusia tentu saja memiliki harapan agar jiwa positifnya bisa menguasai dan membimbing dirinya. Sehingga ia bisa berjalan pada garis-garis yang benar dan haq. Akan tetapi seringkali harapan ini tak kunjung tercapai, bahkan bisa jadi justru kondisi sebaliknya yang muncul. Ia terperosok ke dalam kubangan kebatilan. Disinilah betapa besar peranan lingkungan yang mengelilingi diri manusia baik keluarga kawan, tetangga, guru kerabat kerja, bacaan, penglihatan, pendengaran, makanan, minuman, ataupun lainnya. Semua itu memberikan andil dan pengaruh dalam mewarnai jiwa manusia.

Islam , sebagai Din yang haq, memberikan tuntunan ke pada manusia agar ia menggunakan potensi ikhtiarnya untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang positif sebagai salah satu upaya pengarahan, pemeliharaan , tazkiyah atau pembersihan jiwa dan sebagai tindakan preventif dari hal-hal yang bisa mengotori jiwanya. Disamping itu, diperlukan pendalaman terhadap tuntunan dan ajaran Islam serta peningkatan pengalamnnya. Evaluasi diri dan introspeksi harian terhadap perjalanan hidupnya, tak kalah pentingnya dalam tazkiyah jiwa. Manakala jalan ini ditempuh dan jiwanya menjadi bersih dan suci, maka ia termasuk orang yang beruntung dalam pandangan Allah SWT. Sebaliknya , apabila jiwanya terkotori oeh berbagai polusi haram dan kebatilan, maka ia termasuk orang yang merugi menurut kriteria Allah SWT.

Dan demi jiwa dan penyempurnaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mesucikan jiwa itu. Dan merugilah orang yang mengotorinya・QS. 91:7-10).

Dua suasana jiwa yang berbeda itu akan tampak refleksinya masing-masing perilaku keseharian manusia, baik dalam hibungannya dengan Allah, lingkungan maupun dirinya. Jiwa yang suci akan memancarkan perilaku yang suci pula, mencintai Alah dan Rasul-Nya dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Sedangkan jiwa yang kotor akan melahirkan kemungkaran dan kerusakan.adalah benar bahwa Allah tidak melihat penampilan lahir seseorang, tetapi yang dilihat adalah hatinya, sebagaimana disebutkan dalam satu hadits. Tetapi ini dimaksudkan sebagai penekanan akan pentingnya peranan niat bagi sebuah amal, bukan untuk menafikan amal lahiriah. Sebuah amal ibadah akan diterima Allah manakala ada kesejajaran antara perilau lahiriah dan batiniah, disamping sesuai dengan tuntunan Din. Lebih dari itu, secara lahiriah, manusia bisa saja tampak beribadah kepada Allah. Dengan khusyu' ia melakukan ruku' dan sujud kepada-Nya. Namun jiwanya belum tunduk ruku dan sujud kepada Allah Yang Maha Besar dan Perkasa , kepada tuntunan dan ajaran-Nya.

Tazkiyah jiwa merupakan suatu pekerjaan yang sungguh berat dan tidak gampang. Ia memerlukan kesungguhan, ketabahan dan kontinuitas. Sebagaimana amal baik lainnya, tazkiyah adalah bagai membangun sebuah gedung, disana banyak hal yang harus dikerahkan dan dikorbakan. Sedangkan pengotoran jiwa, seperti amal buruk lainnya, adalah semisal merobohkan bangunan, ia ebih mudah dan gampang serta tak banyak menguras tenaga.

Jalan menuju surga di rintangi dengan berbagai kesulitan. Sedangkan jalan menuju neraka ditaburi dengan rangsangan hawa nafsu・ demikian sabda Rasulullah SAW. Tazkiyah jiwa ini menjadi lebih berat lagi ketika manusia hidup dalam era informatika dan globalisasi dalam kemaksiatan dan dosa. Dimana kreasi manusia begitu canggih dan signifikan. Mansusia seakan tak berdaya mengikuti irama dan gelombangnya.

Sebenarnya Islam memiliki sikap yang akrab dan tidak menolak sains dan tekhnologi, sementara sains dan tekhnologi tersebut tidak bertentangan dan merusak lima hal prinsip (ad ・dkaruriyat al khams); Din , jiwa manusia, harta, generasi dan kehormatan. Sehingga tidak ada paradoksal antara jiwa positif dan bersih serta nilai-nilai kebaikan dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Pengalaman tuntunan dan akhlak Islami, meski tanpa pemerkosaan dalam penafsirannya, tidak pernah bertentangan dengan alam sekitar. Lantaran keduanya lahir dari satu sumber, Allah SWT, Pencipta alam semesta dan segala isinya. Salah faham terhadap konsep ini akan mengakibatkan kerancuan pada langgam kehidupan manusia.maka yang tampak adalah bukit hingar bingar dan menonjolnya sarana pengotoran jiwa manusia. Akhirnya, nilai nilai positif dan kebenaran seringkali tampak transparan dan terdengar sayup-sayup. Benarlah apa yang menjadi prediksi junjungan kita, Nabi Muhammad SAW: Orang yang sabar dalam berpegang dengan Din-nya semisal orang yang memegang bara api・

Mereka acapkali mengalami banyak kesulitan dalam mengamalkan Din-nya. Sehingga mereka merasa asing dalam keramaian. Namun demikian, tidaklah berarti mereka boleh bersikap pesimis dalam hidup. Bahkan sebaliknya, mereka harus merasa optimis. Sebab dalam situasi seperti ini, merekalah sebenarnya orang yang meraih kemenangan dalam pandangan Islam.

