Saturday, April 13, 2019

Risalah Bainal Amsi wal Yaum

Antara Kemarin dan Hari Ini
posted by Al-Ikhwan.net June 7, 2010 Minkutubil Ikhwan

PENDAHULUAN
Ikhwanul Muslimin menerbitkan risalah-risalah yang menjelaskan tentang dakwah, fikrah dan manhaj mereka. Risalah-risalah ini mencakup ushul (prinsip-prinsip) dan marahil (fase-fase) dakwah serta mengupas hakekat dan sasaran-sasarannya.
Risalah yang ada di hadapan pembaca ini merupakan risalah pertama yang berjudul “Bainal Amsi wal Yaum” (antara kemarin dan hari ini). Bab ini membahas tentang perkembangan dan sasaran fikrah islamiyah. Risalah ini telah diterbitkan sejak awal munculnya fikrah Ikhwan sebelum terjadinya perang dunia II dan telah dibaca oleh para aktivis dakwah pada saat itu. Di dalamnya ada deskripsi yang bagus tentang mabadi’ (dasar-dasar) Islam serta sarana untuk melakukan ishlah (perbaikan) sebagaimana telah diserukan kepada kita untuk menerapkannya. Di dalamnya juga dibahas selayang pandang tentang daulah islamiyah di awal kebangkitannya, saat Al-Qur’an dijadikan dustur (undang-undang) dalam kehidupan masyarakat, dan Rasulullah sendiri yang memimpin dan menjadi qudwah(sumber keteladanan) bagi mereka.
Pada risalah ini juga terdapat analisis yang cukup detail tentang faktor-faktor yang dapat mengacaukan arus kebangkitan umat Islam dan menggeser keberadaan mereka. Pembaca juga akan mendapatkan untaian kalimat yang berisi taujih (pengarahan) yang sangat mengena pada penghujung risalah ini. Sungguh, tidak akan shalih generasi akhir dari umat ini kecuali dengan apa yang menjadikan shalih para pendahulunya.
Kepada Allah-lah kami memohon agar menjadikan amal ini ikhlas karena mencari ridha-Nya, sehingga dapat membuka hati-hati dan pikiran kaum muslimin agar beramal sesuai dengan petunjuk agama yang hanif ini.
I. RISALAH NABI YANG TERPERCAYA
Sejak 1376 tahun yang lalu Muhammad bin Abdullah, seorang nabi yang umi telah berseru di Mekah, di atas bukit Shafa,
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Hai sekalian manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian. Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Tidak ada Tuhan selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, seorang nabi yang umi yang beriman kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” (Al-A’raf: 158)
Dakwah yang integral itu merupakan garis pembatas di alam semesta ini, pemisah antara hari kemarin yang gelap gulita dan masa kini yang indah sejahtera, serta masa depan yang terang benderang. Dia juga merupakan proklamator yang mendeklarasikan lahirnya sebuah sistem baru, yang syari‘ (pencetus syari’at) nya adalah Allah sendiri, Zat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Melihat. Muballighnya adalah Muhammad sang pemberi kabar gembira dan ancaman. Kitabnya adalah Al-Qur’an yang jelas dan terang. Para jundi-nya adalah kaum muhajirin dan anshar, dan siapa saja yang ber-itiba’ kepada mereka dengan ihsanSistem itu bukan produk manusia, melainkan shibghah Allah. Adakah shibghah yang lebih baik darishibghah-Nya?
مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ . صِرَاطِ اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ أَلَا إِلَى اللَّهِ تَصِيرُ الْأُمُورُ
“Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) itu, dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu sebagai cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa saja yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya Karni benar-benar rnenunjukkan kepada jalan yang lurus, (yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang di langit dan apa yang ada di bumi, Ingatlah, kepada Allahlah kembalinya semua urusan.”(Asy-Syura: 52-53)
II. MANHAJ AL-QUR’AN DALAM PERBAIKAN SOSIAL
Al-Our’an adalah kitab yang sarat dengan asas-asas perbaikan sosial yang syamil (utuh, menyeluruh). Sejak awal diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., Al-Qur’an telah mendeklarasikan asas-asas perbaikan itu dari waktu ke waktu, sesuai dengan waqi’ (realitas yang ada).
كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلا. وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
“Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya (Al-Qur’an) dan Kami membacakannya kelompok demi kelompok. Tidaklah orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan paling baik penjelasannya.”(Al-Furqan: 32-33)
Sampai kemudian, sempurnalah wahyu itu dan dipelihara di dalam dada (dihafal) selama 22 tahun lebih. Sungguh, Allah telah mengumpulkan untuk umat ini sebuah penjelasan bagi segala sesuatu dan memancangkan asas-asas perbaikan sosial yang sempurna. Asas-asas perbaikan itu adalah sebagai berikut:
1.  Rabaniyah;
2.  Ketinggian kualitas jiwa manusia;
3.  Penegasan terhadap keyakinan akan adanya jaza’ (balasan) atas setiap amal;
4.  Deklarasi ukhuwah antar sesama manusia;
5. Bangkitnya laki-laki dan perempuan secara bersama-sama, mengumumkan adanyatakaful dan emansipasi serta menetapkan tugas masing-masing secara rinci;
6. Jaminan kepada masyarakat akan adanya hak hidup, pemilikan, lapangan kerja, kesehatan, kebebasan, pengajaran dan keamanan bagi setiap individu, serta menentukan sumber-sumber penghasilan;
7.  Penentuan dua macam gharizah (kecenderungan): Kecenderungan untuk memelihara jiwa dan memelihara keturunan serta mengatur berbagai tuntutan yang terkait dengan makanan dan pemenuhan kebutuhan seksual;
8. Tegas dalam memerangi berbagai tindak kriminal dan pelanggaran hak-hak asasi manusia;
9. Penegasan akan pentingnya wihdatul umah dan mengikis habis semua bentuk perpecahan;
10. Mewajibkan umat untuk berjihad memperjuangkan prinsip-prinsip al haq yang  digariskan oleh sistem ini; dan
11. Menjadikan daulah sebagai sarana bagi perwujudan dan pemeliharaan fikrah, bertanggung jawab mewujudkan sasaran-sasarannya di masyarakat, dan mentransformasikannya kepada sekalian manusia.
III. SYI’AR-SYI’AR TERAPAN DALAM SISTEM INI
Nizham (sistem perundang-undangan) qur’ani berbeda dengan sistem-sistem perundang-undangan buatan manusia dan teori-teori filsafat. Sistem ini tidak membiarkan prinsip-prinsip dan ajarannya hanya menjadi teori yang tertanam dalam jiwa, pendapat-pendapat yang tertulis dalam buku, atau kata-kata yang dilontarkan dengan lisan. Namun sistem ini telah membuat penekanan, meneguhkan, dan mengambil manfaat dari pengaruh serta hasil-hasil yang dicapai oleh teori-teori tadi dalam bentuk yang aplikatif. Pada saat yang sama (sistem qur’ani) juga mewajibkan umat yang yakin dan percaya pada untuk menjaga amal-amal terapan tersebut dan mewajibkannya sebagai amal-amal fardhu yang tidak ada alasan untuk menyia-nyiakannya. Ia bahkan memberi pahala kepada yang melaksanakan dan menghukum yang meninggalkan dengan sebuah hukuman yang terkadang bisa mengeluarkan salah seorang dari batas-batas mujtama’ islami (masyarakat Islam) dan mengusirnya ke tempat yang jauh.
Amal-amal fardhu terpenting yang oleh sistem ini dijadikan sebagai pijakan untuk menanamkan mabadi’ (prinsip-prinsip) nya adalah:
1.   Shalat, dzikir, taubat, istighfar, dan yang sejenisnya;
2.   Shaum, ‘iffah, dan hati-hati menjaga diri dari kemewahan;
3.   Zakat, shadaqah, dan infaq di jalan kebajikan;
4.   Haji, siyahah, rihlah, mengungkap dan menganalisa alam malakut Allah;
5.   Mencari penghasilan, bekerja, dan diharamkan minta-minta;
6.  Jihad, perang, menyiapkan para tentara, dan merawat keluarga serta kepentingan  mereka setelah mereka menemui ajal;
7. Amru bil ma ‘ruf dan memberikan nasihat;
8. Nahyu ‘anil munkar dan memboikot pelaku kemungkaran;
9.  Berbekal ilmu dan ma’rifah bagi setiap muslim dan muslimah dalam berbagai sisi kehidupan sesuai dengan kondisi;
10. Melakukan muamalah yang baik dan menjaga kesempurnaan perilaku dengan akhlak  yang utama;
11. Memperhatikan kesehatan tubuh dan menjaga kebaikan indra, serta
12. Solidaritas sosial (yang timbal balik) antara peraimpin dan rakyat, berupa ri’ayah (dari sang pemimpin) dan ketaatan (dari rakyat) pada waktu yang bersamaan.
