Wednesday, June 13, 2018

Tafsir Surah Al Insyiqoq

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
إِذَا السَّمَآءُ انْشَقَّتْ ١
1. Apabila langit terbelah,
وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ ٢
2. dan patuh kepada Rabb-nya dan sudah semestinya langit itu patuh,
وَإِذَا الْاَرْضُ مُدَّتْ ٣
3. dan apabila bumi diratakan,
وَأَلْقَتْ مَا فِيْهَا وَتَخَلَّتْ ٤
4. dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong,
وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ ٥
5. dan patuh kepada Rabb-nya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu, manusia akan mengetahui akibat dari perbuatannya).
يٰاَ أَيُّهَا الْاِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلٰى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلٰقِيْهِ ٦
6. Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Rabb-mu, maka kamu pasti akan menemuinya. *1
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتٰبَهُ بِيَمِيْنِهِ ٧
7. Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya,
فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيْرًا ٨
8. maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah,
وَّيَنْقَلِبُ إِلٰى أَهْلِهِ مَسْرُورًا ٩
9. dan dia kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.
وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتٰبَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ ١٠
10. Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang,
فَسَوْفَ يَدْعُوْ ثُبُوْرًا ١١
11. maka dia akan berteriak:"Celakalah aku."
وَّيَصْلٰى سَعِيْرًا ١٢
12. Dan dia akan dimasukkan ke dalam api yang menyala-nyala (Neraka).
إِنَّهُ كَانَ فِيْ أَهْلِهِ مَسْرُوْرًا ١٣
13. Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir).
اِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَّنْ يَّحُوْرَ ١٤
14. Sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Rabb-nya).
بَلٰى إِنَّ رَبَّهُ كَانَ بِهِ بَصِيْرًا ١٥
15. (Bukan demikian) yang benar, sesungguhnya Rabb-nya selalu melihatnya.
فَلَآ أُقْسِمُ بِالشَّفَقِ ١٦
16. Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja,
وَالَّيْلِ وَمَا وَسَقَ ١٧
17. dan dengan malam dan apa yang diselubunginya,
وَالْقَمَرِ إِذَا اتَّسَقَ ١٨
18. dan dengan bulan apabila menjadi purnama,
لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ ١٩
19. sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). *1
فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ ٢٠
20. Mengapa mereka tidak mau beriman?
وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْاٰنُ لَا يَسْجُدُونَ ٢١
21. dan apabila Al-Quran dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud,
بَلِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُكَذِّبُوْنَ ٢٢
22. bahkan orang-orang kafir itu mendustakan(nya).
وَاللّٰهُ أَعْلَمُ بِمَا يُوْعُوْنَ ٢٣
23. Padahal Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka).
فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ٢٤
24. Maka beri kabar gembiralah mereka dengan adzab yang pedih.
إِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍ ٢٥
25. Tetapi orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya.



Pengantar
Surat ini dimulai dengan membentangkan be­berapa pemandangan tentang terbaliknya keadaan alam semesta yang dibentangkan secara luas dalam surat At Takwiir, Al Infithaar, dan An Naba'. Akan tetapi, di sini disebutkan dengan karakter khusus­nya, yaitu karakter kepatuhan kepada Allah, ke­patuhan langit dan bumi, dalam ketundukan, kekhusyuan, dan kemudahan. 

Segmen pertama inidapat ditemukan pada ayat 1-5 surat Al Insyiqaaq. Itulah bagian permulaan yang khusyu dan agung, sebagaimana pengantar untuk berbicara kepada "manusia", dan untuk menyampaikan kekhusyuan di dalam hati manusia terhadap Tuhannya. Juga untuk mengingatkannya terhadap urusannya dan tempat kembali yang akan diperolehnya, ketika ter­cetak di dalam perasaannya bayang-bayang ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan. Bayang-bayang itu disampaikan ke dalam perasaannya oleh langit dan bumi dalam pemandangan yang besar dan agung.