Islam mulai datang dalam keterasingan dan akan kembali dalam keterasingan pula sebagaimana mulanya. Maka berbahagialah orang ・orang yang terasing・ (Al Hadist).

Dalam fenomena seperti ini, tak tahu entah dimana posisi kita. Yang jelas, manusia senantiasa dianjurkan oleh Allah agar meningkatkan kualitas dan posisi dirinya di hadapan Nya. Dan Allah tak pernah menolak setiap hamba yang benar-benar ingin kembali kepada jalan-Nya. Bahkan lebih dari itu, manakala hamba Nya datang dengan berjalan, maka Ia akan menjemputnya dengan berlari. Sungguh Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Pengampun. Kita berharap, semoga kita termasuk orang-orang yang mau mendengar panggilan-Nya yang memiliki jiwa muthmainnah, jiwa yang tenang. Sehingga kita akhirnya berhak meraih panggilan kasih sayang-Nya.


Hai jiwa yang tenang . Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas dan diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam surga-Ku・(QS.99:27-30)

Kebutuhan Manusia terhadap Rasul

Manusia diciptakan oleh Allah Ta’ala dengan membawa fitrah (naluri). Secara bahasa, fitrah artinya al khilqah yaitu keadaan asal ketika seorang manusia diciptakan oleh Allah.[1]
Fitrah yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepada manusia diantaranya adalah:
Pertama, fitrah terhadap wujudul khaliq (eksistensi [keberadaan] Pencipta).
Syeikh Mahmud Syaltut dalam uraiannya tentang adanya naluri bertuhan dalam diri manusia, antara lain menerangkan:
“Bilamana manusia sedang dalam kesulitan yang amat sangat, yang telah mengatasi pendengaran, memecahkan pemikiran dan menghabiskan daya upaya, maka dalam keadaan seperti demikian ia tidak akan mendapai jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapinya itu, kecuali menyerah kepada Allah, meminta pertolongan dari Kekuasaan, Petunjuk dan RahmatNya”. Firman Allah dalam Al-Quran,
هُوَ الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ حَتَّى إِذَا كُنْتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِمْ بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُوا بِهَا جَاءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَاءَهُمُ الْمَوْجُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنْجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ
“Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (dan berlayar) di lautan. Sehingga ketika kamu berada di dalam kapal, dan meluncurlah (kapal) itu membawa mereka (orang-orang yang ada di dalamnya) dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya; tiba-tiba datanglah badai dan gelombang menimpanya dari segenap penjuru, dan mereka mengira telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa dengan tulus ikhlas kepada Allah semata. (Seraya berkata), “Sekiranya Engkau menyelamatkan kami dari (bahaya) ini, pasti Kami termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS. Yunus, 10: 22).
Jadi, manusia adalah makhluk yang asal kejadiannya bertuhan dan mengakui ada kekuasaan-Nya. Tuhan yang menjadikan alam semesta ini, itulah naluri dan fitrah manusia. Bahkan dalam Al-Quran disebutkan,
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi’. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)’” (QS. Al-A’raf, 7: 172)
Tersirat dari ayat ini bahwa manusia sejak ia masih di alam ruh telah mengakui Allah sebagai Tuhannya.
Kedua, fitrah untuk ibadatul khaliq (menyembah/beribadah kepada Sang Pencipta). Penjelasan point kedua ini pun dapat dijelaskan dengan penjelasan point pertama di atas. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa ibadah adalah bagian dari fitrah manusia, adalah sebagaimana yang kita lihat dalam sejarah perkembangan manusia itu sendiri. Manakala belum sampai kepada mereka para Nabi dan Rasul yang diutus Allah Ta’ala atau ajaran yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul, maka manusia selalu beribadah atau menyembah “tuhan” yang mereka yakini keberadaannya dengan interpretasi masing-masing. Ada  yang menyembah batu, pohon kayu, berhala atau patung yang mereka buat sendiri, dan lain sebagainya.
Ketiga, fitrah terhadap al-hayatul munadzamah (kehidupan yang teratur). Oleh karena itu manusia sebagai mahluk individu maupun sosial, dengan dorongan fitrahnya selalu berupaya menata kehidupannya. Ada aturan-aturan dan norma-norma yang dibuat; ada pemimpin dan yang dipimpin; ada ketetapan sanksi bagi mereka yang melanggar, dan atau sejenisnya.
*****
Ketiga fitrah manusia tersebut di atas, membutuhkan bimbingan Allah Ta’ala. Karena tanpa bimbingan-Nya manusia akan terjerumus pada kesesatan. Oleh karena itu, dengan kasih sayang-Nya, Allah Ta’ala telah mengutus para Rasul untuk memberikan petunjuk yang benar agar mereka ma’rifatul khaliq (mengenal Penciptanya).
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka..” (QS. Ibrahim, 14: 4)
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut…” (QS. An-Nahl, 16: 36)
Melalui bimbingan para rasul, manusia pun akan mengenal minhajul hayah (pedoman hidup). Allah Ta’ala berfirman,
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
“Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah, 2: 151).
*****
Dengan ma’rifatul khaliq (mengenal Pencipta) dan minhajul hayah (pedoman hidup) yang benar itulah manusia dapat melaksanakan al-‘ibadatus shahihah (ibadah yang benar).
Allah Ta’ala berfirman,
فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا
“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat dan karunia dari-Nya (surga), dan menunjukkan mereka jalan yang lurus kepada-Nya.” (QS. An-Nisa, 4: 175)
يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dengan kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Maidah, 5: 16)
Wallahu A’lam.
[1] Lihat: Lisaanul Arab 5/56, Al Qamus Al Muhith 1/881

