Sunday, July 4, 2021

Tafsir Surat Al-Munafiqun

 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ 

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

 

إِذَا جَاءَكَ الْمُنٰفِقُوْنَ قَالُوْا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُوْلُ اللّٰهِۘ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهٗۗ وَاللّٰهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ لَكٰذِبُوْنَ ۚ١

 

Ayat 1. Apabila orang orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata, "Kami mengakui, bahwa engkau benar benar Rasul-Nya." Dan Allah menyaksikan bahwa orang orang munafik itu benar benar pendusta.

 

اِتَّخَذُوْا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوْا عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِۗ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ٢

 

Ayat 2. Mereka menjadikan sumpah sumpah mereka sebagai perisai-*, lalu mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Sungguh, betapa buruknya apa yang telah mereka kerjakan.

 

ذٰلِكَ بِأَنَّهُمْ اٰمَنُوْا ثُمَّ كَفَرُوْا فَطُبِعَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُوْنَ ٣

 

Ayat 3. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir, maka hati mereka dikunci, sehingga mereka tidak dapat mengerti.

 

وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْۗ وَإِنْ يَّقُوْلُوْا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْۗ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُّسَنَّدَةٌۗ يَحْسَبُوْنَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْۗ هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْۗ قَاتَلَهُمُ اللّٰهُۖ أَنّٰى يُؤْفَكُوْنَ ٤

 

Ayat 4. Dan apabila mengkau melihat mereka, tubuh mereka mengagumkanmu. Dan jika mereka berkata, engkau mendengar tutur katanya. Mereka seakan akan kayu yang tersandar-*. Mereka mengira bahwa setiap teriakan ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari kebenaran)?

 

وَإِذَا قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُوْلُ اللّٰهِ لَوَّوْا رُءُوْسَهُمْ وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّوْنَ وَهُمْ مُسْتَكْبِرُوْنَ ٥

 

Ayat 5. Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah (beriman), agar Rasulullah memohonkan ampunan bagimu," mereka membuang muka dan engkau lihat mereka berpaling dengan menyombongkan diri.

 

سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْۗ لَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَهُمْۗ إِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفَاسِقِيْنَ ٦

 

Ayat 6. Sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) mohonkan ampunan untuk mereka atau tidak engkau mohonkan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka; sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang orang fasik.

 

هُمُ الَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ لَا تُنْفِقُوْا عَلٰى مَنْ عِنْدَ رَسُوْلِ اللّٰهِ حَتّٰى يَنْفَضُّوْاۗ وَلِلّٰهِ خَزَائِنُ السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِۙ وَلٰكِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ لَا يَفْقَهُوْنَ ٧

 

Ayat 7. Mereka berkata (kepada orang orang Anshar), "Janganlah kamu bersedekah kepada orang orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah sampai mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)." Padahal milik Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang orang munafik itu tidak memahami.

 

يَقُوْلُوْنَ لَئِنْ رَّجَعْنَا إِلَى الْمَدِيْنَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّۗ وَلِلّٰهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُوْلِهٖ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَلٰكِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ ؑ٨

 

Ayat 8. Mereka berkata, "Sungguh, jika kita kembali ke Madinah (kembali dari perang Bani Mustalik), pastilah orang yang kuat akan mengusir orang orang yang lemah dari sana." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, Rasul-Nya dan bagi orang orang mukmin, tetapi orang orang munafik itu tidak mengetahui.

 

يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذٰلِكَ فَأُولٰئِكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ ٩

 

Ayat 9. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

 

وَأَنْفِقُوْا مِنْ مَّا رَزَقْنٰكُمْ مِّنْ قَبْلِ أَنْ يَّأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُوْلَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِيْ إِلٰى أَجَلٍ قَرِيْبٍ ۚ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ ١٠

 

Ayat 10. Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu, lalu dia berkata (menyesali), "Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh."

 

وَلَنْ يُّؤَخِّرَ اللّٰهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا ۗ وَاللّٰهُ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ ؑ١١

 

Ayat 11. Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

 

Pengantar

 

Surah yang membawa nama khusus ini adalah surah al-Munaafiquun. la menunjukkan dan membahas tema kemunafikan. Surah ini bukan satu-satunya surah yang membahas tentang tema nifak dan orang-orang munafik, gambaran tentang hal ihwal mereka dan tipu daya mereka. Karena hampir setiap surah Madaniyyah pasti menyebutkan tentang orang-orang munafik baik dengan isyarat maupun terang-terangan. Namun, surah ini hampir membatasi bahasannya hanya pada tema orang-orang munafik. Juga pada isyarat kepada beberapa kasus dan perkataan-perkataan mereka yang telah timbul dari mereka dan diriwayatkan dari mereka.

 

Surah ini mengandung hardikan dan teguran yang keras terhadap orang-orang munafik, terhadap perilaku mereka, duşta-dusta mereka, desas-desus dan kasak-kusuk mereka, serta manuver-manuver mereka. Juga penyingkapan atas kebencian dan tipu daya mereka terhadap orang-orang yang beriman, beserta kehinaan, sifat penakut, dan mata hati mereka yang buta.

 

Di dalam surah ini tidak ada bahasan lain selain bahasan tentang orang-orang munafik, kecuali di bagian tertentu ada isyarat sekilas tentang orang-orang yang beriman untuk memperingatkan mereka agar tidak satu pun dari sifat-sifat orang-orang munafik itu melekat pada mereka walaupun dari sisi yang jauh. Derajat kemunafikan yang paling rendah adalah tidak memurnikan diri semata-mata untuk Allah dan lalai dari berzikir kepada-Nya karena sibuk mengurus harta benda dan anak-anak. Kemudian bakhil dan tidak suka berderma di jalan Allah hingga tibalah hari di mana tidak bermanfaat lagi sedekah dan derma.

 

Gerakan kemunafikan yang dimulai dengan masuknya İslam pertama kali di Madinah kemudian berlanjut hingga menjelang wafatnya Rasulullah dan tidak pernah berhenti sedetik pun, walaupun sarana, corak dan warnanya berganti-ganti dari waktu ke waktu, ...ini memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam sejarah kehidupan periode Rasulullah dan kejadian-kejadiannya. Gerakan ini telah menyibukkan dan membikin ulah sehingga banyak menyita usaha, waktu, dan potensi kaum mukminin hingga menghabiskan porsi yang sangat besar. Penjelasan tentang gerakan ini telah disebutkan dalam AI-Qur'an dan hadits yang mulia berulang-ulang yang menunjukkan dahsyatnya gerakan ini dan pengaruh puncaknya yang sangat membahayakan terhadap kehidupan dakwah pada saat itu.

 

Ada bahasan yang sangat baik tentang gerakan ini dalam buku sirah Rasulullah, Shurah Muqtabasah min Al-Qur'an al-Karim (Sejarah Rasulullah, Deskipsi dari Al-Qur'an yang Mulia) karangan Prof. Muhammad Izzah Daruza, yang kami kutip secara gamblang berikut ini.

 

"Sebab munculnya gerakan itu di Madinah sangat jelas. Rasulullah dan kaum muslimin yang pertama di Mekah tidak memiliki kekuatan dan wibawa yang bisa melahirkan dan mewujudkan satu kelompok manusia tertentu yang menakuti mereka atau mengharapkan kebaikannya. Sehingga, kelompok tersebut berpura-pura dan memalsukan wajah mereka dalam perilaku-perilaku nyata. Namun, secara sembunyi-sembunyi mereka malah bersiasat licik dan membuat makar dan strategi jahat, sebagaimana wajah dan karakter orang-orang munafik pada umumnya.

