Sunday, December 23, 2018

Hadits Arbain 4: Proses Penciptaan Manusia

الْحَدِيثُ الرَّابِعُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ: «إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ إِلَيْهِ الْمَلَكَ، فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَعَمَلِهِ وَأَجَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ، فَوَاللَّهِ الَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيُدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا» رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.
Dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu yang berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang merupakan orang benar dan dibenarkan berkata kepada kami, "Sesungguhnya salah seorang dari kalian penciptaannya dikumpulkan di perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk air mani, kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu, kemudian menjadi sepotong daging seperti itu, kemudian Allah mengirim malaikat kepadanya lalu malaikat tersebut meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintah dengan empat hal; menulis rezki; amal perbuatan, ajalnya, dan ia orang celaka atau orang bahagia. Demi Dzat yang tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti beramal dengan amal penghuni surga hingga jarak antara dirinya dengan surga ialah satu hasta, kemudian ketetapan mendahuluinya, lalu ia mengerjakan amal penghuni neraka dan ia masuk neraka. Sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti beramal dengan amal penghuni neraka hingga jarak antara dirinya dengan neraka ialah satu hasta, kemudian ketetapan mendahuluinya, lalu ia mengerjakan amal penghuni surga dan ia masuk surga". (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim). [1]

Jamiul Ulum wal Hikam, Syarah Hadits Arbain Ibnu Rajab
Keshahihan hadits di atas disepakati dan diterima umat. Hadits tersebut diriwayatkan Al-A'masy dari Zaid bin Wahb dari Ibnu Mas'ud. Dari jalur yang sama, hadits tersebut diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim di Shahih-nya masing-masing.
Diriwayatkan dari Muhammad bin Yazid Al-Asfathi yang berkata, "Aku bermimpi melihat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seperti yang biasa dilihat orang yang tidur. Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, ada hadits dari Ibnu Mas'ud yang mendapatkannya darimu. Ibnu Mas'ud berkata, 'Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang merupakan orang benar dan dibenarkan bersabda kepada kami'. Dan seterusnya. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Demi Dzat yang tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, sungguh hadits tersebut aku berikan kepadanya'. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda lagi, 'Semoga Allah mengampuni Al A’masy atas hadits yang ia ajarkan. Semoga Allah juga mengampuni orang yang mengajarkan hadits tersebut sebelum Al-A'masy dan orang yangmengajarkan hadits tersebut sesudahnya'". [2])
Hadits bab di atas juga diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud dari jalur lain. Penafsiran sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Sesungguhnya salah seorang dari kalian penciptaannya dikumpulkan di perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk air mani", diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud. Al-A'masy meriwayatkan dari Khaitsamah dari Ibnu Mas'ud yang berkata, "Jika air mani tiba di rahim, ia terbang di setiap rambut dan kuku. Air mani tersebut menetap selama empat puluh hari, kemudian turun ke rahim lalu menjadi segumpal darah. Itulah yang dimaksud dengan kata dikumpulkan". Diriwayatkan Ibnu Abu Hatim dan lain-lain. [3])
Penafsiran katadikumpulkanjuga diriwayatkan dengan makna lain secara marfu’.Ath-Thabrani dan Ibnu Mandah di At-Tauhid meriwayatkan hadits dari Malik bin Al-Huwairits Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya jika Allah Ta'ala ingin menciptakan seorang hamba, maka orang laki-laki menggauli wanita kemudian air maninya terbang ke setiap urat dan organ tubuh wanita tersebut. Pada hari ketujuh, Allah mengumpulkan air mani tersebut dan menghadirkannya kepada semua nasabnya hingga Adam; ‘Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki; Dia menyusun tubuhmu’."(Al-Infithar: 8).
Ibnu Mandah berkata, "Sanad hadits di atas tidak terputus dan terkenal sesuai dengan tulisan Abu Isa, An-Nasai, dan lain-lain". [4])
Ibnu Jarir, Ibnu Abu Hatim, dan Ath-Thabrani meriwayatkan hadits dari Muthahhir bin Al-Haitsam dari Musa bin Ulay bin Rabah dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada kakeknya, “Hai si Fulan, apakah engkau mempunyai anak?" Kakek Musa bin Ulay berkata, "Wahai Rasulullah, mudah-mudahan aku diberi anak; laki laki atau perempuan". Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Anak tersebut mirip siapa?" Kakek Musa bin Ulay berkata, "Dengan siapa sebaiknya ia mirip? Ia mirip ibu atau ayahnya". Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Engkau jangan sekali-kali berkata seperti itu, karena jika air mani telah menetap di rahim, maka Allah menghadirkannya diantara semua nasab antara air mani tersebut dengan Adam. Tidakkah engkau membaca ayat ini, 'Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki; Dia menyusun tubuhmu'. (Al-Infithar: 8). Yang dimaksud dengan menyusunmu ialah memasukkanmu".
Sanad hadits tersebut dhaif. [5]Muthahhir bin Al-Haitsam adalah perawi yang sangat dhaifAl-Bukhari berkata, "Hadits itu adalah hadits yang tidak sah. Muthahhir menyebutkan dengan sanadnya dari Musa bin Ulay dari ayahnya bahwa ayahnya (kakek Musa) baru masuk Islam pada masa kekhalifahan Abu Bakar. Ini artinya ia bukan sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam".
Namun makna di atas diperkuat sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada orang yang berkata kepada beliau, "Istriku melahirkan bayi hitam". Kemudian beliau bersabda, "Barangkali itu bawaan dari nenek moyang".[6])
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Kemudian menjadi alaqah (segumpal darah) seperti itu", maksud dari kata seperti itu ialah empat puluh hari dan alaqah ialah segumpal darah.
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Kemudian menjadi alaqah (sepotong daging) seperti itu", maksud dari seperti itu ialah empat puluh hari dan alaqah ialah sepotong daging.
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi waSallam, "Kemudian Allah mengirim malaikat kepadanya lalu malaikat tersebut meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintah dengan empat hal; menulis rezki, amal perbuatan, ajalnya, dan ia orang celaka atau orang bahagia", menunjukkan bahwa air mani mengalami perubahan selama seratus dua puluh hari dalam tiga tahapan dan masing-masing tahapan adalah empat puluh hari. Pada empat puluh hari pertama bentuknya adalah air mani, pada empat puluh hari kedua air mani berubah menjadi segumpal darah, pada empat puluh hari ketiga segumpal darah berubah menjadi sepotong daging, dan setelah seratus dua puluh hari malaikat meniupkan ruh ke dalamnya dan menulis empat hal baginya.
Perubahan janin dalam tahapan-tahapan tersebut disebutkan Allah di Al-Qur'an dalam banyak tempat, misalnya firman Allah Ta'ala,
"Hai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan, maka sesungguhnya Kami menjadikan kalian dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannyadan yang tidak sempurna, agarKami jelaskan kepada kalian dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktuyang sudah ditentukan". (Al-Hajj: 5).
Allah Ta'ala menyebutkan ketiga tahapan tersebut; setetes air mani, segumpal darah, dan sepotong daging di Al-Qur'an di banyak tempat. Di ayat lain, Allah menyebutkan tahapan yanglain. Allah Ta'ala berfirman,
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati dari tanah Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani di tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain, maka Mahasuci Allah Pencipta Yang Paling Baik". (Al-Mukminun : 12-14).
Pada ayat di atas, Allah Ta'ala menyebutkan tujuh tahapan tentang penciptaan manusia sebelum peniupan ruh ke dalamnya. Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, "Manusia diciptakan melalui tujuh tahapan". Setelah itu, Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma membaca ayat di atas. Ibnu Abbas juga pernah ditanya tentang azl[7])kemudian ia membaca ayat di atas dan berkata, "Seorang pun tidak diciptakan hingga sifat (tahapan) tersebut berlangsung padanya". Di riwayat lain, Ibnu Abbas berkata, "Jiwa tidak mati hingga ia melalui penciptaan seperti itu". [8])
Diriwayatkan dari Rifa'ah bin Rafi' yang berkata, "Umar bin Khaththab, Ali bin Abu Thalib, Az-Zubair, dan Sa'ad dalam kelompok sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam duduk di tempatku. Mereka mengobrol membicarakan azl dan berkata, "Azl tidak apa-apa". Seseorang berkata, "Orang-orang menyangka azl adalah penguburan kecil jiwa dalam keadaan hidup-hidup". Ali bin Abu Thalib berkata, "Azl tidak dinamakan penguburan jiwa dalam keadaan hidup-hidup hingga jiwa tersebut menjalani tujuh tahapan; tahapan saripati dari tanah, kemudian tahapan setetes air mani, kemudian tahapan segumpal darah, kemudian tahapan sepotong daging, kemudian tahapan tulang-belulang, kemudian tahapan daging, kemudian tahapanpenciptaan yang lain". Umar bin Khaththab berkata kepada Ali bin Abu Thalib, "Engkau berkata benar. Semoga Allah memperpanjang usiamu". Diriwayatkan Ad-Daruquthni di Al-Mu'talaf wal Mukhtalaf.[9])
Sejumlah fuqaha' membolehkan wanita menggugurkan kandungan (aborsi) selagi ruh belum ditiupkan ke dalamnya dan mereka menjadikannya seperti azl. Itu pendapat lemah, karena janin telah menjadi anak dan bisa jadi janin tersebut telah terbentuk, sedang dalam azl, anak sama sekali belum terbentuk dan azl hanya untukmencegah terjadinya anak, bahkan bisajadi kejadian anak tidak bisa dicegah oleh azl sekalipun jika Allah menghendakinya seperti disabdakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika beliau ditanya tentang azl,
"Kalian tidak apa-apa melakukan azl, karena azl bukan jiwa yang telah dilahirkan kecuali Allah menciptakannya".[10])
Sahabat-sahabatku menegaskan bahwa jika air mani telah berbentuk segumpal daging, wanita tidak boleh menggugurkannya, karena ia telah menjadi bayi. Ini berbeda dengan segumpal darah yang belum berbentuk apa-apa dan bisa jadi tidak bisa berubah menjadi bayi.
