PAHALA DIPEROLEH KARENA BERDAKWAH
Kaidah tersebut menjawab kesalah kaprahan anggapan banyak orang, bahwa pahala bergantung dengan hasil duniawi yang kasat mata. Bila seperti itu, maka kebanyakan para Nabi tervonis gagal dalam dakwahnya, sebutan yang tidak pantas bagi para nabi Allah.
Meskipun Nabi
Nuh sangat sedikit pengikutnya dari kalangan orang-orang beriman, tetapi Ia
telah mendakwahkan kaumnya dan menetap bersama mereka 950 tahun lamanya.
Sebagaimana firman Allah :
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَلَبِثَ
فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ
ظَالِمُونَ
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara
mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar,
dan mereka adalah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Ankabut : 14)
Zahir ayat tersebut – menurut
Ibnu katsir – menerangkan bahwasanya nabi Nuh tinggal bersama kaumnya dan
senantiasa mendakwahkan mereka kepada Allah selama 950 tahun. Walaupun Nabi Nuh
tinggal bersama kaumnya cukup lama, tetapi yang beriman kepadanya hanya sedikit
saja. Firman Allah Ta’ala :
حَتَّى إِذَا
جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا مِنْ كُلٍّ
زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ
ءَامَنَ وَمَا ءَامَنَ مَعَهُ إِلَّا قَلِيلٌ
Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah
memancarkan air, Kami berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari
masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali
orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang
yang beriman." Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.
(QS. Hud : 40)
Bila
diperhatikan pengecualian pada ayat ( ومن آمن )
sehingga tidak dapat dipahami bahwa jumlah orang
berimannya banyak, oleh karenanya Allah memperjelas dengan ayat berikutnya (
وما آمن معه إلا قليل ).
Begitulah
permasalahan dakwah yang dihadapi kebanyakan para Nabi, mereka nanti akan
dIkumpulkan pada hari kiamat, sebagian mereka ada yang mempunyai pengikut satu
dua tiga orang saja, sebagian mereka bahkan sama sekali tidak ada
seorangpun orng beriman yang menjadi
pengikutnya, Imam tirmidzi mentakhrij dari jalur Ibnu Abbas Semoga Allah
meridhoi keduanya seraya berkata : “Tatkala Nabi diisra’kan Nabi melewati
beberapa Nabi bersamanya pengikut yang banyak, beberapa Nabi lainnya sedikit
jumlah pengikutnya dan beberapa nabi lagi tidak mempunyai satu orang
pengikutpun. Karena itu Allah telah mengarahakan Rasul-NYA Muhammad SAW kepada
pengertian tersebut di atas, ketika beliau diperintahkan berdakwah dan
menyampaikan risalah, Allah tidak menuntut hasilnya. Allah berfirman :
فَإِنْ
أَعْرَضُوا فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا إِنْ عَلَيْكَ إِلَّا
الْبَلَاغُ وَإِنَّا إِذَا أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً فَرِحَ بِهَا
وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ
كَفُورٌ
Jika mereka
berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu
tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah).
Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada manusia sesuatu rahmat dari Kami dia
bergembira ria karena rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan
perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena sesungguhnya
manusia itu amat ingkar (kepada ni`mat). (QS. Syura : 48)
فَهَلْ عَلَى
الرُّسُلِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِين
maka tidak ada kewajiban atas
para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (QS. An-nahl
: 35)
وَمَا
عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِين
. Dan tidak lain kewajiban rasul
itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang." (QS. An-Nur :
54)
Adapun urusan hidayah sepenuhnya ada di tangan
Allah. Sebagaimana firman-NYA :
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ
أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak akan
dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qashash : 56)
TAK USAH BERSEDIH SAAT BANYAK YANG BERPALING
T
Esensi
kaidah ini menjelaskan bahwasanya seorang da’i tidak boleh terjadi pada dirinya
putus asa dan stress, akibat penentangan manusia dan ketiadaan respon mereka.
Allah telah mengurangi beban kesulitan Nabi-NYA dan tidak membebani di luar
kemampuannya, Allah berfirman :
لَيْسَ
عَلَيْكَ هُدَاهُمْ
Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk (QS. Al-Baqarah : 272)
أَفَمَنْ
زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ
يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ
إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Maka apakah
orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia
meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh
syaitan)? maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan
menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena
kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat. (QS. Fathir : 8)
وَاصْبِرْ
وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ
مِمَّا يَمْكُرُونَ
Bersabarlah
(hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah
dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu
bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. (QS. An-Nahl : 127)
Ayat-ayat
tersebut merupakan hiburan bagi Rasulullah, sebenarnya beliau sudah sangat
berambisi untuk mentransfer kebaikan dan hidayah kepada mereka tetapi merekalah
yang buta dan tuli. Hati yang remah terasa diiris-iris ketika melihat manusia
bertumpukan di dalam api neraka seperti tumpukan kasur, seperti itulah keadaan rasulullah SAW.
Lalu datanglah arahan dari Allah :
فَلَعَلَّكَ
بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَى ءَاثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الْحَدِيثِ
أَسَفًا
Maka
(apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah
mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al Qur'an).