Segmen kedua ini dapat ditemukan pada ayat 6-15 surat Al Insyiqaaq. Pada segmen ketiga sebagaimana terdapat pada surat Al Insyiqaaq ayat 16-19, dibentangkan pemandangan-pemandangan alam sekarang ini, yakni pemandangan-pemandangan yang terjadi di bawah perasaan "manusia" yang mengisyaratkan dan me­nunjukkan adanya pengaturan dan penataan, juga diiringi dengan sumpah berturut-turut dengannya yang menyatakan bahwa manusia berbolak-balik di dalam keadaan-keadaan yang sudah ditentuka dan diatur. Sehingga, mereka tidak dapat lari dari menaiki dan menempuhnya.

Kemudian datanglah segmen terakhir,ayat 21, dalam surat ini yang menyatakan keheranan terhadap sikap orang-orang yang tidak mau beriman. Inilah hakikat keadaan mereka sebagaimana di­paparkan dalam kedua segmen sebelumnya. Itulah tujuan mereka dan tujuan dunia mereka, sebagai­mana disebutkan pada permulaan surat. Lalu dijelaskan bahwa Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dalam dada mereka, dan mengancam mereka dengan tempat kembali yang sudah dipastikan. Hal ini tercantum pada surat al­Insyiqaaq ayat 22-25.

Surat ini tenang kesannya dan tinggi isyaratnya. Karakter ini mendominasi surat Al Insyiqaaq hingga dalam pemandangan-pemandangan keterbalikanalam yang ditampilkan dengan suasana yang keras dalam surat At Takwiir. Surat ini menyiratkan pan­dangan yang penuh kasih sayang, selangkah demi itu, surat ini membawa hati manusia berkeliling keliling ke berbagai lapangan alam semesta dan lapangan kemanusiaan yang beraneka ragam, secara bergantian dengan tujuan tertentu. Dari pemandanganyang berupa kepatuhan alam, kepada sentuhan terhadap hati manusia, pemandangan tentang hisab dan pembalasan, pemandangan alam sekarang dan fenomena fenomenanya yang mengesankan, sentuhanlain terhadap hati manusia, dan keheranan ter­hadap keadaan orang-orang yang tidak mau beriman sesudah semua itu. Juga kepada ancaman dengan azab yang pedih dan dikecualikannya orang-orang mukmin dengan pahala yang tiada putus-putusnya.

Semua perjalanan, pemandangan, isyarat isyarat, dan sentuhan-sentuhan ini dipaparkan dalam surat pendek yang tidak lebih dari beberapa baris saja. Semua itu tidak mungkin dapat dilakukan kecuali dalam kitab yang mengagumkan ini. Karena sasaran­ sasaran itu sulit dicapai dalam skala besar, tak dapat dipenuhi dengan kekuatan dan kesan ini. Akan tetapi, Al Qur’an itu dimudahkan untuk diingat. Iaberbicara kepada hati secara langsung dari jendela­-jendelanya yang dekat, karena ia adalah celupan dari Yang Maha Mengetahui lagi Maha waspada.


Apabila Langit Terbelah dan Bumi Memuntahkan Apa yang Ada di Dalamnya
'Apabila langit terbelah dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh,dan apabila bumi diratakan, memuntahkan apa yang ada di dalamnya, menjadi kosong serta patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya). "(Al Insyi­qaaq: 1-5)

Mengenai terbelahnya langit sudah dibicarakan dalam surat-surat terdahulu. Yang baru di sini adalah tentang masalah kepatuhan langit kepada Tuhannya dan kepastian ketundukan dan kepatuh­annya itu,
"...Serta patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh.... "

Kepatuhan langit kepada Tuhannya adalah ke­tundukannya kepada perintah-Nya untuk terbelah. Dan sudah semestinya'; yakni sudah menjadi ke­pastian atasnya, dan ia mengakui bahwa ia diciptakandengan kepastian patuh kepada Tuhannya. Ini merupakan salah satu fenomena kepatuhan, karena ini adalah kewajiban atasnya yang harus ia lakukan.