Oleh karena itu, seorang muslim dituntut untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban ini dan bangkit dengannya sebagaimana yang telah dirinci oleh nizham qur’ani. Dalam hal ini seorang muslim tidak boleh mengabaikannya. Kewajiban-kewajiban ini telah diungkap dalam Al-Qur’an Al-Karim, dijelaskan dengan sederhana dan praktis oleh amal perbuatan Nabi Muhammad saw., para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan. Setiap amalan menguatkan dan menegaskan adanya salah satu prinsip dari teori-teori yang ada dalam nizham ini untuk diwujudkan dan memberikan nilai guna bagi manusia dengan hasil-hasil dan atsar-atsar-nya.
IV. DAULAH ISLAMIYAH YANG PERTAMA
Di atas pondasi sistem sosial qur’ani yang utama inilah tegak daulah islamiyah pertama. Mengimaninya dengan kuat, melaksanakannya dengan cermat dan menyebarkannya ke seluruh alam. Sampai-sampai Sang Khalifah Pertama (Abu Bakar Ash-Shiddiq) pernah mengatakan, “Seandainya tali kekang untaku hilang, tentu akan kudapatkan di dalam Kitab Allah.” Beliau juga memerangi para pembangkang yang tidak mau membayar zakat dan mengategorikan mereka sebagai orang-orang yang sudah murtad karena telah mengingkari salah satu rukun dari rukun-rukun yang ada dalam sistem ini.
وَاللَّهِ لَوْ مَنَعُونِى عِقَالاً كَانُوا يُؤَدُّونَهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَقَاتَلْتُهُمْ عَلَى مَنْعِهِ
“Demi Allah, seandainya mereka mencegahku (untuk mengeluarkan zakatnya) anak unta yang dulu pernah dilaksanakan Rasulullah, tentu aku akan memerangi mereka dengan pedang yang tergenggam di tanganku.”
Kesatuan makna dan fenomena yang ada di sistem tadi, melingkupi seluruh pranata umat yang baru tumbuh ini. Oleh karenanya, kesatuan sosial Islam itu bersifat utuh dan menyeluruh, yang tergambar dalam integralitas sistem dan bahasa Al-Qur’an. Kesatuan politik juga bersifat utuh dan menyeluruh di bawah naungan Amirul Mukminin, dan di bawah kibaran panji khilafah di pusat pemerintahan. Fikrah islamiyah bukan hanya terpusat pada aspek kemiliteran, baitul maal, atau pada landasan kewajiban para pemimpin, karena semuanya beramal dengan landasan akidah yang satu dan instruksi umum yang satu pula.
Prinsip-prinsip qur’ani menolak sistem paganisme mistis di Jazirah Arab dan Persia, kemudian menggusurnya. la menolak konsep Yahudi sang penipu, mengungkungnya dalam wilayah yang sempit, serta mengikis habis dominasi keagamaan dan politiknya. la juga melawan dominasi Nasrani, sehingga pengaruhnya terbatas hanya di dua benua Asia dan Afrika, kemudian meluas ke benua Eropa di bawah naungan pemerintahan Romawi Timur di Konstantinopel. Saat itulah kewenangan politik dan spiritual daulah islamiyah memusatkan perhatian pada dua benua besar ini (Asia-Afrika) dan berusaha menaklukkan benua yang ketiga (Eropa) dengan memerangi Konstantinopel dari arah timur dan mengepungnya sampai berhasil. Pengaruh Islam juga merambah Barat dengan menaklukkan Andalusia (Spanyol), bahkan pasukannya yang perkasa bisa meluaskan pengaruh sampai jantung kekuasaan Perancis dan sebelah barat laut Italia. la kemudian mendirikan negara kuat yang kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan dan peradaban. Setelah itu disempurnakanlah “petualangan” ini dengan ditaklukkannya Konstantinopel, yang dengannya terkungkunglah Nasrani di tempat yang sempit di pusat Eropa ini. Pengaruh Kesultanan Islam bertambah luas sampai melingkupi wilayah yang ada di Laut Merah dan Laut Tengah, sehingga keduanya menjadi “Laut Islam”. Dengan begitu, kekuatan Islam berhasil rnemegang kendali laut di Barat dan di Timur, sehingga otoritas kekuasaannya meliputi daratan dan lautan dari barat hingga timur.
Umat Islam telah melakukan hubungan dengan bangsa-bangsa lain dan telah berhasil mengambil banyak pelajaran dari peradaban mereka. Itu semua dimungkinkan dengan adanya filter berupa kekuatan iman dan kekokohan sistem nilainya, sehingga mereka berhasil mempola dan mengkondisikan peradaban-peradaban itu sesuai dengan bahasa dan agama, dengan keindahan dan dinamika ajaran Islam yang mulia. Memang umat Islam dibolehkan mengambil pelajaran dari peradaban-peradaban itu semuanya tanpa harus berpengaruh terhadap komitmen keislamannya, tidak pula terhadap kesatuan sosial dan politiknya.
V. FAKTOR-FAKTOR PENGHANCUR EKSISTENSI DAULAH ISLAMIYAH
Kendati telah memiliki kekuatan dan kekuasaan yang luas, namun faktor-faktor penghancur rupanya juga telah menyusup ke sela-sela kehidupan umat qur’ani ini. Unsur perusak itu tumbuh membesar, mengakar, dan semakin kuat sehingga mampu merobek-robek bangunan besar ini dan mengikis habis pusat daulah islamiyah. Penghancuran yang pertama pada abad ke-6 hijriyah oleh Bangsa Tartar dan yang kedua pada abad ke-14 hijriyah. Dua peristiwa pengancuran ini telah mewariskan kondisi umat yang bercerai-berai, Mereka hidup di negara-negara kecil yang sulit untuk menuju kesatuan dan bangkit kembali.
Faktor-faktor penghancur itu adalah:
1.  Pergolakan politik, fanatisme kesukuan, perebutan kekuasaan, dan ambisi terhadap kedudukan. Sebenarnya Islam telah memberikan peringatan keras agar menjauhi semua itu dan menyuruh umatnya zuhud dalam masalah kekuasaan serta tidak memalingkan pandangan kepada perusak bangsa dan penghancur negara.
وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu serta bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46)
Islam juga berwasiat agar kita selalu berupaya menjaga ke-ikhlasan hanya untuk Allah, baik ucapan maupua amal perbuatan, serta berusaha memalingkan diri dari kecintaan terhadap pangkat dan pujian.
