Sunday, June 10, 2018

Umar Tilmisani

Nama lengkap beliau adalah Umar Abdul Fattah bin Abdul Qadir Musthafa Tilmisani. Beliau adalah Mursyid ‘Aam Ikhwanul Muslimin sepeninggal Mursyid ‘Aam ke dua, Ustadz Hasan al-Hudhaibi yang wafat pada bulan November 1973.
Beliau lahir di kota Kairo pada tahun 1322 Hijriah, atau 1904 Masehi, di Jl. Hausy Qadim di Al-Ghauriah. Asal-usul keluarga beliau dari wilayah Tilmisani di al-Jazaair. Pada masa penjajahan Perancis (1830), kakek ayah beliau meninggalkan Aljazair menuju Kairo Mesir. Kemudian keluarganya berpindah ke Syabin Al-Qanathir di Qalyubiyah.
Keluarga
Kakek dan ayah Umar Tilmisani bekerja sebagai pedagang pakaian dan batu mulia. Oleh karena itu hidupnya terbilang berkecukupan.
Rumah tinggalnya sewaktu kecil disebut sarayah (istana), di dalamnya terdapat 4 orang pembantu, ruang masak, kereta kuda, kandang ternak (banteng, kijang, sapi, kerbau, onta, keledai). Istana tersebut dikelilingi tanah perkebunan (jeruk, pier, mangga, anggur, korma, pisang, apel, lemon, dan kenari) seluas 2,5 ha.
Kakeknya adalah seorang salafi yang banyak mencetak buku-buku karya Ustadz Muhammad bin Abdul Wahab. Kakeknya mendapat gelar Pasha pada masa Sultan Abdul Hamid. Kakeknya itu terkenal pula sebagai dermawan, pada musim haji beliau biasa mengumpulkan orang-orang yang kekurangan biaya untuk pulang ke kampungnya, yaitu ke Asia Selatan dan Indonesia. Selain itu ia memiliki kebiasaan menjamu seluruh petani dengan hidangan daging yang dibelinya.
Pendidikan dan Pekerjaannya
Kecintaan Umar Tilmisani pada kajian ilmu-ilmu agama berawal dari kebiasaan kakeknya mengundang para ulama di kompleks perumahannya untuk mengadakan diskusi ilmiah. Disitulah beliau mulai senang mengunjungi perpustakaan Sayyid Ali, perpustakaan kampung yang dikelola almarhum Syaikh Abdul Aziz al-Qalmawi dan Syaikh Ahmad Rifa’i.
Pada usia 10 tahun, ia sudah beminat membaca surat kabar al-Maqtham, yang saat itu sering memberitakan peristiwa perang dunia I.
Ustadz Umar Tilmisani pada awalnya memiliki minat pada bidang seni dan sastra, beliau awalnya senang membaca buku-buku sastra, pernah mencoba membuat syair, bahkan sempat mempelajari dansa ala Eropa (danset, volks strauss, Charlie Stone), musik, dan juga gitar; tapi semua itu ditinggalkannya, kemudian ia lebih serius membaca buku-buku agama seperti: Tafsir Az-Zamakhsyari, Ibnu Katsir, Qurthubi, dan Sirah Ibnu Hisyam. Beliau juga membaca kitab Usud al-Ghabah, ath-Thabaqat al-Kubra, Nahj al-Balaghah, al-Amali, al-Iqd al-Farid, serta Shahih Bukhari dan Muslim.
Ustadz Umar Tilmisani belajar di Sekolah Ibtidaiyyah Jam’iyyah Khaeriyah, lalu melanjutkan di Sekolah Tsanawiyah al-Hilmiyah. Beliau termasuk siswa berprestasi, tidak pernah di bawah rangking ketiga. Ia  menikah dini, yakni saat masih duduk di Sekolah Tsanawiyah Negeri, dan Istrinya wafat pada bulan Agustus 1979 setelah hidup bersamanya lebih dari setengah abad. Mereka dikarunia empat orang anak.
Beliau kuliah di Fakultas Hukum. Saat di bangku kuliah inilah ia tertarik dengan dunia politik dan sempat bergabung dengan Partai Wafd. Setelah menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1933, beliau kemudian menyewa sebuah kantor advokat di Jl. Syabiin al-Qanathir.