Urgensi Khilafah dalan Kesatuan Kaum Muslimin Untuk Membangun Ekonomi Umat

Pendahuluan 

Ajaran Islam sangat lengkap dan detail, seluruh aspek kehidupan manusia tercakup didalamnya , mulai dari urusan yang sederhana seperti etika saat makan dan minum hingga urusan yang lebih luas seperti negara dan aturan yang ada didalamnya. Dengan kata lain dari urusan pribadi hingga urusan seluruh umat dunia ada aturannya dan sama kadar perhatiannya. Mengingat kelengkapan ajaran tersebut, mungkin kita akan bertanya-tanya mengapa negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam mengalami kesenjangan dan ketidakseimbangan , sehingga Islam dimata dunia sangat menonjol dengan peperangan dan kemiskinan, padahal kita ketahui bahwa peperangan dan kemiskinan tersebut selalu diidentikkan dengan dalam berpolitik dan berekonomi. Contoh yang sangat dekat dengan kita yaitu di Negara Indonesia yang mayoritas muslim, dalam menentukan kebijakan politik dan ekonomi, selalu ada intervensi dari negara-negara barat yang notabene non muslim, baik melalui IMF, maupun melalui kebijakan-kebijakan internasional yang dibuat oleh mereka melalui kelompok-kelompok perdagangan internasional, yang tentunya hanya memberikan keuntungan pada mereka, karena sistem ekonomi yang berkembang saat ini diwarnai dengan adanya sistem ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis. Dengan sistem ekonomi tersebut negara–negara berkembang yang mayoritas memiliki penduduk muslim dijadikan negara yang penuh dengan ketergantungan ekonomi menjadi lemah tidak bisa berbicara banyak sehingga sibuk melakukan penyesuaian terhadap kebijakan-kebijakan yang mereka buat.

Kalau kita renungi secara mendalam, kita akan mencari-cari kemana kekuatan kita ? Mengapa kepemimpinan ada ditangan mereka ? Akankah kita kembalikan kejayaan kita ? Akankah pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas akan segera terjawab apabila kita tidak membangun kekuatan bersama ? sebenarnya masih segudang pertanyaan lagi yang dapat kita tujukan pada negara-negara yang berpenduduk muslim. Padahal Al-qur’an lah yang pertama kali menjelaskan konsep khilafah (kepemimpinan) manusia dibumi yang direalisasikan dalam bentuk pemakmuran bumi, tetapi pada kenyataannya saat ini kekhalifahan dipegang oleh orang-orang yang tidak bertujuan untuk memakmurkan bumi.

Artikel ini akan mengkaji sekilas pentingnya khilafah dan persatuan ummat dalam pembangunan ekonomi ummat Islam, yang akan diawali dengan penjelasan singkat mengenai sejarah khilafah Islamiyah dalam konteks ekonomi hingga kondisi saat ini, kemudan dilanjutkan dengan pembahasan peran kekhalifahan dalam perkonomian uummat dan diakhiri dengan simpulan.

Khilafah Islamiyah

Manusia adalah khalifah Allah atau Wakil Allah dibumi ( Al-Baqarah: 30 , Al-An’aam: 165; Faathir: 39, shaad: 27, dan al-Hadiid: 7) . Manusia telah dibekali dengan semua karakteristik mental dan spiritual serta materiil untuk memungkinkan hidup dan mengemban misi secara efektif. Khilafah merupakan salah satu dari 5 dasar filsafat (philosophical foundation) yang mendasari konsep pembangunan dalam Islam. Dasar ini memberikan ketegasan kepada segenap umat manusia tentang fungsi dan tujuan keberadaannya dimuka bumi ini. Dalam konteks pembangunan Khalifatullah fil ard berarti bahwa manusia sebagai individu adalah”agent of development”.

Dalam konteks jamaah, kekhilafahan manusia diwujudkan dalam Khilafah Islamiyah yang terbentuk dari adanya daulah Islamiyah. Daulah Islamiyah yang kita kehendaki adalah daulah inti. Menurut Hasan Al-Banna dalam buku membina angkatan mujahid daulah inti adalah daulah yang memimpin negara-negara Islam dan menghimpun ragam kaum muslimin, mengembalikan keagungannya, serta mengembalikan wilayah yang telah hilang dan tanah air yang telah dirampas.

