Sunday, July 7, 2019

Tafsir Surah Nuh


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوْحًا إِلٰى قَوْمِهٖ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَّأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ ١
1. Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan perintah), "Berilah kaummu peringatan sebelum sebelum datang kepadanya azab yang pedih."

قَالَ يٰقَوْمِ إِنِّيْ لَكُمْ نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ ۙ٢
2. Dia (Nuh) berkata, "Wahai kaumku! Sesungguhnya aku ini seorang pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu,

أَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاتَّقُوْهُ وَأَطِيْعُوْنِ ۙ٣
3. (yaitu) sembahlah Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku,

يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوْبِكُمْ وَيُؤَخِّرْكُمْ إِلٰى أَجَلٍ مُّسَمًّىۗ إِنَّ أَجَلَ اللّٰهِ إِذَا جَاءَ لَا يُؤَخَّرُ لَوْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ٤
4. niscaya Dia mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu (memanjangkan umurmu) sampai pada batas waktu yang ditentukan. Sungguh, ketetapan Allah itu apabila telah datang tidak dapat ditunda, seandainya kamu mengetahui."

قَالَ رَبِّ إِنِّيْ دَعَوْتُ قَوْمِيْ لَيْلًا وَّنَهَارًا ۙ٥
5. Dia (Nuh) berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam,

فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِيْ إِلَّا فِرَارًا ٦
6. tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, justru mereka lari (dari kebenaran).

وَإِنِّيْ كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوْا أَصَابِعَهُمْ فِيْ اٰذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوْا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا ۚ٧
7. Dan sesungguhnya aku setiap kali menyeru mereka (untuk beriman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jarinya ke telinganya dan menutupkan bajunya (ke wajahnya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri.

ثُمَّ إِنِّيْ دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا ۙ٨
8. Lalu sesungguhnya aku menyeru mereka dengan cara terang-terangan.-*
ثُمَّ إِنِّيْ أَعْلَنْتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا ۙ٩
9. Kemudian aku menyeru mereka secara terbuka dan diam diam,-*

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ إِنَّهٗ كَانَ غَفَّارًا ۙ١٠
10. maka aku berkata (kepada mereka, "Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sungguh, Dia Maha Pengampun,

يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًا ۙ١١
11. niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu,

وَّيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَّبَنِيْنَ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ جَنّٰتٍ وَّيَجْعَلْ لَّكُمْ أَنْهٰرًا ۗ١٢
12. dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu."

مَا لَكُمْ لَا تَرْجُوْنَ لِلّٰهِ وَقَارًا ۚ١٣
13. Mengapa kamu tidak takut dengan kebesaran Allah?

وَقَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا ١٤
14. Dan sungguh, Dia telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan (kejadian).-*

أَلَمْ تَرَوْا كَيْفَ خَلَقَ اللّٰهُ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا ۙ١٥
15. Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis?

وَّجَعَلَ الْقَمَرَ فِيْهِنَّ نُوْرًا وَّجَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا ١٦
16. Dan di sana Dia menciptakan bulan yang bercahaya dan matahari sebagai pelita (yang cemerlang menyinari)?

وَاللّٰهُ أَنْبَتَكُمْ مِّنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا ۙ١٧
17. Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah, tumbuh (berangsur-angsur),

ثُمَّ يُعِيْدُكُمْ فِيْهَا وَيُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا ١٨
18. kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalamnya (tanah) dan mengeluarkan kamu (pada hari Kiamat) dengan pasti.

وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا ۙ١٩
19. Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan.

لِّتَسْلُكُوْا مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا ؑ٢٠
20. agar kamu dapat pergi kian kemari di jalan-jalan yang luas.


قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِيْ وَاتَّبَعُوْا مَنْ لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهٗ وَوَلَدُهٗ إِلَّا خَسَارًا ۚ٢١
Ayat 21. Nuh berkata," Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka durhaka kepadaku, dan mereka mengikuti orang-orang yang hartadan anaknya hanya menmabah kerugian baginya, 

وَمَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا ۚ٢٢
Ayat 22. dan mereka melakukan tipu daya yang sangat besar."

وَقَالُوْا لَا تَذَرُنَّ اٰلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّلَا سُوَاعًا.ۙ وَّلَا يَغُوْثَ وَيَعُوْقَ وَنَسْرًا ۚ٢٣
Ayat 23. Dan mereka berkata, "Jangan sekali- kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan  (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', YagusYa'uq dan Nasr.-*1

وَقَدْ أَضَلُّوْا كَثِيْرًا .ۚ وَلَا تَزِدِ الظّٰلِمِيْنَ إِلَّا ضَلٰلًا ٢٤
24. Dan sungguh, mereka telah menyesatkan banyak orang; dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan.

مِمَّا خَطِيْئٰتِهِمْ أُغْرِقُوْا فَأُدْخِلُوْا نَارًاۙ فَلَمْ يَجِدُوْا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ أَنْصَارًا ٢٥
Ayat 25. Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong selain Allah.

وَقَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ دَيَّارًا ٢٦
Ayat 26. Dan Nuh berkata, "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun diantara orang- orang kafir itu tinggal diatas bumi.

إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوْا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوْا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا ٢٧
Ayat 27. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu bersyukur.

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَّلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ ۗ وَلَا تَزِدِ الظّٰلِمِيْنَ إِلَّا تَبَارًا ؑ٢٨
Ayat 28. Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kehancuran."

Pengantar

Surat ini secara keseluruhan berisi kisah tentang NabiNuh as bersama kaumnya, menjelaskan ujian dakwah yang dialaminya di muka bumi, dan meng­gambarkan peranan pengobatan abadi yang mantap dan berulang-ulang kepada manusia. Juga meng­gambarkan salah satu kekerasan perang abadi antara kebaikan dan keburukan, petunjuk dan kesesatan, serta kebenaran dan kebatilan. 

Ujian ini menyingkap sebuah gambaran dari se­kian potret manusia yang keras kepala, sesat,petunjuk yang menyesatkan, menolak kebenar­an, dan berpaling dari bukti-bukti petunjuk dan hal hal yang mengharuskan iman. Padahal bukti-bukti petunjuk itu terpampang di hadapan mereka, pada diri mereka, dan di alam semesta. Semuanya tertulis di dalam buku alam semesta yang senantiasa ter­buka, dan di dalam buku jiwa yang tersembunyi. Pada waktu yang sama ujian ini menyingkap sebuah gambaran tentang rahmat Ilahi yang tampak dengan jelas dalam pemeliharaan Allah terhadap wujud manusia dan dalam perhatian-Nya untuk memberi petunjuk kepada mereka. Perhatian ini tampak dalam pengutusan para Rasul secara ber­turut-turut kepada manusia yang keras kepala, sesat, memperturutkan pimpinan yang menyesatkan, dan menyombongkan diri terhadap kebenaran dan pe­tunjuk. Sesudah itu, dibentangkanlah sebuah gambaran tentang usaha yang sungguh-sungguh, perhatian yang serius, kesabaran yang indah, serta usaha dan tindakan mulia yang terus-menerus dari para Rasul untuk menunjukkan manusia yang sesat, pembang­kang, dan keras kepala ini. Padahal, para Rasul itu tidak mendapatkan keuntungan pribadi dan tidak mendapatkan upah dari orang-orang yang mendapat petunjuk atas usahanya dalam membimbing mereka. Para Rasul juga tidak mendapatkan gaji dan imbalan atas usaha mendidik orang-orang itu untuk beriman, sebagaimana gaji atau nafkah yang diperoleh para pengajar dari sekolah-sekolah, universitas-univer­sitas, pesantren-pesantren, dan lembaga-lembaga pendidikan, sebagaimana yang terjadi pada zaman kita dan pada masa kapanpun yang diprogramkan anggaran pendidikan. 