Bergabung dengan Ikhwan
Ustadz Umar Tilmisani bergabung dengan Ikhwan pada 1933. Kisah bergabungnya beliau dengan Jama’ah Ikhwan berawal dari kunjungan dua orang pemuda Ikhwan ke rumahnya, yakni ‘Izzah Muhammad (karyawan pejagalan) dan Muhammad Abdul ‘Aal (pegawai jawatan kereta api di daerah Abu Za’bal. Mereka berdua mengajak Umar untuk bekerja dalam dakwah karena kaum muslimin banyak yang jauh dari agamanya; kekuasaan mereka hancur dan tidak lagi memiliki harga di mata bangsa-bangsa lain.
Setelah kunjungan tersebut Umar Tilmisani kemudian menemui Hasan Al-Banna yang saat itu tinggal di al-Khiyamah, kawasan Fathimiyah, Kairo. Beliau kemudian menyatakan diri bergabung dengan jama’ah Ikhwanul Muslimin.
Dari Penjara ke Penjara
Beliau mendekam di balik penjara lebih dari 17 tahun. Bermula pada tahun 1948 (1368H),[1] kemudian tahun 1954 (1373H),[2] lalu pada tahun 1981 (1402 H).[3] Dan tak ada yang bertambah dalam dirinya saat menghadapi seluruh ujian dan cobaan itu kecuali kesabaran dan ketegaran.
Beliau pernah menyampaikan surat terbuka kepada presiden Republik Mesir, juga disebarluaskan oleh harian asy-Sya’b al-Qahiriyah, tertanggal 14/3/1986, ia berkata:
“Wahai paduka Presiden, yang paling penting bagi kami sebagai kaum Muslimin di Mesir adalah menjadi bangsa yang aman, tentram dan tenang di bawah naungan syariat Allah Azza wa Jalla.
Karena kemaslahatan umat ini hanya akan tercapai bila aturan Allah direalisasikan di tengah mereka. Saya kira tidak terlalu berlebihan bila saya katakan bahwa sesungguhnya penerapan syariat Allah Ta’ala di bumi Mesir akan menjadi pintu kemenangan bagi seluruh wilayahnya. Dan pada saat itulah sang pengadil dan terdakwa akan merasakan ketenangan, demikian pula yang akan dinikmati oleh penguasa dan rakyatnya.”
Sikap lemah lembut
Ustadz Umar Tilmisani dikenal oleh orang-orang terdekatnya sebagai pribadi yang santun, rendah hati dan penuh kasih sayang. Beliau seringkali menasehati para pemuda yang isti’jal (terburu-buru) dalam perjuangan agar tetap bersabar, teguh pendirian, santun, tenang dan senantiasa mengharap pahala dan ganjaran Allah Azza wa Jalla.
Ia berkata tentang dirinya sendiri: “Saya tidak pernah mengetahui bahwa sifat keras bersentuhan dengan perilaku yang kumiliki. Tidak ada keinginan untuk menang atas seorang pun. Karena itu, saya tidak merasa memiliki seorang musuh. Terkecuali mungkin karena pembelaan saya terhadap kebenaran. Atau karena saya menyeru manusia untuk mengamalkan kitabullah. Itu berarti bahwa permusuhan itu datang dari mereka sendiri dan bukan dariku. Saya telah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menyakiti seorang pun dengan kata-kata kasar, walau saya berbeda dan berselisih pendapat dengannya secara politik, bahkan walau pun mereka menyakitiku. Karena itu, tidak pernah terjadi benturan antara diriku dengan seorang pun karena faktor pribadi.”
Menjaga kehormatan diri
Berita tentang dialog terbuka dengan presiden Anwar Sadat di kota Ismailiyah yang dihadiri oleh Ustadz Tilmisani sebagai undangan, disebarluaskan melalui radio dan televisi secara langsung.
Dalam dialog tersebut Anwar Sadat menuduh Jamaah Ikhwan dengan fitnah sektarian, dan melontarkan berbagai tuduhan dusta. Mendengar tuduhan tersebut, ustadz Tilmisani lalu berdiri mengcounter berbagai tuduhan Sadat dengan ucapannya,
“Adalah hal yang lumrah bila ada yang berlaku zalim pada diriku adalah mengadukan pelakunya kepadamu, karena engkau adalah rujukan tertinggi—setelah  Allah—bagi orang-orang yang mengadu ketika dianiaya. Kini saya mendapatkan kezaliman itu darimu dan membuatku tidak memiliki cara apa pun selain mengadukanmu kepada Allah Ta’ala.”
