Tuesday, March 13, 2018

Kaidah ke-8: Ujian Merupakan Sunnatullah sebagai Jalan Mengaplikasikan Dakwah dan Membentuk Jiwa Konsisten dengan Akidah

Manakala aktifitas itu sulit, detil dan menuntut komitmen tinggi, maka seseorang membutuhkan kesungguhna yang lebih besar dalam mempersiapkan dan  melatih driri, agar selalu siap menghadapi aktifitas tersebut, karena aktifitas mengakan agama allah bersifat kontinyu, diversifikstif dan luas. Stressingnya tidak terbatas pada pola tertentu, tetapi juga membutuhkan substansi dan cakupannya, oleh karenanya tanggung jawab seorang aktifis dakwah akan bertambah hari demi hari, dan tanggung jawabnya setelah kemenangan fikrahnya menjadi lebih besar dari sebelumnya.

Karena itulah Allah menghendak untuk menundukan para da’i pada berbagai pengalaman yang menyulitkan. Sebuah jamaah tidak akan mencapai sasaran kecuali bila telah melewati ujian dan cobaan.

Dari beberapa ayat Qur’an dan Hadits kita dpata menjelaskan tentang peran dan nilai ujian dan cobaan. Dari Abu Hurairah RA. Berkata : “Rasulullah SAW bersabda :

" مثل المؤمن كمثل الزرع لا تزال الريح تميله، ولا يزال المؤمن يصيبه البلاء. ومثل المنافق كمثل شجرة الأرز لا تهتز حتى تُستحصد"

Perumpamaan mu,min seperti pohon yang selalu dicondongkan oleh angin, mu,min senantias ditimpakan ujian, sedangkan perumpamaan orang munafik seperti pohon gandum, tidak pernah tinggi sampai akhirnya dipanen. (HR. Muslim)

Hadits tersebut mengungkapkan tentang peran ujian yang konstruktif bagi jamaah muslim. Jika pohon selalu bergoyang, maka akan memperoleh kekokohan di hadapan badai dan angin kencang, sementara tanaman gandum lebih lemah karena tidak digerakan oleh angin. Begitu pula hendaknya para Da’i harus tahan memikul beban menghadapi kesulitan karena banyaknya ujian yang menimpa.

Ujian berjalan dia tas seleksi unusur-unsur yang kuat dan baik, tidaka ada yang sanggup beramal kecuali seseorang yang dapat memikul beban, Ia terus berdakwah dan merasakan kemantapan di jalannya karena kemantapan iman dalam hatinya. Barang siapa yang mengharapkan keridoan Allah dan hari akherat, karena sesungguhnya seseorang apabila mengetahui  bahwa hutangnya lebih banyak dari pendapatannya, maka ia akan memilih hutangnya, kecuali bila ia rela dengan kehidupan akherat seagai ganti dari kehidupan dunia.

Ujian menyingkap kebenaran orang-orang yang konsisiten dan afiliasi keimanan mereka, sebagaimana terkandung dalam surat Ali Imron yang menggambarkan musibah kaum muslimin pada perang uhud. Allah berfirman :

إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ(140)وَلِيُمَحِّصَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ(141)

Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamudijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,( 140) dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir. (141). (QS. Ali Imron)

Imam Ar-Razy menjelaskan dalam tafsirnya : “Ketahuilah bahwa bukanlah yang dimaksud “mudawalah” bahwa  Allah membela dan menenangkan orang-orsang kafir, k karena pertolongan Allah adalah pemberian yang mulia dan penghormatan yang agung, maka tidak pantas hal itu diberikan kepada orang-orang kafir. Tetapi yang dimaksud mudawalah di sini adalah bahwa terkadang Allah menguatkan penderitaan terhadap orang kafir dan melimpahkan kesenangan kepada orang mu,min. Hal ini dapt ditinjau daru beberapa hal :

Pertama : Bahwasanya seandainya Allah menegaskan kekalahan untuk orang-orangh kafir di setiap saat, dan menghilangkannya dari orang-orang beriman di setiap saat, maka  hal itu akan menghasilkan  pentingnya pengetahuan dan keasadarna bahwa keimanan adalah haq dan selainnya batil. Seandainya demikian, maka tidak berlaku beban, pahala dan dosa, oleh karena itu terkadang Allah meliputi kekalahan kepada orang-orang beriman dan sebaliknya kepada orang-orang kafir.,

Kedua : Bahwasanya Seorang Mu’min terkadang mendatangi sebagian temapat maksiat, sehingga Allah menegaskan kekalahan dan penderitaan kepadanya di dunia, utnuk mendidiknya.