2. Pertentangan agama dan madzhab. Banyak dari kita yang lari dari agama sebagai sistem ideologi dan amal menuju ungkapan-ungkapan filsafat yang mati, tiada bermakna, dan sama sekali tidak aplikatif. Kita telah mengabaikan Kitab Allah dan sunah Rasul-Nya, jumud dan ta ‘ashub terhadap pendapat dan perkataan, senang berdebat dan adu argumentasi. Semuanya itu adalah perkara-perkara yang Islam menyuruh kita untuk mewaspadai dan bahkan melarangnya dengan sangat. Sampai-sampai Rasulullah bersabda:
مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلَّا أُوتُوا الْجَدَلَ
“Tidaklah suatu kaum tersesat setelah datangnya petunjuk, kecuali jika mereka senang berdebat.”(Tirmidzi)
3. Tenggelam dalam aneka bentuk kemewahan dan kenikmatan, respek terhadap pemenuhan kesenangan dan syahwat. Sampai-sampai hal ini begitu berpengaruh terhadap para petinggi pemerintahan kaum muslimin pada banyak masa yang tidak terjadi pada penguasa selain mereka. Padahal mereka membaca dengan seksama firman Allah:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Al-lsra’: 16)
4.  Terjadinya transformasi kekuasaan kepada bangsa non Arab, seperti Persia, kemudian Dailim, bangsa Mamaluk, Turki dan yang lainnya dari bangsa-bangsa yang belum mengenyam Islam dengan penghayatan yang benar, dan hati-hati mereka juga belum disinari dengan cahaya Al-Qur’an, karena kesulitan di dalam memahami maknanya. Padahal mereka membaca firman Allah ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagimu. Mereka suka menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami) jika kamu memahaminya.” (Ali Imran: 118)
5.  Mengabaikan ilmu-ilmu terapan, ilmu-ilmu kauniyah serta membuang-buang waktu dan potensi untuk bergelut dengan aneka filsafat yang bersifat teoritis serta ilmu fiktif yang tak bermakna. Padahal Islam telah menganjurkan kepada mereka untuk melihat alam, memikirkan rahasia-rahasia penciptaan, dan berjalan di muka bumi untuk kemudian merenungkan kalam Allah:
قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Katakanlah, “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.” (Yunus: 101)
6.  Banyak penguasa yang lengah oleh kekuasaanya, tertipu oleh kekuatannya dan tidak memeperhatikan perkembangan sosial bangsa-bangsa selain mereka. Sehingga mereka terlampaui oleh yang lain dalam hal kesiapan dan kehebatan, sementara mereka tidak menyadari ketertipuannya. Padahal Al-Qur’an menyuruh mereka untuk senantiasa tetap dalam kebangunan dan mewaspadai sifat alpa. Al-Qur’an mengkategorikan orang-orang yang alpa itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat dari itu.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Sungguh Kami masukkan ke neraka jahannam banyak dari golongan jin dan manusia, mereka mempunyai hati tapi tidak digunakan untuk berpikir, mempunyai mata tapi tidak digunakan untuk melihat dan mempunyai telinga tapi tidak digunakan untuk mendengar, mereka itu ibarat binatang ternak, bahkan lebih sesat. Dan mereka-mereka itu adalah orang yang lupa.” (Al-A’raf: 179)
7. Tertipu oleh tipu daya musuh-musuhnya, kagum kepada amal perbuatan dan fenomena-fenomena kehidupan mereka, serta terdorong untuk taklid terhadap apa yang mereka perbuat yang sesungguhnya berbahaya dan tidak mendalangkan manfaat. Padahal, Islam melarang meniru mereka, memerintahkan tampil beda dengan mereka, menjaga pilar-pilar kekuatan umat, serta mewaspadai bahaya taklid. Sampai-sampai Qur’an memberikan ultimatum,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir setelah kamu beriman.” (Ali lmran: 100)
Pada ayat yang lain Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menaati orang-orang kafir itu niscaya rnereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi.”(Ali Imran: 149)
VI. PERGOLAKAN POLITIK
1. Upaya-upaya Penghancuran Umat Islam
Faktor-faktor penghancur ini beroperasi di dalam tubuh daulah islamiyah dan umatnya. Bangsa-bangsa yang pernah kalah (baca: bangsa Barat) menduga akan terbukanya kesempatan bagi mereka untuk mengikis habis Daulah Islamiyah yang dulu pernah menaklukkan negaranya dan mengubah seluruh identitas atau bahkan menghilangkannya dalam segala aspek kehidupan. Meluncurlah bangsa Tartar bak air bah untuk menghancurkan daulah islamiyah. Mereka memotong-motong tulang-belulang daulah ini bagian demi bagian, dan akhirnya bisa sampai ke Baghdad, ibu kota Khilafah Abasiyah dan menginjakkan kaki-kaki mereka di depan mata Khalifah Al-Mu’tashim. Saat itu keutuhan daulah terbengkalai, ikatan khilafah untuk pertama kalinya tercerai-berai dan bangsa yang besar ini terpecah-pecah menjadi negara-negara kecil. Setiap kabilah mempunyai amirul mu’minin dan singgasana ke-amir-an sendiri-sendiri.
Kaum Nasrani memusatkan perhatiannya ke Eropa. Mereka mengkonsolidasikan semua kekuatan untuk menyerang bangsa Timur yang muslim di wilayah Asia dan Afrika dengan tujuh gelombang perang salibnya yang melibatkan para prajurit, raja-raja, dan pembesar-pembesar terbaiknya. Kekuatan-kekuatan aneksator ini berhasil mengupayakan tegaknya “Negara Salib” di Baitul Maqdis dan menakut-nakuti seluruh bangsa Islam di Barat dan di Timur. Serangan terhadap Mesirlah yang dinilai paling kuat pada saat itu.
2. Kemenangan yang Beruntun
Allah tidak pernah mengizinkan kemenangan al-bathil atas al-haq berkelanjutan. Mesir kala itu berhasil mengumpulkan potensi dari negara-negara kecil di sekitarnya dan secara bersama-sama mereka menghancurkan kaum salib di bawah pimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi. Baitul Maqdis pun berhasil direbut dan berhasil pula menunjukkan kepada mereka bagaimana kemenangan kaum muslimin di Hittin (tahun 583 H.). Di bawah pimpinan Adh-Dhahir Bibris, kaum muslimin melawan bangsa Tartar dan berhasil menyingkirkan mereka di Ain Jaluut (tahun 658 H.). Saat itulah khilafah tegak kembali. Setelah itu rupanya Allah menghendaki tegaknya sebuah negara Islam yang teduh, kokoh dan kuat, yakni daulah yang bisa menghimpun aspirasi bangsanya dan mereka bernaung di bawah kibaran panjinya. Ketinggian cita karsa ini enggan berhenti begitu saja, kecuali harus dilanjutkan dengan memerangi kaum Nasrani di kandang mereka sendiri. Akhirnya, ditaklukkanlah Konstantinopel. Dengan demikian, pengaruh kekuasaan kita pada saat itu membentang dari pusat Eropa sampai Wina. Dialah daulah Utsmaniyah.
3. Benih-benih Kebangkitan Eropa
Daulah islamiyah di bawah panji dinasti Utsmaniyah (Ottoman) merasa tenteram dengan kekuasaannya. Mereka merasa puas, bahkan cenderung mengabaikan apa saja yang terjadi di sekitarnya. Sebaliknya, Eropa yang telah disinari cahaya Islam dari Barat melalui Andalusia dan dari Timur lewat Perang Salib, tidak pernah meluangkan kesempatan dan tidak pernah lalai untuk mengambil pelajaran berharga dari kasus-kasus itu. Mereka terus-menerus menghimpun kekuatan dan bergabung di bawah panji dari orang-orang kulit putih yang berada di negara-negara kunci di sana. Setelah itu mereka berhasil menciptakan ‘arus Barat’ dalam rangka memerangi Islam, menyebarkan desas-desus fltnah dalam barisan kaum muslimin Andalusia, dan mengadu domba mereka. Sampai akhirnya, kaum muslimin berhasil dipukul mundur ke belakang laut, yakni ke daratan Afrika Utara. Sebagai penggantinya berdirilah negara Spanyol yang kuat. Eropa terus menerus memperkuat posisinya, menghimpun kekuatan, serta berpikir dan belajar dari peristiwa demi peristiwa. Mereka melakukan ekspansi, merambah setiap negeri dan menemukan wilayah-wilayah baru. Penemuan benua Amerika adalah hasil kerja dari pelayaran orang-orang Spanyol. Penemuan negara Hindia adalah jerih payah negara Portugal.
Demikianlah, seruan-seruan pembaharuan (Eropa, edt.) itu berlangsung dan para tokoh pembaharu pun bermunculan serta berinteraksi dengan ilmu alam dan aneka pengetahuan yang produktif dan mendatangkan manfaat. Gerakan-gerakan pembaharuan ini mencapai puncaknya pada pembentukan rasa kebangsaan (Nasionalisme) fanatik dan berdirinya negara kuat, yang semua itu bertujuan untuk merobek-robek eksistensi daulah islamiyah, yang pada waktu itu memang sudah dikapling-kapling oleh Eropa dan dimusuhi oleh negara-negara selain Eropa yang ada diAfrika dan Asia.
Negara-negara kuat ini bersekutu dengan bentuk persekutuan yang seringkali mengarah kepada derajat pengkultusan.
4. Serangan Baru
Pengaruh Eropa semakin mencengkeram, dengan maraknya berbagai penemuan dan proyek pelayaran melanglang buana sampai pada ujung ufuk yang paling jauh. Bahkan, mereka sampai kepada mayoritas negara muslim yang sedang berkembang, seperti India dan wilayah-wilayah yang ada di sekelilingnya. Mereka mulai berusaha dengan sungguh-sungguh untuk merobek-robek keutuhan negara muslim yang luas nan kuat, Untuk itu mereka menetapkan berbagai macam proyek, terkadang dengan dalih mengentaskan problem bangsa-bangsa Timur atau dengan dalih membagi warisan dari “The Sick Man” (Eropa menyebut kesultanan Turki yang baru dihancurkan). Setiap negara memanfaatkan kesempatan, mencari-cari sebab yang tidak masuk akal, dan seterusnya berusaha menyerang negara peninggalan yang memang sudah tidak punya nyali dan kekuatan ini. Akhirnya, wilayahnya pun berhasil dicabik-cabik atau bisa dihancurkan eksistensinya dari satu sisi. Serangan ini terus berlangsung dalam waktu yang panjang, sampai akhirnya wilayah-wilayah Islam itu terpisah dari daulah Utsmaniyah dan jatuh ke tangan penguasa Eropa, seperti Maroko dan Eropa Utara. Sementara itu banyak negara non muslim yang semula di bawah wilayah kekuasaan daulah Utsmaniyah mendapatkan kemerdekaan, seperti Yunani dan negara-negara di semenanjung Balkan.