Di sebagian riwayat Ibnu Mas'ud disebutkan tulang-belulang dan bahwa proses terjadinya tulang itu selama empat puluh hari. Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ali bin Zaid yang berkata, aku dengar Abu Ubaidah berkata, Abdullah berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya air mani berada di rahim selama empat puluh hari utuh seperti aslinya tanpa berubah. Setelah empat puluh hari, air mani tersebut berubah menjadi segumpal darah, kemudian sepotong daging selama itu pula, kemudian berubah menjadi tulang-belulang selama itu pula. jika Allah berkehendak menyempurnakan penciptaannya, Dia mengutus malaikat kepada tulang-belulang tersebut, dan seterusnya". [11])
Diriwayatkan dari Ashim dari Abu Wail dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallaliahu Alaihi wa Sallam yang bersabda, "Sesunggulrnya jika air mani telah menetap di rahim, ia berada di dalamnya selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi segumpal darah selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi tulang-belulang selama empat puluh hari, kemudian Allah membungkus tulang-belulang dengan daging".[12])
Riwayat Imam Ahmad menunjukkan bahwa janin tidak dibungkus dengan daging kecuali setelah seratus enam puluh hari. Ini jelas kekeliruan tanpa diragukan, karena setelah seratus dua puluh hari ruh ditiupkan ke janin tersebut tanpa ada keraguan di dalamnya seperti akan disebutkan. Ali bin Zaid tidak lain adalah Ibnu Jud'an yang tidak bisa dijadikan hujjah. Hadits Hudzaifah bin Usaid menunjukkan bahwa penciptaan daging dan tulang terjadi pada awal empat puluh kedua. Di Shahih Muslim disebutkan hadits dari Hudzaifah bin Usaid dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda, “Jika air mani telah melewati empat puluh dua malam, Allah mengirim malaikat kepadanya, kemudian malaikat tersebut membentuk air mani tersebut dan menciptakan pendengaran, penglihatan, kulit, daging, dan tulang-belulangnya. Setelah itu, malaikat berkata, 'Tuhanku, bayi ini laki-laki atau perempuan?' Tuhanmu pun memutuskan sesuai dengan yang Dia kehendaki dan malaikat menulisnya. Malaikat berkata, 'Tuhanku, ajalnya?' Tuhanmu pun memutuskan sesuai dengan yang Dia kehendaki dan malaikat menulisnya. Malaikat berkata, 'Tuhanku, rezkinya?' Tuhanmu pun memutuskan sesuai dengan yang Dia kehendaki dan malaikat menulisnya. Setelah itu, malaikat keluar dengan membawa lembaran di tangannya tanpa menambah apa yang diperintahkan dan tidak pula menguranginya".[13])
Tekstual hadits di atas menunjukkan bahwa pembentukan janin dan penciptaaan pendengaran, penglihatan, kulit, daging, dan tulangnya terjadi pada awal empat puluh hari kedua. Ini menghendaki pada empat puluh hari kedua, janin telah menjadi daging dan tulang.
Sebagian ulama menafsirkan bahwa jika air mani telah menjadi segumpal darah, malaikat membaginya ke dalam beberapa bagian; menjadikan sebagiannya sebagai kulit, daging, dan tulang, kemudian empat hal di atas (rezki, amal, dll) ditentukan sebelum pembentukan janin tersebut. Penafsiran seperti itu bertentangan dengan tekstual hadits. Justru tekstual hadits menjelaskan bahwa malaikat membentuk air mani dan membentuk bagian-bagian tersebut. Bisa jadi, penciptaan pendengaran dan lain-lain itu bersamaan dengan pembentukan dan pembagian air mani ke dalam beberapa bagian sebelum adanya daging dan tulang. Juga bisa jadi itu terjadi di sebagian janin dan tidak di semua janin.
Hadits Malik bin Al-Huwairits di atas juga menunjukkan bahwa pembentukan juga terjadi pada air mani pada hari ketujuh, karena Allah Ta'ala berfirman,
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengardanmelihat. "(Al-Insan: 2).
Sejumlah ulama salaf menafsirkan bahwa yangdimaksud dengan kata amsyaj pada ayat di atas ialah urat-urat yang ada di dalamnya. Ibnu Mas'ud berkata, "Amsyaj ialah urat-urat". [14])
Para dokter menyebutkan hal yang sinkron dengan hal di atas. Mereka berkata, jika air mani telah berada di rahim, maka buih terjadi padanya selama enam atau tujuh hari. Pada hari-hari tersebut, air mani dibentuk tanpa meminta bantuan dari rahim kemudian meminta bantuan kepadanya. Setelah itu, permulaan benang-benang dan titik terjadi selama tiga hari. Terkadang maju satu hari atau mundur satu hari. Setelah enam hari - tepatnya lima belas hari sejak air mani menjadi segumpal darah -, darah mengalir ke semuanya kemudian menjadi sepotong daging, kemudian organ-organ tubuh terlihat dengan jelas, sebagian organ tubuh menghindari bersentuhan dengan organ tubuh lainnya, dan kelembaban jaringan saraf di tulang punggung menjadi panjang. Sembilan hari kemudian, kepala melepaskan diri dari kedua pundak serta ujung tangan dan ujung kaki dari jari-jari dengan jelas di sebagian organ tubuh dan dengan tidak jelas di organ tubuh lainnya.
Mereka berkata lagi, batas minimal pembentukan janin laki-laki di janin tersebut ialah tiga puluh hari dan batas pertengahan pembentukan janin ialah tiga puluh lima hari. Bisa jadi, pembentukannya selama empat puluh lima hari.
Mereka menambahkan, di antara bayi-bayi yang diaborsi tidak ada bayi laki-laki yang sempurna sebelum tiga puluh hari atau bayi perempuan sempurna sebelum empat puluh hari.
Itu sesuai dengan fakta yang ditunjukkan hadits Hudzaifah bin Usaid tentang penciptaan pendengaran, penglihatan, dan lain-lain pada empat puluh hari kedua, dan perubahan segumpal darah menjadi daging juga pada empat puluh hari kedua.
