Tuesday, June 5, 2018

Kaidah ke-11: Dakwah adalah Seni dan Kepemimpinan yang Memerlukan Perencanaan serta Mutaba’ah

Banyak dai mengira bahwa dakwah adalah mengajak orang kepada kebaikan kapanpun dan di manapun, tanpa harus terikat dengan target dan rancangan yang dipersiapkan sebelumnya. Namun sebenarnya dakwah merupakan sebuah seni yang dipelajari, kaedah dan teknis yang dikembangkan, dan sarana yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Rancangan dakwah yang baik memindahkan dakwah ke spektrum seni yang produktif. Rancangan dakwah adalah gambaran teoritis dakwah yang akan dijalankan. Semakin optimal rancangan dakwah dan cakupannya yang menyeluruh, insyaAllah akan memberi hasil yang diinginkan.
Sebagaimana adanya rancangan ekonomi, politik, pendidikan, dan lainnya, maka para dai juga butuh pada rancangan dakwah.
Rancangan dakwah, kepalanya adalah tujuan. Badannya adalah sarana. Pengikat antaran tujuan dan sarana adalah cara. Isinya adalah sumber daya manusia, baik secara materi maupun non materi. Pengarahnya adalah evaluasi dan penilaian. Hasilnya adalah terwujudnya tujuan secara nyata.
Tujuan
Tujuan adalah hal yang ingin dicapai di balik aktivitas dakwah. Tujuan ini bisa diketahui ketika seorang dai bertanya pada dirinya, “Mengapa saya berdakwah?”, “Apa yang saya inginkan dari dakwah?” Jawaban dari pertanyaan ini merupakan dasar segala aktivitas dakwah. Sebatas jawaban maka sebatas itu pula ditentukan upaya yang dibutuhkan, waktu, sarana, cara, dan prediksi-prediksi. Perbedaan jawaban ini membuat para dai berbeda dalam perkumpulan dan loyalitas.
Ada dua jenis tujuan: pertama tujuan besar; yaitu hasil utama yang diinginkan. Kedua, tujuan lebih kecil; baik terbatas dengan waktu tertentu, tempat tertentu, dan orang-orang tertentu. Atau upaya mewujudkan sarana yang memenuhinya. Tujuan-tujuan ini sebagian lebih utama dari yang lain, ada juga yang setara, yang semuanya untuk mencapai tujuan besar. Terkadang terjadi percampuran antara tujuan kecil dan tujuan besar, maka pada saat itu produktivitas aktivitas dakwah akan berkurang; dai akan menguras tenaganya untuk hal yang jauh dari tujuan utama dakwah.
Terkait dengan jawaban mengapa saya berdakwah, sebagian dai menjawab,  saya berdakwah untuk mensucikan jiwa, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“Telah beruntung orang yang mensucikan jiwa, dan celaka orang  yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 9-10). Untuk mencapai ini, dai mengumpulkan para murid, menerapkan terhadap mereka sistim yang dibangun atas perintah akhlak, wirid, dan zikir-zikir. Dan perhatian harus dikerahkan seluruhnya terhadap tujuan ini.
Dai lain menjawab, saya berdakwah untuk membantu para fakir miskin dan berbuat baik terhadap mereka. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ

“Apa yang membuat kalian masuk neraka Saqar? Mereka menjawab, ‘kami tidak termasuk orang-orang yang melakukan shalat, dan kami tidak memberi makan orang-orang miskin.” (QS. Al-Mudatstsir: 42-44). Untuk mencapai tujuan ini, dai mengajak orang untuk bersedekah dan mengeluarkan zakat. Dan mendirikan Al-Jam’iyyah Al-Khairiyyah (organisasi sosial) merupakan jalan terbaik mewujudkan tujuan ini.
Dai ketiga menjawab, tujuan saya adalah untuk menentukan sikap terhadap permasalahan yang ulama berbeda pendapat tentangnya (khilafiyah), dengan cara mengumpulkan hadis-hadis shahih. Untuk mewujudkan tujuan ini harus ada majlis ilmu, membangun sekolah-sekolah dan badan-badan khusus, serta mendirikan penerbitan untuk menyebarkan hasil kajian secara lebih luas.
Dai keempat menjawab, tujuan kami adalah agar umat Islam benar-benar mengetahui perkembangan politik yang membuat umat Islam mampu menyibak konspirasi musuh dan sarana apa yang mereka gunakan untuk meraih tujuan itu. Untuk mencapai tujuan ini perlu membentuk kajian khusus dan profesional, dan mengikuti seluruh informasi yang disebarkan terkait Islam.
Di samping tujuan-tujuan di atas, kita temukan sebagian dai yang ridha dengan tujuan-tujuan yang lebih kecil. Seperti menjelek-jelekkan sebuah jamaah yang dianggap penghalang kerja dakwah, atau justru fokus pada menjelek-jelekkan orang tertentu yang ia anggap sebagai sebab utama dari masalah umat Islam dunia!
Walau tujuan-tujuan di atas penting, namun ada sebuah pertanyaan, adakah tujuan yang paling besar dan menyeluruh?
Namun sebelum menjawab pertanyaan ini, tentunya dalam melihat tingkatan tujuan kita perlu mendahulukan tujuan umum dari tujuan khusus. Tujuan yang mencakup seluruh masyarakat didahulukan dari pada yang hanya mencakup individu maupun kelompok. Tujuan jangka panjang dan teru-menerus didahulukan dari pada tujuan terbatas waktu dan tak berkelanjutan. Tujuan ‘yang mungkin’ didahulukan dari pada tujuan yang tak mungkin. Tujuan lebih tinggi didahulukan dari pada tujuan yang lebih rendah.
Demikianlah. Kita bisa mengurutkan tujuan besar seperti ini menjadi: tujuan menyeluruh, tinggi, mungkin, kontinu, dan untuk seluruh lapisan masyarakat.
Ibadah Tujuan Utama
Tak seorang pun dai yang meragukan bahwa tujuan paling utama dan paling mulia adalah tujuan yang telah Allah Ta’ala tetapkan bagi manusia dan lainnya, yaitu ibadah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Aku (Allah) tak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56).
Umat Islam telah menjungjung tujuan ini. Karena tujuan inilah mereka menempuh padang sahara, melewati lembah, dan berhadapan dengan para diktator. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rabi’iy bin Amir di hadapan raja Persia yang diktator,

اللَّهُ ابْتَعَثْنَا لِنُخْرِجَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ إِلَى عِبَادَةِ اللَّهِ، وَمِنْ ضِيقِ الدُّنْيَا إِلَى سِعَتِهَا، وَمِنْ جَوْرِ الْأَدْيَانِ إِلَى عَدْلِ الْإِسْلَامِ