 

Penduduk Mekah dan pemimpin-pemimpin mereka secara terang-terangan menyerang Rasulullah. Mereka menyiksa orang-orang yang beriman dengan siksaan yang keras dan mampu mereka lakukan. Mereka menentang dakwah dengan segala sarana tanpa belas kasihan dan perikemanusiaan. Kekuatan memang berada di tangan orang-orang Quraisy. Sehingga, orang-orang yang beriman terpaksa berhijrah, pergi bersama agama mereka dan darah mereka ke Habasyah pertama kali, setelah itu ke Madinah. Bahkan, ada sebagian dari orang-orang yang beriman dapat difitnah sehingga keluar dan murtad dari agamanya karena kekejaman dan pemaksaan atau dengan godaan dan tawaran yang menggiurkan. Akhirnya, sebagian mereka ada yang terguncang dan masuk ke dalam kelompok orangorang yang musyrik. Sebagian Iagi yang mendapatkan penyiksaan dan kekejaman meninggal dunia karena mempertahankan agamanya.

 

Sedangkan di Madinah, urusannya sangat berbeda. Rasulullah sebelum berhijrah ke Madinah telah mampu menjaring orang-orang Anshar sebagai penolong-penolong setia beliau yang kuat dari kaum Aus dan Khazraj. Rasulullah belum memutuskan untuk berhijrah kecuali setelah memantapkan posisi beliau dan hampir tidak tersisa lagi rumah orang Arab di Madinah melainkan telah dimasuki oleh misi Islam. Dalam kondisi seperti ini, bukanlah urusan mudah bila orang-orang yang belum masuk Islam bersikap (baik karena disebabkan oleh kejahilan dan kebodohan, atau karena kemarahan, kedengkian dan penentangan) dengan sikap permusuhan yang terang-terangan kepada Rasulullah dan orang-orangyang beriman baik dari kaum Muhajirin maupun dari kaum Anshar.

 

Rasa fanatisme juga berpengaruh sangat besar di dalam pengambilan sikap tidak bermusuhan secara terang-terangan. Karena, sesungguhnya mayoritas kaum Aus dan Khazraj telah menjadi penolong-penolong setia dari Rasulullah. Mereka semua terikat dengan ikatan perjanjian untuk saling mempertahankan diri dan saling menolong untuk melawan musuh bersama. Ditambah Iagi bahwa sebagian besar mereka adalah orang-orang yang sangat baik Islamnya. Dan, mereka telah beriktikad dan berkeyakinan terhadap Rasul Allah bahwa Muhammad saw. adalah pemimpin mereka yang tertinggi yang wajib ditaati dan dipatuhi. Beliau adalah pembimbing mereka yang sangat mereka segani dan hormati.

 

Maka, orang-orang yang masih didominasi oleh tradisi kemusyrikan dan orang-orang yang diperbudak oleh penyakit hati yang akut, kesombongan, dan kebencian... tidak memiliki peluang untuk menyatakan permusuhan dan serangan yang terang-terangan. Mereka tidak punya pilihan lain selain berpura-pura menampakkan Islam dan mengerjakan rukun-rukunnya. Kemudian makar, tipu daya, siasat, dan pengkhiantan mereka Iakukan dengan berbagai cara dan sarana yang menggiurkan, menipu, dan gerakan isyarat dan muslihat. Dan, walaupun kadangkala mereka menampakkan sikap terang-terangan dalam berbuat makar dan tipu muslihat dan tabiat-tabiat kemunafikan mereka ditunjukkan secara nyata, hal itu hanya terjadi dari mereka karena kondisi dan krisis yang mendesak dan keras menimpa Rasulullah dan orang-orang yang beriman. Mereka mencari-cari alasan pembenaran atas sikap mereka dengan alasan lebih bermaslahat, sesuai dengan logika, dan sikap berhatihati.

 

Namun, bagaimanapun kondisinya, mereka tidak pernah mengakui secara terang-terangan bahwa mereka adalah orang-orang kafir atau orang-orang munafik. Tetapi, sesungguhnya kemunafikan, kekafiran, dan sikap mereka dalam berbuat makar, tipu muslihat, dan berkhianat tidak tertutup dari Rasulullah dan orang-orang yang ikhlas dari para sabahat beliau kaum Muhajirin dan Anshar.

 

Sikap-sikap terang-terangan pada kondisi-kondisi kritis dan krisis semakin menambah kekejian, keburukan, dan kebencian terhadap kekafiran dan kemunafikan mereka. Ayat-ayat Al-Qur'an sering mengarahkan kepada mereka tentang kekejian mereka itu berkali-kali. Al-Qur'an pun menunjukkan tentang perbuatan dan makar mereka, menghardik mereka karena kejahatan-kejahatan, keburukan dan tipu daya mereka. Kemudian Al-Qur'an mengingatkan Rasulullah dan orang-orang yang beriman dari mereka pada setiap kesempatan dan kondisi.

 

Sikap-sikap orang-orang munafik ini telah mencapai jangkauan yang jauh dan pengaruhnya sangat luas seperti yang disebutkan oleh ayat-ayat Madaniyyah. Seolah-olah telah terjadi bentrokan yang kuat, yang mengingatkan tentang bentrokan antara Rasulullah dan para pemimpin Quraisy di Mekah walaupun bertambah kuat posisinya dan markasnya serta kekuatan beliau pun bertambah kukuh. Akibatnya, kekuasaan Islam pun bertambah luas dan Rasulullah menjadi orang yang berkuasa, dihormati sebagai pemimpin dan penguasa, perintahnya ditaati dan dilaksanakan, dan posisinya semakin perkasa.

 

Sementara orang-orang munafik hanyalah himpunan kecil orang-orang yang saling menopang dan saling mengikat dengan penonjolan beberapa tokoh khusus yang memiliki karakter yang menonjol. Kelemahan mereka dan kecilnya jumlah dan peran mereka keduanya berjalan bertolak belakang dengan kebalikan hasil yang dicapai oleh Rasulullah dari kekuatan yang terus bertambah kukuh dan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang semakin bertambah luas.

 

Cukuplah menyadarkan Anda tentang bahaya sikap dan peran orang-orang munafik, khususnya pada awal-awal periode Madinah, bahwa sesungguhnya Anda menyaksikan orang-orang munafik memiliki posisi yang kuat dengan perasaan fanatisme yang masih kuat mengakar dalam mayoritas kabilah-kabilah mereka. Sebagaimana mereka juga tidak dihina dan dijelek-jelekkan secara terang-terangan dan sempurna. Islam pun belum begitu meresap dalam jiwa mayoritas kaum muslimin pada saat itu secara lengkap dan total. Sementara RasuIullah berkonsentrasi penuh mengantisipasi bahaya yang datang dari kaum musyrikin yang menentang beliau dari segala penjuru.

 

Penduduk Mekah adalah musuh beliau yang paling kejam dan keras. Kabilah-kabilah di Jazirah Arab selalu mengintai dan menanti waktu yang tepat menyerang beliau. Mereka memberdayakan segala kesempatan dan peluang untuk menghancurkan Rasulullah. Sementara itu, kaum Yahudi di Madinah dan sekitarnya telah mengingkari Rasulullah sejak awal dan memprediksikan keburukan atas beliau. Kemudian mereka pun secara terang-terangan menampakkan kekafiran, permusuhan, dan tipu daya terhadap beliau. Lalu mereka pun menjalin kerja sama dengan orang-orang munafik dan mengikat perjanjian dalam menyatukan usaha dan sasaran bersama, saling menopang dalam setiap perlawanan dan bentrokan dengan orangorang yang beriman.