Sebagian ulama menafsirkan hadits Ibnu Mas'ud bahwa janin kemungkinan besar pada empat puluh hari pertama masih berbentuk air mani, pada empat puluh hari kedua berbentuk segumpal darah, pada empat puluh hari kedua berbentuk sepotong daging kendati penciptaan dan pembentukannya telah sempurna. Di hadits Ibnu Mas'ud tidak disebutkan waktu pembentukan janin. [15])
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud sendiri yang menunjukkan bahwa pembentukan janin bisa terjadi sebelum empat puluh hari ketiga. Asy-Sya'bi meriwayatkan dari Al-qamah dari Ibnu Mas'ud yang berkata, "Jika air mani telah-berada di rahim, malaikat datang kepada air mani tersebut dan mengambilnya dengan telapak tangan. Malaikat berkata, 'Tuhanku, air mani ini diciptakan atau tidak?' Jika dikatakan, tidak diciptakan, maka air mani tersebut tidak menjadi jiwa dan dibuang oleh rahim-rahim. Jika dikatakan, diciptakan, malaikat berkata, 'Tuhanku, laki-laki atau perempuan? Celaka atau bahagia? Bagaimana ajalnya? Bagaimana jejaknya? Di mana ia meninggal?' Ditanyakan kepada air mani tersebut, 'Siapa Tuhanmu?' Air mani menjawab, 'Allah.' Ditanyakan kepada air mani, 'Siapa yang memberimu rezki?' Air mani menjawab, 'Allah.' Dikatakan kepada malaikat, 'Pergilah engkau ke Kitab, niscaya engkau menemukan di dalamnya kisah tentang setetes air mani tersebut.' Setetes mani tersebut pun diciptakan, hidup di ajalnya, makan rezkinya, dan menginjak jejaknya. Ketika ia sampai pada ajalnya, ia pun mati kemudian dimakamkan". Setelah itu, Asy-Sya'bi membaca firman Allah Ta'ala", Hai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan, maka sesungguhnya Kami menjadikan kalian dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna". (Al-Hajj: 5). Kata Ibnu Mas'ud lagi, "Jika segumpal telah berubah menjadi sepotong daging, maka pada penciptaan keempat, sepotong daging tersebut dibalik kemudian menjadi jiwa. Jika sepotong daging tersebut tidak diciptakan, maka sepotong daging tersebut dicampakkan rahim dalam bentuk darah. Jika diciptakan, maka berubah menjadi jiwa". Diriwayatkan Ibnu Abu Hatim dan lain-lain.[16])
Atsar di atas juga diriwayatkan dari jalur lain dari Ibnu Mas'ud bahwa pembentukan tidak terjadi sebelum delapan puluh hari. As-Sudi meriwayatkan dari Abu Malik dan dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas, dan dari Murrah Al-Hamdani dari Ibnu Mas'ud, dan dari sejumlah sahabat-sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang firman Allah Ta'ala, "Dialah yang membentuk kalian di rahim sebagaimana dikehendaki-Nya", (Ali Imran: 6) bahwa jika air mani telah berada di rahim, air mani tersebut menyebar ke tubuh selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi sepotong daging selama empat puluh hari. Jika sepotong daging tersebut telah diciptakan, Allah mengirim malaikat untuk membentuknya. Malaikat pun datang dengan membawa tanah di antara kedua telapak tangannya, kemudian mencampurkannya ke sepotong daging, mengaduk tanah tersebut dengan sepotong daging tersebut, dan membentuknya seperti diperintahkan. Malaikat berkata, 'Tuhanku, laki-laki atau perempuan? Celaka atau bahagia? Apa rezkinya? Berapa umurnya? Bagaimana jejaknya? Apa musibahnya?' Allah Tabaraka wa Ta'ala pun berfirman sedang malaikat menulisnya. Jika tubuh tersebut meninggal dunia, ia dimakamkan di tempat tanah tadi diambil". Diriwayatkan Ibnu Jarir di Tafsir-nya. [17]Namun As-Sudi dipermasalahkan. Imam Ahmad mengkritik As-Sudi atas tindakannya mengumpulkan berbagai sanad ke satu tafsir sebagaimana Imam Ahmad dan lain-lain juga atas Al-Waqidi dengan tindakannya mengumpulkan berbagai sanad ke dalam satu hadits.
Banyak sekali kelompok fuqaha' mengambil tekstual riwayat di atas dan menafsirkan hadits Ibnu Mas'ud di bab ini. Mereka berkata, "Batas minimal terlihatnya penciptaan bayi ialah delapan puluh satu hari, karena bayi tidak menjadi sepotong daging kecuali pada empat puluh hari ketiga dan bayi tidak diciptakan sebelum ia menjadi sepotong daging".
Atas dasar itu, sahabat-sahabat kami dan para pemeluk madzhab Syafi'i berkata, "Masa iddah tidak selesai dan ummul walad (budak wanita yang digauli pemiliknya kemudian melahirkan anak) tidak dimerdekakan kecuali dengan (standar) sepotong daging yang telah diciptakan dan batas minimal proses penciptaan dan pembentukan janin ialah delapan puluh satu hari".
Tentang alaqah (segumpal darah), Imam Ahmad berkata, "Alaqah ialah darah di mana penciptaan tidak terlihat padanya". Jika sepotong daging tidak diciptakan, apakah iddah selesai dengannya dan ummul walad diminta melahirkan anaknya? Ada dua pendapat dalam masalah ini dan kedua pendapat tersebut diriwayatkan dari Imam Ahmad. Jika di alaqah (segumpal darah) tidak terlihat tanda-tanda penciptaan, namun samar-samar dan hanya diketahui wanita-wanita yang pengalaman, kemudian wanita-wanita tersebut bersaksi, maka kesaksian mereka diterima. Ini tidak ada bedanya antara setelah empat bulan penuh atau sebelum empat bulan menurut sebagian besar ulama. Itu ditegaskan Imam Ahmad di riwayat tentang penciptaan dari sahabat-sahabatnya. Anak Imam Ahmad, Shalih, meriwayatkan darinya bahwa ruh ditiupkan pada janin setelah berusia empat bulan.
Asy-Sya'bi berkata, "Jika janin diproses pada penciptaan keempat, maka ia berarti tercipta. Oleh karena itu, masa iddah selesai dengannya dan budak wanita dimerdekakan dengannya karena janin telah berusia empat bulan". Hal yang sama diriwayatkan dari Hanbal", Jika ummul walad menggugurkan kandungannya; jika janinnya sempurna, ia menjadi wanita merdeka dan masa iddahhabis dengannya dengan syarat janin masuk pada penciptaan keempat di usia kandungan empat bulan di mana ruh ditiupkan ke dalamnya". Ini menyalahi riwayat sejumlah orang dari Hanbal sendiri. Imam Ahmad berkata di suatu riwayat darinya", Jika penciptaan janin telah terlihat, maka tidak ada perdebatan bahwa wanita dimerdekakan dengannya jika ia budak wanita". Sejumlah orang juga meriwayatkan dari Imam Ahmad tentang alaqah (segumpal darah) jika telah terlihat bahwa alaqah (segumpal darah) tersebut adalah janin, maka budak wanita dimerdekakan dengannya. Ini pendapat An-Nakhai dan ada yang mengatakan bahwa itu juga pendapat Imam Asy-Syafi'i. Di antara sahabat sahabat kami ada yang menolak riwayat tersebut dari Imam Ahmad tentang selesainya masa iddah dengannya. Ini semua karena penciptaan itu mungkin-mungkin saja terjadi pada alaqah(segumpal darah) seperti ditunjukkan hadits Hudzaifah bin Usaid tadi. Hanya saja dikatakan bahwa hadits Hudzaifah menunjukkan bahwa penciptaan itu terjadi jika alaqahtelah menjadi daging dan tulang.Itu bisa terjadi pada empat puluh hari kedua dan bukannya ketika masih menjadi segumpal darah. Pendapat seperti itu perlu dikaji, wallahu a'lam.
Apa yang disebutkan para dokter menunjukkan bahwa alaqah (segumpal darah) sempurna dan bergaris-garis. Sejumlah para dukun bayi/bidan juga bersaksi seperti itu. Hadits Malik bin Al-Huwairits juga menegaskan pembentukan itu terjadi pada saat janin masih berbentuk air mani, wallahu a'lam.
Pembahasan selanjutnya, di hadits Ibnu Mas'ud, ditegaskan bahwa setelah janin berubah menjadi sepotong daging, maka malaikat dikirim kepadanya kemudian menulis empat kalimat; rezki, amal, dan lain-lain, dan meniupkan ruh ke dalamnya. Itu semua terjadi setelah hari ke seratus dua puluh.
Ada perbedaan redaksi riwayat-riwayat hadits tentang urutan penulisan keempat kalimat tersebut dan peniupan ruh. Di riwayat Al-Bukhari di Shahih-nyadisebutkan, "Malaikat dikirim kepadanya kemudian diperintah dengan empat hal kemudian meniupkan ruh ke dalamnya". Di riwayat tersebut terdapat penjelasan bahwa peniupan ruh diakhirkan dari penulisan empat hal. Namun di riwayat yang diriwayatkan Al-Baihaqi di buku Al-Qadr disebutkan, "Kemudian malaikat dikirim lalu malaikat tersebut meniupkan ruh ke dalamnya kemudian diperintah dengan empat hal". Riwayat tersebut menegaskan bahwa peniupan ruh didahulukan daripada penulisan keempat hal tersebut. Ada kemungkinan itu terjadi karena para perawi mengganti riwayat-riwayat mereka dengan makna yang mereka pahami atau yang dimaksudkan ialah pengurutan penjelasan saja. Bukan urutan yang dikhabarkan.
Namun yang jelas, hadits Ibnu Mas'ud menunjukkan bahwa peniupan ruh ke dalam janin dan penulisan malaikat mengenai urusan makhluk itu ditunda setelah empat bulan hingga empat puluh hari yang ketiga selesai. Adapun peniupan ruh, maka diriwayatkan dengan tegas dari para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallambahwa malaikat meniupkan ruh ke dalam janin setelah janin berusia empat bulan seperti ditunjukkan tekstual hadits Ibnu Mas'ud. Zaid bin Ali meriwayatkan dari ayahnya dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu yang berkata, "Jika air mani telah berusia empat bulan, malaikat dikirim kepadanya kemudian malaikat meniupkan ruh ke dalamnya di kegelapan. Itulah yang dimaksud firman Allah Ta'ala,'Kemudian Kami jadikandia makhluk yang lain'. (Al-Mukminun: 14)". Diriwayatkan Ibnu Abu Hatim. Sanad hadits tersebut terputus. [18])
Al-Lalkai meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma yang berkata, "Jika air mani telah berada di rahim, air mani tersebut menetap di dalamnya selama empat bulan sepuluh hari, kemudian ruh ditiupkan ke dalamnya, kemudian air mani tersebut menetap selama empat puluh malam, kemudian malaikat dikirim kepadanya, kemudian malaikat tersebut melubanginya di lubang tengkuk dan menulisnya sebagai orang celaka atau bahagia". [19]) Sanad hadits tersebut perlu diteliti. Dalam atsar tersebut dikatakan bahwa peniupan ruh tertunda hingga empat bulan sepuluh hari.