Skenario terakhir dalam pergolakan ini adalah Perang Dunia I tahun 1914-1918, yang berakhir dengan kehancuran Turki dan sekutu-sekutunya. Dengan begitu, terbukalah kesempatan yang luas bagi dua negara kuat di Eropa (Inggris dan Perancis) dan tetangganya, yakni Italia. Mereka pun mencengkeramkan kukunya di atas warisan besar berupa bangsa-bangsa muslim dan memperluas kekuasaannya dengan nama yang bermacam-macam, seperti penjajahan, pemakmuran, wasiat (untuk merawat negeri-negeri muslim itu) dengan pembagian sebagai berikut:
1. Afrika Utara (Mauritania, Aljazair, dan Tunisia) adalah jajahan Perancis. Mereka memasukinya dengan menyusup lewat wilayah prestisius yang bernama Thonja dan lewat daerah penjajahan Spanyol di Maroko.
2.  Tripoli (Libya) dan Birqah merupakan jajahan Italia. Italia tidak ingin menyisakan sesuatu pun dari peninggalan-peninggalan Islam di sana. Mereka memaksa mengubah kewarganegaraan penduduk setempat dengan kewarganegaraan Italia dan menyebut Libya dengan sebutan Italia Selatan. Mereka menyerang negara ini bersama keluarga-keluarga yang lapar kekuasaan dan manusia-manusia yang bermental serigala.
3.  Mesir dan Sudan di bawah kekuasaan Inggris. Tidak ada satu pun di antara keduanya yang punya kewenangan mengatur negaranya sendiri.
4. Palestina merupakan jajahan Inggris. Inggris dengan kewenangannya menjual Palestina kepada bangsa Yahudi. Kemudian mereka mendirikan negara Zionis Israel di sana.
5.   Syiria merupakan jajahan Perancis.
6.   Iraq menjadi jajahan Inggris.
7. Hijaz, sebuah pemerintahan yang lemah dan rapuh, yang menunggu bantuan dan terikat dengan perjanjian-perjanjian palsu dan tidak berdasar.
8.  Yaman, sebuah negara marginal. Rakyatnya miskin dan selalu terancam oleh perang dari setiap tempat, setiap saat.
9.  Sisa dari bagian negara-negara Arab yang lain berupa emirat yang kecil-kecil, di mana paraamir-nya hidup di bawah perlindungan konsul-konsul Inggris. Mereka mengambil makan dari penjualan gadis-gadis. Dalam dada mereka berkobar api kedengkian dan kebencian, ditambah lagi dengan janji-janji dan syarat-syarat berat yang diputuskan oleh negara-negara sekutu kepada penguasa jazirah, yakni Raja Syarif Husain. Konon, janji itu adalah mereka mau membantu demi kemerdekaan bangsa Arab dan menopang berdirinya kekhilafahan Arab.
10.Iran dan Afghanistan, adalah pemerintahan yang mengalami chaos politik berkepanjangan. Dia diperebutkan oleh berbagai ambisi dari setiap tempat oleh berbagai golongan. Suatu saat dia berada dalam perlindungan umat ini (kaum muslimin) dan di saat yang lain di bawah yang lainnya.
11. India, dia adalah jajahan Inggris.
12. Turkistan dan negara-negara kecil yang ada di sekitarnya adalah jajahan Rusia.   Mereka hidup sengsara karena adanya tekanan dari penguasa komunis.
Selain yang tersebut di atas tadi, ada kondisi lain di mana minoritas muslim tersebar di banyak negara, tidak diketahui lagi negara mana yang menjadi rujukan dan berkewajiban melindunginya. Adakalanya sebuah pemerintahan yang masih setia mengangkat senjata melawan pemerintah setempat dalam rangka mempertahankan identitas keislamannya, seperti kaum muslimin di Ethiopia, China, negara-negara di semenanjung Balkan, serta negara-negara di Afrika Tengah, Selatan, Timur dan Barat.
Dengan kondisi seperti inilah Eropa memenangkan pergolakan politik dan melampiaskan semua ambisinya untuk menghancurkan imperium muslim, melenyapkan daulah islamiyah dan meminggirkannya dari percaturan politik negara-negara besar di pentas dunia.
5. Menuju Kekuatan Baru
Permusuhan yang berkobar serta pelampiasan hawa nafsu dengan aneka perjanjian dan keterikatan ini sangat menyesakkan dada dan membelenggu jiwa. Umat ini pun bangkit menuntut kemerdekaannya, berjuang mengembalikan kebebasan dan harga dirinya. Karena inilah mereka kemudian menyalakan api perlawanan. Turki bergolak, Mesir memberontak, umat Islam di Irak dan Syiria juga turut bergerak. Berkali-kali terjadi pemberontakan di Palestina dan kota-kota di Maroko. Kesadaran jiwa ini ternyata muncul di mana-mana. Dengan cara ini bangsa-bangsa muslim sampai kepada kemerdekaan dan pengembalian hak-hak sebagaimana yang mereka inginkan. Turki merdeka dengan batas teritorial baru. Mesir dan Irak menjadi dua negara yang independen. Di Hijaz dan Nejd berdiri kerajaan Arab Saudi. Syiria hampir memperoleh pengakuan akan kemerdekaannya (Setelah itu Syiria benar-benar memperoleh kemerdekaan. Negara-negara di dunia pun mengakuinya dan Perancis kemudian hengkang dari sana. Demikian pula, seluruh negara Arab setelah itu juga memperoleh kemerdekaan). Palestina berhasil memukau pandangan dunia dengan perjuangannya.
Semua ini menunjukkan bahwa kaum muslimin telah meniti langkah-langkah brilian —meski perlahan tapi pasti— menuju sasaran mulia yang hendak mereka raih, yakni merebut kemerdekaan, mengembalikan kemuliaan, dan membangun kembali kedaulatan mereka. Kendati langkah-langkah ini pada awalnya menuju nasionalisme sempit —di mana setiap bangsa menuntut haknya untuk merdeka sebagai sebuah bangsa yang independen dan banyak dari para penyeru kebangkitan ini yang melalaikan fikrah tentang wihdah— maka akhir dari langkah-langkah ini -tidak bisa tidak- adalah terwujudnya persatuan dan kembalinya umat Islam sebagai negara yang menyatu, yang menghimpun berbagai bangsa muslim di seluruh dunia, mengibarkan panji Islam, dan mengumandangkan dakwahnya, karena di dunia ini tidak ada satu pun bangsa yang bisa dipersatukan sebagaimana dipersatukannya kaum muslimin dengan kesatuan bahasa, kesamaan dalam hal kepentingan-kepentingan (material dan spiritual), senasib sepenanggungan, dan cita-cita yang sama.
6. Perang Baru
Negara-negara Eropa telah menyelesaikan perang dunia. Sementara benih-benih kedengkian dan permusuhan masih tertanam di dalam dada mereka. Tibalah saatnya digelar muktamar perdamaian dan gencatan senjata, yang hal ini dinilai banyak negara sebagai suatu pukulan telak dan kegagalan yang memilukan, sampai kemunculan berbagai sistem pemikiran baru dan mabda’-mabda’ fanatisme yang sangat ekstrim. Tidak bisa dipungkiri, hal ini akan membuahkan pertentangan baru dan peperangan dahsyat yang akan memecah belah persatuan dan kesatuan mereka. Inilah saatnya mereka kembali kepada jati diri kebenaran dan menghalau kezhaliman.
Tibalah kesempatan sekali lagi bagi umat Islam untuk merapatkan barisan, menghimpun kesatuan, menyempurnakan kebebasan dan kemerdekaan, serta mengembalikan negara dan kesatuannya di bawah kibaran panji amirul mu ‘minin.
وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin serta menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi.” (Al-Qashash: 5)
VII. PERGOLAKAN SOSIAL
Peradaban Baru
Bangsa Barat telah berhubungan dengan Islam dan umatnya; di Timur melalui Perang Salib dan di Barat mereka bertetangga dengan Bangsa Arab di Spanyol. Manfaat hubungan ini tidak sekedar perasaan yang kuat atau adanya persatuan dan kesatuan politis saja, tetapi juga membuahkan kebangunan jiwa dan pemikiran serta teraksesnya berbagai ilmu dan pengetahuan. Oleh karenanya, terjadilah kebangkitan yang meluas di bidang seni dan pemikiran. Pihak gereja berusaha menghalau fenomena ini dengan segala kekuatan yang dimilikinya. Para seniman dan cendekiawan harus merasakan berbagai siksaan. Mereka harus berhadapan dengan Mahkamah Pemeriksaan dan dimusuhi oleh negara dan bangsa.