Inilah gambaran keadaan yang diadukan Nabi Nuh as kepada Tuhannya, ketika ia mengemukakan hasil akhir setelah melakukan perjuangan yang berat dan melelahkan selama sembilan ratus lima puluh tahun. Selama itu ia menghadapi kaumnya yang keras kepala dan selalu mengikuti pimpinan yang sesat dan menyesatkan dari orang-orang yang memiliki kekuasaan, kekayaan, dan kekuatan. hal inisebagaimana tercantum dalam surat Nuh ayat 5 sampai 20. 

Kemudian, sesudah melaporkan usaha dan per­juangannya yang berat dan terus-menerus ini, Nuhmengatakan bahwa kaumnya telah mendurhakai­nya, mengikuti orang-orang yang harta dan anak-­anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, dan melakukan tipu-daya yang amat besar. Inilah hasil yang pahit, tetapi risalah tetaplah risalah! Inilah pengalaman pahit yang dihadapi Rasulullah saw yang di pundak beliaulah tertumpu ujung amanat dakwah ke jalan Allah di seluruh muka bumi pada akhir zaman, dan seluruh beban berat yang di­pikul oleh para Rasul. Dalam surat ini beliau melihat gambaran perjuangan yang bagus dan panjang yang dilakukan saudara beliau sebelumnya, untuk mene­tapkan hakikat iman di muka bumi. Melalui gambar ini beliau melihat kekeraskepalaan manusia dalam menghadapi seruan kepada kebenaran; rusaknya kepemimpinan yang sesat dan kemenangannya atas kepemimpinan yang lurus; dan kehendak Allah di dalam mengutus para Rasul secara berkesinam­bungan sesudah kekeraskepalaan dan kesesatan ini sejak menyingsingnya fajar kemanusiaan di tangan kakeknya Nuh as

Hal serupa juga dihadapi kaum muslimin di Mekah, dan umat Islam secara umum, sebagai pewaris dakwah Allah di muka bumi dan pewaris manhaj Ilahi yang bersumber dari dakwah ini, yang berdiri di tengah-tengah kejahiliahan yang menyeluruh pada waktu itu dan di tengah-tengah setiap kejahiliahan berikutnya. Di dalam surat ini, mereka melihat gam­baran perjuangan yang berkesinambungan dan mantap sepanjang masa sejak zaman bapak manusia yang kedua (Nabi Nuh). hal ini sebagaimana dalam surat ini mereka juga melihat pertolongan Allah terhadap golongan minoritas yang beriman dan diselamatkan-Nya mereka dari kebinasaan yang menyeluruh pada waktu itu. 

Surat ini juga dipaparkan kepada kaum musyri­kin supaya mereka melihat tempat kembalinya nenek moyang mereka yang mendustakan agama Allah. Juga supaya mereka mengetahui nikmat Allah atas mereka dengan diutusnya seorang Rasul yang penyayang kepada mereka, dan tidak pernah men­doakan kebinasaan yang menyeluruh atas mereka. hal itu karena rahmat Allah kepada mereka dan pemberian kesempatan kepada mereka hingga suatu waktu. Maka, Nabi mereka tidak berdoa seperti doa Nabi Nuh. Setelah habis semua cara yang ditempuhnya, Nuh mendapatkan inisiatif untuk mendoakan ke­binasaan kaumnya sebagaimana tercantum dalam surat Nuh ayat 24, 26, dan 27. 

Dari celah-celah mata rantai dakwah Ilahiah ke­pada manusia ini, tampaklah hakikat kesatuan aqidah, kemantapan pokok-pokoknya, dan kekokohan akar-akarnya, sebagaimana juga tampak keterkaitannya dengan alam semesta, iradah Allah, dan qadar-­Nya, serta peristiwa-peristiwa kehidupan yang terjadi sesuai dengan qadar Allah. hal itu tampak dari celah-­celah dakwah Nabi Nuh kepada kaumnya seperti yang terlihat dalam surat Nuh ayat 2-4. Juga dapat disimak dari perkataannya kepada mereka sebagai­mana tercantum dalam surat Nuh ayat 13-20. 

Penetapan hakikat ini ke dalam jiwa kaum mus­limin memiliki nilai tersendiri di dalam perasaan mereka terhadap hakikat dakwah kepada mereka, hakikat nasab pokok mereka, hakikat rombongan mereka yang berkesinambungan sejak terbitnya fajar kemanusiaan, dan hakikat peranan mereka di dalam menetapkan dan menegakkan dakwah Islam. Ini adalah manhaj Allah yang lurus dan qadim (sejak dahulu). 

Manusia merasa terkejut dan takjub, takut dan tunduk, ketika ia menghadapi perjuangan yang berkesinambungan dari para Rasul untuk menunjukkan dan membimbing manusia yang sesat dan keras kepala. Juga ketika ia merenungkan kehendak Allah yang pasti untuk mengutus para Rasul satu demi satu kepada manusia yang menentang dan keras kepala itu. Kadang-kadang muncul pertanyaan, apakah Anda menyamakan hasil dari perjuangan panjang ini dan pengorbanan-pengorbanan yang berharga itu, sejak NabiNuh as hingga Nabi Muhammad saw ? Kemu­dian, mana hasil perjuangan yang dilakukan kaum muslimin di antara masa –masa itu dan sesudahnya di dalam berdakwah ke jalan Allah dengan pengorban­annya yang besar?

Anda lihat, apakah sama dengan hasil perjuangan yang dilakukan Nabi Nuh sebagaimana yang diterangkan dalam nash ini dan surat-surat lain dalam Al Qur’an, padahal ia sudah mencurahkan segenap umurnya yang sangat panjang, sedang kaumnya tidak cukup hanya berpaling darinya, tetapimasih disertai pula dengan penghinaan dan tuduhan yang bukan-bukan? Ia terima semua itu dengan penuh kesabaran dan sikap yang bagus, serta de­ngan adab yang baik dan keterangan yang jelas. 

Ada perjuangan yang berkesinambungan sejak munculnya sejarah dan pengorbanan mulia yang tidak pernah terputus sepanjang perjalanan sejarah, yaitu sejak Rasul-Rasul yang diremehkan kaumnya, yang dibakar dengan api, yang dibelah dengan ger­gaji, atau yang diusir dari keluarga dan kampung halamannya. Kemudian datang risalah terakhir yang dibawa Nabi Muhammad saw, lalu beliau berjuang bersama kaum mukminin dengan perjuangan yang dapat disaksikan dan sangat popular itu. Setelah itu berlanjut dengan perjuangan-perjuangan yang berat dan pengorbanan yang besar dari orang-orang yang menegakkan dakwah di setiap negeri dan setiap generasi. 

Kemudian, apakah Anda memandang sama hasil setiap usaha, pengorbanan; dan perjuangan yang pahit dan berat ini? Selanjutnya, apakah Anda melihat semua manusia menyamakan perhatian yang mulia dari Allah ini, yang tampak di dalam ketetapan ke­hendak-Nya untuk mengirim para Rasul secara ber­turut-turut sesudah adanya sikap keras kepala, ber­paling, bandel, dan sombong dari makhluk kerdil dan kecil yang bernama manusia? Sesudah direnungkan tentu jawabannya adalah "ya",tanpa dapat dibantah lagi!

Sesungguhnya ketetapan hakikat iman kepada Allah di bumi ini menyamakan semua perjuangan,kesabaran, penderitaan, dan pengorbanan yang mulia dari para Rasul dan pengikut pengikutnya yang jujur dan setia pada setiap generasi. Barangkali ketetapan hakikat ini lebih besar dari­pada keberadaan manusia itu sendiri. Bahkan, lebih besar daripada bumi dengan segala isinya, dan dari­pada alam semesta yang sangat besar yang kebe­radaan bumi bila dibandingkan dengannya hanya bagaikan sebutir debu yang hampir tidak terasa dan tidak terlihat

Iradah Allah berkehendak menciptakan manusia dengan keistimewaan-keistimewaannya yang tertentu tersebut. Dia berkehendak menetapkan haki­kat ini di dalam hati manusia dan di dalam tata ke­hidupannya yang diserahkan kepada usaha dan perjuangannya sendiri, dengan pertolongan dan tau­fik dari Allah. Kita tidak mengerti mengapa Allah menciptakan manusia dengan keistimewaan-ke­istimewaan seperti itu, dan menyerahkan kepada pengetahuan, usaha, dan kemauannya untuk merealisasikan hakikat iman pada dirinya dan di dalam tata kehidupannya. Dia tidak menciptakan mereka pada dasar iman dan ketaatantanpa mengenal yang selain itu, seperti malaikat, atau menciptakannya semata­-mata untuk kejelekan dan kemaksiatan tanpa me­ngenal yang selainnya, seperti iblis. 