Masalah yang baru lagi di sini adalah diratakan­nyabumi, "Dan apabila bumi diratakan. "Mungkinmaksudnya adalah dibentangkan dan dihamparkan bentuknya, yang berubah total dari aturan yang berlakuatasnya selama ini dengan bentuknya­. Menurut keterangan, bentuknya bulat bola mata, bulat telur. Ungkapan kalimat ini mengesankanbahwa kejadian itu merupakan sesuatu yang baru, yang terjadi karena unsur luar, sebagaimana makna kerja pasif (mabni majhul), mudat akan' memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan men­jadi kosong...."

Ungkapan ini menggambarkan bumi sebagai sesuatu yang hidup, yang memuntahkan apa yang ada di dalamnya hingga menjadi kosong. Apa yang ada di dalamnya itu banyak jumlah dan jenisnya. Di antaranya adalah makhluk-makhluk yang tak ter­hitung jumlahnya. Makhluk-makhluk itu dikandung bumi selama beberapa generasi tanpa ada yang mengetahui rentang waktu yang sebenarnya kecuali Allah. Di antaranya lagi adalah benda-benda yang tersembunyi di dalam perut bumi seperti tambang-­tambang, air, dan benda-benda rahasia tanpa ada yang mengetahuinya kecuali Sang Penciptanya. Semuanya dikandung oleh bumi dari generasi ke generasi dan dari abad ke abad. Sehingga,apabila tiba hari kiamat, maka dimuntahkanlah semua yang ada di dalamnya dan ia menjadi kosong.

"... Serta patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh."
Ini adalah kepatuhan bumi sebagaimana langit patuh dan mesti patuh, memenuhi perintah-Nya, pasrah dan tunduk kepada-Nya. Juga mengakui bahwa ini sudah menjadi kewajibannya, dan ia patuh kepada Tuhannya dengan kewajibannya ini. Di dalam suasana ketundukan dan kepatuhan ini, datanglah seruan yang tinggi kepada manusia. Se­dangkan, di depannya terdapat alam semesta dengan langit dan buminya yang patuh kepada Tuhannya sedemikian rupa.
'Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka kamu pasti akan menemui-Nya."(a1-Insyiqaaq: 6)

"Hai manusia...'; yang telah diciptakan oleh Tuhannya dengan sebaik-baiknya, telah diberi-Nya keistimewaan "kemanusiaan" yang menjadikannya sebagai makhluk unik di alam semesta, dan telah dilimpahkan karunia-Nya hingga dapat menyucikan diri atau menggapai tingkatan yang tak terbatas, sesungguhnya kamu akan menempuh perjalanan hidupmu di muka bumi dengan bekerja keras, me­mikul beban hidupmu, mencurahkan segenap tenagamu, dan membelah jalanmu untuk sampai kepada Tuhanmu pada akhirnya. Maka, kepada­-Nyalah tempat kembali setelah bekerja, berusaha keras, dan berjuang.

Hai manusia, kamu harus bekerja keras untuk mendapatkan kesenanganmu. Karena engkau tidak dapat mendapatkannya di bumi ini kecuali dengan usaha dan kerja keras. Kalau bukan kerja keras fisik, maka kerja keras pikiran dan perasaan, berhasil atau tidak. Yang berbeda hanya jenis usaha dan kepayah­annya. Sedangkan hakikat kerja keras itu sudah menjadi kepastian dalam kehidupan manusia. Kemu­dian, pada akhirnya, akhir perjalanan adalah kepada Allah jua.