Menegakkan daulah Islamiyah, berarti juga menegakkan khilafah Islamiyah. Lebih lanjut menurut Imam Hasan Al-Banna ,”mengembalikan eksistensi daulah Islam kepada umat Islam dengan membebaskan negaranya, menghidupkan keagungannya, mendekatkan peradabannya, menghimpun kalimatnya hingga itu akan mengantarkan kembalinya khilafah Islamiyah yang hilang dan persatuan yang dicita-citakan”.

Penegakkan khilafah Islamiyah dan persatuan ummat merupakan kewajiban yang selama ini diabaikan oleh kebanyakan umat Islam. Oleh karena itu Hasan Al-bana berkata,”Selama daulah ini tidak tegak, maka semua umat Islam berdosa dan bertanggung  jawab dihadapan Allah SWT, mengapa mereka sampai lalai memperjuangkannya dan bersikap acuh tak acuh dalam penegakkannya. Sungguh merupakan sebuah kedurhakaan terhadap nilai kemanusiaan bahwa dalam situasi yang membingungkan ini justru tegak suatu negara yang mengokohkan sistem nilai zhalim yang mempropagandakan seruan palsu, sementara tidak seorangpun mau berjuang untuk menegakkan negara yang haq, adil dan damai”.

Dengan demikian tujuan pokok penegakan Islam harus kita lakukan, melalui suatu daulah Islam dan penegakan Islam tersebut harus melingkupi seluruh aspek kehidupan yaitu meliputi penegakkan rukun-rukun Islam, sistem politik, sosial, ekonomi, militer, akhlak, pendidikan, pengajaran dan jurnalisme Islam. Menurut Yusuf Qardhawi karena tujuan itu wajib, maka semua aspek yang mendukung penegakan tujuan tersebut menjadi hukumnya wajib pula .

Kejayaan dan kemunduran khilafah dalam konteks ekonomi

Kejayaan Khilafah
 
1. Zaman Rasullulah dan Khulafa’ur Rasyidin 

Zaman Rasullulah dan khulafaur Rasyidin merupakan zaman ideal , pada zaman ini dasar-dasar pertama negara Islam ditegakkan, selama kurang lebih 40 tahun, dengan demikian dalam setiap sisi kehidupan baik dalam sisi ekonomi, politik hukum dsb, harus didasarkan pada Al-qur’an dan As-sunnah . Perwujudan sistem ekonomi dilakukan Rasullulah melalui Baitul mal yang pada awalnya tidak mempunyai bentuk formal sehingga memberikan fleksibilitas yang tinggi dan nyaris tanpa birokrasi. Keadaan ini bertahan sampai jamannya Khilafah Abu bakar ra, dapat dikatakan tidak ada perubahan yang signifikan dalam pengelolaan Baitul Mal. Barulah ketika jamannya khalifah Umar ibn Khattab ra, sejalan dengan bertambah luasnya wilayah pemerintahan Islam, ada peningkatan volume dana yang dikelola dan adanya keragaman kegiatan, Baitul Mal bertambah besar dan kompleks. Keadaan ini mendorong khalifah untuk membuat sistem administrasi dan pembukuan yang mampu menangani perkembangan ini. Sejumlah manajer dan akuntan persia mulai dipekerjakan di Baitul Mal.

 Secara Umum politik ekonomi yang digariskan Umar bin Khattab bermaksud memenuhi kebutuhan si miskin dengan sarana yang dapat mencegahnya dari perbuatan hina seperti meminta-minta. Selain itu politik ekonomi beliau menuntut jaminan kesejahteraan, makan, minum, hingga mengawinkan kaum muslimin dengan menggunakan dana dari Baitul Mal. Begitu pula membayar hutang-hutang mereka, memberikan biaya kepada para petani agar mereka menanami tanahnya. Kondisi politik ekonomi ini berlangsung terus hingga masa daulah umayah dibawah pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz.

 Dalam hubungannya dengan memperlakukan rakyatnya yang tidak beragama Islam pemerintahan khilafah senantiasa dengan penuh keadilan, memberikan hak yang sama dengan kaum muslimin, jiwanya, harta, gereja dan salib mereka. Saat pemerintahan khilafah Umar bin Abdul Aziz tidak ada seorangpun yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena sistem perekonomian yang diterapkan senantiasa melindungi setiap warga negara selama mereka berada dalam negara Islam, sungguh peran kekhilafahan yang di ceritakan Al-Qur’an terwujud pada masa ini, sehingga kemakmuran dimuka bumi dapat dirasakan seluruh ummat manusia.

 2. Jaman Emas Islam
 
Jaman ini meliputi jaman Umayyah, Jaman Absasiyah I dan jaman Abbasiyah II, jaman ini dikenal sebagai jaman Emas Islam. Yaitu jaman berkembangnya Negara Islam meliputi tiga benua lama: Asia, Afrika dan Eropa dan cemerlangnya kemajuan kebudayaan Islam.