Saat mendengar ucapan ustadz Tilmisani, Anwar Sadat pun gemetar ketakutan. Ia lalu memohon kepada Ustadz Tilmisani agar mencabut pengaduan itu. Namun dengan tegas dan tetap tenang beliau menjawab: “Sesungguhnya saya tidak mengadukanmu kepada pihak yang zalim, tapi kepada Dzat Yang Maha Adil dan mengetahui segala yang saya ucapkan!” 
Sifat Zuhud, Rendah Hati dan Kesederhanaannya
Ia tidak pernah rakus kepada perhiasan dunia dan tipu daya kedudukan. Ia bahkan menjalani kehidupannya dengan menjauh dari godaan dunia menuju Allah Ta’ala. Beliau tinggal di sebuah apartemen sederhana tanpa ada beban dalam jiwanya sedikit pun.
Apartemen Ustadz Umar Tilmisani berada di gang sempit di komplek al-Mulaiji asy-Sya’biyah al-Qadimah di wilayah az-Zahir di Kairo. Perabot apatemennya sangat sederhana. Walau ia berasal dari keluarga kaya raya dengan status sosial cukup tinggi. Seperti itulah sifat zuhud, kesederhanaan dan kerendahan hati ustadz Tilmisani.
Dulu ia seringkali merasa gengsi jika naik kereta api ekonomi, namun berkat tempaan tarbiyah Islamiyah ia tidak pernah lagi malu dalam hal itu, “Setelah lama berinteraksi dengan Ikhwan, saya merasa naik kereta ekonomi itu seperti naik kereta eksekutif.” Begitu komentar beliau.
Beliau adalah sosok yang dicintai oleh seluruh lapisan masyarakat Mesir. Bahkan pemeluk Kristen Koptik juga menghormatinya. Demikian pula penguasa yang sangat menghargai kedudukannya dan mengetahui dengan baik keutamaan yang dimilikinya.
Sifat rendah hatinya tercermin dari kebiasaannya meminta koreksi kepada orang yang dianggapnya lebih berilmu, meskipun itu adalah bawahannya. Syaikh Muhammad Abdullah Al-Khatib berkata, “Apabila Ustadz Umar ingin mengoreksi tulisannya, beliau biasa datang ke kantorku dan berkata, ‘Demi Allah, koreksilah kesalahan-kesalahan yang kamu temui, jangan merasa segan…’”
Salah seorang yang pernah menjadi sopir Ustadz Umar Tilmisani berkata, “Saya telah menemani beberapa pejabat tinggi dan tokoh besar, Tetapi saya belum pernah melihat orang seperti Ustadz Umar, dalam hal akhlak, ketawadhuan, rasa malu, sifat iffah, kezuhudan, dan kelembutannya. Beliau naik di samping saya. Padahal para tokoh besar biasanya naik di belakang saya. Inilah ketawadhuan. Beliau berkenalan denganku, bertanya tentang keluargaku, anak-anakku, dan kondisi kami dengan lemah lembut dan kasih sayang. Beliau selalu mengajakku duduk di sampingnya dalam setiap jamuan makan.”
Menjaga Akhlak Islami
Beliau pernah berkunjung ke Kota Como Itali. Suatu saat beliau berniat bercukur di salon hotel tempat beliau menginap. Ternyata di salon itu tak satu pun petugasnya yang laki-laki. Beliau kemudian mengurungkan niatnya bercukur. Hal itu ternyata menghebohkan orang-orang hotel. Mengomentari peristiwa itu beliau berkata, “Saya memuji Allah karena tidak mendurhakai-Nya di negeri yang menganut faham permisivisme.”
Tidak mau menerima honor
Pada 1982 beliau pernah memberikan ceramah di Abu Dhabi, ternyata peserta membludak, kemudian setelah acara selesai beliau diberi cek senilai 3.000 dirham. Tapi beliau berpesan kepada Ustadz Jabir Rizq, “Alihkan cek ini kepada Mujahidin Afghan.”
Beliau pernah menjadi dosen tamu di Al-Azhar untuk mata kuliah syariah dan perundang-undangan. Saat itu Al-Azhar dipimpin Ustadz Abdul Halim Mahmud. Petugas administrasi Al-Azhar diingatkan oleh Ustadz Abdul Halim Mahmud bahwa Ustadz Umar tidak mau menerima honor. Tapi petugas ini bersikeras bermaksud memberikan honor kepada Ustadz Umar, ternyata benar, beliau tidak mau menerimanya. Ustadz Abdul Halim kemudian berseloroh kepada petugas itu, “Bukankah telah saya katakan, beliau itu tidak mau menerima gaji.”