 

Sehingga, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya orang-orang munafik tidak mungkin kuat, bertahan, dan dapat melancarkan kejahatan yang keras dan terus-menerus melakukan makar dan tipu daya melainkan disebabkan oleh dukungan dari orang-orang Yahudi dengan jalinan kerja sama dan perjanjian untuk saling mendukung dan menopang di antara mereka. Kejahatan mereka tidak melemah dan bahaya mereka tidak berkurang melainkan setelah Allah memenangkan rasuI-Nya atas mereka, mengalahkan mereka, dan melindunginya dari kejahatan mereka."[1]

 

Manuver Orang-Orang Munafik

 

Surah ini diawali dengan gambaran tentang cara orang-orang munafik dalam menyiasati apa yang terdapat di dalam hati dari kekufuran. Lalu, mereka menampakkan keislaman dan syahadat bahwa sesungguhnya Rasulullah adalah utusan Allah. Mereka bersumpah palsu dan dusta agar orang-orang yang beriman membenarkan mereka. Mereka mengambil sumpah-sumpah itu sebagai perisai dan topeng untuk menutup hakikat diri mereka dan me nipu orang-orang yang beriman di sekitar mereka,

 

"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, 'Kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah. ' Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya. Allah mengetahui bahtva sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benarpendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagaiperisai, lalu mereka menghalangi (manusia) darijalan Allah. Sesunguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. " (alMunaafiquun: 1-2)

 

Orang-orang munafik datang kepada Rasulullah kemudian mereka bersyahadat di hadapan Rasulullah tentang risalah beliau dengan lisan mereka.

 

Mereka sama sekali tidak menginginkan kebenaran di situ. Mereka menyatakan syahadat hanya sebagai perisai dan pelindung untuk menyembunyikan kejahatan dan hakikat mereka kepada orang-orang yang beriman. Mereka berdusta dalam hal bahwa sesungguhnya mereka datang untuk menyatakan kesaksian syahadat ini. Mereka datang hanya untuk mengelabui orang-orang yang beriman dengan sikap itu dan agar menutupi belang mereka dengan perkataan itu. Oleh karena itu, Allah memaklumatkan tentang dusta mereka dalam syahadat mereka setelah dengan berhati-hati dan tegas menetapkan hakikat risalah,

 

"...Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya. Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar pendusta. " (al-Munaafiquun: 1)

 

Ungkapan ayat ini sangat detail dan penuh kehati-hatian dengan gambaran yang membangkitkan perhatian. Ia mendahulukan penetapan risalah Rasulullah sebelum menyatakan tentang kedustaan perkataan orang-orang munafik. Sekiranya tidak disebutkan kehati-hatian ini, maka ungkapan ini secara tekstual akan diasumsikan sebagai pendustaan orang-orang munafik terhadap sasaran syahadat mereka yaitu risalah Rasulullah. Namun, bukan ini yang dimaksudkan dalam ayat itu. Sesungguhnya maksudnya adalah pendustaan terhadap ikrar mereka, karena sesungguhnya mereka tidak mengikrarkan kebenaran risalah Rasulullah secara benar dan mereka tidak bersyahadat dengan keikhlasan hati mereka.

 

"Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai,...."

 

Ia mengisyaratkan bahwa sesungguhnya mereka mengucapkan sumpah setiap urusan dan kejahatan mereka terungkap, atau diketahui dari mereka bahwa mereka telah melakukan makar dan tipu daya. Atau, dinukilkan dari mereka perkataan-perkataan keji dan kotor terhadap orang-orang yang beriman. Mereka bersumpah untuk melindungi diri dari akibat-akibat dan konsekuensi-konsekuensi yang tersingkap dari mereka. Sehingga, menjadikan sumpah-sumpah mereka perisai dan topeng tempat berlindung, untuk meneruskan makar, desas-desus, dan manuver-manuver mereka bagi orang-orang yang tertipu dan terlena.

 

"...Lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah...."

 

Mereka menghalangi diri mereka sendiri dan menghalangi orang lain dengan bertopeng kepada sumpah-sumpah yang dusta dan palsu itu.

 

.Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. " (al-Munaafiquun: 2)

 

Apakah ada yang lebih buruk dari dusta, khianat, dan penyesatan?

 

Al-Qur'an menyebutkan penyebab dari syahadat mereka yang dusta dan sumpah-sumpah mereka yang penuh dengan khianat dan tipu daya. Juga sikap mereka dalam menghalangi orang-orang dari jalan Allah dan kejahatan perbuatan mereka. Al-Qur'an menyebutkan sebab itu adalah bahwa sesungguhnya mereka telah kafir setelah beriman, dan mereka lebih memilih kekafiran setelah mereka mengenal Islam,

 

"Yang demikian itu adalah karena bahwa sesunguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti. " (al-Munaafiquun: 3)

 

Jadi mereka sebetulnya mengenal iman, namun mereka lebih memilih kembali kepada kekufuran. Dan, hati yang memiliki pemahaman, perasaan, kehidupan, dan telah mengenal iman seperti itu tidak mungkin memilih kembali kepada kekafiran. Jika tidak demikian, maka siapa yang telah merasakan dan mengenal, kemudian menjelajahi tentang persepsi iman mengenai alam semesta, merasakan perasaan iman dalam kehidupan, bernapas dalam ruang iman yang cerdas, hidup dalam cahaya iman yang cerah dan terang, dan berlindung di bawah naungan iman yang mencerahkan dan membangkitkan.... kemudian kembali kepada kekafiran yang bodoh, mati, kosong, kering, dan gundul?. Siapa yang mau melakukan hal itu? Hanya orang-orang buta dan tidak bersyukur serta hasad saja yang mau melakukannya. Mereka adalah orang yang tidak mengenal dan tidak merasakan perbedaan yang jauh di antara kedua hakikat itu!

 

Kemudian paragraf berikutnya menggambarkan bentuk yang langka dan menakjubkan. Ia membangkitkan sikap penghinaan, olok-olokan, dan celaan terhadap kelompok manusia seperti ini yang tenggelam dan buta dalam kebodohannya. Gambaran itu terlukis dengan kekosongan mereka, kebutaan mereka, ketakutan, hasad, dan keras kepala tidak bersyukur. Mereka dijadikan sasaran dan perumpamaan dalam penghinaan di alam semesta yang ada ini.

 

"Apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Jika mereka berkata, kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka, semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)." (al-Munaafiquun: 4)

 

Jadi jasad-jasad mereka sangat menakjubkan. Namun, mereka bukanlah orang-orang yang dapat berinteraksi baik. Karenanya, selama mereka masih diam, maka jasad-jasad mereka menakjubkan. Namun, jika mereka berbicara, maka nyatalah bahwa mereka kosong dari segala makna dan nilai, dari segala perasaan, dan dari segala pikiran. 

 

"....Kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar...

 

Namun, kayu itu bukan hanya kayu biasa. Tetapi, kayu yang tersandar, tidak ada gerakannya sama sekali. la tersandar di samping dinding.

 

Sikap jumud yang tertidur ini dan dingin ini, menggambarkan dari sisi pemaharnan ruh-ruh mereka, bila masih memiliki ruh. Kemudian dihadapkan dari sisi lainnya suatu kondisi kekhawatiran, kengerian, ketakutan, keterkejutan, dan keguncangan yang terus-menerus,

 

"...Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka.. "

 

Mereka menyadari bahwa sesungguhnya mereka adalah orang-orang munafik yang tersembunyi dan tertutup dengan tirai yang tipis, yaitu memamerkan diri, bersumpah, menjilat, dan menyimpang. Setiap waktu mereka selalu khawatir aib mereka terbuka dan tirai mereka tersingkap. Ungkapan ayat di atas menggambarkan kondisi mereka yang selalu menoleh ke sekitar mereka. Mereka selalu khawatir terhadap setiap gerakan, setiap suara, dan setiap bisikan. Mereka selalu berasumsi buruk bahwa sasaran semua itu tertuju untuk mencari mereka dan bahwa hakikat diri mereka telah diketahui.