Kita tidak mengetahui rahasia ini, tetapi kita per­caya bahwa di sana terdapat hikmah yang berhubungan dengan pengaturan segala sesuatu yang ada dalam penciptaan manusia dengan segala ke­istimewaannya tersebut. Karena itu, harus ada upaya-upaya manusia untuk menetapkan dan me­mantapkan hakikat iman di dunia manusia. Untuk upaya ini Allah telah memilih hamba-hamba pilihan­-Nya, yaitu para Nabi dan Rasul, dan golongan pilihan dari para pengikut mereka yaitu orang-orang yang benar-benar beriman. Allah memilih mereka untuk menetapkan hakikat ini di muka bumi. Karena, hakikat ini menyamakan semua usaha dan perjuangan yang sulit dan pahit, dan perjuangan berat dan mulia yang telah mereka curahkan. 

Penetapan hakikat ini di dalam hati berarti bahwa hati berkerumun pada pancaran cahaya hidayah dari Allah, menjadi bejana penampung rahasia-rahasia-­Nya, dan menjadi salah satu alat kekuasaan-Nya yang berlaku di alam semesta. Ini adalah hakikat yang bukan semata-mata pelukisan dan pendekatan. Ini adalah hakikat yang lebih besar daripada manusia itu sendiri, bumi dan langit, dan semua yang ada di alam yang besar ini. Penetapan hakikat iman di dalam kehidupan manusia, atau segolongan dari mereka, maknanya adalah berhubungannya kehidupan dunia dengan ke­hidupan yang abadi, dan meningkatnya mutunya ke peringkat yang sesuai dengan perhubungan ini. Arti­nya, hubungan yang fana’ dengan yang baqa, yang parsial dengan yang menyeluruh, yang terbatas dan tidak sempurna dengan yang sempurna secara mutlak. Inilah hasil yang dipetik dari semua per­juangan dan pengorbanan. Seandainya hal ini teraplikasikan di muka bumi walau sehari saja atau setengah hari saja dari umur manusia yang panjang, niscaya ia akan terealisir walaupun dalam bentuk ini­dengan mengangkat tinggi-tinggi pancaran cahaya di depan manusia pada semua generasi dalam bentuk tindakan nyata, yang mereka akan berjuang untuk mencapainya dari generasi ke generasi. 

Realitas sejarah yang berulang-ulang telah me­netapkan bahwa jiwa manusia tidak mampu mencapai ufuk kesempurnaan yang ditentukan untuk­nya dengan sarana apapun sebagaimana yang di­capainya dengan memantapkan hakikat iman ke­pada Allah di dalamnya, dan kehidupan manusia tidak dapat mencapai ketinggian ufuk ini dengan cara apapun sebagaimana yang dapat dicapai dengan wasilah iman. Masa-masa ketika hakikat ini telah menetapdi muka bumi dan menyelamatkan peng­huninya dengan membimbing manusianya, maka mereka mencapai puncak ketinggian dalam sejarah manusia. Bahkan, mereka merupakan realitas pe­rsantunan yang lebih besar dari apa yang terkhayal­kanyang tercermin di dalam realitas kehidupanmanusia.

Tidak mungkin harkat kehidupan manusia bisa meningkat dan mencapai ketinggian melalui jalan sesat, ilmu pengetahuan, kesenian, atau mazhab dan sistem apa pun, untuk mencapai tingkatan sebagaimana yang dicapai melalui kemantapan haki­kat iman kepada Allah di dalam jiwa, kehidupan, moralitas, pandangan hidup, tata nilai, darn norma - normamanusia. Hakikat ini merupakan sumber manhaj kehidupan yang sempurna, baik yang datang dalam bentuk global seperti pada risalah-risalah terdahulu, maupun dalam bentuk yang terperinci, lengkap, dan cermat sebagaimana yang terdapat dalam risalah terakhir.

Dalil yang pasti menunjukkan bahwa aqidah ini adalah suatu hakikat dari sisi Allah. Inilah yang telah ditetapkan oleh realitas sejarah bahwa dengan ke­mantapan hakikat iman di dalam kehidupannya, maka manusia dapat mencapai sesuatu yang sama sekali tidak dapat dicapai dengan wasilah - wasilah lain buatan manusia baik berupa ilmu pengetahuan, filsafat, kebudayaan, maupun sistem apa pun. Ketika kaum muslimin lepas dari hakikat ini, maka tidak ada sesuatupun yang bermanfaat baginya. Bahkan, nilai, pertimbangan, dan kemanusiaan mereka merosot, sehingga mereka tenggelam dalam kesengsaraan jiwa, kebingungan pikiran, dan penyakit-penyakit saraf. Mereka tidak mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan batin selama lamanya meskipun dalam semua lapangan kebudayaan mereka mengalami kemajuan, dan memiliki sarana-sarana kenikmatan badan dan kesenangan pikiran, serta berbagai sarana kesenangan materiil. 

Pandangannya terhadap kehidupan tidak pernah meningkat seperti kalau berada di bawah naungan hakikat iman, dan hubungannya dengan alam se­mesta tidak bisa sekokoh hubungannya di bawah naungan aqidah ini. Ia juga tidak pernah merasakan kemuliaan "jiwa manusia" seperti yang dirasakan pada masa mereka berada dalam hakikat iman yang mantap. Kajian yang mendalam tentang pandangan Islam terhadap tujuan keberadaan alam semesta dan keberadaan manusia sudah tentu akan berakhir pada kesimpulan ini. 

Semua itu, tanpa diragukan lagi, perlu mendapatkan curahan perjuangan yang berat dan pengorbananyang mulia dari kaum mukminin. Tujuannya untuk memantapkan hakikat iman kepada Allah di muka bumi, menegakkan hati di atas pancaran cahaya Allah dan berhubungan dengan ruh dari Allah, menegakkan kehidupan insaniah untuk men­cerminkan manhaj Allah bagi kehidupan, dan me­ninggikan pandangan kehidupan dan moralitas manusia, serta mengangkat realitas kehidupan mereka ke tingkatan yang tinggi, sebagaimana yang dapat di­saksikan pada masa lalu.      

Akan tetapi, manusia akan berpaling sebagai­mana dulu mereka berpaling dari dakwah Nabi Nuh, NabiIbrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muham­mad, dan saudara - saudara mereka yang mulia. Manusia akan lari bersama kepemimpinan yang sesat dan menyesatkan serta berkubang dalam kesesatan. Para da’i yang menyerukan kebenaran akan men­dapat bermacam-macam azab dan siksaan, misalnya dilemparkan ke dalam api, ada pula yang digergaji,dan para Rasul dan Nabi diremehkan dan dihina se­panjang perjalanan sejarah. 
Akan tetapi, dakwah kepada agama Allah harus berjalan pada jalannya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Karena, keberhasilan itu membutuhkan perjuangan yang berat dan pengorbanan yang mulia, meskipun kecil dan terbatas hanya pada hati seorang manusia yang dipenuhi dengan cahaya dariAllah dan berhubungan dengan ruh-Nya!
Sesungguhnya rombongan yang berkesinam­bungan dari para Rasul dan risalah sejak zaman Nabi Nuh as hingga Nabi Muhammad saw ini, benar-benar memberikan informasi tentang tetapnya iradah Allah untuk memberlakukan dakwah kepada hakikat iman yang besar, atas nilai dakwah irA clan atas nilai hasilnya. Minimal keberhasilan itu adalah mantapnya hakikat iman di dalam hati para da’i sen­diri hingga mereka menemui kematian dan mene­mui sesuatu yang lebih dahsyat daripada kematian di jalan dakwah tanpa berbalik arah. Dengan demi­kian, mereka dapat memperoleh ketinggian di muka bumi, dapat lepas dari daya tariknya, dan terbebas dari tali kehidupan dunia. Ini saja sudah merupakan keberhasilan yang besar daripada perjuangan yang pahit

Keberhasilan bagi para da’i dan bagi kemanusiaan yang menjadi mulia dan terhormat dengan adanya golongan ini. Karenanya, layaklah Allah memerintah­kan para malaikat bersujud hormat kepada manusia, yang di antara mereka ada yang membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah. Akan tetapi, ia memiliki potensi-dengan usaha, perjuangan, dan pengorbanannya untuk menyongsong secercah cahaya dari Allah, sebagaimana ia juga memiliki potensi untuk bangkit meskipun ia sendiri lemah, guna merealisasikan qadar Allah di muka bumi dan memberlakukanmanhajNya di dalam kehidupan. 