Pada jaman Umayyah yang berpusat di Damascus, ummat Islam dipimpin oleh para khalifah yang bijaksana dan panglima perang yang pemberani , jaman ini berlangsung sekitar 90 tahun. Sementara itu pada jaman Abbasiyah I, yang berpusat di Bagdad, sudah banyak pemikir maju dan pencinta ilmu pengetahuan, dan menteri-menterinya yang progressif telah membina dasar-dasar kemajuan dunia, jaman Abbasiyah ini berlangsung selaman 100 tahun.

Pada jaman emas terakhir yaitu masa Abbasiyah II (Turki I), para khalifah masih konsekuen dengan prinsip-prinsip Islam, para panglima dari Turki yang gagah berani dan sanggup mempertaruhkan jiwa raga untuk membela negara.

Pada awalnya secara keseluruhan kondisi ekonomi jaman ini masih cukup baik, masa-masa ini merupakan kebanggaan bagi umat Islam, ini merupakan puncak kebahagiaan dan kejayaan umat. Pada jaman ini perekonomian Islam dilakukan ditiga benua besar.

B.Akhir Kekhilafahan

Pemerintahan Abbasiyah hanya berlangsung sampai tahun 656 H .Akhir jaman emas Islam, merupakan masa kemunduran khilafah, meskipun awalnya terkenal dengan kemajuan peradabannya, pada akhir masa ini juga kepala pemerintahan mulai bergelimang dengan kemewahan. Pada zaman ini mulai terjadi berbagai kemelut ekonomi Penguasa-penguasa pada saat itu mulai melakukan penumpukkan kekayaan, tidak lagi muncul rasa keadilan sosial, dari penguasa terhadap rakyat. Penggunaan uang negara pun tidak dapat dikontrol lagi dengan baik, sehingga muncul masalah-masalah keuangan.

Perang saudara mulai terjadi pada masa ini dan kesempatan ini juga digunakan oleh musuh-musuh Islam yang datang dari luar, dari barat kaum salibiyah Kristen melakukan penyerbuan selama 200 tahun, sedangkan dari timur bangsa tartar dibawah pimpinan Jenghiz Khan menghancurkan segala sesuatu. Kekacauan pada masa ini semakin meningkat karena mulai muncul kerusakan moral dan kerendahan budi yang menghancurkan segala sifat-sifat baik. Dibidang perekonomian, mmasyarakat muali kehilangan sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, pelaku-pelaku ekonomi mulai menghalalkan segala cara, misalnya dalam kebijakan fiskal adanya praktek riba dan terjadi inflasi yang membumbung. Seorang pemikir ekonomi Islam Taqiuddin Ahman Ibn Alialmaqrizi (1364-1441) menyimpulkan ada dua hal yang menjadi penyebab hancurnya ekonomi yang disebabkan inflasi, pertama adalah natural inflation akibat berkurangnya persediaan barang baik karena perang yang berkepanjangan atau adanya musim paceklik, kedua adalah inflasi yang disebabkan tiga kesalahan manusia pada saat itu .

Kesalahan pertama adalah korupsi, kolusi dan administrasi yang buruk. Kesalahan kedua adalah pajak yang berlebihan, kesalahan ketiga adalah jumlah uang yang berlebihan. Kesemuannya atau sendiri-sendiri mendorong terjadinya inflasi. Menurut Ibn Hazm (dalam Karim ‘2000), pada saat terjadinya inflasi hanya rakyat kecil yang menanggung beban, padahal dalam ekonomi Islam para penguasa seharusnya juga ikut bertanggung jawab agar rakyat dapat memenuhi kebutuhan hidup dasarnya.

Kondisi Ekonomi Saat Ini

Setelah mencapai titik puncaknya , masyarakat muslim kehilangan momentum keemasannya, hal ini dikarenakan adanya degredasi politik dan moral. Chapra (2000) menyatakan lembaga pertama yang sirna adalah ke-khilafahan yang mencerminkan sistem politik Islam dalam bentuk yang ideal. Lembaga itu kemudian diganti oleh sistem otokratis dan turun temurun yang kurang mengambil aspirasi dari kewajiban-kewajiban demokratis Islam dan yang menghimpun kebusukan-kebusukan kekuasaan semacam ini sepanjang waktu.

Suatu kenyataan perekonomian yang sangat menyedihkan terjadi didunia timur, yang banyak dihuni oleh kaum muslimin. Meskipun ada beberapa negara yang menempatkan dirinya sebagai negara kaya , tetapi kekayaannya tidak membuatnya berpacu dengan kemajuan jaman, sebagai contoh negara Indonesia yang begitu kaya dengan sumber daya alam, kekayaan kita itu justru dimanfaatkan oleh negara-negara non Islam untuk memperkuat dan menggemukkan negaranya (lihat kasus Freepot atau Bontang) dan hal tersebut pada hakekatnya menghancurkan negara kita baik dalam bidang politik, ekonomi maupun dibidang sosial budaya.

Dominasi barat semakin besar, terhadap dunia Islam akibat perilaku konsumtif yang dimiliki kebanyakan muslim saat ini, hilangnya semangat untuk berkurban, kesadaran sosial, terhadap sesama muslim melengkapi perilaku ini. Negara-negara muslim yang konsumtif membekukan kehidupan produktif dimasyarakat, dan hal ini semakin memperburuk kondisi perekonomian dunia Islam. Negara-negara barat yang non muslim semakin menguatkan posisinya sebagai ’bapak asuh’ negara-negara timur disemua bidang, sehingga dengan mudah mereka menjerat kehidupan politik dan sosial budaya.