Hai manusia, kamu tidak akan dapat istirahat di bumi selamanya. Sesungguhnya peristirahatan yang nyaman sebenarnya ada di sana, di akhirat nanti, bagi orang yang tunduk dan patuh kepada Ilahi. Kepayah­an dan kerja kerasnya sama di bumi ini, meskipun berbeda warna kulit dan makanannya. Adapun akibatnya berbeda-beda, manakala kamu telah sampai kepada Tuhanmu. Yang satu akan mendapatkan ke­payahan yang berbeda dengan kepayahan ketika di dunia. Sedangkan yang satunya akan mendapatkan kenikmatan yang dapat menghapuskan segala penderitaan selama di dunia. Sehingga, seakan-akan ia tidak pernah bekerja keras dan berpayah lelah.
Hai manusia yang memiliki keistimewaan "ke­manusiaan", mengapakah kamu tidak memilih untuk dirimu sesuatu yang sesuai dengan keistimewaan yang telah diberikan Allah kepadamu? Pilihlah untuk dirimu keistirahatan dari keras-keras dan kelelahan ketika kamu bertemu dengan-Nya.

Karena sentuhan yang terkandung di dalam se­ruan ini, maka ia akan sampai ke tempatkem­balinya orang-orang yang telah bekerja keras ketika 'mereka telah sampai ke akhir perjalanan. Mereka akan bertemu dengan Tuhannya setelah bekerja keras dan berpayah lelah ini,
'Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah. Dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang maka dia akan berteriak 'Celaka aku!' Dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Sesungguhnya, dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (Yang sama­-sama kafir). Sesungguhnya, dia yakin bahwa dia sekali­-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya."(Al Insyiqaaq: 7-15)
Barangsiapa dibantah (ditanya dengan rumit dan sulit) dalam hisabnya, berarti dia telah disiksa. 'Saya bertanya, Bukankah Allah Ta'ala telah berfirman, dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah'? 'Nabi menjawab, 'ltu bukan hisab, tetapi itu hanya pembeberan saja. Barangsiapa yang dihisab dengan cermat pada hari kiamat, berarti dia telah disiksa. "'(HR Bukhari, Muslim, At Turmudzi, dan An Nasa'i)

Dari Aisyah ra, ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw di dalam salah satu shalatnya meng­ucapkan, 'Ya Allah, hisablah aku dengan hisab yang mudah.'Setelah selesai, saya bertanya,'Wahai Rasulullah, apakah hisab yang mudah itu?' Beliau menjawab, 'Yaitu kitabnya akan dilihat, lantas dilewati begitu saja. Barangsiapa yang dihisab dengan cermat, wahai Aisyah, padahari itu, maka binasalah ia. (HRAhmad)

Adapun yang kita jumpai dalam ungkapan-ungkapan Al Qur’an sebelumnya adalah kitab yang diberikan dari sebelah kanan dan dari sebelah kiri. Di dalam surat ini terdapat bentuk baru, yaitu diberikannya kitab dari sebelah belakang. Tidak ter­tutup kemungkinan bahwa orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kiri itu juga diberikan dari arah belakangnya. Maka hal ini menggambarkan keadaanorang yang merasa benci, terpaksa, dan sangat bersedih menghadapi kondisi waktu itu.