Dengan kemerdekaan jiwanya, ia dapat me­ngorbankan kehidupannya dan menanggung beban penderitaan yang lebih besar daripada kehilangan kehidupan, untuk menyelamatkan aqidahnya. ladapat memikul kewajibannya untuk berjuang me­mantapkan aqidah tersebut di dalam kehidupan orang-orang lain dan mewujudkan kebahagiaan,kemerdekaan, dan derajat yang tinggi bagi mereka. Apabila qadar kemerdekaan dan kebebasan bagi ruh manusia telah terwujud, maka akan terasa ringanlah baginya seluruh perjuangan, penderitaan, dan pe­ngorbanan. Semuanya akan dirasa tidak ada demi memunculkan keberhasilan besar yang menjadikan bumi dan langit berat timbangannya di sisi Allah. 

Sekarang marilah kita ikuti paparan kisah Nabi Nuh dalam surat ini beserta cerminan hakikat itu yang sebenarnya. 

Kisah Nabi Nuh Beserta Mini Dakwahnya

"Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan), Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih. ' Nuh berkata, Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertaqwalah kepada­Nya, dan taatlah kepadaku, niscaya Allah akan meng­ampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui. "' (Nuh: 1-4)

Surat ini dimulai dengan menetapkan sumber risalah dan aqidah dengan penegasan, "Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Inilah sumber tempat para Rasul menerima tugas, sebagaimana mereka menerima aqidah. Dia adalah sumber yang menjadi sumber alam semesta dan kehidupan. Dialah Allah yang telah menciptakan manusia dan membekali fitrahnya dengan potensi untuk me­ngenal dan menyembah-Nya. Maka, ketika mereka menyimpang dan berpaling dari fitrah itu, Dia lantas mengutus Rasul-rasul-Nya kepada mereka untuk mengembalikan mereka kepada ajaran-Nya.

Nabi Nuh as adalah orang pertama dari Rasul­-rasul itu, sesudah Nabi Adam as . NabiAdam tidak disebutkan risalahnya di dalam Al Qur’an setelah kedatangannya di muka bumi ini dan setelah ia men­jalani kehidupan di sini. Mungkin ia hanya sebagai pendidik bagi putra-putra dan cucu-cucunya, se­hingga setelah lama berlalu masa kewafatannya, mereka tersesat dari ibadah kepada Allah Yang Maha Esa, dan menjadikan berhala berhala sebagai Tuhan-Tuhan sembahan. Pada mulanya mereka mem­buat patung-patung ini hanya sebagai simbol kekuatan yang mereka sucikan, baik kekuatan gaib maupun kekuatan yang nyata. Kemudian mereka lupa bahwa semua itu hanya simbol lalu mereka menyembah patung-patung tersebut. Di antara patung-patung itu terdapat lima patung yang paling popular yang akan disebutkan dalam surat ini.     `

Kemudian Allah mengutus Nabi Nuh kepada mereka untuk mengembalikan mereka kepada tauhid, dan untuk meluruskan pandangan mereka tentang Allah, kehidupan, dan alam semesta. Kitab-­kitab suci terdahulu menyebutkan Nabi Idris as lebih dahulu daripada Nabi Nuh, tetapi apa yang disebutkan di dalam kitab-kitab itu tidak termasuk dari bangunan aqidah muslim. Karena, kemung­kinan adanya syubhat yang berupa penyimpangan danpenambahan terhadap kitab-kitab tersebut. 

Arahan yang dijumpai orang yang membaca kisah Nabi-nabi dalam Al Qur’an adalah bahwa Nabi Nuh ini adasejak menyingsingnya fajar kemanusiaan, dan panjang usianya yang ia gunakan untuk berdakwah kepada kaumnya adalah sembilan ratus lima puluh tahun. Sudah tentu dengan membandingkannya kepada usia Nabi Nuh, maka usia mereka yang hidup padamasanya juga panjang-panjang. Panjangnya usia NabiNuh dan usia generasinya memberikan kesan bahwa jumlah manusia pada waktu itu baru sedikit, tidak sebanyak generasi-generasi sesudah­nva hal itu dibandingkan dengan apa yang kita lihat pada sunnah Allah terhadap makhluk hidup yang panjang umurnya apabila jumlahnya sedikit, sebagaikompensasi. Akan tetapi, Allahlah yang lebih me­ngetahui tentang hal itu. Itu hanya sekadar pandang­andan perbandingan terhadap sunnah Allah saja!

Surat ini dimulai dengan menetapkan dan me­negaskan sumber risalah. Kemudian menyebutkan kandungan risalah Nabi Nuh secara ringkas beserta peringatan yang disampaikannya kepada kaumnya,  "Berilah kaummu peringatan sebelum datang ke­padanyaazab yang pedih. "

Kondisi kaum Nabi Nuh yang telah sampai pada puncaknya dalam keberpalingan, kesombongan, kekeraskepalaan, dan kesesatan sebagaimana yang tampak dari celah-celah perhitungan yang pada akhirnya disampaikan Nuh kepada Tuhannya­ menjadikan pemberian peringatan ini begitu tepat di dalam meringkaskan risalahnya dan mengawali dakwahnya kepada kaumnya. Juga dalam memberikan peringatan tentang azab yang pedih, di dunia atau di akhirat, atau kedua-duanya sekaligus. 

Dari pemandangan yang berupa pemberian tugas, ayat berikutnya secara langsung membentangkan pemandangan yang berupa penyampaian risalah se­cara singkat. Adapun yang menonjol dari isi tablighnya adalah peringatan yang disertai keinginan untuk mendapatkan pengampunan dari kesalahan-kesalah­an dan dosa-dosa. Juga diringi dengan penjelasan tentang akan datangnya saat perhitungan pada suatu waktu di akhirat nanti untuk dipertanggungjawab­kan. hal itu disertai dengan penjelasan ringkas me­ngenai pokok-pokok dakwah yang disampaikannya kepada mereka, 

“Nuh berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya Aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertaqwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila Telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu Mengetahui".(Nuh 2-4)

'Haikaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi pe­ringatan yang menjelaskan kepada kamu. . . . "Dijelaskan peringatan-peringatannya dan diterangkan alasan­-alasannya. Tidak berbicara dengan tidak jelas dan tidak pula ada yang disembunyikan. Tidak bimbang dalam dakwahnya. Tidak ada yang rancu dan samar di dalam menerangkan hakikat sesuatu yang didakwahkannya, dan di dalam menjelaskan hakikat se­suatu yang akan menimpa orang-orang yang mendustakan dakwahnya. Apa yang ia serukan begitu terang, jelas, dan luwes. 
". . . (Yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertaqwalah ke­pada-Nya, dan taatlah kepadaku. . . . "
Ibadah hanya kepada Allah saja, tanpa memper­sekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Taqwa kepada Allah akan dapat menjaga perasaan dan perilaku. Taat kepada Rasul-Nya akan menjadikan perintah­Nya sebagai sumber sistem kehidupan dan kaidah perilaku. 