 

Jadi, sungguh buruk perumpamaan mereka. Mereka laksana kayu yang tersandar dan ompong ketika mereka menghadapi urusan yang menyangkut pemahaman agama, pembinaan ruh, dan sentuhan-sentuhan iman. Mereka laksana kayu yang bergoyang dan terombang-ambing ke sana kemari ketika menghadapi perkara menakutkan atas jiwa dan harta benda.

 

Dengan kedua sikap itu, mereka menjadi musuh pertama bagi Rasulullah dan orang-orang yang beriman,

 

"..Mereka itulah musuh (yang sebenarnya),..

 

Mereka itulah musuh yang sejati, yaitu musuh dalam selimut. Mereka bersembunyi di dalam barisan pasukan, dan mereka lebih berbahaya daripada musuh eksternal yang terang-terangan, 

 

"....Maka waspadalah terhadap mereka,.

 

Namun, Rasulullah di sini belum diperintahkan untuk memerangi mereka. Maka, Rasulullah mengambil langkah kebijakan lain terhadap mereka yang di dalamnya terkandung hikmah, keluasan, dan keyakinan atas keselamatan beliau dan orang-orang yang beriman dari tipu daya mereka. (Sebentar lagi ada contoh dari langkah kebijakan itu). 

 

"...Semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran) ?" (al-Munaafiquun: 4)

 

Allah pasti mengejar dan membinasakan mereka ke mana pun mereka kembali dan ke arah mana pun mereka pergi.

 

Doa ini dari Allah dan kandungan doa ini pasti terlaksana. la merupakan ketentuan yang pasti terjadi. Tidak ada satu pun yang mampu menolaknya atau tidak ada sesuatu pun yang mampu menolaknya. Inilah yang pasti berlaku pada akhir perjalanan manuver mereka.

 

Paragraf selanjutnya dari redaksi surah ini terus memaparkan secara panjang lebar tentang manuver-manuver mereka yang menunjukkan tentang kejahatan dalam hati mereka. Juga makar tersembunyi mereka terhadap Rasulullah dan kebohongan ketika berhadapan langsung dengan beliau. Sifat-sifat yang digambarkan itu merupakan kumpulan dari sifat-sifat yang masyhur dimiliki oleh orangorang munafik,

 

"Apabila dikatakan kepada mereka marilah (beriman) agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaIing sedang mereka menyombongkan diri. Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar), 'Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan RasuIullah).' Padahal, kepunyaan Allah lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. Mereka berkata, 'Sesunguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya.' Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui. " (al-Munaafiquun: 5-8)

 

Banyak sekali ulama salaf menyebutkan bahwa kumpulan redaksi surah ini semuanya turun kepada Abdullah bin Ubay bin Salul.

 

Ibnu Ishaq memperinci bahasannya tentang hal ini dalam bahasan yang berkaitan dengan Perang bani Musthaliq pada tahun keenam Hijriyah di Muraisik, yaitu tempat sumber air bagi mereka. Ketika Rasulullah berada di tempat air itu setelah perang usai, maka berbondong-bondonglah orang-orang mengambil air di situ. Umar ibnul Khaththab menyewa seseorang dari bani Ghaffar bernama Jahjah bin Mas'ud yang bertugas menuntun kudanya. Maka, berdesa-desakkanlah antara Jahjah dan Sinan bin Wabar al-Juhani. Al-Juhani adalah kaum yang menjadi sekutu dari kaum Aun bin Khazraj . Mereka berdua berebutan air, hingga mereka berkelahi. Maka, berteriaklah al-Juhani, "Wahai orangorang Anshar." Dan berteriaklah Jahjah, "Wahai orang-orang Muhajirin."

 

Maka, bukan main marahnya Abdullah bin Ubay bin Salul dan di sisinya terdapat beberapa orang dari kaumnya di antaranya adalah Zaid bin Arqam seorang anak kecil. Kemudian dia berkata, "Apakah mereka (Muhajirin) telah bersikap demikian? Apakah mereka telah berlepas dari kita dan merasa lebih banyak dari kita di negeri kita sendiri? Demi Allah, kita tidak membekali diri kita dan Jalabib Quraisy[2]  melainkan sebagaimana dikatakan oleh orang-orang yang terdahulu, 'Gemukkanlah anjingmu, maka ia pasti memakanmu.' Oleh karena itu, demi Allah, bila kita telah kembali pulang ke Madinah, maka benar-benar orang yang kuat akan mengusir orangorang yang Iemah daripadanya. "

 

Kemudian dia berpaling kepada orang-orang yang ada di sekitarnya kepada setiap orang yang hadir dari kaumnya dan berkata kepada mereka, "Inilah yang telah kalian perbuat terhadap diri kalian. Kalian menyediakan negeri kalian untuk mereka. Kalian bagikan kepada mereka harta benda kalian. Demi Allah, sekiranya kalian tidak memberikan fasilitas dan bantuan kalian kepada mereka maka mereka pasti akan beralih kepada negeri Iain bukan ke negeri kalian."

 

Zaid bin Arqam mendengar hal itu, lalu dia menuju Rasulullah ketika telah selesai dari urusan perang dengan bani Musthaliq musuh beliau. Kemudian dia memberitahukan berita itu kepada beliau dan di sisi beliau ada Umar ibnul Khaththab. Maka, ia berkata kepada Rasulullah, "Perintahkanlah kepada Abbad bin Bisyr agar membunuhnya." Rasulullah pun bersabda, "Lalu bagaimana wahai Umar bila orang-orang berkata bahwa Muhammad saw. telah membunuh sahabatnya? Tidak, tapi sekarang serukanlah agar semua pasukan segera bertolak pulang." Namun, waktu itu sebetulnya Rasulullah belum ingin beranjak untuk bertolak pulang. Maka, orang-orang pun semua bertolak pulang.

 

Kemudian Abdullah bin Ubay bin Salul berjalan bersaına Rasulullah ketika dia menerima kabar bahwa Zaid bin Arqam telah menyampaikan kabar yang didengarkannya darinya. Maka, Abdullah bin Ubay pun bersumpah dengan nama Allah bahwa dia tidak pernah mengatakan hal itu dan tidak pernah berbicara seperti itu. Dia termasuk orang-orang yang dihormati dan ditinggikan dalam kaumnya. Maka, berkatalah orang-orang yang berada di sekitar Rasulullah dari kaum Anshar yang termasuk sahabat beliau, "Wahai Rasulullah, mungkin anak kecil itu (Zaid bin Arqam) telah salah dalam menyampaikan beritanya, dan tidak menyimpan dengan baik perkataan dari orang ini (Abdullah bin Ubay)." Mereka menyatakan hal itu sebagai rasa hormat mereka kepada Abdullah bin Ubay dan sebagai pembelaan baginya.

 

Setelah Rasulullah beranjak dan mulai bertolak melakukan perjalanan pulang, Usaid bin Hudhair menjumpai beliau dan mengucapkan salam dengan salam kenabian. Kemudian dia berkata, "Wahai nabi Allah, sesungguhnya Anda telah bertolak pulang pada waktu yang sangat aneh, tidak biasanya Anda melakukan perjalanan seperti ini.” Rasulullah pun berkata kepadanya, "Apakah belum sampai kepadamu berita tentang teman kalian." Dia bertanya, 'Teman yang mana wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Abdullah bin Ubay.” Dia bertanya lagi, "Apa katanya wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "la menyangka bahwa sesungguhnya bila dia kembali ke Madinah, maka orang yang lebih kuat akan mengusir orang yang lebih lemah darinya." Dia berkata, "Anda wahai Rasulullah, demi Allah, pasti mengeluarkannya darinya bila Anda kehendaki. Demi Allah, dialah yang lebih hina dan lemah. Andalah yang lebih kuat dan perkasa.” Kemudian dia berkata, 'Wahai Rasulullah, bersikap lembutlah kepadanya, karena demi Allah sesungguhnya Allah telah mengutus Anda kepada kami. Sesungguhnya kaumnya telah mengatur permata baginya untuk mengalungkannya, dan sesungguhnya dia memandang kedatangan Anda telah merampas darinya haknya sebagai raja."