Ketiga : Ujian akan semakin memperdalam kecenderungan antara mu’min dan kafir, maka kemungkinan pertemuan diantara keduanya tidak akan terwujud, karena orang-orang kafir secara terus menerus membuat orang-orang beriman menderita, dan mereka melakukan mobilisasi penghancuran akidah dan para pembelanya. Pertarungan ini akan berjalan terus, tidak akan berhenti kecuali mereka tunduk kepada hukum Islam. Meskipun mereka beresikap lembut kepada orang-orang beriman, dan bersikap toleran terhadap kaum mu,min dengan memebrikan kebebasan kepada mereka berdakwah, maka orang-orang yang lemah imannya berkata : “Orang kafir tidaklah seburuk yang dibayangkan!” . Berkenaan dengan hal ini Al-Qur’an menjelaskan sikap dan prinsip mendasar :

مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَاللَّهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ(105)

Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al-Baqarah : 105)

Juga Allah berfirman :

وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا

Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup.

Keempat : Ujian dapat mengikat di antara prang-orang beriman dengan ikatan pikiran dan perasaan, jadi ujian dapat mengantarkan mu,min pada hakekat konstruksi keislaman yang solid, ujian membuat bangunan islam menjadi kuat dan kokoh. Sesungguhnya mereka yang ditimpa ujian karena keimanan mereka, mereka sedang menaruh shama dengan sesuatu yang paling mulia yang mereka milkiki, jiwa, harta, keluarga, dan negara. Adapaun ujian dapat mewujudkan ikatan perasaan (solidaritas), karena penderitaan selama ujian akan selalu mengarahkan pada realisasi kebersamaan dan tolong menolong, terkadang seseorang lupa orang lain bersamanya dalam keadaan senang, tetapi tidak akan lupa kebersamaan orang lain dalam derita dan kesengsaraan.

Kelima : Ujian menunjukan bukti yang kuat terhadap konsekwensi dakwah. Berangkat dari hal inilah banyak manusia menerima dakwah ketika mereka melihat ketegaran para aktifisnya dan keteguhan mereka dalam memikul beban ujian. Tahan dalam menghadapi ujian adalah bukti yang ditunjukan di depan manusia. Habib bin ‘Adi RA. Berkata :

ولست أبالي حين أقتل مسلماً
على أي جنب كان في الله مصرعي      

“Aku tidak perduli ketika aku terbunuh dalam keadaan muslim
                                    Pada sisi yang mana di jalan Allah tempatku terbujur”

Imam Ar-Razy berkata : “Sebagaiman diketahui bahwa para pengikut belia mereka tahu pemimpinnya dalam menadapat ujian yang pelik karena membela perjuangan, dan mereka meliaht pemimpinnya konsisten dengan perjuangannya, mak hal itu akan lebih mengokohkan para pengikutnya ketimbang ketika mereka melihat pemimpinnya dalam keadaan bersenang-senang, tidak ada beban ujian yang di hadapinya dalam perjuangannya.

Keenam : Apabila seorang mu’min tahu bahwasanya ia akan diuji, maka ia akan selalu waspada dan takut kepada Allah SWT, hal ini akan mengantarkannya pada optimalisasi amal dan berkeinginan kuata untuk memenuhi syarat-syarat kemenanagan, serta menjauhkan dirinya darai sebab-sebab kehancuran , berupa maksiat, kelemahan dan sikap pasrah dan menyerah.

Ketujuh : Ujian dapat mewujudkan keikhlasan pada hati seorang mu’min. Imam Ar- Razy berkata : “sesungguhnya keikhlasan manusia dalam keadaan menderita dan kembalinya seseorang kepada Allah akan lebih besar keikhlasannya dibanding dalam keadaan kesenangan dunia”. Allah telah menegaskan sunnah ini terhadap orang-orang beriman, sebagaimana firman-NYA :

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ(155)الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ(156) 


Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun"        (QS. Al-Baqarah : 155 – 156)

No comments:

Post a Comment