Kita tidak mengertibagaimana hakikat kitab itu. Juga bagaimana cara memberikannya dari sebe­lah kanannya, dari sebelah kirinya, atau dari bela­kangnya. Kita hanya peroleh kesimpulan tentang selain niatnya mereka, sebagaimana dinyatakan dalam kalimat pertama, dan hakikat kebinasaan sebagai­mana kita ketahui dari pernyataan kedua. Kedua hal ini merupakan dua buah hakikat yang dimaksudkan untuk kita yakini. Sedangkan, hal-hal yang ada dibelakang itu hanyalah untuk menghidupkan pemandangandan memperdalam kesannya di dalam perasaan. Allah lebih mengetahui hakikat yang se­benarnya tentang apa yang terjadi itu dan bagaimana terjadinya.Maka, orang yang bekerja keras menghabiskan kehidupannya di muka bumi dan menempuh jalan­nya dengan kerja keras pula menuju Tuhannya, cuma sayangnya di dalam dosa, kemaksiatan, dan kesesatan itu mengetahui ujung perjalanannya dan sedang menuju ke tempat kembalinya. Juga mengetahui pula bahwa kesengsaraannya di akhirat ini adalah kesengsaraan yang panjang, tidak ada hentinya, dan tidak ada kesudahannya kali ini. Karena itu, ia berteriak, "Celaka aku!" Ia meneriakkan kebinasaan itu agar dapat me­nyelamatkannya dari kesengsaraan yang dihadapi. Namun, ketika seseorang meneriakkan keseng­saraannya agar terlepas darinya, ternyata ia berada di tempat yang tidak ada sesuatu pun lagi yang dapat melindunginya. Sehingga, kebinasaan itu hanya menjadi khayalan yang amat jauh dari realitas. Makna inilah yang dimaksudkan oleh Al Mutanabbi di dalam perkataannya, "Cukup menjadi penyakit bagimu jika kamu lihat kematian sebagai penawar dan cukuplah harapan-harapan itu jika ia hanya angan-angan kosong."

"...Dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)...."
Inilah kecelakaan yang ia teriakkan agar ia ter­bebas darinya. Akan tetapi, jauh dan jauh sekali kemungkinan ia terlepas darinya! Di depan pemandangan kesengsaraan dan kece­lakaan ini, rangkaian ayat berikutnya kembali kepada membicarakan masa lalu orang yang celaka itu. Juga membicarakan sikap dan keadaan yang menyebab­kannya sengsara seperti ini,
"Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). Sesung­guhnya, dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya)." (A1 Insyiqaaq: 13-14)
Itulah keadaannya ketika di dunia dahulu. Ya, begitulah keadaannya. Sekarang kita bersama Al Qur’an, sedang berada pada hari hisab dan pem­balasan. Kita tinggalkan dunia di belakang kita dengansejauh-jauhnya, baik waktu maupun tempatnya

"Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir)" dengan melupakan apa yang ada di belakang masa kini. lajuga lalai terhadap apa yang telah menunggunya di akhirat nanti. latidak memperhitungkannya dan tidak menyiapkan bekal untuknya.

"Sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya)"; tidak akan kembali kepada Penciptanya. Seandainya dia yakin akan kem­bali kepada Tuhannya setelah berakhirnya perjalananhidupnya di dunia, niscaya dia akan mencari bekal dan akan menabung untuk menghadapi hari per­hitungan!

"(Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Tuhannyaselalu melihatnya. "
Ia yakin bahwa ia tidak akan kembali kepada Tuhannya. Akan tetapi, sebenarnya Tuhannya selalu melihat segala urusannya, memantau keadaan yang sebenarnya serta mengetahui gerak dan langkahnya. Juga mengetahui bahwa ia akan kembali ke­pada-Nya, dan Dia akan membalas segala kelakuan­nya. Bahagia, yakni orang yang kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) di dalam kehidupan akhirat yang panjang, bebas, indah, menyenangkan, nikmat, dan jauh dari segala kepayahan dan ke­letihan kerja.