 

Kemudian Rasulullah melanjutkan perjalanan bersama orang-orang pada sisa hari itu hingga beliau memasuki waktu sore, dan malam hari hingga pagi hari. Kemudian pada pertengahan hari itu ketika matahari mulai panas, Rasulullah pun mengajak orang-orang untuk beristirahat. Baru saja mereka meletakkan diri di atas tanah, mereka pun tertidur pulas. Rasulullah mengambil kebijakan itu untuk melupakan orang-orang dari desas-desus yang terjadi pada hari sebelumnya karena perkataan dari Abdullah bin Ubay.

 

Ibnu İshaq berkata, "Maka, turunlah surah ini yang disebutkan di dalamnya tentang orang-orang munafik, dan ia turun kepada Abdullah bin Ubay dan orang-orang yang semisal dengannya. Setelah surah ini turun, Rasulullah mengambil dan menunjuk telinga dari Zaid bin Arqam dan bersabda, "Inilah orang yang memenuhi kewajibannya kepada Allah dengan telinganya."

 

Disebutkan bahwa sampailah kepada Abdullah anak dari Abdullah bin Ubay tentang berita bapaknya.

 

Ibnu Ishaq diberitakan hadits oleh Ashim bin Umar bin Qatadah bahwa sesungguhnya Abdullah datang kepada Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah sampai kepadaku bahwa sesungguhnya Anda ingin membunuh Abdullah bin Ubay karena konspirasi yang Anda dengar darinya. Bila Anda mau tidak mau harus mengambil kebijakan itu, maka perintahkanlah tugas itu kepadaku. Pasti aku akan membawa kepalanya kepada Anda. Demi Allah, kaum Khazraj telah mengetahui bahwa mereka tidak memiliki orang yang lebih berbakti kepada orang tuanya lebih daripada diriku. Sesungguhnya aku takut, bila Anda menyuruh orang lain untuk membunuh Abdullah bin Ubay, sehingga jiwaku tidak kuat melihatnya berjalan di tengah-tengah orang-orang kemudian aku membunuhnya. Dengan demikian, aku telah membunuh seorang mukmin karena membunuh seorang yang kafir (Abdullah bin Ubay). Akhirnya, aku pun masuk ke dalam neraka.” Maka, Rasulullah bersabda, "Bahkan kami akan bersikap lembut kepadanya dan berlaku baik kepadanya dalam bergaul selama dia masih hidup berdampingan dengan kita."

 

Setelah kejadian itu, maka kaumnya sendirilah yang mencerca Abdullah bin Ubay, menghardiknya dan mengecamnya bila terjadi suatu kasus darinya. Maka, Rasulullah pun bersabda kepada Umar ibnul Khatthab ketika berita itu sampai kepada beliau, "Bagaimana pendapatmu wahai Umar? Demi Allah, seandainya aku membunuhnya pada hari ketika kamu memintaku untuk membunuhnya, maka pasti terjadi keguncangan. Tapi bila aku menyuruhmu untuk membunuhnya saat ini, pasti kamu membunuhnya (dengan mudah)." Lalu Umar berkata, "Demi Allah, aku benar-benar mengetahui bahwa keputusan Rasulullah lebih besar keberkahannya daripada keputusanku."

 

Ikrimah dan Ibnu Zaid serta orang-orang selain mereka menyebutkan bahwa sesungguhnya seteIah orang-orang bertolak untuk pulang menuju Madinah, Abdullah anak Abdullah bin Ubay bin Salul berdiri di depan pintu Madinah dan menghunus pedangnya. Maka, orang-orang pun melewatinya. Dan, ketika Abdullah bin Ubay tiba, dia berkata kepada bapaknya, "Kembalilah ke belakangmu!" Abdullah bin Ubay bertanya, "Kenapa kamu? Kasihan dirimu!" Maka, dia berkata, "Demi Allah, kamu tidak boleh melewati tempat ini, hingga Rasulullah mengizinkanmu masuk. Karena, sesungguhnya beliau adalah yang lebih kuat dan perkasa sedangkan kamu adalah orang yang lebih lemah dan lebih hina!"

 

Ketika Rasulullah tiba karena beliau selalu berjalan di belakang pasukan dengan cara saqah,[3] maka Abdullah bin Ubay pun mengadukan perihal anaknya kepada Rasulullah. Maka anaknya, Abdullah pun berkata, "Demi Allah, wahai Rasulullah, dia tidak boleh memasuki Madinah hingga memberikan izin baginya." Maka, Rasulullah mengizinkannya. Abdullah pun berkata, "Karena Rasulullah telah memberikan izin kepadamu, maka Iewatlah sekarang.[4]

 

Bila kita perhatikan kepada kasus-kasus, pelaku-pelakunya, dan nash AI-Qur'an, maka kita akan menemukan diri kita bersama dengan perjalanan sirah, manhaj tarbiah Ilahiah, dan takdir Allah yang menakjubkan dalam mengatur segala urusan.

 

Jadi, orang-orang munafik pun menyusup dalam barisan orang-orang yang beriman pada masa hidup Rasulullah selama hampir sepuluh tahun. Rasulullah tidak mengeluarkan mereka dari barisan orang-orang yang beriman. Allah tidak memberitahukan kepada beliau tentang nama-nama dan pribadi-pribadi orang-orang munafik melainkan


 pada saat ketika beliau telah dekat masa wafatnya. Walaupun Rasulullah mengenal mereka dalam corak bahasanya yaitu dalam penyimpangan mereka dan kata-kata yang menjilat, beliau juga mengenal mereka dari ciri-ciri mereka dan apa yang tampak dari mereka dari bekas-bekas dan pengaruh-pengaruh perbuatan dan perangai mereka.

 

Hal itu dikarenakan bahwa Allah tidak menyandarkan hati manusia kepada manusia. Sebab, hati itu hanya milik Allah semata-mata. Hanya Dia sendiri yang mengetahui segala isi yang ada di dalamnya dan Dia yang akan menghisabnya sendiri. Dia hanya memberikan kekuasaan kepada manusia dalam perkara-perkara yang Iahiriah dan nyata agar manusia tidak menghukum dengan prasangka dan praduga. Juga agar tidak memutuskan suatu perkara dengan firasat. Bahkan, ketika Allah memberitahukan secara detail kepada Rasulullah tentang orang-orang yang masih berada dalam sifat kemunafikan mereka hingga ke masa-masa akhir dari kehidupan beliau, Rasulullah tidak pernah mengambil kebijakan untuk mengusir mereka dari Madinah ketika mereka tetap menampakkan keislamannya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya.

 

Rasulullah mengenal mereka dan hanya memperkenalkan mereka kepada seorang saja dari sahabat beliau yaitu Huzaifah ibnul Yaman r.a. dan tidak menyebarkan informasi itu kepada kaum muslimin. Sehingga, Umar r.a. seringkali mendatangi Huzaifah agar merasa tenang atas dirinya dari berita kemunafikan itu. Dia bertanya kepada Huzaifah apakah Rasulullah menyebutkannya termasuk orangorang munafik. Huzaifah berkata kepadanya, "Wahai Umar, kamu bukan termasuk dari mereka!" Dan, dia tidak menambah informasi apa pun setelah itu.