Imam Ahmad membangun madzhabnya yang diriwayatkan darinya berdasarkan tekstual hadits Ibnu Mas'ud dan bahwa ruh ditiupkan pada janin setelah berusia empat bulan dan jika janin keluar (keguguran) setelah berusia empat bulan maka ia dishalati, karena ruh telah ditiupkan kepadanya kemudian ia mati. Pendapat tersebut juga diriwayatkan dari Sa'id bin Al-Musaiyyib. Pendapat tersebut juga merupakan salah satu pendapat Imam Asy-Syafi'i dan Ishaq. Banyak orang meriwayatkan dari Imam Ahmad yang berkata, "Jika janin telah berusia empat bulan sepuluh hari, maka pada hari kesepuluh tersebut ruh ditiupkan kepadanya dan ia dishalati (jika dilahirkan dalam keadaan mati atau keguguran)". Imam Ahmad juga berkata dalam riwayat Abu Al-Harits darinya, "Janin berbentuk air mani selama empat puluh malam, berbentuk segumpal darah selama empat puluh malam, kemudian berbentuk tulang dan daging. Jika janin tersebut telah berusia empat bulan sepuluh hari, maka ruh ditiupkan ke dalamnya".
Tekstual riwayat di atas menunjukan bahwa ruh baru ditiupkan ke dalam janin ketika janin tersebut berusia empat bulan sepuluh hari seperti juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Sedang riwayat-riwayat sebelumnya dari Imam Ahmad menunjukkan bahwa ruh ditiupkan ke dalam janin pada hari kesepuluh setelah sempurna empat bulan. Itulah yang dikenal/terkenal dari Imam Ahmad. Itu pula yang dikatakan Sa'id bin Al-Musayyib ketika ia ditanya masa iddah cerai karena suami meninggal yaitu empat bulan sepuluh hari", Bagaimana dengan hari kesepuluh (setelah empat bulan)?" Sa'id bin Al-Musaiyyib menjawab", Saat itu, ruh ditiupkan ke dalam janin". [20])
Sedang para dokter, mereka berkata bahwa janin apabila dibentuk pada hari ketiga puluh lima, maka bergerak pada hari ketujuh puluh, dan dilahirkan pada hari kedua ratus sepuluh. Totalnya tujuh bulan dan terkadang maju beberapa hari. Pembentukan dan kelahiran juga terkadang mundur. Jika pembentukan terjadi pada hari keempat puluh lima, bergerak pada hari kesembilan puluh, dan dilahirkan pada hari kedua ratus tujuh puluh hari, maka totalnya sembilan bulan, wallahu a'lam.
Adapun penulisan malaikat, maka hadits Ibnu Mas'ud menunjukkan bahwa itu terjadi setelah empat bulan seperti telah disebutkan sebelumnya. Di Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Anas bin Malik RadhiyallahuAnhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Allah mendelegasikan salah satu malaikat kepada rahim. Malaikat tersebut berkata, "Tuhanku, ini air mani. Tuhanku, ini segumpal darah. Tuhanku, ini sepotong daging'.Jika Allah berkehendak memutuskan penciptaan, malaikat berkata, 'Tuhanku, laki laki atau perempuan? Celaka atau bahagia? Apa rezkinya? Bagaimana ajalnya?' Kemudian itu semua ditulis di perut ibunya".
Tekstual hadits di atas sesuai dengan hadits Ibnu Mas'ud, namun masanya tidak disebutkan di dalamnya. Sedang hadits Hudzaifah bin Usaid menjelaskan bahwa penulisan malaikat terjadi pada awal empat puluh hari kedua. Hadits tersebut juga diriwayatkan Muslim dengan redaksi lain dari Hudzaifah bin Usaid yang mengatakan hadits tersebut dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda, "Malaikat masuk ke air mani setelah berada di rahim selama empat puluh atau empat puluh lima hari. Malaikat berkata, 'Tuhanku, apakah ia celaka atau bahagia?' Kemudian kedua hal tersebut ditulis. Malaikat berkata, 'Tuhanku, apakah ia laki-laki atau perempuan?' Kemudian kedua hal tersebut ditulis. Juga ditulis amal perbuatan, jejak, ajal, dan rezkinya. Setelah itu, buku tersebut dilipat; tidak ditambahkan apa pun ke dalamnya dan tidak pula dikurangi".
Di riwayat Muslim lainnya disebutkan,
"Sesungguhnya air mani berada di rahim selama empat puluh malam kemudian malaikat menemui Allah dan berkata, 'Tuhanku, apakah ia laki-laki atauperempuan?' dan seterusnya".
Di riwayat Muslim lainnya disebutkan, "Sesungguhnya air mani berada di rahim selama empat puluh hari lebih".
Di Musnad Imam Ahmad disebutkan hadits dari Jabir Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,'Jika air mani telah menetap di rahim selama empat puluh hari atau empat puluh malam, malaikat dikirim kepadanya. Malaikat berkata, 'Tuhanku, apakah ia celaka atau bahagia?' Bayi tersebut pun diketahui (celaka atau bahagia)'. [21])
Sebelumnya telah disebutkan riwayat Asy-Sya'bi dari Alqamah dari Ibnu Mas'ud yang tekstualnya menunjukkan bahwa malaikat dikirim ke bayi pada saat masih berbentuk air mani. Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud dari dua jalur lainnya bahwa Ibnu Mas'ud berkata, "Sesungguhnya amal perbuatan anak keturunan Adam diperlihatkan kepada Allah Azza wa Jalla setiap hari, kemudian Allah melihatnya tiga jam. Kemudian rahim-rahim didatangkan kepada Allah dan Dia melihatnya tiga jam. Itulah firman Allah Ta'ala, 'Dialah yang membentuk kalian di rahim sebagaimana dikehendaki-Nya'. (AliImran: 6) dan firman-Nya, Dia memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki'. (Asy-Syura: 49). Kemudian rezki-rezki didatangkan kemudian Dia melihatnya tiga jam. Para malaikat mentasbih Allah selama tiga jam. Itulah kesibukan kalian dan kesibukan Tuhan kalian". Namun di riwayat tersebut, saya tidak melihat usia rahim yang dilihat Allah.
Diriwayatkan dari sejumlah sahabat bahwa penulisan oleh malaikat terjadi pada empat puluh hari kedua. Al-Lalkai meriwayatkan hadits dengan sanadnya dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash yang berkata, "Jika air mani telah menetap di rahim selama empat puluh malam, air mani tersebut didatangi malaikat yang kemudian menarik dan membawanya naik kepada Ar-Rahman Azza wa Jalla. Malaikat berkata, 'Silahkan ciptakan, wahai Pencipta yang paling baik.' Allah menetapkan padanya sesuatu yang Dia kehendaki lalu air mani tersebut diserahkan kepada malaikat tersebut. Malaikat berkata, 'Tuhanku, apakah ia gugur (lahir dalam keadaan mati) atau sempurna?' Allah pun memberi penjelasan kepada malaikat. Malaikat berkata, 'Tuhanku, apakah ajalnya berkurang ataukah sempurna?' Allah pun memberi penjelasan kepada malaikat. Malaikat berkata, 'Tuhanku, apakah ia sendiri atau kembar?' Allah pun memberi penjelasan kepada malaikat. Malaikat berkata, 'Tuhanku, apakah ia laki-laki atau perempuan?' Allah pun memberi penjelasan kepada malaikat. Malaikat berkata, 'Apakah ia celaka atau bahagia?' Allah pun memberi penjelasan kepada malaikat. Malaikat berkata, 'Tuhanku, tentukan rezkinya?' Allah pun menentukan rezki dan ajalnya, kemudian malaikat turun lagi dengan membawa kedua hal tersebut. Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, ia tidak mendapatkan sesuatu dari dunia, melainkan sesuai dengan yang telah dibagikan untuknya". [22])
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Dzar yang berkata, "Sesungguhnya air mani menetap di rahim selama empat puluh malam kemudian malaikat datang kepadanya dan membawanya naik kepada Allah Azza wa jalla. Malaikat tersebut berkata, 'Tuhanku, apakah ia laki-laki atau perempuan?' Allah Azza wa Jalla pun menetapkan apa yang telah ditetapkan. Malaikat tersebut berkata lagi, 'Tuhanku, apakah ia celaka atau bahagia?' Malaikat pun menulis apa yang ia lihat di depannya". Setelah itu, Abu Dzar membaca firman Allah Ta'ala berikut, "Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang di langit dan apa yang di bumi; hanya Allahlah yang mempunyai semua kerajaan dan semua puji-pujian dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Dia-lah yang menciptakan kalian, maka di antara kalian ada yang kaflr dan di antara kalian ada yang beriman dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan. Dia menciptakan langit dan bumi dengan benar dan membentuk rupa kalian kemudian membaguskan rupa kalian dan hanya kepada-Nya-lah tempat kembali". (At-Taghabun: l-3).[23]
Kandungan hadits tersebut sinkron dengan kandungan hadits Hudzaifah bin Usaid. Sebelumnya telah disebutkan dari Ibnu Abbas bahwa penulisan oleh malaikat terjadi empat puluh malam setelah peniupan ruh, namun sanadnya bermasalah/perlu diteliti kembali.