Beberapa organisasi yang mereka miliki hanyalah mempersulit sistem perekonomian dunia Islam, sebagai contoh dominasi OPEC yang ditujukan untuk mempersulit negara-negara penghasil minyak yang sebagian besar kaum muslim. Sehingga banyak negara-negara Islam yang mengalihkan perhatiannya pada komoditi non migas, termasuk Indonesia, tetapi jalan ini juga tidak mulus, karena negara-negara barat menutup pintunya rapat-rapat melalui organisasi-organisasi yang mereka buat dengan siasat protective-nya. Amerika dengan siasat liciknya membendung arus komoditi berupa barang-barang konveksi dari negara-negara berkembang terutama Indonesia, dibalik itu Amerika melancarkan hubungan bisnis barang-barang tersebut dengan negara-negara anteknya di Eropa. Sehingga yang terjadi dinegara berkembang bagaikan pedagang keliling yang keluar masuk kampung, tetapi tidak ada satupun pembeli yang memberikan keuntungan yang berarti dari hasil dagangannya.
Sehingga kita kembali kepada Amerika dengan meminta belas kasihannya, melalui suatu pilihan yang mudah yaitu dengan jalan berhutang. Hutang ini dianggap alternatif terbaik oleh negara-negara berkembang untuk membangun negaranya, ini dapat disadari karena negara-negara Islam berstatus sebagai negara berkembang. Sangat disayangkan dari masing-masing negara berkembang ini tidak mau bekerjasama, karena bagaimanapun harus disadari solidaritas diperlukan tidak hanya dari negara-negara maju terhadap negara berkembang, tetapi juga antara penduduk negara berkembang sendiri.

Strategi lain yang sedang dilancarkan dunia barat adalah slogan politik pasar bebas. Politik pasar bebas dalam hal ini berarti penerapan kebebasan hak milik yang bersumber dari aqidah ideologi kapitalisme secara internasional, yakni penerapan kebebasan hak milik dalam hubungan perdagangan internasional, yang bertujuan meringankan atau menghentikan intervensi negara-negara dalam perdagangan khususnya, dan dalam kegiataan perekonomian pada umumnya. Dengan politik ini AS berusaha untuk menggiring negara-negara dunia untuk menghilangkan hambatan tarif (bea masuk) dan rintangan apapun dalam perdagangan internasional.

Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut AS dan negara kapitalis besar telah mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan internasional dan membentuk kelompok-kelompok ekonomi seperti NAFTA (beranggotakan AS, Canada dan Meksiko) pasar bersama eropa dan APEC, yang beranggotakan negara-negara NAFTA, Australia, Selandia baru, Jepang, Indonesia dan negara-negara macan Asia yang kesemuanya berada dilautan pasifik.

Perjanjian-perjanjian yang dibuat AS dalam bidang ekonomi dan perdagangan seperti WTO, GATT ,dll , bertujuan agar tidak terdapat peluang bagi negara-negara berkem¬bang untuk membangun ekonominya sendiri atas basis-basis yang kuat dan kokoh, padahal penguatan basis-basis ekonomi akan membebaskan ketergantungan ekonomi negara-negara berkembang dari negara-negara kaya, sehingga nantinya negara-negara berkembang itu tidak lagi menjadi pasar bagi barang-barang konsumtif (consumer goods) yang diproduksi negara-negara kaya. Jadi politik pasar bebas tersebut membuat negara-negara berkembang tidak mampu mengubah kondisi ekonomi mereka menjadi produktif, yang harus bertumpu pada industri berat sebagai prasyarat mutlak bagi kondisi perekonomian yang produktif.

Peran Khilafah dalam mengatasi krisis ekonomi global

Pada tataran praktis adanya kekhilafahan menunjukkan adanya kemerdekaan kita dari dominasi asing, khususnya dalam melakukan kebijakan-kebijakan ekonomi. Peran khilafah dalam mengatasi krisis ekonomi global dimulai dengan mewujud pengaruh nilai-nilai Islam sebagai pengganti kebijakan kapitalis dan sosialis dalam kebijakan-kebijakan ekonomi, baik kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter, adapun peran tersebut adalah sebagai berikut:

A.Peran Khilafah Islamiyah dalam Penentuan Kebijakan Fiskal.

Lembaga Baitul Mal yang pada jaman Rasullulah dan Khulafaur Rasyidin berfungsi mengatur kas negara dapat difungsikan kembali secara optimal melalui khilafah. Pengembangan Baitul Mal merupakan salah satu yang harus dilakukan dalam menmpengaruhi kebijkan fiskal, karena Baitul Mal dapat berfungsi sebagai Bank Sentral dalam Daulah Islam. Baitul mal tidak terbatas sumber penerimaannya melalui zakat saja, tetapi mencakup karaj (pajak atas tanah, yang saat ini dikenal dengan PBB), khums, jizya dan penerimaan lain seperti kaffarah.Karena sumbernya tidak terbatas dari zakat saja, maka, penggunaan dana Baitul Mal tidak terbatas untuk delapan ashnaf mustahiq.