(QS. Al-Kahfi : 6)
Dengan
kata lain ayat tersebut menegaskan bahwa : “Apakah barangkali kamu (Ya
Muhammad) akan membinasakan dirimu karena putus asa dan ngenas krena mereka
tidak mau beriman kepada Al-Qur’an. Imam Qatadah berkata : barangkali kamu ingin
membunuh dirimu karena marah dan sedih terhadap sikap mreka. Sedangkan Mujahid
mengatakan : jangalah engkau putus asa (ya! Muhammad) sampaikan terus risalah
Allah, barang siapa yang mendapat petunjuk maka ha itu untuk dirinya, tapi
barang siapa yang sesat, sesungguhnya kesesatan itu juga akan menimpa dirinya.
Demikianlah tidak menjadi dosa
bagi para da’i dari umat Muhammad, bila manusia tetap tidak menginginkan
petunjuk dan tidak merespon mereka setelah memaksimalkan kesungguhan dalam
mendakwahkan mereka, karena sesungguhnya Allah tidak membebani seseorang di
luar batas kemampuannya.
JANGAN TERBURU-BURU MELIHAT HASIL
Kaidah
ini akan mengobati penyakit para da’i yang emosional yang hanya menunggu hasil
duniawi yang kasat mata, dan menjadikannya sarat keberlangsungan di jalan
dakwah. Pandangan seperti itu, hanyalah
kesalahpahaman di satu sisi dan secara jelas menyalahi kaidah-kaidah
dakwah dalam Al-Qur’an dan sunnah.
Al-Qur’an
telah menegaskan bahwa tidak ada keterkaitan yang harus antara dakwah dan
responnya (Istijabah), terkadang seorang Da’i telah sedemikian antusiasnya,
tetapi disikapi objek dakwah (mad’u)
dengan sikap dingin bahkan melakukan penentangan. Sesungguhnya Al-Qur’an
menjadikan antara dakwah dan istijabah adalah tahap yang sangat penting,
sebagaimana firman Allah SWT:
حَتَّى إِذَا
اسْتَيْئَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ نَصْرُنَا
فَنُجِّيَ مَنْ نَشَاءُ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ
Sehingga
apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan
telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu
pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak
dapat ditolak siksa Kami daripada orang-orang yang berdosa. (QS. Yusuf : 110).
حتى إذا استيأس الرُسل adalah fase وظنوا
أنهم قد كُذبوا dan titik fase ini adalah pertengahan antara dakwah dan fase
berikutnya جاءهم نصرنا . Berkata Ibnu Katsir : “Allah mengingatkan bahwa
pertolongannya akan diberikan kepada para Rasul-NYA dari situasi kritis dan
penantian kemenangan dari Allah pada saat-saat yang sangat dibutuhkan. Allah
befirman :
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا
يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ
وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا
مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ(214)
Apakah kamu mengira bahwa kamu
akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah
datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu
amat dekat.(QS. Al-Baqarah : 214)
Sesunguhnya Aisyah RA
berpendapat bahwa prasangka yang dimaksud pada ayat tersebut di atas adalah
prasangka pengikutnya bukan prasangka Nabi kepada orang-orang yang
didakwahinya. Aisya berpendapat seperti ini ketika Urwah bin Zubair RA berkata kepadanya bahwa
sesungguhnya mereka meyakini kaum mereka telah mendustakan mereka, jadi itu
bukan prasangka. Lalu Aisyah berkata : “ Ya, sungguh mereka memang
meyakininya”, “lalu bagaimana dengan
sangkaan bahwa mreka telah didustakan? Tanya Urwah. Aisyah menjawab :
Allah tempat berlindung (ma’aadzallah) para Rasul tidak akan menyangka demikian
kepada Rabb mereka. “lalu apa maksud ayat tersebut”? tanya Urwah lagi, Aisyah
mengatakan :
قالت
: هم أتباع الرسل الذين آمنوا بربهم وصدقوهم، فطال عليهم البلاء، واستأخر عنهم
النصر ،حتى إذا استيأس الرسل ممن كذبهم من قومهم وظنوا أن أتباعهم قد كذبوهم جاءهم
نصر الله عند ذلك
“Yang menyangka seperti itu
adalah para pengikutnya yang telah beriman kepada Allah dan membenarkan-NYA,
lalu mereka diuji dengan kesengsaraan dalam waktu yang cukup lama, sehingga
kemenangan belum kunjung tiba, sampai para Rasul tidak punya harapan lagi
terhadap kaum yang telah mendustakan mereka, dan mereka para Rasul juga mengira
bahwa pengikut-pengikutnya telah didustakan oleh kaumnya. Pendapat ini didasarkan pada bacaan Aisyah كُذبوا, sehingga subjeknya pengikut bukan para Rasul. Penyampaian
ini sesuai dengan kedudukan Rasul yang mulia. Apabila kita jadikan dhamir itu
kembali kepada para Rasul maka sangkaan mereka waktu itu adalah kaum mereka
telah mendustakan mereka. Dan tidak menjadi masalah bila digabungkan antara
kaum yang mendustakan para Rasul dan orang-orang yang emosional yang
berprasngka buruk kepada Allah.
PARA DAI TETAP DITUNTUT UNTUK BERIKHTIAR MAKSIMAL
Hal
tersebut di atas bukan berarti bahwa da’i tidak dituntut harus mengerahkan
seluruh kesungguhannya, dan memanfaatkan sarana dan pendekatan yang terbaik,
dan mengenai hal ini akan kami jelaskan dalam kaidah berikutnya.
No comments:
Post a Comment