Fenomena Alam Semesta
Dari perjalanan besar dengan kesannya yang dalam terhadap pemandangan-pemandangan dansentuhannya yang banyak, ayat-ayat berikutnya membawa mereka kembali kepada fenomena­-fenomena alam tempat mereka menempuh kehidup­an duniawi. Sedangkan, mereka lalai terhadap isyarat-isyarat adanya pengaturan yang sedemikian rupa, yang juga meliputi mereka, beserta keadaan-keadaan yang diatur sedemikian rapi di hadapan mereka,
'Maka, Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja, dengan malam dan apa yang diselubunginya, dan dengan bulan apabila ia purnama, sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)." (Al­ Insyiqaaq: 16-19)
Fenomena-fenomena alam yang dikemukakan secara berturut turut dengan sumpah ini, bertujuan untuk mengarahkan perhatian manusia kepadanya dan menerima isyarat-isyarat dan kesan- kesannya. Semua itu adalah fenomena-fenomena yang memiliki karakter khusus, karakter yang menghimpun antara kekhusyu’an yang tenang dan keagungan yang menakutkan. Bayang-bayang pemaparan ini sangat serasi dengan bayang-bayang permulaan surat dan pemandangan pemandangannya yang bersifat umum.

Ungkapan umum ini menyebutkannya secara global tanpa perincian serta kesan keagungan dan kebesarannya. Malam menghimpun, mengumpul­kan, dan mengandung banyak hal. Iamembawa pikiran melayang jauh sampai ke ujung persoalan yang dikandung dalam waktu malam yang meliputi benda-benda, makhluk-makhluk hidup, peristiwa­-peristiwa, perasaan-perasaan, alam-alam yang samar dan tersembunyi, serta yang merayap di bumi dan menebar dalam hati. Setelah itu, kembalilah dari perjalanan panjang ini. Tetapi, belum tuntas juga melukiskan segala sesuatu yang dikandung oleh nash Al Qur’an yang singkat,

'Dengan malam dan apa yang diselubunginya.... "
Nash yang dalam dan mengagumkan ini menim­bulkan rasa takut dan ketundukan serta ketenangan yang selaras dengan suasana cahaya merah di waktu senja yang juga menimbulkan rasa khusyu, takut, dan keheningan.

"...Dan dengan bulan apabila jadi purnama...."
Sebuah pemandangan yang penuh ketenangan, keindahan, dan pengaruh yang besar. Yaitu, bulan pada malam-malam kesempurnaan cahayanya yang memancarkan sinarnya ke bumi dengan sinar yang santun dan khusyu. Juga mengesankan ketenangan yang anggun serta hamparan yang luas di dunia nyata dan yang tersimpan di dalam perasaan. Ini adalah suatu suasana yang memiliki hubungan yang halus dengan nuansa cahaya merah di waktu senja dan malam dengan segala sesuatu yang diselubungi­nya. Keduanya bertemu dalam keagungan, kekhu­syuan, dan ketenangan.

Fenomena-fenomena alam yang indah, agung, anggun, menakutkan, dan mengesankan ini dikemukakan oleh Al Qur’an dengan ungkapannya yang hanya sepintas kilas. Ungkapan yang digunakan untuk menyapa hati manusia, yang lupa terhadap sapaan alam semesta kepadanya. Digunakannya semua ini dalam bersumpah adalah untuk menonjol­kannya terhadap hati dan nurani, tentang daya hidup, keindahan, isyarat-isyarat, kesan-kesan, dan petun­juk-petunjuknya yang menunjukkan kepada adanya 'Tangan" yang memegang dan mengendalikan alam semesta ini dengan kadar ukurannya. Juga yang melukiskan langkah-langkahnya, serta memper­tukarkan keadaan-keadaannya dan keadaan-keadaan manusia, hanya saja mereka lupa,

"...Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)."
Yakni, kamu akan mengalami dan melalui keadaan demi keadaan, sesuai dengan ketentuan-ketentuandan kondisi-kondisi yang digariskan untukmu. Diungkapkannya penderitaan terhadap keadaan-­keadaan yang silih berganti dengan istilah "mengen­darainya/melaluinya". Sedangkan, ungkapan me­ngendarai urusan, bahaya-bahaya, kengerian-kengerian, dari keadaan-keadaanitu sudah biasa di kalangan bangsa Arab. Hal ini seperti perkataan mereka, "Sesungguhnya, orang yang terpaksa itu mengendarai kesulitan urusan, sedang ia mengeta­hui apa yang ditempuhnya."