Apabila pada masa sekarang indikator untuk kebijakan fiskal biasa menggunakan budget defisit, yakni selisih antara pengeluaran pemerintah dengan penerimaan ( yang lebih sering menyesatkan), maka dengan memfungsikan baitul Mal hal ini tidak berlaku, karena salah satu ciri dari kebijakan Baitul Mal adalah jarang ditemui anggaran defisit. Dalam teori ekonomi, anggaran defisit akan menimbulkan berbagai persoalan akibat adanya pertambahan uang yang beredar antara lain inflasi dan melemahnya nilai tukar uang (Karim, 2000). Adanya khilafah dan persatuan ummat Islam membantu pembentukan jaringan kerja antar Baitul Mal didaerah-daerah. Dengan semakin luasnya wilayah pemerintahan Islam, hubungan kerja antara pusat dan daerah menjadi jelas melalui Baitul Mal. Disisi lain dalam kebijakan fiskalnya yang akan dilakukan tentunya, akan meminimalkan praktek-praktek KKN dalam negara, sistem ayng dipakai tidak hanya sistem-sistem horizontal, bangsa-bangasa dan kebudayaan seperti yang saat ini tengah berlangsung, tetapi penerapan sistem vertikal dan ideologi, merupakan ciri khas dalam khilafah Islamiyah.

B.Peran Khilafah dalam penentuan kebijakan moneter

Ada banyak peran khilafah dalam pengembangan ekonomi umat khususnya dalam penentuan kebijakan moneter. Pertama dalam sistem perbankan akan didilakukan penghapusan interest system, karena pada saat ini interest system yang paling dominan didunia perbankan, hal ini berdampak pada kehidupan masyarakat yang semakin sulit. Padahal sistem tersebut dilarang oleh Allah SWT, hal ini ditekankan dalam firmannya

: …”Sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”(2:275).

Dalam firman diatas Allah telah mengingatkan ummat Islam agar tidak terlibat dalam sistem riba, karena riba adalah haram bagi ummat Islam. Kekhalifan akan membantu mendorong terlaksananya kerjasama pembentukan Islamic Bank System dalam dunia perbankan yang akan membantu memberikan dana pembangunan bagi negara-negara dalam khilafah, sehingga kita dapat mengindari dari interest system yang diberlakukan beberapa lembaga pendanaan iinternasional seperti IMF, IGGI dsb. Pendanaan dengan Islamic Bank System berupa profit sharing antar bank dengan para nasabah yang membutuhkan sehingga akan muncul ekonomi keadilan yang memberikan kemaslahatan pada seluruh umat

Kedua, pelarangan monopoli dan bisnis spekulatif. Islam melarang adanya monopoli dan bisnis spekulatif karena monopoli sumber daya merupakan penguasaan sumber daya oleh segelintir orang yang memikirkan dirinya sendiri, mengenai pelarangan ini Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara oprang-orang kaya saja diantara kamu.”(Q.S.Al Hasyr, 59:7).

Islam memerintahkan pengeluaran yang bersifat sosial dan bermanfaat, sesuai dengan hasidt Rasul:” Kekayaan (Yaitu Zakat) harus diambil dari si kaya dan dikembalikan pada si miskin (Bukhari).

Ketiga, Pembangunan Jaringan Internasional. Pembangunan jaringan perekonomian dan perdagangan internasional dalam satu sistem kekhilafahan akan menjadikan negara-negara Islam bebas dari ketergantungan negara-negara barat, dalam hal ini Imam Hasan AL-Bana pernah berkata “Semua negara Islam harus bebas dari cengkraman kekuasaan asing”. Keinginan untuk bebas dari cengkraman barat dapat diwujudkan apabila terbentuk khilafah Islamiyah. Dengan demikian ummat Islam akan memiliki kekuatan baru dalam mempengaruhi sistem ekonomi dunia. Mulai dari kebijakan-kebijakan perdagangan dalam mengantisipasi politik pasar bebas, hingga kebijakan sistem perburuhan yang lebih baik.

Keempat, terciptanya pemerataan pembangunan dinegara-negara dalam khilafah. Pemerataan pembangunan akan tumbuh dinegara-negara dalam khilafah, karena adanya penegakan konsep persaudaraan yang dibarengi dengan keadilan sosio-ekonomi merupakan bagian integral dari konsep tauhid dan khilafah. Dengan konsep keadilan dan persaudaraan ini, negara dalam kesatuan khilafah akan saling membantu dalam melakukan distribusi pendapatan dan kekayaan, pemenuhan kebutuhan pokok dsb, hal ini ditegaskan Rasullulah saw:”tidak beriman orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan, sementara ia tahu hal itu”. Begitu banyak peran kekhilafahan dan persatuan ummat dalam konteks ekonomi, yang kesemuanya harus kita upayakan untuk dapat diwujudkan Menegakkan khilafah kembali : Membangun Kekuatan Ekonomi Internasional Sebelum kita berbicara mengenai pembangunan ekonomi , satu hal yang harus dipertanyakan adalah jalinan ikatan keummatan. Salah satu unsur penting dalam jalinan keummatan adalah konsep ummat tidak mengenal batas-batas geografis maupun politis, dan tidak mensyaratkan sosok organisasional yang terstruktur secara jelas.