Namun, semua itu ternyata tidak berguna. Ajaran-ajaran gereja tidak mampu bertengger di atas hakikat dan konvensi keilmuan. Bergemalah kebangkitan intelektual yang mau tidak mau negara dan masyarakat harus menoleh ke sana. Gereja tetap bersikeras menentangnya sampai akhirnya terjadilah pertentangan antara gereja dan negara. Sejak saat itu masyarakat Barat melepaskan diri secara total dari segala pengaruh gereja. Mereka mengusir para pendeta dari campur tangan mereka di berbagai lapangan kehidupan untuk mendiami tempat-tempat ibadah saja dan memaksa Paus menetap di Vatikan. Orang Barat membatasi kerja para pendeta hanya pada aspek kehidupan yang sempit, mereka tidak boleh keluar dan mencurahkan perhatian selain pada aspek itu, Kristen bagi masyarakat Eropa hanya tinggal sebagai warisan historis, sebagai sarana untuk mendidik kaum primitif dan rakyat yang bodoh. Selain itu, fungsi agama (Kristen) adalah sebagai sarana penjajahan dan pemenuhan kepentingan-kepentingan politis.
Pengaruh perkembangan ilmu di kalangan bangsa Eropa semakin besar, medan penelitian dan penemuan pun semakin meluas. Akibatnya hasil produksi semakin berlipat, yang membawa kehidupan masyarakat menuju era industialisasi. Hal itu merambah ke semua sisi kehidupan, bersamaan dengan berdirinya negara adikuasa dan pelebaran sayap kekuasaannya ke semua negara dan semua wilayah.
Dunia begitu antusias menanggapi kemajuan bangsa Eropa. Kepada merekalah ditumpahkan segala sesuatu. Banyak dana dari berbagai tempat diinvestasikan ke sana. Oleh karenanya, secara aksiomatik yang menggejala—setelah itu—adalah tegaknya gaya hidup dan peradaban ala Eropa di atas pondasi pemberangusan nilai-nilai agama dari kehidupan masyarakat, khususnya yang menyangkut masalah negara, peradilan, dan pendidikan. Tirani Materialisme dijadikan ukuran dalam segala hal. Sebagai konsekuensi logis dari hal itu, fenomena peradaban menjadi ‘material minded’ dan cenderung menghancurkan semua ajaran agama samawi. Peradaban ini secara diametral bertentangan dengan asas-asas yang telah digariskan oleh Islam yang telah membangun paradigma peradabannya dengan bertumpu pada kesesuaian antara spiritual dan material.
Di antara fenomena umum yang menandai bangkitnya peradaban Eropa adalah:
1.  Atheisme, keraguan akan adanya Allah, mengingkari alam ruh, melupakan balasan akhirat, dan terpaku pada batas-batas alam materi yang terlihat mata saja.
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (Ar-Ruum: 7)
2.  Permissivisme (paham serba boleh) dan Hedonisme (paham memburu kesenangan) dalam pemenuhan kelezatan, menempuh segala cara untuk memburu kemewahan, membebaskan semua keinginan dunia dari batas-batasnya, memenuhi semua ambisi syahwat (baik syahwat perut maupun kemaluan), melecehkan kedudukan wanita dengan aneka bentuk fitnah dan rayuan, tenggelam dalam berbagai tindak kriminal yang menghancurkan jasad dan akal, serta mengikis tatanan keluarga dan memberangus kebahagiaan rumah tangga.
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ
“Orang-orang kafir itu bersenang-senang di dunia dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Neraka adalah tempat tinggal mereka.” (Muhammad: 12)
3.  Munculnya watak egois di kalangan individu. Setiap orang tidak menginginkan  kecuali hanya untuk kebaikan dirinya. Dalam hal tingkatan sosial, setiap kasta (golongan) merasa lebih tinggi dan berambisi untuk mendapatkan keuntungan lebih dari yang lain. Dalam skala bangsa, setiap kaum bersikap fanatik dengan sukunya, cenderung meremehkan pihak lain, dan berusaha untuk mencaplok suku yang paling lemah.
4. Maraknya sistem ekonomi ribawi dan pembenaran (legitimasi) terhadap keberadaannya secara hukum. Budaya riba ini bahkan dijadikan sebagai asas dalam interaksi sosial, Pada saat yang sama, mereka merancang berbagai bentuk produk perbankan yang ribawi kemudian memasyarakatkannya secara intensif di tengah warga.
Fenomena gaya hidup ‘material oriented’ di masyarakat Eropa ini telah membuahkan kerusakan jiwa, dekadensi moral, dan membubungnya angka kriminalitas dari waktu ke waktu. Dari situ problem-problem kemasyarakatan semakin banyak, aliran-aliran sesat bermunculan, dan mengakibatkan terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang merusak. Tatanan ekonomi, sosial, dan politik mengalami kegoncangan serta tidak pernah mapan dalam satu kondisi. Negara terpecah-pecah menjadi kelompok-kelompok dan partai-partai. Bangsa-bangsa yang ada saling menjatuhkan demi pemenuhan ambisidan memperturutkan kedengkian. Sampai di sini, peradaban modern telah menunjukkan kegagalannya dalam memberikan jaminan ketenteraman hidup kepada masyarakat manusia. Mereka telah gagal memberikan rasa aman dan damai serta tidak mampu membahagiakan manusia, walau telah terbuka bagi mereka berbagai hakekat ilmu dan pengetahuan serta mengalirnya aneka kekayaan dan kemewahan. Peradaban ini telah gagal, meskipun dalam batas-batas tertentu dia bisa memapankan kekuatan dan kekuasaan bagi negara-negara pengikutnya di muka bumi. Namun, itu pun belum lagi berlangsung satu abad.
VIII. TIRANI MATERIALISME DI KALANGAN NEGARA-NEGARA MUSLIM
Bangsa Eropa telah bekerja sungguh-sungguh dalam upaya menggemakan gelombang kehidupan materialis —dengan sikap dan perilakunya yang rusak serta virus-virusnya yang mematikan— ke seluruh negara muslim yang berada dalam genggaman mereka. Mereka menjerumuskan penduduknya menjadi sejelek-sejelek kepribadian dalam rengkuhan kekuasaan penjajah. Sementara itu, mereka tetap memperhatikan untuk memanfaatkan unsur-unsur kemaslahatan dan kekuatan dari berbagai ilmu, pengetahuan, industri, dan peraturan yang ada pada diri umat ini bagi kepentingan mereka sendiri.
Mereka menetapkan strategi ini dengan sangat rapi, dibantu oleh pakar politik dan ditopang oleh kekuatan militer, sehingga tercapailah apa yang mereka kehendaki. Mereka merayu para pembesar kaum muslimin untuk mau berhutang dan melakukan perjanjian dengan mereka. Mereka memudahkan dan memberikan jalan yang lapang menuju hal itu. Sebagai imbalannya, mereka berhasil memperoleh hak investasi ekonomi dan memasok negara-negara muslim dengan harta kekayaan, proyek-proyek ekonomi melalui perusahaan-perusahaan mereka. Mereka berhasil mengendalikan perilaku ekonomi seperti yang mereka kehendaki dan melipatgandakan laba serta kekayaan yang besar. Setelah itu mereka akan semakin leluasa mengubah kaidah-kaidah pendidikan, hukum pemerintahan dan peradilan, serta mempola sistem politik dan perundang-undangan sampai pada peradaban kita, persis seperti pola mereka, bahkan terkadang negara muslim yang paling kuat sekalipun.
Mereka berhasil memasukkan wanita-wanita seronok, khamrsandiwara, tempat-tempat dansa, diskotik, novel, koran, legenda, cerita-cerita fiksi dan komedi mereka yang sarat dengan misi ke dalam negeri-negeri muslim. Mereka melegitimasi berbagai tindak kriminal yang sebelumnya tidak diperbolehkan di negara mereka sendiri. Kehidupan dunia yang hiruk pikuk dan tiada menentu, yang dipenuhi dengan noda dan dilingkupi oleh dosa ini, mereka jadikan sebagai sesuatu yang indah di mata kalangan bawah kaum muslimin yang tertipu, di mata para orang kaya, para pengendali opini umum, kalangan selibritis, dan para pemegang tampuk kekuasaan.