Suatu hari seusai seminar, seseorang menyerahkan honor kepada Ustadz Umar. Beliau bertanya, “Apa itu?”, petugas menjawab, “Honor kehadiran Anda dalam seminar.” Beliau kemudian berkata, “Andai aku mengetahui bahwa dakwah kepada Allah dibayar, maka aku tidak akan hadir.”, petugas itu berkata, “Ini sebagai ganti transport.”, beliau menjawab, “Ikhwan telah menyediakan mobil khusus untuk keperluan seperti ini.”, petugas itu berkata lagi, “Tapi semua pembicara menerima honor.”, beliau menjawab, “Saya tidak sama dengan mereka, saya seseorang yang berada di pintu Allah”.
Tulisan dan Karya-karyanya
Ustadz Tilmisani turut andil dalam kancah pemikiran Islam melalui sebagian karya tulisannya yang diterbitkan dalam berbagai versi. Di antaranya adalah: Syahid al-Mihrab, Umar bin Khaththab, Al-Khuruj min al-Maaziq al-Islami ar-RaahinAl-Islam wa al-Hukuumah ad-DiniyahAl-Islaam wa al-HayaahAaraa fi ad-Diin wa as-SiyaasahAl-Mulham al-Mauhuub, ustadz al-Banna, Ustadz al-Jiil, Beberapa tulisan terkait tema “Nahwa an-Nuur”Dzikrayaat laa MudzakkiraatAl-Islaam wa Nazhratuhu as-Samiyah li al-Mar’ahBa’dha ma ‘Allamani al-Ikhwan al-MuslimunQola an-Naasu, wa lam aqul fi Hukmi Abdul NasserAyyam ma’a as-SaadaatMin Fikhi al-I’laam al-IslamiMin shifaat al-‘AabidinYa Hukkam al-Muslimin, alaa takhafuuna Allaha?Fi Riyadh at-TauhidLaa nakhafu as-Salaam, walaakin.
Ditambah lagi dengan tulisan-tulisannya di majalah Ad-Dakwah, dan yang terkait dengan masalah-masalah Islam yang dimuat di majalah yang lain, serta ceramah-ceramahnya di berbagai forum nasional dan internasional yang diadakan di negara-negara Arab Islam dan negara-negara Barat. Demikian pula dengan ceramah-ceramah yang disampaikannya dalam berbagai forum yang diadakan oleh Ikhwan.
Kembali Keharibaan-Nya
Allah Ta’ala memanggil beliau kembali keharibaan-Nya pada hari Rabu, 13 Ramadhan 1406, bertepatan dengan 22 Mei 1986. Beliau meninggal di rumah sakit setelah mengidap penyakit saat usianya 82 tahun. Jenazahnya lalu disalatkan di mesjid Umar yang mulia di Kairo. Lebih dari seperempat juta orang, bahkan setengah juta mengiringi jenazahnya menuju pemakamannya. Di antara mereka yang mengiringinya terdapat sejumlah utusan berasal dari dalam dan luar negeri.
Semoga Allah Ta’ala  menjadikannya termasuk orang-orang shalih dari hamba-Nya. Dan kelak kita menyusul kepergiannya di tempat yang disenangi di sisi Rabb Yang Maha Kuasa.

Catatan Kaki:

[1] Pemenjaraan tersebut dilakukan Ibrahim Abdul Hadi karena adanya tuduhan kepada IM akan melakukan pemberontakan kepada pemerintah karena memiliki gudang senjata dan memiliki kelompok militer yang disebut nidzam khas.
[2] Pemenjaraan pada masa ini dilakukan oleh pemerintahan revolusi, Jamal Abdun Naseer, yang bersitegang dengan IM pasca revolusi bergulir.
[3] Pemenjaraan pada masa ini dilakukan oleh Anwar Sadat, karena dianggap mengganggu stabilitas nasional. Pada masa ini ditangkap pula organisasi-organisasi pelajar dan kelompok kristen koptik dengan tuduhan yang sama.
Sumber: https://tarbawiyah.com/2018/01/18/umar-tilmisani-mujahid-dakwah-yang-zuhud-dan-rendah-hati/

No comments:

Post a Comment