Hal ini diterjemahkan dalam suatu kekhilafahan yang akan menciptakan persatuan umat. Terciptanya khilafah Islamiyah dan persatuan umat merupakan kewajiban kita saat ini, karena banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari kondisi tersebut, salah satu diantaranya adalah akan munculnya ekpresi praktis kepada tujuan dan nilai-nilai Islam (Chapra ’2000). Pengaturan melalui daulah Islamiyah sangat diperlukan, hal ini disebabkan karena dalam sebuah lingkungan yang bermuatan moral sekalipun, masih mungkin ada individu yang tidak menyadari kebutuhan urgen orang lain , atau persoalan-persoalan kelangkaan dan prioritas sosial terhadap penggunaan sumber daya. Negara dalam juga hal ini sangat berperan dalam membantu mewujudkan kesejahteraan semua orang, menjamin keseimbangan antara kepentingan privat dan sosial, memelihara roda perekonomian pada rel yang benar, dan mencegah pengalihan arahnya oleh kelompok berkuasa yang berkepentingan.
Dengan demikian pada sistem perekonomian yang menganut prinsip Islam pada negara-negara dalam khilafah, akan ada penekanan pada konsep keadilan dan konsep sosial. Dalam suatu khilafah, negara dimungkinkan untuk mengadakan campur tangan dalam bidang perekonomian, guna mencegah terjadinya kepincangan-kepincangan dalam masyarakat sebagai akibat kebebasan perseorangan yang kurang tepat . Penegakan daulah Islam disuatu kawasan merupakan satu tahap untuk menegakkan pemerintahan Islam inti. Tahapan ini untuk mempersiapkan tahapan berikutnya, yakni kesatuan Islam. Kesatuan Islam merupakan tahapan untuk menuju tegaknya kekuatan Islam internasional dan inipun merupakan tahapan bagi proses selanjutnya. Dalam konteks ini Imam Hasan Al-Bana mengatakan, ”Alangkah beratnya tanggung jawab dan tugas ini. Orang lain melihatnya sebgai khayalan, sementara Ikhwan melihatnya sebagai kenyataan. Kita tidak pernah putus asa dan kepada Allah sajalah harapan kita sandarkan".

Simpulan 

Penegakkan khilafah membawa ummat pada persatuan yang integral dalam semua sistem kehidupan. Dengan khalifah akan terbangun tatanan interaksi Islami, pola kehidupan yang memuaskan serta memberikan nilai tambah kemanusiaan yang hakiki yakni kehormatan, yang lahir karena adanya kekuatan dalam tubuh negara-negara Islam. Dalam konteks ekonomi penegakkan khalifah merupakan upaya mewujudkan kekuatan ekonomi Islam , dan akan menjadikan negara-negara Islam nmandiri tidak terpengaruh pada pihak lain. Dengan demikian marilah kita rapatkan barisan untuk membangun dan menyebarkan kembali kehidupan Islam kesegenap pelosok dunia guna memenuhi janji Allah yang akan memberi rahjmat dan kemakmuran dimuka bumi


Maroji’
  • Al-Qur’an Karim
  • Al Hadits
  • Abdurrahman, Al Baghdadi. Ulama dan Para Penguasa di Abad Islam dan Diabad Kemundurannya Dewasa Ini, Makalah Forum Islamic Studies, Bogor 1997.
  • An-Nabhani Taqyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, Risalah Gusti, Surabaya 1996.
  • Azhar Basyir. Garis Besar Sistem Ekonomi Islam, BPFE Yogyakarta 1978.
  • Chapra. M Umer. Islam dan Tantangan Ekonomi, Gema Insani Press, Jakarta 2000.
  • Hawwa, Sa’id. Membina Angkatan Mujahid: Studi Analitis Atas Konsep Dakwah Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta’alim. Penerbit Era Intermedia. Solo 2000.
  • Karim, Adiwarman A.. Syariat Islam : Solusi Total Krisis Multidimensional, Jurnal Ekonomi Syari’ah Universitas Indonesia 2001.
  • Mannan. Abdul M, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta 1993.
  • M.M. Metwally. Teori dan Model Ekonomi Islam, Bangkit Daya Insana,Jakarta 1995.
  • Santoso, Purwo. Kemandirian Ummat. Makalah pada Diskusi Panel ”Meningkatkan Kemandirian Ummat di Bidang Politik dan Ekonomi”. Yogyakarta, Januari 2001.
  • Syamsul., Abadi Peranan Politik Ummat Islam, Media Da’wah, Jakarta 1989.
  • Wawasan Islam dan Ekonomi, Lembaga Penerbit Fak. Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta 1997.
  • Zadjuli, Suroso Imam. Peranan Lembaga Perguruan Tinggi dalam Sosialisasi dan Pengembangan Ekonomi Islam di Indonesia. Makalah pada seminar nasional ekonomi Islam, Semarang, Mei 2000.
  • Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam dan Ummatnya Sampai Sekarang, Bulan Bintang, Jakarta 1978.
  • Kumpulan Makalah Tentang Hizbu-At-Tahrir, Yogyakarta 2001.