Tidak hanya itu, mereka juga mendirikan sekolah-sekolah dan institut-institut keilmuan dan kebudayaan di negara-negara muslim. Hal ini bertujuan untuk menanamkan dalam diri pemudanya rasa ragu dan mengingkari keyakinannya, minder (inferior) dengan identitas keislamannya, meremehkan agama dan negara, melepaskan diri dari warisan budaya dan ideologi serta mengagungkan apa saja yang berbau Barat. Mereka yakin bahwa semua yang datang dari Barat adalah tipe ideal dalam hidup ini.
Di sekolah-sekolah ini, para siswa hanya terdiri dari anak-anak kelas menengah ke atas. Hal ini memang sudah direncanakan khusus untuk mereka, karena anak-anak ini adalah anak-anak para pembesar dan penguasa, yang setelah itu merekalah pemegang tampuk kepemimpinan bangsa dan negara.
Jika di institut-institut lokal ini dirasa belum sempurna, maka lewat pengiriman tugas belajar ke luar negerilah yang akan menjamin kesempurnaannya. Invasi sosial yang rapi sekaligus kejam ini berhasil dengan gemilang. Sebuah invasi yang begitu mengena di dalam jiwa, melekat di hati, lama rentang waktunya, dan kuat sekali pengaruhnya. Hal ini jauh lebih berbahaya daripada invasi politik maupun militer.
Sebagian umat Islam sangat keterlaluan dalam ketidakberdayaannya di depan peradaban Barat ini, sehingga mereka rela melepaskan shibghah islamiyah-nyaSampai-sampai Turki pun berani menyatakan diri sebagai negera non muslim dan berkiblat tanpa reserve kepada Barat dalam setiap yang mereka perbuat. Imanullah Khan, seorang raja Afghanistan berusaha melakukan hal serupa. Namun, upaya ini justru mengakibatkan dia turun dari tahtanya. Di Mesir, fenomena taklid kepada Barat ini juga semakin memuncak dan menjadi-jadi. Sampai-sampai salah seorang yang menjadi penentu kebijakan di sana berani terang-terangan mengeluarkan pernyataan bahwa tidak ada jalan lain untuk maju kecuali harus mengambil peradaban Barat seluruhnya, yang buruk ataupun yang baik, yang pahit atupun yang manis, yang disenangi atau yang dibenci dan yang dipuji ataupun yang dicela.
Dengan cepat peradaban seperti ini menjalar dari Mesir ke negara-negara tetangganya sampai ke Maroko, dan “kesucian” nya pun dipuja-puja setinggi langit sampai seantero Hijaz.
Dilihat dari sejauh mana negara-negara muslim tercemari oleh peradaban Barat dan tirani Materialismenya, kita bisa bagi menjadi tiga klasifikasi:
1.  Negara-negara yang tercemari secara menyeluruh sampai pada menyangkut hal-hal yang bersifat ritual dan spiritual. Di antara negara-negara yang seperti ini adalah Turki dan Mesir. Naungan fikrah islamiyah telah terpisahkan dari fenomena-fenomena sosial. Fikrah islamiyah telah disingkirkan; hanya boleh didengungkan di masjid, pojok-pojok ruangan, tempat-tempat kumuh, dan diacuhkan oleh perkembangan.
2.  Negara-negara yang tercemari peradaban ini dalam hal-hal yang formal dan birokratis, tetapi tidak sampai mempengaruhi hal-hal yang bersifat spiritual. Negara seperti ini antara lain Iran, Maroko, dan Afrika Utara.
3.  Negara-negara yang tidak terimbas oleh peradaban Barat kecuali kelompok tertentu dari kalangan intelektual dan penguasanya saja, bukan kalangan umum dan rakyatnya. Contoh negara seperti ini adalah: Syiria, Irak, Hijaz (baca: Saudi Arabia), bagian-bagian jazirah Arab, dan kerajaan-kerajaan Islam kecil yang lain.
Kendati demikian, gelombang itu menyebar secepat kilat sampai di tempat-tempat yang belum terjamah sebelumnya dan menyentuh jiwa anggota masyarakat di seluruh tingkatan sosial. Musuh-musuh Islam berhasil menipu kaum intelektual muslim.    Mereka juga meletakkan tabir penghalang di depan mata umat manusia dengan cara menggambarkan Islam dengan gambaran yang parsial, dalam masalah-masalah yang menyangkut akidah, ibadah, dan akhlak, kemudian dibandingkan dengan ritual-ritual mistik, khurafat dan fenomena-fenoman keagamaan yang kering tak jelas sumbernya. Tipu daya mereka ini didukung oleh kebodohan kaum muslimin terhadap agama mereka, sehingga sebagian besar mereka merasa senang, tenteram, dan puas dengan persepsi ini. Demikianlah persepsi inimelekat begitu lama di kalangan mereka, sampai sulit rasanya memahamkan salah seorang di antara mereka bahwa Islam adalah sebuah sistem sosial sempurna yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
Dengan bukti itu kita bisa mengatakan bahwa peradaban Barat dengan prinsip-prinsip materialisnya telah berhasil memenangkan sebuah pergolakan sosial melawan peradaban Islam dengan serangkaian landasan yang kokoh, menyeluruh, serta menyentuh aspek spiritual dan material secara bersamaaan. Lebih tragis lagi kemenangan peradaban barat ini justru terjadi di bumi Islam, dalam sebuah peperangan habis-habisan yang taruhannya adalah jiwa, ruh, akidah, dan akal pikiran kaum muslimin, sebagaimana peradaban itu telah jaya di medan politik dan militer. Memang tidak perlu heran dalam hal ini, karena fenomena-fenomena kehidupan itu utuh tidak terpotong-potong. ‘Kekuatan’ adalah kekuatan di dalam fenomena kehidupan itu semuanya dan ‘kelemahan’ juga demikian halnya.
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
“Dan masa (kemenangan atau kehancuran) itu Kami gilirkan antara manusia (agar mereka mengambil pelajaran).” (Ali Imran: 140)
Meski pada hakekatnya, prinsip-prinsip dan ajaran Islam itu tetap kuat eksistensinya, merambah ke seluruh penjuru, tumbuh subur, dan dinamis. Dia berhasil menarik simpati dengan ketakjuban dan keindahannya. la akan senantiasa demikian karena Islam itu adalahhaq, Kehidupan manusia tidak mungkin bisa tegak dengan sempurna tanpa Islam. Mengapa? Karena Islam merupakan produk ilahi dan senantiasa berada dalam pemeliharaan-Nya.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami yang menurunkan A!-Qur’an, dan Kami pula yang akan menjaganya.” (AI-Hijr: 9)
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, meski orang-orang kafir membencinya.” (At-Taubah: 32)
Kebangkitan
Sebagaimana halnya invasi politik berpengaruh dalam menumbuhkan semangat rasialisme, maka tirani sosial juga akan merangsang bangkitnya fikrah islamiyah, sehingga bergemalah suara-suara yang menuntut untuk kembali kepada Islam, memahami hukum-hukumnya, dan merealisasikan sistemnya. Sudah barang tentu hari itu kian dekat, suatu hari di saat istana peradaban Barat akan runtuh tepat mengenai kepala para pengikutnya. Saat itulah mereka akan merasakan bara kegersangan spiritual yang menyala-nyala dalam hati dan jiwanya. Mereka tidak akan mendapatkan makanan, obat, dan kesembuhan kecuali mulia ini, yakni Al-Qur’an.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ . قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (Yunus; 57-58)
IX. DAKWAH KAMI, DAKWAH KEBANGKITAN DAN PENYELAMATAN
1. Warisan Tugas Berat
Demikianlah wahai para aktivis Ikhwan, Allah berkenan mewariskan kepada kita tugas berat yang sarat dengan beban. Allah berkehendak memunculkan cahaya dakwah kalian di tengah-tengah kegelapan ini, dan Dia menyiapkan kalian sebagai generasi yang akan meninggikan kalimat-Nya, memenangkan syariat-Nya, dan menegakkan daulah-Nya kembali.
وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Dan sungguh Allah akan menolong orang yang membela (agama)-Nya. Sesungguhnya, Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.” (AI-Hajj: 40)
2. Sasaran-sasaran Umum Dakwah Kami
Apa yang kita inginkan wahai Ikhwan? Apakah kita ingin menumpuk harta, padahal ia adalah kenikmatan yang cepat sirna? Ataukah kita menginginkan kedudukan, padahal ia sesuatu yang tidak abadi? Ataukah kita menghendaki kekuasaan di muka bumi?
إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ
“Sesungguhnya bumi ini milik Allah, diwariskan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.” (AI-A’raf: 128)
Sedangkan kita telah membaca firman Allah swt:
تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Qashash: 83)
Sungguh, Allah Maha Menyaksikan bahwa kami tidak menginginkan hal itu. Bukan karena hal itu kami beramal dan bukan itu pula tujuan dakwah kami. Namun perhatikanlah selalu, bahwa ada dua sasaran asasi yang ingin kita capai:
1.  Agar negara muslim merdeka dari setiap dominasi asing. Hal itu merupakan hak asasi bagi setiap manusia. Tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang yang zhalim lagi durhaka, atau para penjajah durjana.
2.  Agar tegak di negara ini sebuah daulah islamiyah merdeka yang menerapkan hukum Islam, merealisasikan sistem sosial-nya, mendeklarasikan prinsip-prinsipnya yang lurus, dan menyampaikan dakwahnya yang bijak kepada seluruh manusia. Selama daulah ini belum tegak, maka seluruh kaum muslimin berdosa. Mereka bertanggung jawab di hadapan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung, karena pengabaian mereka untuk menegakkannya dan keengganan mereka untuk mewujudkannya. Di antara kedurhakaan manusia dalam kondisi yang tidak menentu ini adalah saat tegak sebuah daulah yang menggemakan prinsip-prinsip zhalim, menyerukan misi-misi kejam, dan tiada seorang pun yang berupaya menegakkan daulah kebenaran, keadilan, dan kedamaian. Kita ingin merealisasikan dua sasaran ini di lembah sungai Nil (baca: Mesir), di negara-negara Arab, dan di setiap negara yang telah disejahterakan oleh Allah dengan akidah islamiyah, karena Islam merupakan agama, kemasyarakatan, dan akidah yang mempersatukan seluruh pemeluknya.
3. Sasaran-sasaran Khusus Dakwah Kami
Setelah dua sasaran umum di atas, ada sasaran khusus bagi kita, di mana tidak mungkin dapat tegak masyarakat islami yang sempurna, kecuali dengan merealisasikan keduanya. Ketahuilah wahai Ikhwan bahwa enam puluh persen penduduk Mesir hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan bisa dibilang kesejahteraannya lebih rendah dari pada binatang sekalipun. Agar bisa mendapatkan makanan yang cukup, mereka harus bekerja sangat berat.
Mesir terancam oleh kelaparan yang mematikan, dan pada saat yang sama dia juga harus menghadapi berbagai kerumitan masalah ekonomi Tiada yang tahu bagaimana akhirnya selain Allah.
Di Mesir terdapat 320 buah perusahaan asing yang memonopoli segala kepentingan umum dan kebutuhan pokok rakyat di seluruh penjuru negeri. Pusat-pusat bisnis, industri-industri hulu, dan sumber-sumber ekonomi penting semuanya berada di tangan para investor asing. Kepemilikan kekayaan dengan cepat berpindah dari penduduk pribumi kepada mereka.
Sementara itu, Mesir termasuk deretan pertama negara di dunia yang banyak menderita wabah penyakit dan hama. Lebih dari sembilan puluh persen penduduk Mesir menderita kelemahan fisik, cacat indrawi, dan berbagai macam penyakit lainnya. Hingga kini, Mesir juga masih tergolong negara dengan angka buta huruf yang besar, tidak sampai dua puluh persen penduduknya yang bisa menikmati bangku sekolah, Hal ini terbukti, lebih dari lima ratus ribu penduduknya hanya sampai pada pendidikan dasar, yang targetnya hanya agar bisa baca-tulis (setara dengan kejar paket A dan B di Indonesia, edt.).
Angka kriminalitas juga meningkat drastis, sampai-sampai penjara-penjara yang ada di sana mengalumnikan para napi lebih banyak daripada lulusan yang dialumnikan oleh sekolah-sekolah yang ada. Dalam bidang pertahanan, hingga kini Mesir belum berhasil membentuk pasukan militer yang handal.
Data-data dan gambaran di atas ternyata juga dijumpai di rata-rata negara muslim. Oleh karena itu, sasaran kalian adalah berbuat untuk membenahi kurikulum pendidikan dan pengajaran, memerangi kemiskinan, kebodohan, memberantas penyakit, mengikis tindak kriminal, dan membentuk sebuah masyarakat ideal yang loyal kepada syari’at Islam.
4. Perangkat Umum Dakwah Kami
Bagaimana kita bisa sampai kepada sasaran-sasaran ini? Khutbah, tulisan, materi pelajaran, ceramah, identifikasi penyakit dan pemberian obat, itu saja belum cukup dan tidak akan berarti. Itu semua tidak akan bisa merealiasikan tujuan dan tidak sampai pada sasaran yang diinginkan. Namun, dakwah mempunyai wasail (perangkat) yang harus dipegangi dan dilaksanakan. Perangkat umum dakwah yang kita pegangi dalam hal ini tidak mungkin akan berubah atau diganti dan tidak akan bisa terlepas dari tiga masalah berikut:
1. Iman yang dalam,
2. Takwin (pembentukan pribadi muslim) yang jeli, dan
3. Amal yang berkesinambungan.
Inilah perangkat umum kalian wahai Ikhwan! Yakinlah dengan fikrah kalian, berhimpunlah di bawah naungannya, beramallah untuknya, dan teguhlah dalam memegang prinsipnya.
5. Perangkat Tambahan
Selain perangkat umum, masih ada perangkat tambahan yang juga harus dipegang dan dilaksanakan. Ada wasail yang bersifat negatif dan ada yang positif, ada yang sesuai dengan adat kebiasaan ada pula yang keluar dari tradisi, bertentangan, dan bahkan berseberangan. Ada perangkat lunak, ada pula perangkat keras. Kita harus mempersiapkan diri untuk menghasung dan menyiapkan semua perangkat ini, sehingga ada jaminan keberhasilan. Kadang-kadang kita dituntut berseberangan dengan tradisi dan adat kebiasaan, keluar dari aturan dan kondisi yang biasa ada dan telah dikenal oleh manusia. Memang, dakwah ini pada hakekatnya tidak lain adalah keluar dari tradisi, mengubah adat kebiasaan dan kondisi (dari yang buruk menuju yang baik). Siapkah kalian wahai Ikhwan, untuk melakukan itu semua?
6. Penggembosan
Sebagian besar manusia akan bertanya, “Apa yang anda maksudkan dengan perangkat ini? Apa perannya dalam membangun umat dan memperbaiki masyarakat dengan berbagai problem yang ada di dalamnya dan dengan status quo yang di sana terkandung berbagai kerusakan? Bagaimana mungkin kalian akan bisa membenahi masalah ekonomi dengan tidak berlandaskan riba? Apa yang bisa kalian perbuat dalam memecahkan problem kewanitaan? Bagaimana mungkin kalian akan mendapatkan hak tanpa punya kekuatan dan otoroitas?
Ketahuilah wahai Ikhwan, aneka bisikan syetan selalu diluncurkan ke dalam angan-angan para penyeru perbaikan. Sungguh, Allah akan menghapus bisikan syetan ini, kemudian menggantinya dengan menggariskan ayat-ayat-Nya. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Katakan kepada mereka, bahwa sejarah telah bercerita kepada kita tentang kisah bangsa-bangsa terdahulu dan bangsa-bangsa sekarang dengan ibrah (hikmah) dan pelajaran yang ada di dalamnya. Bangsa yang bersikeras ingin hidup tidak mungkin akan mati.
7. Kendala-kendala di Jalan Kami
Saya ingin berterus-terang kepada kalian bahwa dakwah yang kita emban ini belum banyak diketahui orang. Nanti, di saat mereka telah mengetahui dan memahami tujuan dan sasarannya, niscaya akan terjadi pemusuhan dan penentangan dari mereka. Di depan kalian akan terbentang berbagai kesulitan dan kalian akan menemui banyak kendala. Saat itu berarti kalian telah memulai meniti jalan para aktivis dakwah yang sesungguhnya. Kini kalian masih belum dikenal. Kalian baru masuk pada fase persiapan untuk memasuki jalan dakwah dan merealiasikan tuntutannya, berupa jihad dan perjuangan.
Kebodohan umat akan hakekat Islam merupakan batu sandungan di jalan kalian. Kalian akan mendapatkan sebagian ahli agama dan ulama ‘resmi’ yang merasa asing dengan pemahaman kalian terhadap Islam, bahkan kemudian mereka ingkar terhadap wajibnya jihad di atas jalan ini. Para penguasa, pemimpin, dan pengambil kebijakan akan menaruh kebencian terhadap kalian. Semua bentuk pemerintahan yang ada akan berseberangan dengan kalian. Setiap rezim (penguasa) akan berusaha memandulkan aktivitas kalian dan menebar duri-duri penghalang di jalan kalian.