Kondisi-kondisi ini seakan akan merupakan bina­tang tunggangan yang dinaiki manusia satu demi satu. Masing-masing kendaraan itu membawa mereka sesuai dengan kehendak takdir yang mem­bimbing dan memandunya di jalan. Maka, disampai­kanlah mereka ke ujung perjalanan yang membawa mereka kepada permulaan tahapan baru lagi, yang sudah ditentukan dan ditetapkan. Misalnya, penen­tuan kondisi-kondisi yang silih berganti pada alam semesta seperti cahaya merah di waktu senja, malamdan apa yang diselubunginya, dan bulan ketika jadi purnama. Sehingga, menyampaikan mereka untuk bertemu Tuhannya, sebagaimana yang dibicarakan dalam paragraf terdahulu.

Kejadian yang berturut turut dan serasi itu dise­butkan di dalam paragraf-paragraf surat ini. Terdapat peralihan yang halus dari sate makna ke makna yang lain, dari satu perjalanan ke perjalanan lain. Hal ini merupakan salah satu ciri Al Qur’an yang sangat indah.


Mengapa Mereka tidak Mau Juga. Beriman?
Di bawah bayang-bayang lintasan pandangan terakhir ini, dan pemandangan-pemandangan serta perjalanan-perjalanan yang disebutkan terdahulu di dalam surat ini, datanglah keheranan terhadap urusan orang-orang yang tidak mau beriman. Padahal, di depan mereka terdapat sekian perkara yang dapat membawa kepada keimanan dan petunjuk-petunjuk iman itu di dalam diri mereka dan di alam semesta ini, dan di dalam kilasan pandangan terhadap alam se­mesta dan pada keadaan diri manusia itu, senantiasa menghadap kepada hati manusia ketika ia mau memusatkan perhatiannya, dan banyak sekali unsur-unsur itu.  Begitu banyaknya unsur yang dalam, kuat, dan berat dalam timbangan hakikat, dan mengepung hati ini kalau ia lepas darinya.  Unsur-unsur itu se­nantiasa membisikinya dan menyapanya dengan lemah lembut. Juga memanggil-manggilnya kalau ia mau memasang telinganya dan mengkonsen­trasikan hatinya kepadanya.

'Mengapa mereka tidak mau beriman? Apabila Al Qur’andibacakan kepada mereka, maka mereka tidak bersujud?"
Allah berbicara kepada mereka dengan bahasa fitrah. Juga membuka hati mereka terhadap hal-hal yang memotivasi keimanan dan petunjuk-petunjuknya yang ada di dalam diri dan alam semesta. Di dalam hati ini terhimpunlah perasaan-perasaan takwa, khusyu, taat, dan ketundukan kepada Pen­cipta alam semesta yaitu "sujud".

Sesungguhnya, alam ini begitu indah dan me­ngesankan. Terdapat padanya sentuhan-sentuhandan kesan-kesan yang dapat membawa hati manusia untuk berhubungan kepada alam dan Pencipta alam yang indah ini. Juga tertuang padanya hakikat alamyang besar dan mengesankan dengan hakikat Pen­ciptanya Yang Maha Agung, 

"Maka, mengapa mereka tidak mau beriman? Apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, maka mereka tidak bersujud. "
Sungguh itu merupakan sesuatu yang benar-­benar mengherankan. Hal tersebut dikemukakan dalam paparan ini untuk menjelaskan keadaan orang-­orang kafir yang sebenarnya dan tempat kembali yang sudah menantikan mereka. Di dalam kilasan pandangan terhadap alam se­mesta dan pada keadaan diri manusia itu, senantiasa menghadap kepada hati manusia ketika ia mau memusatkan perhatiannya, dan banyak sekali unsur-­unsur itu. Begitu banyaknya unsur yang dalam, kuat, dan berat dalam timbangan hakikat, dan mengepung hati ini kalau ia lepas darinya. Unsur-unsur itu se­nantiasa membisikinya dan menyapanya dengan lemah lembut. Juga memanggil-manggilnya kalau ia mau memasang telinganya dan mengkonsen­trasikan hatinya kepadanya.