Pada program-program yang lapang ini tersimpul­kanlah agama langit secara mutlak, kemudian sesudah itu diperinci dalam rincian dan cabang-cabang­nya. Dijelaskan pula sejauh mana tashawwurnya 'pandangannya', serta betapa agung, dalam, jelas, dan lengkapnya agama langit ini. Juga betapa ia meliputi sisi-sisi yang bermacam-bermacam alam wujud dan bagi keberadaan manusia, yang semuanya dibicara­kan dalam perincian dan cabang-cabangnya. 

'Beribadah kepadaAllah Yang Maha Esa"adalah manhaj yang sempurna bagi kehidupan, yang me­liputi pandangan manusia terhadap hakikat uluhiyyah 'keTuhanan yang berhak disembah', hakikat ubudiah(penyembahan, peribadatan), hakikat hubungan antara makhluk dan Khalik (Sang Maha Pencipta), dan hakikat kekuatan dan nilai-nilai di alam semesta dan dalam kehidupan manusia. Dari sana bersum­berlah aturan kehidupan manusia yang ditegakkan pada pandangan itu, sehingga tegaklah manhaj ke­hidupan yang khas yakni manhaj rabbani 'sistem keTuhanan', yang merujuk kepada hakikat hubungan antara ubudiah dan uluhiyyah, dan nilai-nilai yang ditetapkan Allah bagi makhluk hidup dan bagi segala sesuatu. 

"Taqwa kepada Allah" merupakan jaminan yang sebenarnya terhadap konsistensi manusia di atasmanhaj itu, tidak berpaling ke sana atau ke sini, dantidak melakukan tipu daya atau berpura-pura di dalam melaksanakannya. lajuga merupakan sumber akhlak utama yang dilakukan hanya karena Allah, tanpa ada keinginan untuk dipuji orang lain, tidak berpura-pura, dan tidak untuk pamer. 

"Taat kepada Rasul" merupakan jalan untuk dapat tegak lurus di jalan dan menerima petunjuk dari sumbernya yang berhubungan dengan sumber per­tama penciptaan dan petunjuk. Juga jalan untuk menetapkan hubungan dengan langit melalui pos penerimaan langsung yang sehat dan terjamin. 

Langkah-langkah panjang yang diserukan Nuh kepada kaumnya sejak menyingsingnya fajar ke­manusiaan ini merupakan ringkasan dakwah kepada Allah pada setiap generasi sesudahnya. Nuh men­janjikan kepada mereka apa yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang bertobat dan kembali ke­pada jalan-Nya, 
". . . Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa­-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. . . . "
Sebagai balasan bagi orang yang menerima se­ruan untuk beribadah kepada Allah, bertaqwa ke­pada-Nya, dan taatkepada Rasul-Nya adalah pengam­punan dan terbebas dari dosa-dosa yang telah lalu. Juga ditangguhkannya hisab hingga waktu yang ditentukan dalam ilmu Allah dan tidak dijatuhi huku­man dalam kehidupan dunia ini dengan siksaan sampai akar-akarnya (masalah ini akan disebutkan di dalam hisab atau perhitungan yang dikemukakan Nabi Nuh kepadaTuhannya bahwa Tuhan menjanji­kan kepada mereka hal-hal lain di dalam kehidupan ini)Kemudian dijelaskan bahwa ajal yang ditetapkan itu pasti akan datang pada saatnya, dan ia tidak dapat ditangguhkan sebagaimana ditangguhkannya azab dunia. Itu adalah untuk menetapkan hakikat aqidah yang sangat besar ini, 
". . . Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui. "
Nash ini juga mengandung kemungkinan bahwa ini adalah untuk menetapkan setiap ajal yang telah ditetapkan Allah, dan untuk menetapkan hakikat ini ke dalam hati mereka secara umum, sesuai dengan pembicaraan tentang janji akan ditangguhkannya hisab mereka kalau mereka mau bertobat dan taat hingga hari hisab (perhitungan). 

Laporan Nuh kepada 'Tuhannya tentang Perjuangannya dan Tanggapan Kaumnya

Nabi Nuh as terus-menerus melakukan usaha dan perjuangannya yang muliadan lulus untuk membimbing kaumnya, tanpa memperhitungkan kepen­tingan dan keuntungan dirinya. Di dalam menunai­kan tugas yang mulia ini, ia menghadapi kaumnya yang berpaling, sombong, dan selalu menghinanya. NabiNuh berjuang dan berdakwah selama sembilan ratus lima puluh tahun, namun jumlah orang yang mau menerimanya hampir tidak bertambah. Justru keberpalingan dan kebandelan kaumnya di dalamkesesatan semakin meningkat. Kemudian pada ujung perjalanannya, Nabi Nuh kembali menyam­paikan perhitungannya kepada Allah yang telah menugasinya dengan kewajiban yang mulia dan tugas yang berat ini. Iamenyampaikan kembali apa yang telah dilakukannya dan bagaimana kaumnya menang­gapinya, sedang Allah pun mengetahui semua itu.

Nuh mengerti bahwa Allah mengetahuinya, tetapi ia hendak menyampaikan keluhan hatinya yang lelah di ujung perjalanan. Ia sampaikan keluhan ini kepada Zat Yang hanya Dia yang menjadi tempat para Nabi, para Rasul, dan orang-orang beriman mengadukan hakikat iman. lasampaikan keluhannya kepadaAllah. 

Nuh berkata: "Ya Tuhanku Sesungguhnya Aku Telah menyeru kaumku malam dan siang, Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan Sesungguhnya setiap kali Aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian Sesungguhnya Aku Telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan, Kemudian Sesungguhnya Aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam. Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun. Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal dia Sesungguhnya Telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, Kemudian dia mengambalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan. Supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu".(Nuh: 5-20)

Demikianlah yang diperbuat dan dikatakan oleh NabiNuh. Ia kembali melaporkan kepadaTuhannya ketika ia menyampaikan hasil akhir dari perjuangan­m-a yang amat panjang. lamenggambarkan per­juangannya yang terus-menerus tanpa pernah putusitu dengan mengatakan, "Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang. "
Nuh tidak pernah bosan, jenuh, dan putus asa menghadapi kaumnya yang selalu berpaling itu, 
“.. seruanku itu hanya menambah mereka lari (dari kebenaran). "Lari dari da’i yang menyeru ke jalan dakwah, padahal ia tidak meminta upah kalau mereka mendengarkan dan tidak memungut pajak kalau mereka mendapat petunjuk. Mereka lari dari orang yang menyerunya kepada Allah, supaya Allah mengam­puni dan membebaskan mereka dari jerat dosa, ke­maksiatan, dan kesesatan!

Kalau mereka tidak dapat lari karena sang da’i berada di hadapan mereka, dan sudah tiba waktunya untuk menyampaikan dakwahnya ke pendengaran mereka, maka mereka benci jika suara da’i itu sampai ke telinganya dan mereka benci untuk memandang­nya. Mereka terus-menerus di atas kesesatan, dan mereka menyombongkan diri untuk menerima suara kebenaran dan petunjuk, 

"Sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka me­masukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) serta mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. "   (Nuh: 7)
Inilah gambaran tentang kontinuitas da’i di dalam melakukan dakwah dan menggunakan setiap ke­sempatan untukmenyampaikan dakwah kepada mereka. Ini juga gambaran betapa mereka yang di­dakwahkan ituterus-menerus berada dalam kesesatan. Dari celah-celah kisah initampaklah sifat kekanak-kanakan manusia yang keras kepala itu. Tampak dalam tindakan mereka yang menyumbatkan jarijarinya ke telinganya, dan menutup kepala dan wajahnya dengan pakaian. Pengungkapan kalimat ini melukiskan gambaran kekeraskepalaan kanak­-kanak yang sudah sempurna, sebagaimana dilukis­kan bahwa mereka "memasukkan anak jari mereka ke dalam telinga mereka. "

Sudah tentu telinga mereka tidak dapat memuat jari-jari mereka secara sempurna. Mereka hanya menyumbatkan ujung-ujung jarinya saja. Akan tetapi, mereka menyumbatnya dengan sungguh-sungguh, seakan-akan mereka berusaha memasukkan se­luruh jarinya ke dalam telinganya agar suara dakwah itu tidak dapat merambat masuk ke dalamnya sama sekali. Ini adalah gambaran yang kasar tentang kebandelan dan kekeraskepalaan mereka, seakan-­akan sebuah gambaran tentang permulaan masa kanak-kanak manusia yang sudah besar!