Sebagian ulama mengkompromikan antara hadits-hadits dan atsar di atas dengan hadits Ibnu Mas'ud kemudian menyimpulkan bahwa penulisan terjadi dua kali; bersamaan dengan itu dikatakan salah satunya di langit dan satunya di perut ibunya. Wallahu a'lam, yang jelas penulisan tersebut terjadi hanya sekali. Atau boleh jadi penulisan itu tidak sama di antara janin. Ada janin yang ditulis empat hal untuknya setelah empat puluh hari pertama dan ada janin yang ditulis setelah empat puluh hari ketiga.
Dan dikatakan, bahwa sesungguhnya lafadz "tsamma" pada hadits Ibnu Mas'ud yang dimaksud hanya susunan penjelasan bukan susunan khabar. Wallahu a’lam.
Di antara ulamakhalafadayang menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa penulisan oleh malaikat terjadi pada awal empat puluh hari kedua seperti ditunjukkan hadits Hudzaifah bin Usaid. Ulama tersebut berkata, "Penulisan yang empat oleh malaikat ditunda hingga air mani menjadi sepotong daging pada hadits Ibnu Mas'ud kendati penulisan tersebut disebut dengan kata tsumma (kemudian) agar penyebutan tiga tahapan di mana pada ketiga tahapan tersebut janin mengalami perubahan dari air mani menjadi segumpal darah kemudian menjadi sepotong daging menjadi tidak terputus. Jika ketiga tahapan tersebut disebutkan satu paket itu lebih mengagumkan dan indah. Oleh karena itu, ma'thuf alaih (kata yang disambungkan) diakhirkan, kendati sebagian ma'thuf (kata tempat ma'thuf alaih disambungkan kepadanya) didahulukan atas sebagian yang lain". Ulama tersebut berhujjah dengan firman Allah Ta'ala,
"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kalian pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kalian sedikit sekali bersyukur". (As-Sajdah: 7-9).
Yang dimaksud dengan kata Al-Insan (manusia) pada ayat di atas ialah Adam Alaihis-Salam. Sebagaimana diketahui bahwa pembentukan Adam Alaihis-Salam dan peniupan ruh ke dalamnya terjadi sebelum anak keturunannya dijadikan dari saripati air yang hina (air mani), namun karena yang dikehendaki ialah pemaparan kekuasaan Allah Azza wa jalla di awal penciptaan Adam dan penciptaan keturunannya, maka penyebutan salah satu dari keduanya dihubungkan dengan lainnya dan pembentukan Adam dan peniupan ruh ke dalamnya diakhirkan, kendati hal tersebut disebutkan di tengah-tengah antara penyebutan penciptaan Adam dari tanah dengan penciptaan anak keturunannya, wallahu a'lam.
Dijelaskan di hadits bahwa penulisan oleh malaikat terjadi di antara kedua mata janin. Di Musnad Al-Bazzar disebutkan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhumadari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallamyang bersabda,
'jika Allah telah menciptakan jiwa, malaikat rahim berkata, Tuhanku, apakah ia laki-laki atau perempuan?' Allah pun menetapkan keputusan-Nya kepada jiwa tersebut. Malaikat rahim berkata, 'Tuhanku, apakah ia celaka atau bahagia?' Allah pun menetapkan keputusan-Nya pada jiwa tersebut kemudian ditulis di antara kedua mata jiwa tersebut apa saja yang akan ditemuinya hingga musibah yang menimpanya'.[24])
Hadits tersebut juga diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhumasaja (mauquf) dan tidak dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Hadits Hudzaifah bin Usaid sebelumnya secara tegas menyatakan bahwa malaikat menulis itu semua di lembaran. Bisa jadi, malaikat menulisnya di lembaran dan di antara kedua mata janin sekaligus.
Diriwayatkan bahwa bersamaan dengan penulisan empat hal tersebut juga diciptakan sifat-sifat untuk janin tersebut. Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anhadari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallamyang bersabda,
"Sesungguhnya jika Allah hendak menciptakan makhluk, Dia mengirim malaikat yang kemudian masuk ke dalam rahim. Malaikat tersebut berkata, 'Tuhanku, apa?' Allah pun berfirman, ia laki-laki atau perempuan, atau sesuatu yang dikehendaki Allah untuk diciptakan di rahim. Malaikat tersebut berkata lagi, 'Tuhanku, apakah ia celaka atau bahagia?' Allah berfirman apa yang dikehendaki-Nya. Malaikat berkata, 'Tuhanku, bagaimana dengan ajalnya?' Allah berfirman, Seperti ini dan itu'. Malaikat berkata, Bagaimana dengan penciptaan dan akhlaknya?' Allah berfirman, 'Ini dan itu'. Tidak ada sesuatu apa pun melainkan diciptakan bersama janin tersebut di rahim".
Hadits tersebut diriwayatkan Abu Daud di Al-Qadr dan Al-Bazzar di Musnad-nya. [25])
Kesimpulannya bahwa penulisan oleh malaikat untuk janin di perut ibunya itu bukan penulisan takdir yang sebelumnya telah tertulis untuk manusia yang disebutkan di firman Allah Ta'ala,
"Tidak ada satu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada diri kalian sendiri melainkan telah tertulis di kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya, sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah"(Al-Hadid: 22).
Seperti yang disebutkan di Shahih Muslim dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu Anhuma dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda, "Sesungguhnya Allah telah menentukan takdir-takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi".[26])
Disebutkan di hadits Ubadah bin Ash-Shamit Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda, "Yang pertama kali diciptakan Allah ialah pena. Allah berfirman kepada pena, 'Tulislah'. Kemudian pena itu berjalan (menulis) sesuai dengan apa saja yang akan terjadi hingga Hari Kiamat'.[27])
Sebelumnya telah disebutkan di hadits Ibnu Mas'ud bahwa jika malaikat bertanya tentang keadaan air mani, malaikat tersebut diperintahkan pergi kepada kitab terdahulu (Lauh Mahfudz). Dikatakan kepada malaikat, "Niscaya engkau menemukan di dalamnya kisah tentang air mani tersebut". Banyak sekali nash yang menyebutkan bahwa kitab terdahulu tersebut berisi tentang kecelakaan atau kebahagiaan. Di Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Tidaklah jiwa yang dilahirkan melainkan Allah telah menulis tempatnya di surga atau neraka, dan ditulis sebagai orang celaka atau orang bahagia". Seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah kita mengandalkan kitab kita dan tidak beramal?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Beramallah kalian, karena masing-masing dipermudah sesuai dengan apa yang diciptakan untuknya. Sedang orang-orang yang berbahagia, mereka dipermudah kepada amal perbuatan orang-orang yang berbahagia. Sedang orang-orang yang celaka, mereka dipermudah kepada amal perbuatan orang-orang yang celaka". Setelah itu, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca ayat,
"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga)". (Al-Lail: 5-6). [28]
Di hadits di atas disebutkan bahwa kecelakaan dan kebahagiaan telah ditulis kitab tentang keduanya, ditakdirkan sesuai dengan amal perbuatan, dan masing-masing dipermudah kepada amal perbuatan yang diciptakan untuknya. Amal perbuatan tersebut adalah penyebab kecelakaan dan kebahagiaan.
Disebutkan di Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim hadits dari Imran bin Hushain Radhiyallahu Anhu yang berkata bahwa seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, apakah penghuni surga bisa diketahui dari penghuni neraka?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Ya". Orang tersebut berkata, "Kenapa orang-orang beramal?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Salam bersabda, "Semuanya beramal kepada apa yang diciptakan untuknya – atau kepada apa yang dimudahkan untuknya -".[29])
Hadits semakna diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari berbagai sisi. Sedang hadits Ibnu Mas'ud menyebutkan bahwa kebahagiaan dan kecelakaan itu sesuai dengan amal perbuatan terakhir.