 

Rasulullah melarang mendirikan shalat mayit atas orang-orang munafik yang meninggal. Jadi para sahabat mengetahui seseorang termasuk orang-orang munafik ketika Rasulullah tidak mendirikan shalat mayit atas mayat tertentu. Setelah Rasulullah meninggal, Huzaifahlah orang yang tidak ikut shalat mayit atas orang-orang yang dikenalnya dan diberitakan oleh Rasulullah bahwa ia termasuk orang-orang munafik. Karenanya, Umar tidak mau bangkit untuk mendirikan shalat mayit dan menunggu Huzaifah. Apabila Huzaifah ikut shalat, maka dia pun tahu bahwa mayit bukan termasuk dalam kumpulan orang-orang munafik. Dan, bila Huzaifah tidak ikut shalat mayit, maka dia pun tidak ikut shalat, namun tidak mengatakan apa pun.

 

Demikianlah kasus-kasus itu terjadi (sebagaimana yang digambarkan oleh takdir Allah) untuk hikmah tertentu dan maksud tertentu. Juga untuk pendidikan dan pelajaran serta pembangunan akhlak, sistem kehidupan, dan adab-adab.

 

Kasus Abdullah bin Ubay ini merupakan satu-satunya kasus yang menjadi sebab turunnya ayat-ayat dalam surah ini. Dan, ia adalah satu-satunya yang dijadikan medan untuk mengambil pelajaran dan nasihat yang banyak.

 

Inilah Abdullah bin Ubay yang hidup di antara orang-orang yang beriman, dan berada dekat dengan Rasulullah. Berulang-ulang ayat-ayat dan kejadian-kejadian yang terjadi di hadapannya dan dari belakangnya, yang membuktikan tentang hakikat agama Islam dan kejujuran Rasulullah. Namun, Allah tidak memberikan hidayah kepada hatinya untuk beriman, karena Allah tidak menentukan baginya dan nikmat iman.

 

Abdullah bin Ubay berhenti di hadapan iman itu, dan di hadapan cahaya dan pengaruh yang memancar dengan deras. Dia berhenti di situ karena kebencian yang ada di dalam hatinya. Kebencian yang timbul karena dia tidak mencapai citacitanya menjadi raja bagi kaum Aus dan Khazraj, disebabkan oleh kedatangan Rasulullah membawa agama Islam ke Madinah. Hal inilah satu-satunya penghalang yang menghalanginya dari hidayah. Padahal, hidayah itu datang kepadanya dengan segala dalil dan buktinya dari segala sisi, dan dia hidup dalam naungan Islam dan perlindungannya di Madinah.

 

Kemudian anaknya Abdullah r.a. sebagai contoh yang ünggi dan mulia bagi orang-orang beriman yang benar-benar murni dan taat. Dia merasa sakit dan tidak nyaman dengan perilaku bapaknya dan dia merasa malu terhadap sikap bapaknya. Namun, dia juga menyimpan kebaktian kepada bapaknya sebagaimana seorang anak yang berbakti dan cinta kepada orang tuanya. Dia mendengar bahwa sesungguhnya Rasulullah ingin membunuh bapaknya itu. bercampuraduklah dalam dirinya antara rasa kasih sayang dan perasaan-perasaan yang saling bertolak belakang. Namun, dia mampu mengatasinya dengan tegas, kuat, dan bersih.

 

Sesungguhnya dia mencintai Islam, mencintai ketaatan kepada Rasulullah, dan senang untuk meIaksanakan perintah beliau walaupun harus membunuh bapaknya sendiri. Namun, dia tetap tidak kuat bila orang lain yang maju untuk membunuh bapaknya dan orang tersebut tetap berjalan dengan tenang di atas bumi setelah itu di hadapan mata kepalanya sendiri. Dia sangat khawatir jiwanya akan menguasainya dan dia tidak mampu mengalahkan setan dan pengaruh fanatisme keturunannya dan bisikan-bisikan balas dendam.

 

Oleh karena itu, dia datang kepada nabinya dan pemimpinnya untuk mengemukakan getaran-getaran hatinya agar beliau membantunya dan menghilangkan beban berat yang dipikulnya. Dia memohon kepada Rasulullah bila mau tidak mau harus membunuh Abdullah bin Ubay agar perintah itu diberikan kepadanya untuk membunuhnya langsung. Dia pasti menaatinya dan membawa kepalanya kepada beliau. Dengan demikian, tugas itu tidak diserahkan kepada orang lain sehingga dia tidak bisa menahan diri bila melihat pembunuh bapaknya berjalan di muka bumi. Kemudian, bisa jadi dia akan membunuhnya sehingga dia pun membunuh seorang yang mukmin disebabkan pembunuhan terhadap orang kafir. Maka, dia pun akan masuk ke dalam neraka karenanya.

 

Sesungguhnya pemandangan ini adalah fenomena luar biasa yang dihadapkan kepada hati, sehingga ke mana pun diarahkan dan ke arah manapun mata memandang pada sikap yang mulia ini. Sesungguhnya ia merupakan gambaran tentang sikap iman yang luar biasa dalam hati manusia, ketika Abdullah menawarkan diri kepada Rasulullah pekerjaan yang paling sulit dilakukan oleh seseorang, yaitu membunuh bapak kandungnya sendiri. Dia benar-benar jujur dalam niat menawarkan dirinya itu. Dia ingin menghindarkan diri dari bahaya yang lebih besar bila orang lain yang akan membunuh bapaknya. Yaitu, bila dia tidak kuat menahan gejolak hatinya yang membara sebagai manusia biasa kepada orang mukmin yang membunuh ayahnya sehingga dia pun akan membunuhnya. Ia merupakan gambaran dari kejujuran dan keterusterangan yang luar biasa ketika dia menghadapi kelemahan dirinya sendiri sebagai manusia kepada bapaknya ketika dia berkata,

 

"Demi Allah, kaum Khazraj telah mengetahui bahwa mereka tidak memiliki orang yang lebih berbakti kepada orang tuanya lebih daripada diriku. "

 

Dia memohon kepada nabinya dan pemimpinnya untuk membantunya keluar dari kelemahan itu dan mengeluarkannya dari problema itu. Sama sekali dia tidak meminta Rasulullah untuk membatalkan keputusannya atau mengubahnya karena perintah Rasulullah pasti ditaati dan isyaratnya pasti terlaksana. Namun, dia meminta agar dia menjadi pelaksana dari tugas itu untukmembawa kepala orang tuanya kepada Rasulullah.

 

Rasulullah yang mulia menimbang jiwa seorang mukmin yang sedang tertekan ini, lalu beliau menghapus rasa tertekan itu dengan kelapangan dan kemuliannya,

 

"Bahkan, kami akan bersikap lembut kepadanya dan berlaku baik kepadanya dalam bergaul selama dia masih hidup berdampingan dengan kita

 

Sebelum itu Rasulullah juga menolak pendapat Umar ibnu Khaththab dengan berkata,

 

"Bagaimana wahai Umar bila orang-orang berkata bahwa Muhammad saw. telah membunuh sahabatnya ?"