Di samping terus melakukan dakwah dengan menggunakan semua kesempatan, dan terus saja menghadapi kaumnya, Nabi Nuh as juga meng­gunakan berbagai macam metode. Adakalanya ber­dakwah dengan terang-terangan, dan kadang ber­dakwah dengan menggabungkan antara dakwah secara terang-terangan dan dakwah secara diam-diam, 

"Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan dan se­sungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang­terangan dan dengan diam-diam. "(Nuh: 8-9)
Di tengah-tengah itu semua, Nabi Nuh berusaha membangkitkan keinginan mereka terhadap kebaikan dunia dan akhirat. Juga dibangkitkannya ke­inginan mereka terhadap pengampunan Allah jika mereka man meminta ampun kepada Nya, karena Dia Maha Pengampun terhadap dosa-dosa
'Maka, aku katakan kepada mereka, Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. (Nuh: 10)
Ditawarkannya kepada mereka untuk mendapatkan rezeki yang banyak dan mudah melalui sebab­sebab yang sudah mereka kenal dan dapat mereka harapkan darinya. Yaitu, hujan lebat yang karenanya akan tumbuh tanam-tanaman dan pengairan akan mengalir dengan baik. hal ini sebagaimana Nuh juga menjanjikan kepada mereka bahwa Allah akan mermberikan rezeki lain berupa anak-anak yang mereka cintai, dan harta yang mereka cari dan mereka banggakan, 

“Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (Nuh: 12)

Nuh menghubungkan istighfar dengan rezeki-­rezeki ini. Pada beberapa tempat dalam Al Qur’an juga disebutkan secara berulang-ulang kaitan ke­baikan hati dan istiqamahnya pada petunjuk Allah dengan kemudahan rezeki dan kemakmuran umum. Pada satu tempat disebutkan, 

''Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat­-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. "(Al A'raaf: 96)

Pada tempat lain disebutkan, 
“Dan sekiranya ahli Kitab beriman dan bertaqwa, tentulah kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah kami masukkan mereka ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan ( hukum ) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka."         (Al Maa'idah: 65-66)

Dan, di tempat lain lagi disebutkan, 
“Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya Aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa khabar gembira kepadamu daripada-Nya. Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang Telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.(Huud: 2-3)

Kaidah yang ditetapkan oleh Al Qur’an dalam beberapa tempat yang terpisah-pisah ini adalahkaidah yang tepat, yang menjadi tumpuan sebab-­sebab segala sesuatu yang dijanjikan Allah dan sunnah kehidupan, sebagaimana kenyataan praktis yang dapat disaksikan realisasinya sepanjang masa. Pembicaraan dalam kaidah ini adalah tentang umat,bukan tentang individu. 

Tidak ada suatu umat yang ditegakkan padanya syariat Allah dan menghadapkan din sebenar-benarnya kepada Allah dengan melakukan amal saleh dan istigfar yang bersumber dari rasa takut kepada Allah. Tidak ada suatu umat yang bertaqwa kepada Allah, rajin beribadah kepada-Nya, menegakkan syariat-Nya, dan menerapkan keadilan dan keamanan bagi semua manusia, melainkan akan melimpah kebaik­an-kebaikan pada mereka. Allah akan memantapkan kedudukan mereka di muka bumi, dan menjadikan mereka khalifahuntuk membawa kemakmuran dan kebaikan padanya. 

Memang, kadang-kadang kita menyaksikan bangsa­-bangsa yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak menegakkan syariat-Nya, mendapatkan kelapangan dan kemakmuran rezeki serta kedudukan yang mantap di muka bumi. Ya, memang kita sering me­lihat itu, tetapi hal tersebut tidak lain hanyalah ujian, sebagaimana firman Allah, 
"Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan. "(Al Anbiya': 35)
Kemudian kemakmurannya terserang penyakit dan dimakan bencana krisis sosial, krisis moral, kezaliman, penyelewengan, dan pelecehan terhadap harkat manusia Di depan kita sekarang terdapat dua negara besar yang melimpah ruah dan mantap rezeki­nya (perekonomiannya) di muka bumi, yang satu negara kapitalis dan satunya lagi negara komunis. 

Di negara yang pertama, masyarakatnya meng­alami krisis moral hingga ke tingkatan yang lebih rendah daripada binatang. Pandangan hidupnya juga mengalami kemerosotan ke tingkatan yang paling rendah, dan segala sesuatunya hanya diukur dengan dolar. Sedangkan di negara yang kedua, nilai-nilai kemanusiaan melorot ke tingkat yang lebih rendah daripada budak, kehidupan selalu diawasi oleh mata-mata, dan manusia selalu hidup dalam ketakutan terhadap pembantaian-pembantaian yang berkepan­jangan. Setiap malam hati mereka tidak pernah me­rasa tenang karena tidak ada jaminan bahwa besok pagi kepalanya masih berada di antara pundak kanan kirinya, tidak dilenyapkan di dalam kegelapan malam karena dituduh yang macam-macam. 

Kita telusuri terus jalan perjuangan Nabi Nuh yang panjang dan mulia. Dengan demikian, kita dapati ia mengingatkan kaumnya terhadap ayat-ayat Allah pada diri mereka, pada alam semesta, dan pada segala sesuatu di sekitar mereka. Iamerasa heran terhadap sikap mereka yang tidak dapat berpikirsehat, mengikuti hawa nafsu, dan bersikap buruk terhadap Allah. Nabi Nuh mengingkari sikap dan perilaku mereka itu, 
“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal dia Sesungguhnya Telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian.”(Nuh: 13-14)
Tingkatan-tingkatan kejadian yang difirmankan kepada kaum Nabi Nuh pada waktu itu sudah tentu merupakan sesuatu yang sudah mereka mengerti, atau salah satu materi petunjuknya sudah dimengerti oleh kaum itu. Tujuannya agar dibalik peringatan itu diharapkan mereka memperoleh kesan di dalam jiwanya yang dapat membawanya kepada kesadaran. 

Kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa ting­katan-tingkatan kejadian itu adalah tingkatan perkembangan janin dari nuthfah ke alaqah,lalu ke mudhghah, hingga ke bentuk kejadiannya yang sem­purna. hal ini dapat dimengerti oleh kaum itu apabila mereka diperingatkan terhadapnya. Karena, janin yang gugur sebelum sempurna kejadiannya dalam rahim itu dapat saja memberikan pengertian kepada mereka tentang perkembangan kejadiannya ini. Inilah salah satu materi petunjuk ayat tersebut.

Mungkin materi petunjuk ayat itu adalah seperti yang dikatakan oleh para ahli embriologi, bahwajanin itu pada mulanya menyerupai binatang satu set. Setelah beberapa lama masa kehamilan, janin itu menyerupai binatang dengan banyak set. Kemudian berbentuk seperti binatang air, lalu berbentuk se­perti binatang yang basah, dan berkembang lagi dengan bentuk manusia. Perkembangan seperti ini sudah tentu jauh dari pengetahuan kaum Nabi Nuh, karena hal ini baru terungkap pada zaman modern sekarang ini. 