Ada yang mengatakan bahwa sabda NabiShallallahu Alaihi wa Sallam, “Demi Dzat yang tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti beramal dengan amal penghuni surga hingga jarak antara dirinya dengan surga ialah satu hasta, kemudian ketetapan lebih cepat kepadanya lalu ia mengerjakan amal penghuni neraka lalu ia masuk neraka. Sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti beramal dengan amal penghuni neraka hingga jarak antara dirinya dengan neraka ialah satu hasta, kemudian ketetapan lebih cepat kepadanya, lalu ia mengerjakan amal penghuni surga, kemudian ia masuk surga", diambil dari perkataan Ibnu Mas'ud. Demikian juga yang diriwayatkan Salamah bin Kuhail dari Zaid bin Wahb dari Ibnu Mas'ud". [30]) Hadits semakna diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari berbagai sisi.
Disebutkan di Shahih Al-Bukhari hadits dari Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda, "Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu ditentukan dengan akhirnya".[31])
DiShahih Ibnu Hibban disebutkan hadits dari Aisyah Radhiyallahu Anha dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda, "Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu ditentukan oleh perbuatan akhirnya".[32])
Di Shahih Ibnu Hibban juga disebutkan hadits dari Muawiyah yang berkata bahwa aku dengar Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan perbuatan terakhimya seperti bejana. Jika bagian atas bejana tersebut baik, maka baik pula bagian bawahnya. Jika bagian atas bejana tersebut jelek, maka jelek pula bagian bawahnya".[33])
Disebutkandi Shahih Muslim hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda, "Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dalam jangka waktu yang lama dengan amal perbuatan penghuni surga kemudian amal perbuatannya diakhiri dengan amal perbuatan penghuni neraka. Sesungguhnya seseorang beramal dalam jangka waktu yang lama dengan amal perbuatan penghuni neraka kemudian amal perbuatannya ditutup baginya dengan amal perbuatan penghuni surga".[34])
Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda, "Kalian tidak ada salahnya tidak heran pada seseorang hingga kalian melihat bagaimana akhir hayatnya. Sesungguhnya seseorang beramal beberapa lama dari umurnya atau sejenak dari masanya dengan amal shalih; seandainya ia meninggal dunia dalam keadaan seperti itu, ia masuk surga. Tetapi kemudian orang tersebut berubah lalu mengerjakan amal perbuatan buruk. Sesungguhnya seorang hamba pasti beramal sejenak dari masanya dengan amal perbuatan buruk; seandainya ia mati dalam keadaan seperti itu, ia masukneraka. Tetapi kemudian orang tersebut berubah lalu mengerjakan amal shalih".[35])
Imam Ahmad juga meriwayatkan hadits dari Aisyah Radhiyallahu Anha dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda, "Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dengan amal perbuatan penghuni surga, padahal di kitab ia tertulis sebagai penghuni neraka. Menjelang kematiannya, ia berubah lalu beramal dengan amal perbuatan penghuni neraka. Setelah itu, ia meninggal dunia dan masuk neraka. Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dengan amal perbuatan penghuni neraka, padahal di kitab ia tertulis sebagai penghuni surga. Menjelang kematiannya, ia berubah kemudian beramal dengan amal perbuatan penghuni surga. Setelah itu, ia meninggal dunia dan masuk surga".[36])
Imam Ahmad, An-Nasai, dan At-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu Anhuma yang berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam keluar menemui kami dengan memegang dua kitab kemudian bersabda, 'Tahukah kalian tentang dua kitab ini?' Kami menjawab, 'Tidak wahai Rasulullah, kecuali kalau engkau menjelaskannya kepada kami'. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang kitab di tangan kanan beliau, 'Ini kitab dari Tuhan semesta alam. Di dalamnya terdapat nama-nama para penghuni surga, nenek moyang, dan kabilah-kabilah mereka, kemudian disebutkan secara umum tentang orang terakhir mereka. Kitab tersebut tidak menambah mereka dan tidak mengurangi mereka selama-lamanya'. Setelah itu, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang kitab yang ada di tangan kiri beliau, 'Ini kitab dari Tuhan semesta alam. Di dalamnya terdapat nama-nama para penghuni neraka beserta nama-nama nenek moyang dan kabilah-kabilah mereka, dan disebutkan tentang orang terakhir mereka. Kitab tersebut tidak menambah mereka dan tidak mengurangi mereka selama-lamanya'. Sahabat-sahahat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallamberkata, 'Kenapa mesti beramal, wahai Rasulullah, jika segala sesuatu telah diselesaikan?' Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Beristiqamahlah kalian dan mendekatlah kepada kebenaran, karena penghuni surga ditutup dengan amal perbuatan penghuni surga kendati ia mengerjakan amal perbuatan apa pun dan penghuni neraka ditutup dengan amal perbuatan penghuni neraka kendati ia mengerjakan amal perbuatan apa pun'. Setelah itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjulurkan kedua tangan beliau kemudian menarik keduanya dan bersabda, 'Tuhan kalian telah menyelesaikan hamba-hamba-Nya; satu kelompok di surga dan satu kelompok di neraka".[37])
Hadits di atas diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari banyak jalur. Hadits tersebut juga diriwayatkan Ath-Thabrani dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Didalamnya terdapat tambahan,
"Penghuni surga ditutup dengan amal perbuatan penghuni surga dan penghuni neraka ditutup dengan amal perbuatan penghuni neraka kendati ia mengerjakan amal perbuatan apa pun. Bisa jadi, orang-orang yang bahagia dijalankan di jalan orang-orang yang celaka hingga dikatakan, Alangkah miripnya orang-orang yang berbahagia tersebut dengan orang-orang yang celaka'.Bahkan, orang-orang yang bahagia tersebut termasuk dari orang-orang yang celaka. Mereka (orang-orang yang bahagia) ditemukan dengan kebahagiaan kemudian kebahagiaan tersebut menyelamatkan mereka. Bisa jadi, orang-orang yang celaka dijalankan di jalan orang-orang yang bahagia hingga dikatakan, Alangkah miripnya orang-orang celaka tersebut dengan orang-orang bahagia'.Bahkan, orang-orang celaka tersebut termasuk dariorang-orang bahagia. Mereka (orang-orang celaka) ditemukan kecelakaan. Barangsiapa ditulis Allah sebagai orang bahagia di Ummul Kitab, Allah tidak mengeluarkannya dari dunia hingga ia membuatnya beramal dengan amal perbuatan yang membahagiakannya sebelum kematiannya kendati hanya dalam tempo waktu seperti memeras susu unta'.Setelah itu, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Seluruh amal perbuatan itu tergantung dengan akhirnya (diulang dua kali oleh beliau)'.[38])
Al-Bazzar di Musnad-nya [39])juga meriwayatkan hadits semakna dengan hadits di atas dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
DiShahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu Anhu yang berkata, "Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bertemu kaum musyrikin (di medanperang). Di antara sahabat-sahabat beliau terdapat seseorang yang tidak meninggalkan tentara yang sendirian melainkan ia membuntutinya kemudian membunuhnya dengan pedang. Para sahabat berkata, 'Pada hari ini, tidak ada seorang pun di antara kami yang tampil hebat seperti orang tersebut". Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Ia termasuk penghuni neraka". Seseorang berkata, "Aku akan menemani orang tersebut". Orang kedua tersebut pun mengikuti orang tersebut yang akhirnya terluka parah. Orang tersebut ingin cepat mati; karena itu, ia meletakkan pedangnya di atas tanah, sedang ujung pedang tersebut berada di antara kedua buah dadanya, kemudian ia memukulkan pedangnya dan ia bunuh diri dengannya. Orang kedua tersebut menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau utusan Allah". Ia menceritakan kejadian tersebut kepada beliau. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya seseorang betul-betul mengamalkan amal perbuatan penghuni surga seperti yang diperlihatkan kepada manusia, padahal ia termasuk penghuni neraka. Sesungguhnya seseorang pasti mengamalkan amal perbuatan penghuni neraka seperti yang diperlihatkan kepada manusia padahal ia termasuk penghuni surga". Al-Bukhari menambahkan di riwayatnya bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu ditentukan dengan penutupannya".[40])
Sabda RasulullahShallallahu Alaihi wa Sallam, "Seperti diperlihatkan kepada manusia", adalah isyarat bahwa batin orang tersebut tidak seperti yang terlihat oleh manusia dan bahwa perbuatan terakhir yang buruk itu karena perbuatan jahat batin seseorang yang tidak terlihat oleh manusia bukan yang tampak oleh manusia. Itu karena perbuatan buruk dan lain sebagainya. Sifat yang tersembunyi menghendaki hasil akhir yang buruk baginya pada saat kematian. Bisa jadi, seseorang mengerjakan amal perbuatan penghuni neraka, padahal di batinnya terdapat sifat baik, kemudian sifat baik tersebut lebih kuat pada dirinya hingga ia meninggal dunia, kemudian sifat baik tersebut menghendaki hasil akhir yang baik (husnul khatimah) baginya.