 

Kemudian Rasulullah memutuskan dan mengambil kebijakan atas kasus itu sebagai pemimpin yang diilhami dan bijaksana. Beliau memerintahkan untuk segera bertolak berangkat pulang pada waktu yang sebetulnya bukan saatnya pulang. Beliau dan para sahabat terus melakukan perjalanan hingga terasa capek agar orang-orang akan melupakan kejadian yang berbau fanatisme yang kotor itu, yang dibangkitkan oleh teriakan dua orang yang saling bentrok! Dengan demikian, Rasulullah mengalihkan mereka dari kemungkinan terjadinya konflik yang diembuskan oleh pemimpin orangorang munafik Abdullah bin Ubay bin Salul. Dia ingin terjadi konflik yang membakar hubungan antara Muhajirin dan Anshar yang telah terjalin ikatan ukhuwah dan kasih sayang yang sangat langka dalam sejarah ideologi dan sejarah manusia. Akhirnya, kita berhenti pada sikap yang menakjubkan pada kasus yang terakhir. Yaitu, fenomena seorang mukmin pada diri Abdullah anak dari Abdullah bin Ubay bin Salul. Dia menghunus pedangnya di depan pintu masuk ke Madinah dan menghalangi bapaknya masuk ke Madinah, sebagai pembenaran atas perkataan bapaknya sendiri yang menelan ludahnya sendiri, "Orang yang perkasa pasti akan mengeluarkan orang yang lemah." Tujuannya agar bapaknya sadar bahwa Rasulullah yang lebih perkasa dan lebih kuat, dan bahwasanya Abdullah bin Ubaylah yang lebih Iemah dan hina. Dan, dia tetap berdiri di sana hingga Rasulullah tiba dan mengizinkan ayahnya untuk masuk ke Madinah. Maka, Abdullah bin Ubay pun masuk dengan izin Rasulullah. Dengan praktik itu, menjadi terang dan jelaslah siapa yang Iebih perkasa dan kuat, dan siapa yang lebih Iemah dan hina dalam kejadian dan waktu itu sekaligus.

 

Sesungguhnya itu merupakan puncak dari ketinggian iman yang luar biasa indah dalam pribadi-pribadi para sahabat yang mulia itu. Iman telah mengangkat mereka kepada puncak ini. Padahal, mereka manusia biasa juga, mereka juga memiliki kelemahan manusiawi, kasih sayang manusiawi, dan getaran-getaran kemanusiaan. Inilah yang paling indah dan paling jujur yang terdapat dalam akidah ini, ketika manusia mengetahui tentang hakikatnya, dan ketika mereka menjelma menjadi hakikat itu sendiri yang berjalan di muka bumi sebagai manusia yang memakan makanan seperti biasa dan berjalan-jalan di pasar untuk berniaga.

 

Kemudian mari kita telusuri dan hidup dalam nash-nash Al-Qur'an yang mengandung kejadiankejadian itu,

 

"Apabila dikatakan kepada mereka marilah (beriman) agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri. " (al-Munaafiquun: 5)

 

Mereka telah bertindak dan mereka telah berkata. Bila mereka telah mengetahui bahwa sesungguhnya hal itu telah sampai kepada Rasulullah, mereka malah berpaling, condong kepada dusta, congkak, dan bersumpah dengan sumpah-sumpah pembenaran sebagai tameng dan perisai mereka. Mereka berpaling bila seseorang berkata kepada mereka,

 

Marilah (beriman) agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu,.. "

 

Mereka merasa dalam keadaan aman dari pertemuan dan berhadapan dengan Rasulullah, 

 

"Mereka membuang muka mereka..

 

Mereka melakukan itu karena merasa tinggi hati dan sombong. Dua sifat ini merupakan dua sifat yang saling berkaitan dalam diri orang-orang munafik, walaupun kadangkala dua sifat ini hanya timbul dari orang-orang yang memiliki kedudukan dan pusat kekuataan dalam kaumnya. Namun, pribadi-pribadi mereka sendiri adalah pribadi-pribadi yang sangat Iemah dan tidak berani berhadapan langsung dan melawan.

 

Jadi, mereka sombong, menghalangi orang-orang dari jalan Allah, dan berpaling membuang muka mereka selama mereka merasa aman dari berhadapan dengan Rasulullah. Namun, bila mereka dihadapkan kepada Rasulullah, maka mereka ketakutan Ialu berlindung kepada dusta dan sumpah-sumpah palsu mereka.

 

Oleh karena itu, Allah mengarahkan seruan kepada Rasulullah dengan ketentuan takdir-Nya dalam memutuskan perkara terhadap mereka pada setiap kondisi dan tentang ketiadaan makna dari istigfar bagi mereka setelah ketentuan Allah diputuskan,

 

"Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orangyang fasik." (al-Munaafiquun: 6)

 

Al-Qur'an menceritakan tentang salah satu segi kefasikan mereka, yang mengakibatkan keputusan Allah jatuh kepada mereka,

 

"Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar), 'Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)'" .

 

Pernyataan ini adalah pernyataan yang menjelaskan tentang keburukan tabiat dan kejahatan perilaku. la merupakan langkah pemboikotan dan pelaparan yang menampakkan bahwa musuh-musuh kebenaran dan keimanan selalu saling menopang dan mendukung meskipun berbeda zaman dan tempat, dalam memerangi akidah dan menyerang agama Islam. Hal itu dikarenakan kebodohan dan kehinaan perasaan mereka sehingga menyangka bahwa seteguk air kehidupan ini adalah segalanya, lalu mereka mesti memerangi orang-orang yang beriman.

 

Sesungguhnya itu merupakan langkah orang-orang kafir Quraisy dalam memboikot bani Hasyim dalam perkampungan mereka agar mereka meninggalkan Rasulullah dan tidak menolongnya kemudian menyerahkannya kepada orang-orang musyrik. Sebagaimana ia juga merupakan langkah dari orang-orang munafik yang diceritakan oleh ayat ini agar para sahabat meninggalkan Rasulullah karena tertekan dan kelaparan.

 

la juga merupakan langkah orang-orang komunis yang memerangi dan mengharamkan kartu bantuan makanan bagi orang-orang yang beragama, agar mereka mati kelaparan atau mereka kembali kufur kepada Allah dan meninggalkan shalat. Sebagaimana ia juga merupakan langkah orang-orang yang lain dalam memerangi dakwah dan gerakan kebangkitan Islam dalam negara-negara Islam, dengan pengepungan, pelaparan, dan penutupan segala peluang kerja dan pintu rezeki.

 

Demikianlah tercakup dalam sarana yang hina itu segala permusuhan terhadap iman dari sejak dahulu hingga saat ini,... dengan melupakan hakikat yang sederhana di mana Al-Qur'an mengingatkan mereka pada penutup ayat,

 

PadahaI kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. " (al-Munaafiquun: 7)

 

Dari perbendaharaan Allah yang ada di langit dan di bumi itulah, orang-orang yang berusaha menghalangi dan memboikot rezeki orang-orang yang beriman, mendapatkan rezeki. Jadi, bukanlah mereka yang menciptakan rezeki mereka sendiri.

 

Oleh karena itu, alangkah bodoh dan rendahnya pemahaman mereka ketika mereka berusaha memotong rezeki dari orang Iain.

 

Demikianlah Allah memantapkan dan mengukuhkan posisi orang-orang yang beriman. Dia menguatkan hati mereka dalam menghadapi langkah yang terkutuk dan sarana yang hina ini, ketika musuh mempergunakannya. Allah menenangkan orang-orang yang beriman bahwa perbendaharaan Allah di langit dan di bumi adalah perbendaharaan rezeki bagi semua orang. Allah yang memberikan rezeki kepada musuh-musuh-Nya tidak mungkin melupakan kekasih-kekasih dan wali-waIi-Nya. Rahmat-Nya tidak menghendaki kebijakan pelaparan dan pemotongan jalur rezeki sebagai hukuman-Nya walaupun terhadap musuh-musuh-Nya sekalipun.