'Mengapa mereka tidak mau beriman? Apabila Al Qur’andibacakan kepada mereka, maka mereka tidak bersujud?"
Allah berbicara kepada mereka dengan bahasa fitrah. Juga membuka hati mereka terhadap hal-hal yang memotivasi keimanan dan petunjuk-petunjuknya yang ada di dalam diri dan alam semesta. Di dalam hati ini terhimpunlah perasaan-perasaan takwa, khusyu, taat, dan ketundukan kepada pen­cipta alam semesta yaitu "sujud".

Sesungguhnya alam ini begitu indah dan me­ngesankan. Terdapat padanya sentuhan-sentuhandan kesan-kesan yang dapat membawa hati manusia untuk berhubungan kepada alam dan pencipta alam yang indah ini. Juga tertuang padanya hakikat alamyang besar dan mengesankan dengan hakikat Pen­ciptanya Yang Maha Agung, 

"Maka, mengapa mereka tidak mau beriman?Apabil Al Qur’ an dibacakan kepada mereka, maka mereka tidak bersujud. "
Sungguh itu merupakan sesuatu yang benar-benarmengherankan. Hal tersebut dikemukakan dalam paparan ini untuk menjelaskan keadaan orang-orangkafir yang sebenarnya dan tempat kembali yang sudah menantikan mereka,

'Bahkan, orang-orang kafir itu mendustakan. Padahal, Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka). Maka, beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih. "(Al Insyiqaaq: 22-24)
Bahkan, orang-orang kafir mendustakannya se­cara mutlak. Maka, mendustakan itu sudah menjadi karakter, ciri, dan watak dasar mereka. Sedangkan Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dalam hati mereka yang berupa kejahatan, keburukan, dan motif-motif yang mendorong mereka melakukan pendustaan ini.

Pembicaraan tentang mereka ditinggalkan dan diarahkanlah firman kepada Rasul yang mulia,
'Maka, beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih. "Aduh sialnya mereka, diberi kabar gembira yang tidak menyenangkan. Juga yang tidak me­nimbulkan keinginan untuk melihat kabar gembira dari pembawa kabar gembira itu.

Pada waktu yang sama dibentangkanlah apa yang sedang menunggu orang-orang mukmin yang tidak pernah mendustakan. Karena itu, mereka melaku­kan persiapan dengan amal saleh untuk menyongsong apa yang bakal mereka terima. Pembeberan ini disebutkan dalam rangkaian ayat itu seakan-akan merupakan pengecualian dari tempat kembalinya orang-orang kafir yang suka mendustakan,

'Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka pahala yang tidak putus putusnya. (Al­ Insyiqaaq:25)
Inilah yang oleh para ahli bahasa dikatakan se­bagai "pengecualian yang terputus'. Karena orang-orang yang beriman dan beramal saleh sama sekali tidak termasuk kelompok orang yang mendapatkan kabar gembira yang mereka dikecualikan darinya itu. Akan tetapi, gaya bahasa seperti ini memiliki kesan yang lebih kuat terhadap sesuatu yang dikecualikan itu.

Pahala yang tidak putus-putusnya itu ialah pahala yang kekal dan tidak pernah terputus di negeri akhirat yang kekal abadi nanti. Dengan kesan yang pasti dan singkat itu, di­akhirilah surat yang singkat ini. Tetapi, jauh jangkau­annya di medan alam semesta dan hati nurani.

Sumber: http://www.sakaran.com/2015/12/surat-al-insyiqaq-tulisan-arab-dan.html (teks qur'an), Tafsir Zhilal

No comments:

Post a Comment