Abdul Aziz bin Abu Rawwad berkata, "Aku pernah menghadiri seseorang menjelang kematiannya. Ia diajari kalimat laa ilaaha illallah (tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah). Terakhir kali yang diucapkan orang tersebut ialah, 'Ia kafir dengan apa yang engkau katakan'. Ia pun meninggal dunia dalam keadaan seperti itu. Aku bertanya tentang orang tersebut, ternyata ia pecandu minuman keras. Takutlah kalian kepada dosa, karena dosa itulah yang menjerumuskan orang tersebut".
Kesimpulannya bahwa perbuatan terakhir adalah warisan pendahulunya.
Ilu semua telah ditulis di kitab terdahulu (Lauh Mahfudz). Dari sinilah, para generasi salaf amat takut dengan hasil akhir yang buruk (su'ul khatimah). Di antara mereka ada yang kalut karena ingat hal-hal yang telah ditulis di kitab Lauh Mahfudz.
Ada yang mengatakan bahwa hati orang yang baik-baik itu terikat dengan hasil akhir perbuatan mereka. Mereka berkata, "Kita ditutup dengan apa?" Sedang hati orang-orang yang didekatkan kepada Allah terikat dengan hal-hal yang telah ditulis di Lauh Mahfudz. Mereka berkata, "Apa yang telah ditulis untuk kami?"
Salah seorang sahabat menangis menjelang kematiannya. Ia ditanya, kenapa ia menangis? Ia menjawab, "Aku dengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Sesungguhnya Allah Ta'ala menggenggam makhluk-Nya dua genggaman kemudian berfirman, ‘Mereka di surga dan mereka di neraka'. Aku tidak tahu di manakah aku di antara dua genggaman tersebut?". [41])
Salah seorang generasi salaf berkata, "Tidak ada yang membuat mata menangis seperti kitab terdahulu (Lauh Mahfduz)."
Sufyan berkata kepada salah seorang shalih, "Apakah engkau dibuat menangis oleh pengetahuan Allah terhadapmu?" Orang tersebut berkata kepada Sufyan, "Engkau tidak membiarkanku bahagia selama-lamanya."

Sufyan sangat kalut karena ingat hal-hal yang telah ditulis di Lauh Mahfudzdan perbuatan terakhir. Iapernah menangis sambil berkata, "Aku khawatir tertulis di Ummul Kitab (Lauh Mahfudz) sebagaiorang celaka." [42])Ia juga pernah menangis sambil berkata, "Aku takut sekali imanku dicabut menjelang kematian."

Malik bin Dinar berdiri sepanjang malam sambil memegang jenggotnya dan berkata, "Tuhanku, Engkau telah mengetahui penghuni surga dan penghuni neraka. Di manakah tempat Malik (dirinya) di antara dua tempat tersebut?" [43])

Hatim Al-Asham berkata, "Barangsiapa hatinya tidak ingat empat bahaya, ia tertipu dan tidak aman dari kecelakaan. Pertama,ingat hari perjanjian ketika Allah berfirman, 'Mereka di surga dan aku tidak peduli. Mereka di neraka dan aku tidak peduli.' Ia tidak tahu di manakah tempat dirinya di antara dua tempat tersebut? Kedua, ketika Allah menciptakan di tiga kegelapan kemudian malaikat diseru untuk menulis tentang kebahagiaan dan kecelakaan. Iatidak tahu apakah ia termasuk orang-orang celaka ataukah orang-orang bahagia? Ketiga, ingat kedahsyatan hari penampakan; ia tidak tahu apakah ia diberi khabar gembira dengan ridha Allah ataukah diberi khabar gembira dengan kemurkaan-Nya? Keempat, ingat hari pada saat manusia keluar dari kubur dalam keadaan bercerai-berai; ia tidak tahu di manakah ia dijalankan di antara dua jalan?"

Sahl At-Tusturi berkata, "Murid takut diuji dengan maksiat, sedang orang arif takut diuji dengan kekafiran."

Dari sinilah, para sahabat dan generasi salaf sepeninggal mereka takut kalau kemunafikan terjadi pada diri mereka, mereka sangat cemas dan risau karenanya, karena memang orang Mukmin menakutkan kemunafikan kecil pada dirinya dan takut kemunafikan tersebut mendominasi dirinya pada saat akhir hayatnya, akibatnya, kemunafikan kecil tersebut membawanya kepada kemunafikan besar, sebagaimana telah disebutkan bahwa perbuatan buruk yang tersembunyi itu menghendaki hasil akhir yang buruk (su'ul khatimah).Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri seringkali berkata dalam doanya,

يا مُقلب القلوب ثبت قلبى على دينك.
"Wahai Dzatyangmembolak-balikkan seluruh hati, kokohkan hatiku di atasagama-Mu".
Ditanyakan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Wahai Nabi Allah, kami beriman kepadamu dan apa yang engkau bawa, apakah engkau juga mengkhawatirkan kami?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Ya, sesungguhnya semua hati berada di dua jari di antara jari-jari Allah Azza wa JallaDia membolak-balikkannya seperti dikehendaki-Nya". (Diriwayatkan Imam Ahmad dan At-Tirmidzi dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu)[44]
Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seringkali berkata dalam doa beliau, "Wahai Dzat yang membolak-balikkan seluruh hati, kokohkanhatiku di atas agama-Mu". Aku (Ummu Salamah) berkata, "Wahai Rasulullah, apakah hati itu bolak-balik?" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Ya. Tidak ada seorang pun makhluk Allah Ta'aladari anak keturunan Adam, melainkan hatinya berada di dua jari Allah. Jika Allah Azza wa jallaberkehendak, Dia meluruskan hati tersebut. Jika Dia berkehendak, Dia memiringkan hati tersebut. Oleh karena itu, kita meminta Allah agar tidak memiringkan hati kita setelah Dia memberi petunjuk kepada kita. Kita juga meminta Allah memberikan rahmat kepada kami dari sisi-Nya karena Dia Maha Pemberi". Aku (Ummu Salamah) berkata, "Wahai Rasulullah, maukah engkau mengajarkan doa kepadaku agar aku bisa berdoa dengannya untuk diriku?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Ya mau. Katakan, 'Ya Allah, Tuhan Nabi Muhammad, ampunilah dosaku, hilangkan kemarahan hatiku, dan lindungi aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan selama hidupku'". [45])
Hadits semakna banyak sekali.
Muslim meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu Anhuma yang mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya seluruh hati anak keturunan Adam berada di antara dua jari di antara jari-jari Ar-Rahman Azza wa jalla seperti satu hati; Dia membolak-balikkannya seperti yang dikehendaki-Nya". Setelah itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Ya Allah Dzat Yang memalingkan hati, palingkan hatiku kepada taat kepada-Mu".[46])


[1]Diriwayatkan Al-Bukhari 3208, 3332, 6594, 7454, Muslim hadits nomer 2643, Imam Ahmad 1/382, 430, Abu Daud 4708, At-Tirmidzi 2137, Ibnu Majah hadits nomer 76, dan Ibnu Hibban hadits nomer 6174. Tentang takhrij hadits di atas secara lengkap, silahkan baca buku Ibnu Hibban.
[2]Diriwayatkan Al-Lalkai di Ushulul I'tiqad hadits nomer 1043.
[3]Atsar di atas juga diriwayatkan Al-Khathabi diMa'alimus Sunan 4/324 dan Al-Baihaqi di Al-Asma' wash-Shifat hal. 387. Atsar di atas juga disebutkan Ibnu Al-Atsir di :An-Nihayah 1/297. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata di Fathul Bari 11/480, “Kalimat, ‘Itulah yang dimaksud dengan kata ‘dikumpulkan', adalah perkataan Al-Khathabi atau penafsiran salah seorang perawi hadits. Dan saya kira perawi tersebut adalah Al-A'masy. Ibnu Al-Atsir menduga bahwa kalimat tersebut kelanjutan perkataan Ibnu Mas'ud, oleh karena itu, ia menyebutkannya setelah kalimat sebelumnya, padahal di riwayat Khaitsamah dari Ibnu Mas'ud tidak disebutkan penyebutan kata dikumpulkan tersebut hingga akhirnya Ibnu Mas'ud menjelaskan tentang hadits tersebut".
[4]Diriwayatkan Ath-Thabrani di Al-Kabir 19/644,Ash-Shaghir hadits nomer 106dan Al-Baihaqi di Al-Asma' wash Shifat hal. 387Hadits tersebut juga disebutkan Al-Haitsami di Majmauz Zawaid 7/134.Ia berkata, "Para perawi hadits di atas adalah para perawi tepercaya". Sanad hadits di atas dianggap baik oleh As-Suyuthi di Ad-Durrul Mantsur 8/439.
[5]Hadits tersebut diriwayatkan Ath-Thabari di Jamiul Bayan 30/87dan Ath-Thabrani di Al-Kabirhadits nomer 4624Ibnu Katsir menyebutkan hadits tersebut dari riwayat Ath-Thabari, Ibnu Abu Hatim, dan Ath-Thabrani. Ia berkata, "Sanad hadits tersebut tidak kuat".