Mungkin juga perkembangan embrio seperti yang dipaparkan di atas adalah yang ditunjuki oleh firman Allah Ta'ala di tempat lain setelah menye­butkan tingkatan kejadian janin, 
“Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. "        (Al Mu'minun: 14)
Nash ini dan nash itu memiliki materi petunjuk lain yang tidak terungkap dan tidak terikat oleh ilmu pengetahuan sesudahnya. Bagaimanapun, Nabi Nuh telah mengarahkan kaumnya untuk memperhatikan diri mereka sendiri dimana Allah telah menciptakan mereka melalui tingkatan dan perkembangan sedemikian rupa, tetapi kemudian mereka tidak memiliki rasa hormat di dalam hati mereka terhadap Allah Yang Maha Agung yang telah menciptakan mereka. Sikap demikian ini merupakan sikap makhluk yang sangat mengheran­kan dan sangat buruk. Nabi Nuh juga menghadapkan mereka kepada kitab semesta yang terbuka, 

"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan men­jadikan matahari sebagai pelita. "(Nuh: 15-16)
Tujuh langit ini tidak mungkin dibatasi pada per­kiraan ilmu pengetahuan di dalam mendefinisikan alam semesta, karena semua itu hanya sekadar perkiraan. Nabi Nuh hanya menghadapkan kaum­nya kepada langit dan memberitahukan kepada mereka bahwa langit itu tujuh tingkat, di sana ada bulan yang bercahaya dan ada matahari yang ber­sinar. Sedangkan, mereka dapat melihat bulan dan matahari, dan melihat apa yang disebut langit, yang berupa ruang angkasa yang berwarna biru. Akan tetapi, apakah hakikat langit yang sebenarnya? halitu tidak dituntut oleh mereka, dan tidak seorangpun sampai hari ini yang dapat memastikannya. 

Pengarahan Nabi Nuh ini sudah cukup untuk membangkitkan pikiran dan perhatian terhadap kekuasaan pencipta yang ada di balik makhluk-­makhluk yang besar, dan inilah yang dimaksud oleh arahan itu. Kemudian Nabi Nuh kembali mengarahkan kaumnya untuk memperhatikan kejadian mereka dari tanah dan kembali mereka ke tanah lagi setelah me­ninggal dunia, untuk memantapkan kepada mereka tentang hakikat akan dikeluarkannya mereka kem­bali dari bumi pada waktu dibangkitkan kembali, 
“Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya ,kemudian dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.(Nuh: 17-18)

Pengungkapan kejadian manusia dengan istilah inbat 'menumbuhkan' ini merupakan ungkapan yang menakjubkan dan mengesankan. hal itu diulang-­ulang dalam Al Qur’an pada beberapa tempat, se­perti dalam firman Allah, 
“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya Hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (kami) bagi orang-orang yang bersyukur(Al­ A'raaf: 58)

Firman ini mengisyaratkan bahwa penciptaan manusia itu seperti penciptaan tumbuh-tumbuhan. Penciptaan manusia diiringkan juga penyebutannya dengan penciptaan tumbuh-tumbuhan pada bebe­rapa tempat dalam Al Qur’an. Dalam surat Al Hajj misalnya, Allah menghimpun penjelasan tentang kejadian manusia dan tumbuh-tumbuhan, 
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari setetes mani, Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang Sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, Kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, Kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya Telah diketahuinya. dan kamu lihat bumi Ini kering, Kemudian apabila Telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.(Al Hajj: 5)

Dalam surat Al Mu'minuun ayat 19 disebutkan tahap-tahap perkembangan janin yang mirip dengan apa yang disebutkan dalam surat Al Hajj itu. Ini adalah sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji dan diperhatikan. lamengesankan adanya kesatuan di antara pokok-pokok kehidupan di muka bumi. Juga mengesankan bahwa kejadian manusiadari unsur-unsur utama tanah-seperti tumbuhan lalu makan dan tumbuh berkembang dengannya, menyebabkan manusia dapat dikatakan sebagai tumbuhan dari tumbuhan bumi. Allah memberikanwarna kehidupan ini kepadanya sebagaimana Dia memberikan warna kehidupan itu kepada tumbuh-­tumbuhan. Kedua-duanya dari produk tanah, dan ke­dua-duanya menyusu dari induk (bumi) ini. 

Iman menumbuhkan di dalam jiwa orang muk­min pandangan yang hakiki dan hidup terhadap hubungannya dengan bumi dan makhluk hidup. Pan­dangan yang mengandung pengetahuan yang cer­mat dan perasaan yang hidup, karena ditegakkan pada hakikat yang hidup dalam hati nurani. Ini me­rupakan keistimewaan pengetahuan Qur'ani yang unik. 

Manusia yang tumbuh dari tanah ini kelak akan kembali ke dalam tanah lagi pada kali lain. Allah akan mengembalikan mereka kepadanya sebagaimana dahulu Dia menumbuhkan mereka darinya. Maka, bercampurlah bangkai mereka dengan tanah itu, bercampur aduk menjadi satu, sebagaimana ke­beradaan mereka di dalam bumi sebelum ditumbuh­kan darinya dahulu. Kemudian Allah mengeluarkan mereka kembali dari dalam bumi sebagaimana dahulu mengeluarkan mereka, dan menumbuhkan mereka sebagaimana dahulu menumbuhkan mereka pada kali pertama. Tindakan mengeluarkan atau menum­buhkan mereka kembali itu adalah persoalan mudah dan kecil bagi Allah, yang tidak memerlukan pemi­kiran yang panjang, ketika manusia mau memper­hatikannya dari sudut pemaparan Al Qur’an. 

Nabi Nuh as menghadapkan kaumnya kepada hakikat ini agar hati mereka merasakan adanya tangan Allah yang menumbuhkan mereka dari tanah dan mengembalikan mereka ke tanah lagi. Kemu­dian membangkitkan mereka lagi pada kali lain dan menghisabnya. Tangan Allah melakukan semua ini dengan mudah dan sederhana, sangat jelas, dan tidak dapat dibantah lagi. 

Akhirnya, Nabi Nuh menghadapkan hati kaum­nya kepada nikmat Allah atas mereka. Dia telah me­mudahkan kehidupan bagi mereka di muka bumi, dan memudahkan bumi bagi perjalanan, penghidup­an, transportasi, dan jalan-jalan kehidupan mereka, 
'Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan jalan yang luas di bumi itu. "(Nuh: 19-20)
Hakikat yang dekat kepada pemandangan hidup dan pengetahuan mereka selalu berhadapan dengan mereka secara sempurna. Mereka tidak dapat lari darinya sebagaimana mereka lari dari suara dan peringatan Nabi Nuh. Maka, bumi ini dihamparkan dan dimudahkan bagi mereka, sehingga gunung-gunungnya pun dijadikan bagi mereka tempat me­lintas dan jalan-jalan, dan sudah tentu hamparan burro lebih utama lagi. Di jalan jalannya mereka berlalu lalang, berkendaraan, berpindah pergi darisatu tempat ke tempat lain, mencari karunia Allah, mencari penghidupan, dan mencari kemanfaatan­, dan rezeki dengan mudah. 

Mereka mengetahui hakikat yang terpampang di hadapan mereka tanpa memerlukan kajian yang ilmiah dan mendalam. Dengan ini mereka dapat mempelajari hukum-hukum yang mengatur ke­beradaan mereka di muka bumi dan memudahkan bagi mereka kehidupan padanya. Setiap kali ber­tambah pengetahuan seseorang, maka ia akan men­dapatkan sisi-sisi yang baru dari hakikat ini danmenjumpai ufuk yang jauh lagi. Demikianlah jalan yang ditempuh oleh Nabi Nuh, atau yang diusahakan ditempuh, untuk menyampai­kan dakwah dan seruan ke telinga, hati, dan pikiran mereka dengan berbagai macam metode, cara, dan sarana yang dilakukannya dengan penuh ketekunan, kesabaran yang bagus, dan perjuangan yang mulia selama sembilan ratus lima puluh tahun. Kemudian ia kembali kepada Allah yang telah mengutusnya kepada mereka, untuk melaporkan hasil perhitung­annya dan mengadukan keluh kesahnya, dengan penjelasan yang rind dan dengan bahasa yang mengesankan. Dari penjelasannya yang cermat dan lembut ini, tampaklah gambaran yang indah tentang kesabaran, perjuangan, dan penderitaannya, yang merupakan salah satu mata rantai risalah langit ke­pada manusia yang sesat dan suka melanggar. Nah, apa lagi yang perlu dilakukan sesudah penjelasan yang demikian jelas dan terang?