“Kami datang untuk mengeluarkan manusia dari menyembah manusia kepada menyembah Allah; dari kezhaliman agama-agama kepada keadilan Islam, dari sempitnya dunia kepada luasnya dunia dan akhirat.” (Al-Bidayah wan Nihayah).
Ibadah adalah Tujuan Pribadi, Kelompok dan Negara
Dengan demikian, sesungguhnya tujuan individu muslim, jamaah muslim, dan negara muslim adalah mewujudkan ibadah kepada Allah Tuhan semesta alam. Sementara tujuan khusus adalah tujuan tak menyeluruh, temporal, sektoral, dan tujuan khusus terbatas. Aktivitas dakwah harian, mingguan, bulanan, dan tahunan termasuk tujuan khusus. Aktivitas dakwah di desa, kota, kerabat, para pekerja, penuntut ilmu, perempuan, memiliki tujuan khusus. Setiap komponen pembentuk masyarakat memiliki sifat tujuan khusus dalam dakwah.
Sarana
Sarana ada yang langsung dan tidak langsung. Setiap tujuan khusus memiliki sarana khusus. Jika kita katakan: ibadah terwujud dengan baik melalui seseorang yang kuat sercara akal, ruh, dan badannya, maka sangat banyak sarana khusus untuk mewujudkan tujuan ini. Kemampuan dan informasi berpengaruh dalam menggunakan sarana. Namun saya tidak bertujuan menyuguhkan rancangan dakwah dalam tulisan ini, namun hanya sekedar memberi gambaran tentang unsur-unsur rancangan dakwah dan pembentuknya.
Banyak sarana yang ada dan berbagai macam cara menggunakannya. Cara menggunakan yang lebih baik memberikan efek lebih baik dari sarana yang ada. Dan memilih sarana yang tepat merupakan faktor paling besar dalam keberhasilan kerja dakwah. Di antara sarana itu adalah lembut dan keras, senang dan takut, banyak dan sedikit, rahasia dan terang-terangan, individu dan kelompok, akal dan perasaan, cita-cita, mengambil dan memberi.
Mengumpulkan Informasi adalah Dasar Rancangan
Karena rancangan adalah gambaran tentang aktivitas di tempat tertentu, waktu tertentu, dan orang-orang tertentu, maka perlu adanya pengumpulan informasi terkait semua itu; baik secara ekonomi, sosial, politik, cuaca, hingga pemikiran. Dan perlu diketahui titik kekuatan dan kelemahan. Perlu adanya kajian tentang hambatan dan motivasi. Dengan demikian akan terbentuk dakwah secara bashirah (penuh kesadaran dan ilmu), sesuai firman Allah Ta’ala,

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ

“Katakanlah, inilah jalanku, yang aku mengajak dengan bashirah.” (QS. Yusuf: 141).
Unsur Waktu
Waktu menunjukkan sejauh mana keberhasilan dan kegagalan. Apa yang dibutuhkan dalam satu hari tak layak jika dihabiskan selama satu bulan. Apa yang dibutuhkan dilakukan selama satu bulan tak selayaknya buru-buru dilakukan dalam satu hari atau satu minggu.
Evaluasi dan penilaian terhadap penerapan rancangan akan membantu dalam menganalisa hal yang mungkin dan tidak mungkin, hal yang mudah dan susah. Evaluasi menjadikan tujuan boleh dipercepat atau diperlambat; menentukan efektivitas sarana atau tidak; dan menyibak layaknya cara berdakwah atau tidak.
Pengontrolan
Mengontrol jalannya racangan dakwah adalah mata yang tajam, telingat yang peka, dan tangan yang kuat. Rancangan yang hebat dan kuat akan gagal tanpa adanya pengontrolan. Sementara rancangan yang lemah bisa berhasil dengan adanya pengontrolan yang baik.
Jika unsur-unsur dari rancangan dakwah ini telah dipenuhi, maka akan ada rancangan dakwah yang baik. Kemudian rancangan ini dijalankan oleh unsur manusia eksekutor yang terlatih dan terorganisir. Dan untuk mempersiapkan eksekutor dakwah banyak ilmu yang dibutuhkan untuk saat ini, mulai dari ilmu administrasi, komunikasi dengan individu dan kelompok, menguasai bahasa dengan baik, ilmu jiwa dan pendidikan, dan lainnya yang dibutuhkan oleh seorang dai dalam mengeksekusi rancangan dakwah.
Prediksi
Seorang dai yang sukses adalah seseorang yang memiliki inisiatif, cerdas, siap kapan saja, dan mampu berinteraksi dengan kondisi seburuk apapun. Agar tak terkejut dengan kondisi sulit, hendaknya dai telah memprediksikannya dan memprediksikan solusinya. Ia bisa menggunakan sikap khayalan yang ia prediksikan sebelumnya untuk menghadapi kondisi yang terjadi secara tiba-tiba dan mengejutkan.
Disarikan dari kitab “Qawaidu ad-da’wah ila Allah” karya Dr. Hamam Abdurrahim Sa’id, cetakan Dârul wafâ’, Manshurah, Mesir.
Sumber: https://tarbawiyah.com/2018/04/06/kaidah-11-dakwah-adalah-seni-dan-kepemimpinan-yang-memerlukan-perencanaan-serta-mutabaah/

No comments:

Post a Comment