 

Allah Mahatahu bahwa mereka tidak mungkin dapat memberikan rezeki atas diri mereka sendiri baik sedikit maupun banyak bila Dia memotong pasokan rezeki yang dianugerahkannya. Dia Mahamulia dari sikap menyerahkan suatu urusan kepada hamba-hamba-Nya (walaupun mereka musuh-musuh-Nya) di mana mereka tidak mampu melakukannya sama sekali. Jadi, langkah pelaparan adalah langkah yang tidak akan dipikirkan melainkan oleh orang yang paling hina dan orang yang paling terkutuk.

 

Kemudian Al-Qur'an memaparkan tentang pernyataan mereka yang terakhir,

 

"Mereka berkata, 'sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya.'."

 

Kita telah menyaksikan bagaimana Abdullah anak dari Abdullah bin Ubay bin Salul mewujudkan hal itu. Sehingga, orang yang lebih hina tidak diizinkan masuk Madinah melainkan dengan izin orang yang lebih perkasa. 

 

"....Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui."(al-Munaafiquun: 8)

 

Allah memasukkan Rasulullah dan orang-orang yang beriman ke dalam pihak- Nya dan melindungi mereka dengan kekuasaan-Nya. Itu merupakan ke muliaan yang tidak akan diberikan oleh selain Allah. Kemuliaan apalagi yang lebih mulia daripada kemuliaan yang diperoleh dengan penggabungan yang diikatkan oleh Allah bagi Rasulullah dan orang-orang yang beriman kepada pihak-Nya? Seolah-olah Allah berfirman, "Inilah Kami penolong-penolong kalian! Inilah panji orang-orang yang perkasa dan inilah barisan orang-orang yang perkasa dan kuat!" Allah Mahabenar. Dia menjadikan keperkasaan sebagai kembaran iman dalam hati orang-orang yang beriman. Keperkasaan yang bersumber dan bersandar kepada keperkasaan Allah. Keperkasaan yang tidak akan melemah dan tidak akan menghinakan. la pun tidak akan melempem dan layu. Dan, ia tidak akan memojokkan hati orang-orang yang beriman kepada krisis yang kritis melainkan bila iman mereka lemah. Bila iman kukuh dan mantap, maka keperkasan itu juga kukuh dan mantap.

 

"Tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui. " (al-Munaafiquun: 8)

 

Bagaimana mereka bisa tahu, sedangkan mereka tidak merasakan keperkasaan itu dan tidak berhubungan dengan sumbernya yang murni.

 

Peringatan kepada Orang Mukmin

 

Bagi orang-orang beriman yang telah digabungkan olehAllah ke dalam barisan-Nya bersama Rasulullah dan menetapkan bahwa keperkasaan-Nya adalah keperkasan mereka pula, Allah mengarahkan seruan yang terakhir dalam surah ini agar mereka meningkat kepada kedudukan yang mulia itu. Juga agar mereka membebaskan diri dari segala sifat yang menyerupai sifat orang-orang munafik; dan agar mereka lebih memilih tempat yang tinggi itu atas seluruh harta benda dan anak-anak. Sehingga, jangan sampai mereka membiarkan harta benda dan anak-anak itu melalaikan mereka dari pencapaian derajat dan kedudukan yang mulia itu.

 

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orangyang rugi. Dan, belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia bakata, 'Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhknn (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh ?' Allah sekali-kali tidak akan menanguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (al-Munaafiquun: 9-11)

 

Harta benda dan anak-anak adalah faktor-faktor yang sering melalaikan orang dan menyibukkannya bila hati tidak selalu waspada dan mengetahui puncak tujuan dari keberadaannya. Juga bila hati tidak menyadari bahwa sesungguhnya ia memiliki target yang tinggi yang sesuai dengan kualitas makhluk yang diciptakan oleh Allah dan ditiupkan kepadanya ruh ciptaan-Nya. Ruh ciptaan-Nya tersebut selalu menyemangati manusia untuk mencapai dan mewujudkan sifat-sifat Ilahiah dalam batasan kemampuannya sebagai manusia.

 

Allah telah menganugerahkan harta benda dan anak-anak agar manusia menjadi khalifah di muka bumi ini, bukan untuk melalaikan mereka dari berzikir kepada Allah dan berhubungan dengan Sumber segala sesuatu yang dibutuhkannya sebagai manusia. Barangsiapa yang lalai dari berhubungan dengan Sumber itu dan melalaikan dirinya dari berzikir kepada Allah agar menjadi sempurna hubungan itu, maka ”mereka itulah orang-orang yang rugi".

 

Hal pertama yang menjadikan mereka merugi adalah kehilangan karakter dan ciri itu, yaitu karakter dan ciri sebagai manusia. Jadi, karakter dan ciri itu sangat bergantung kepada hubungan dengan Sumber yang membuat manusia sebagai manusia. Barangsiapa yang kehilangan dirinya sendiri, maka dia telah kehilangan segalanya, walaupun dia memiliki harta benda dan anak-anak.

 

Al-Qur'an menyentuh mereka dalam tema infak dengan sentuhan-sentuhan yang bermacam-macam dalam satu ayat,

 

Dan, belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu..."

 

Allah mengingatkan mereka di sini dengan Sumber dari segala rezeki yang ada di tangan mereka. Jadi ia dari sisi Allah yang mereka imani dan Tuhan yang menyuruh mereka untuk berinfak.

 

” ...Sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu,.... ”

 

Sehingga, dia akan meninggalkan segala sesuatu dari harta bendanya untuk orang lain dan para ahli warisnya. Kemudian dia baru sadar setelah melihat bahwa ternyata tidak ada satu pun yang dia infakkan untuk dirinya sendiri, dan hal itu merupakan tindakan paling bodoh dan kerugian yang paling merugikan. Kemudian barulah dia berkhayal dan berangan-angan seandainya dia dimundurkan sedikit dari waktu ajalnya sehingga dia bisa berinfak dan bersedekah agar termasuk dalam golongan orangorang yang saleh.

 

”..Lalu ia berkata, 'Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?' ” (al-Munaafiquun: 10)

 

Hal itu tidak mungkin pernah terjadi! 

 

"Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya."

 

Kematian itu merupakan hal yang mustahil ditangguhkan, dan dia tidak dapat lagi mengerjakan apa pun!

 

” .. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” (al-Munaafiquun: 11)

 

Sesungguhnya ayat itu mengandung sentuhan-sentuhan yang bermacam-macam dalam ayat yang satu. Ia dipaparkan pada tempatnya yang pas setelah pemaparan tentang karakter-karakter orang-orang munafik dan makar tipu daya mereka terhadap orang-orang yang beriman. Juga dipaparkan perlindungan orang-orang yang beriman dalam barisan Allah yang menjaga mereka dari makar dan tipu daya orang-orang munafik. Oleh karena itu, sepantasnyalah mereka menunaikan segala kewajiban dan tuntutan iman. Juga diperingatkan agar mereka jangan sampai lalai dari berzikir kepada Allah karena Dialah Sumber dari keamanan dan ketenangan.

 

Demikianlah Allah mendidik orang-orang yang beriman dengan Al-Qur'an yang mulia ini.



[1] Harap dirujuk pasal itu secara lengkap dari halarnan 176 hingga 216 dali jilid kedua dari buku tersebut

[2] Nama yang diberikan Oleh orang-orang munafik kepada sahabat Rasulullah dari kaum Muhajirin.

[3] Yaitu berada di barisan paling belakang dari pasukan untuk melihat orang-orangyangketinggalan, sesat, dan orang yang butuh kepada bantuan dan pertolongan

[4] Yang patut diperhatikan adalah kasus Haditsul IAi yang masyhur itu terjadi setelah Perang barli Musthaliq ini, dan yang pemimpinnya dan orang yang paling berperan adalah Abdullah bin Ubay