Para pemberangus akan berupaya dengan berbagai cara untuk melawan dan memadamkan lentera dakwah kalian. Untuk itu, mereka akan meminta bantuan para penguasa yang lemah, dengan moralitasyang rapuh dan meminta bantuan kepada tangan-tangan yang bisa mengulurkan bantuan kepada mereka, sementara kepada kalian mereka selalu berpikir negatif dan memusuhi. Semua orang akan menaburkan debu-debu syubhat (keragu-raguan) dan berbagai tuduhan keji terhadap dakwah kalian. Mereka akan berusaha mengaitkannya dengan setiap kekurangan dan menampakkannya kepada manusia dengan sejelek-jelek gambaran. Mereka lakukan itu semua atas nama kekuatan dan kekuasaan, serta bernaung di bawah harta kekayaan dan jabatan.
يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut-mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupuyn orang-orang kafir tidak menyukai.” (At-Taubah: 32)
Tidak bisa dipungkiri, dengan kondisi seperti itu kalian akan memasuki medan ujian dan cobaan yang berat. Kalian akan dipenjara dan ditahan, diusir, dan dideportasi. Kepentingan-kepentingan kalian akan dikebiri, kalian akan diberhentikan dari pekerjaan, dan rumah-rumah kalian akan digeledah dan diawasi. Ujian dan cobaan ini kemungkinan akan sangat panjang rentang waktunya.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi?” (AI-Ankabut: 2)
Akan tetapi, Allah berjanji akan memenangkan para mujahid dan memberikan balasan berharga bagi para aktivis dakwah yang telah berbuat ihsan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah Aku tunjukkan kepada kalian suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih? …
Maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-nnusuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.” (Ash-Shaff: 10,14)
8. Faktor-faktor Keberhasilan
Di atas berbagai kendala ini, kita harus sebutkan satu hal bahwa kita berdakwah dengan dakwah Allah, dan itu merupakan dakwah yang tertinggi. Kita menyeru dengan fikrah islamiyah, sebuah fikrah yang terkuat. Kita suguhkan kepada manusia syariat Al-Qur’an dan itu merupakan syari’at yang  paling adil.
صِبْغَةَ اللَّهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ
“Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah?” (AI-Baqarah: 138)
Dunia ini membutuhkan dakwah kita. Segala yang ada di dalamnya akan mendukung dan menyiapkan jalannya. Sementara kita -alhamdulillahberlepas diri dari ambisi-ambisi dan jauh dari kepentingan-kepentingan pribadi. Kita tidak menginginkan kecuali wajah Allah dan kemaslahatan manusia. Kita tidak akan beramal kecuali hanya ingin meraih ridha-Nya. Kita menantikan dukungan dan kemenangan hanya dari Allah. Barangsiapa yang dimenangkan oleh-Nya, maka tak seorang pun yang kan bisa mengalahkannya.
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ مَوْلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَأَنَّ الْكَافِرِينَ لَا مَوْلَى لَهُمْ
“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai pelindung.” (Muhammad: 11)
Oleh karena itu, kekuatan dakwah, kebutuhan manusia akan keberadaannya, kemuliaan tujuan dan dukungan Allah kepada kita, merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan yang tidak mungkin digagalkan oleh kendala apapun dan tidak bisa dihalangi dengan rintangan yang bagaimana pun.
وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-NYa, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”(Yusuf:21)
X. WASIAT
Wahai segenap aktivis Ikhwanul Muslimin, dengarlah! Dengan kata-kata saya ini, saya ingin meletakkan fikrah di depan penglihatan kalian. Barangkali akan terjadi saat-saat sulit yang memisahkan saya dengan kalian semua, sehingga saya tidak bisa lagi berbincang-bincang atau menulis untuk kalian. Saya pesankan kepada kalian hendaknya merenungkan kata-kata saya. Jika memungkinkan, hendaknya dihafal dan agar kalian mau ber-ijtima’ (bersatu) dalam rengkuhannya. Sesungguhnya di balik setiap kata itu terdapat berbagai macam makna.
Wahai ikhwan! Kalian bukanlah perkumpulan sosial, bukan partai politik, dan bukan pula sebuah organisasi temporer yang berorientasi untuk meraih tujuan-tujuan pragmatis tertentu. Namun, kalian adalah ruh baru yang mengalir di hati umat ini, maka ia pun akan menghidupkannya dengan Al-Qur’an. Kalian adalah cahaya baru yang tengah merekah. Cahaya itulah yang menyingkap tabir kegelapan Materialisme dan menggantikannya denganma ‘rifatullahKalian adalah suara yang melengking tinggi dan senantiasa menyenandungkan dakwah Rasulullah saw. Tidaklah berlebihan jika kalian merasa bahwa kalian telah mengemban amanat dakwah ini di saat semua orang tidak sudi melakukannya.
Jika dikatakan kepada kalian, “Ke mana kalian mengajak?” Katakanlah, “Kami mengajak kepada Islam yang diturunkan kepada Muhammad saw. Pemerintahan adalah bagian darinya dan kemerdekaan adalah salah satu (kewajiban) di antara sekian banyak kewajibannya.” Jika dikatakan bahwa pernyataan ini berbau politik, maka katakanlah, “Itulah Islam, dan kami tidak mengenal pemilahan-pemilahan yang parsial seperti itu.”
Jika dikatakan kepada kalian, “Kalian adalah para da’i (penyeru) yang revolusioner”, maka katakanlah, “Kami adalah para da’i (penyeru) kebenaran dan kedamaian. Kami yakin dengan kebenaran itu dan bangga dengan segala atributnya. fika kamu menyatakan perlawanan kepada kami dan menghalangi jalan kami, maka sungguh Allah telah mengizinkan kami untuk membela diri. Dan kamulah sesungguhnya para pemberontak yang lalai.” Jika dikatakan, “Kalian minta perlindungan para tokoh dan lembaga,” maka katakanlah, “Kami beriman kepada Allah saja dan mengkafiri apa saja yang telah engkau persekutukan.” Dan jika mereka kembali dengan permusuhannya, maka katakanlah,
سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ
“Kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil,” (Al-Qashash: 55)
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN
Wahai Ikhwan!
- Berimanlah kepada Allah, milikilah ‘izzah (kewibawaan) dengan ma ‘rifah kepada-Nya, dan bersandarlah kalian hanya kepada-Nya. jangan takut kepada selain Dia, laksanakan apa-apa yang diperintahkan-Nya, dan jauhilah larangan-larangan-Nya.
- Berakhlaklah dengan segala keutamaan dan berpegang teguhlah dengan kebenaran. Jadilah kalian orang-orang yang kuat dengan akhlak, orang-orang yang punya ‘izzah dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kalian berupa keimanan orang-orang mukmin, dan kemuliaan orang-orang yang taqwa lagi shalih.
- Terimalah Al-Qur’an dengan ketekunan mempelajarinya, dan sambutlah sirah Rasulullahyang suci dengan selalu mengingatnya. Jadilah kalian para pelaku amal dan bukan orang-orang yang hanya pintar berdebat. Sungguh, jika Allah memberi hidayah kepada suatu kaum, tentu Dia akan mengilhamkan kepada mereka untuk beramal (merealisasikannya). Tidaklah tersesat suatu kaum setelah datangnya petunjuk, kecuali mereka yang suka berdebat.
- Hendaklah kalian saling mencintai satu sama lain. Jagalah selalu persatuan dan kesatuan, karena ia merupakan rahasia kekuatan dan penentu keberhasilan kalian. Teguhlah dalam prinsip, sampai Allah membukakan al-haq di antara kalian dan di tengah kalian. Dia-lah sebaik-baik pembuka.
- Dengar dan taatilah qiyadah (pemimpin) dalam kondisi sulit maupun mudah, dalam keadaan giat ataupun malas. Itulah syi’ar dari fikrah kalian dan mata rantai hubungan di antara kalian.
- Setelah itu, tunggulah pertolongan dan dukungan Allah. Tidak diragukan lagi, peluang itu pasti datang.
وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ . بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ
“Dan di hari itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa saja yang dikehendaki-Nya dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang,” (Ar-Ruum: 4- 5)
Semoga Allah berkenan memberikan taufiq kepada kita atas apa yang dicintai dan diridhai-Nya, membimbing kita untuk meniti jalan mereka yang terpilih dan mendapatkan petunjuk, menghidupkan kita dengan kehidupan orang-orang yang punya ‘izzah dan sejahtera, serta mematikan kita dengan kematian para mujahid dan syuhada. Sesungguhnya, Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.

1 comment:

  1. Jazakumullah khayran postingannya. Mohon izin saya merangkum beberapa tulisan risalah ikhwan dari blog ini ya (saya sertakan sumbernya juga). Makasi :)

    ReplyDelete