[6]Dari Abu Hurairah, hadits tersebut diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 5305, 6847 dan Muslim hadits nomer 1500.
[7]Azl ialah suami melakukan hubungan suami-istri dengan istrinya. Ketika air spermanya hendak keluar, suami menumpahkannya di luar kemaluan istrinya.
[8]Diriwayatkan Abdurrazzaq, Ibnu Al-Mundzir, dan Ibnu Abu Hatim seperti terlihat di Ad-Durrul Mantsur 1/91.
[9]2/877.Di sanadnya terdapat perawi Ibnu Luhai'ah yang merupakan perawi dhaif.
[10]Dari Abu Sa'id Al-Khudri, hadits tersebut diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 2542, 5210dan Muslim hadits nomer 1438Hadits tersebut dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 4191dan 4193Tentang takhrij hadits tersebut secara lengkap, silahkan baca buku tersebut.
[11]Diriwayatkan Imam Ahmad 1/374. Di sanad hadits tersebut terdapat Ali bin Zaid yang tidak lain adalah Ibnu Jud'an yang merupakan perawi dhaif. Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas'ud tidak mendengar dari ayahnya. Silahkan bacaMajmauz Zawaid 7/192-193dan Fathul Bari 11/481.
[12]Diriwayatkan Tammam di Fawaid-nya hadits nomer 31 dari jalur Sulaim bin Maimun Al-Khawash yang merupakan perawi dhaif dariYahya bin Isa yang merupakan perawi dhoif dariAl-A'masy dari Abu Wail.
[13]Diriwayatkan Muslim hadits nomer 2645 dan dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 6177. Tentang takhrij hadits tersebut secara lengkap, silahkan baca buku tersebut.
[14]Diriwayatkan Ath-Thabari 29/205. Di sanadnya terdapat perawi Al-Mas'udi yang kacau. Penafsiran seperti itu juga disebutkan As-Suyuthi di Ad-Durrul Mantsur 8/367 dan ia menambahkan bahwa hadits tersebut juga diriwayatkan Abdu bin Hamid, Ibnu Al-Mundzir, Said bin Manshur, dan Ibnu Abu Hatim.
[15]Silahkan baca Fatawa Ibnu Ash-Shalah 1/164-167, Syarhu Muslim 16/191,Tuhfatul Maudud Ibnu Al-Qayyim hal. 207-209, dan Fathul Bari11/484.
[16]Juga diriwayatkan Ath-Thabari 17/117 dan sanadnya shahih.
[17]Hadits nomer 6569. Di sanadnya terdapat perawi Asbath bin Nashr Al-Hamdani yang dianggap perawi dhaif oleh Imam Ahmad, Abu Hatim, dan An-Nasai, namun dianggap perawi tepercaya oleh Ibnu Ma’in. As-Sudi yang nama aslinya Ismail bin Abdurrahman bin Abu Karimah dipermasalahkan. Yahya Al-Qaththan dan An-Nasai berkata, "Ia tidak ada masalah". Imam Ahmad berkata, "Ia perawi tepercaya". Ibnu Ma’in berkata, "Pada haditsnya ada kelemahan". Abu Hatim berkata, "Ia tidak bisa dijadikan sebagai hujjah". Abu Zur'ah menganggapnya layyin. Ibnu Adi berkata, "Menurutku, haditsnya baik. Ia orang jujur dan tidak ada masalah".
[18]Atsar tersebut.juga diriwayatkan Ibnu Katsir 5/461 dari riwayat Ibnu Abu Hatim.
[19]Diriwayatkan Al-Lalkai di Ushulul Aqidah hadits nomer 1090. Di sanadnya terdapat Muhammad bin Hamid Ar-Razi yang merupakan perawi dhaif.
[20]Al-Bukhari hadits nomer 6595 dan Muslim hadits nomer 2646.
[21]Al-Musnad3/297. Disanadnya terdapat Khashif bin Abdurrahman yang.jelek hapalannya dan Abu Az-Zubair yang mudallis.
[22]Diriwayatkan Al-Lalkai di Ushulul I'tiqad hadits nomer 1236 dan sanadnya dhaif.
[23]Atsar di atas juga diriwayatkan Ibnu Jarir Ath-Thabari di Jamiul Bayan 8/119-120 dari Abu Dzar secara mauquf. Di sanadnya terdapat Ibnu Lahiah yang hapalannya jelek. Atsar tersebut juga diriwayatkan Ad-Darimi di Ar-Raddu alal Jahmiyah hal. 30-31 dari Abu Dzar secara marfu'. Di sanadnya juga terdapat Ibnu Lahiah.
[24]Diriwayatkan Al-Bazzar hadits nomer 2149 dan Abu Ya'la hadits nomer 5775. Hadits tersebut dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 6178.
[25]Diriwayatkan Abu Daud di Al-Qadr dan Al-Bazzar hadits nomer 2151 dari jalur Ja'far bin Mush'ab dari Urwah bin Az-Zubair dari Aisyah. Ja'far bin Mush'ab tidak dianggap sebagai perawi tepercaya oleh selain Ibnu Hibban dan tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Az-Zubair bin Abdullah bin Abu Khalid. Al-Bazzar berkata, "Aku tidak mengetahui Ja'far bin Mush'ab meriwayatkan dari Aisyah kecuali dengan sanad tersebut". Al-Haitsami berkata di Majmauz Zawaid 7/193, "Hadits tersebut diriwayatkan Al-Bazzar dan para perawinya adalah para perawi tepercaya".
[26]Diriwayatkan Muslim hadits nomer 2653, Imam Ahmad 2/169, dan At-Tirmidzi hadits nomer 2156.
[27]Hadits shahih diriwayatkan Imam Ahmad 5/317, Abu Daud hadits nomer 4700, dan At-Tirmidzi hadits nomer 2155.
[28]Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 1362 dan Muslim 2647. Hadits tersebut dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 334.
[29]Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 6596 dan Muslim hadits nomer 2649. Hadits tersebut dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 333.
[30]Diriwayatkan Imam Ahmad 1/414 dan An-Nasai di Al-Kubra seperti terlihat di Tuhfatul Asyraaf7/29 dari jalur Fithr bin Khalifah dari Salamah bin Kuhail. Penting Anda baca buku Fathul Bari 11/486-487.
[31]Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 6493 dan 6607.
[32]Diriwayatkan Ibnu Hibban hadits nomer 340. Di sanadnya terdapat perawi Nu'aim bin Hammad yang merupakan perawi dhaif.
[33]Diriwayatkan Ibnu Hibban hadits nomer 339 dan 392. Takhrijnya secara lengkap, silahkan baca buku tersebut.
[34]Diriwayatkan Muslim hadits nomer 2651. Hadits tersebut juga diriwayatkan Imam Ahmad 2/484-485 dan dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 6176
[35]Diriwayatkan Imam Ahmad 3/120 dan sanadnya shahih.
[36]Diriwayatkan Imam Ahmad 6/107-108.Hadits tersebut juga diriwayatkan Abu Ya'la hadits nomer 4668Hadits tersebut shahih.
[37]Diriwayatkan Imam Ahmad 2/167,At-Tirmidzi hadits nomer 2141, dan An-Nasai di Al-Kubra seperti terlihat di Tuhfatul Asyraaf 6/343.Di sanadnya terdapat Abu Qabil Huyai bin Hani' yang dianggap sebagai perawi dhaif olehAl-Hafidz di Ta’jilul Manfa'ah hal. 277karena ia meriwayatkan dari buku-buku lama. Kendati demikian, At-Tirmidzi berkata, "Hadits di atas hasan shahih gharib". Hadits di atas disebutkan Adz-Dzahabi di Mizanul I'tidal 2/684dan berkata, "Hadits tersebut sangat munkar".
[38]Diriwayatkan Ath-Thabrani di Al-Ausath. Disanadnya terdapat Hammad bin Zaid Ash-Shighar yang merupakan perawi dhaif sepertidikatakan Al-Haitsami diMajmauz Zawaid 7/213
[39]Hadits nomer 2156Hadits tersebut juga diriwayatkan Al-Lalkai di Ushulul I'tiqad hadits nomer 1088 dan Ibnu Al-Adi di Al-Kamil 5/1932-1933.
[40]Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 2898, 4202, 4207, 6493, 6607, dan Muslim hadits nomer 112.
[41]Diriwayatkan Imam Ahmad 4/176, 177 dan sanad hadits ini shahih.
[42]Diriwayatkan Abu Nu'aim di Al-Hilyah7/51.
[43]Ibid., 2/384.
[44]Diriwayatkan Imam Ahmad 3/122, 257 dan At-Tirmidzi yang menghasankannya.
[45]Diriwayatkan Imam Ahmad 6/302. Di sanadnya terdapat Syahr bin Hausyab yang merupakan perawi dhaif.
[46]Diriwayatkan Muslim di Shahih-nya hadits nomer 2654.

No comments:

Post a Comment