Nuh berkata: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya mereka Telah mendurhakaiku dan Telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka,dan melakukan tipu-daya yang amat besar". Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Tuhan-Tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr". Dan sesudahnya mereka menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan." (Nuh: 21-24)
Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah men­durhakaiku, setelah kulakukan semua perjuangan ini dan sesudah aku berpenat lelah seperti ini. . Juga setelah kuberikan pengarahan, pencerahan, dan peringatan dengan memberikan harapan-harapan dan janji untuk akan mendapatkan harta kekayaan, anak-anak, dan kemakmuran. Setelah kulakukan semua ini, mereka tetap durhaka dan berjalan di belakang kepemimpinan yang sesat dan menye­satkan, yang memperdayakan para pengikutnya dengan kekayaan dan anak-anak yang dimilikinya, dan lambang-lambang kedudukan dan kekuasaan, dari orang-orang yang "harta dan anak-anaknya tidak
menambah kepadanya melainkan kerugian belaka". 
Mereka telah diperdayakan oleh harta dan anak­-anak mereka dengan kesesatan dan penyesatan. Karena itu, tidak ada lagi di belakang mereka selain kecelakaan dan kerugian.  Pemimpin-pemimpin itu tidak cukup dengan me­nyesatkan saja. Akan tetapi, mereka melakukan tipu daya yang amat besar. "Tipu daya yang maksimal besarnya. Mereka melakukan tipu daya untuk mem­batalkan dakwah dan menutup jalannya untuk dapat sampal ke dalam hati manusia. Mereka melakukan tipu daya untuk menghiasi kekufuran, kesesatan, dan kejahiliahan yang menjerumuskan kaumnya. 

Adapun di antara tipu daya mereka adalah me­nganjurkan masyarakat untuk berpegang teguh pada berhala-berhala yang mereka sebut sebagai Tuhan-Tuhan (aalihah), 'Mereka berkata, jangan sekali­-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Tuhan-Tuhan kamu. Dinisbatkannya "Tuhan-Tuhan" ini kepada mereka adalah untuk membangkitkan kebesaran palsu dan gengsi yang penuh dosa di dalam hati mereka. Dari berhala berhala sembahan ini, mereka khususkan yang paling besar kedudukannya. Lalu, mereka sebutkan secara khusus untuk membangkitkan gengsi dan kesombongan dalam hati golongan masyarakat awam yang mereka sesatkan itu, "Dan, jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyem­bahan) roadd, dan jangan pula suwa ; yaghuts, ya'uq, dan nasr. "Nama- nama tersebut merupakan berhala-­berhala terbesar yang disembah pada zaman jahiliah hingga zaman risalah Nabi Muhammad saw . 
Demikianlah pemimpin-pemimpin yang sesat lagi menyesatkan itumenegakkan berhala-berhala, dengan nama-nama dan bentuk-bentuk yang beraneka macam, sesuai dengan rasa kebangsaan berlebihan yang sangat dominan di kalangan jahiliah manapun.Pengikut-pengikutnya berhimpun di sekelilingnya, dan hati mereka bergejolak untuk membela berhala­-berhala itu. Para pemimpin itu mengarahkan mereka kemana raja yang dikehendakinya, dan dikondisikannya mereka supaya tetap berada di dalam kesesatan dengan melakukan ketaatan dan kepaTuhan kepada mereka, "Sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyak­an (manusia). " hal ini seperti yang dilakukan semua pemimpin sesat yang menghimpun manusia di sekitar berhala-berhala yang berupa batu-batu, manusia, serta ideologi dan pemikiran untuk menghalangi dakwah ke jalan Allah, dan untuk mengarahkan ma­nusia supaya jauh dari para da’i, dengan melakukan tipu daya yang amat besar dan terus-menerus. 

Di sini, dari hati Nabi Nuh as , terbitlah dosa itu atas kaumnya yang zalim, sesat, menyesatkan, selalu mela­kukan tipu daya, dan mendustakan ayat-ayat Allah, 
'Janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan. (Nuh: 24)
Itulah dosa yang terbit dari hati seseorang yang telah berjuang dalam waktu yang panjang dan telah susah payah. Setelah ditempuh segala cara dan di­gunakannya semua sarana, sampailah ia pada kesimpulan bahwa tidak ada kebaikan sama sekali pada hati yang zalim, melampaui batas, dan sombong. Iatahu bahwa hati semacam ini tidak layak mendapat­kan hidayah dan keselamatan. 

Sebelum memaparkan kelanjutan dosa Nabi Nuh as, ayat berikutnya menjelaskan apa yang akan menimpa orang-orang zalim yang penuh dosa itu didunia dan di akhirat. Maka, urusan akhirat itu sudah tampak sebagaimana urusan dunia, bila dinisbatkan kepada pengetahuan Allah, dan dinisbatkan kepada kejadiannya yang pasti dan tidak mungkin berubah, 

'Disebabkan kesalahan-kesalahannya, mereka diteng­gelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong penolong bagi mereka selain dari Allah. " (Nuh: 25)
Karena kesalahan-kesalahan, dosa-dosa, dan pe­langgaran-pelanggarannya, maka mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke dalam neraka. Peng­gunaan huruf fa 'lalu'di sini memang disengaja,karena dimasukkannya mereka ke dalam neraka berkaitan dengan ditenggelamkannya mereka, dan pemisahan dalam waktu yang sangat singkat itu se­akan-akan tidak ada, karena dalam timbangan Allah tidak berarti apa-apa. Maka, tartib ma'at ta'gib' penye­butan secaraberurutan' itu terjadi antara diteng­gelamkannya mereka di bumi dan dimasukkannya mereka ke dalam neraka pada hari kiamat. Mungkin ia adalah azab kubur dalam masa yang pendek antara dunia dan akhirat, 
'Maka, mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah. " 
Mereka tidak lagi punya anak, harta, kekuasaan, dan pelindung-pelindung dari berhala-berhala yang mereka dakwakan! 

Dalam kedua ayat yang pendek itu, selesailah urusan orang-orang yang suka melanggar lagi sombong itu, dan terangkumlah penyebutan tentang kehidupan mereka. Hal itu sebelum dipaparkannya dosa Nabi Nuh as supaya mereka dibinasakan dan dimusnahkan. Di sini tidak diperinci tentang kisah tenggelamnya mereka dan kisah banjir yang me­nenggelamkan mereka. Karena, bayang-bayang yang dimaksudkan adalah adanya peristiwa ini dalam sekilas bayang-bayang. Sehingga, jarak antara di­tenggelamkannya mereka dengan banjir besar dan dimasukkannya mereka ke neraka dilintasi dalamhuruf fa itu saja, sesuai dengan metode Al Qur’an di dalam menyampaikan ungkapan yang mengesan­kan dan pelukisannya yang indah. Maka, kita ber­henti di bawah bayang-bayang konteks ayat tanpa melampauinya hingga merinci kisah tenggelamnya mereka dan dibakarnya mereka di dalam neraka!

Kemudian disebutkanlah dosa Nabi Nuh secara lengkap hingga bagian akhir, dan disebutkan pula bagaimana ia memohon dan menghadapkan diri kepada Allah di ujung jalan perjuangannya, 
Nuh berkata, 'Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. Ya Tuhanku! Ampuni­lah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan wanita. , janganlah Engkau tambahkan bagi orang­-orang yang alim itu selain kebinasaan. (Nuh: 26-28)
Hati Nabi Nuh mendapatkan ilham bahwa bumi perlu dicuci untuk membersihkan wajahnya dari keburukan yang hebat dan tulen yang dicapai kaumnya pada saat itu. Yakni, ketika tidak ada obat mujarab lain yang dapat dipergunakan untuk me­ngobatinya selain dengan membersihkan permuka­an bumi dari orang-orang yang zalim, karena ke­bandelan mereka terhadap seruan ke jalan Allah sudah mencapai puncaknya dan sudah tidak dapat bersambung ke dalam hati mereka lagi. 
Inilah hakikat yang diungkapkan oleh Nabi Nuh ketika memohon kepada Allah agar mereka dihabiskan secara total hingga tidak ada yang masih tinggal bagi di muka bumi. Lalu ia berkata, "Sesunguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu. Lafal"hamba-hamba­-Mu" itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan lafalini adalah orang-orang yang beriman. Lafalini disebutkan dalam ayat Al Qur’an di tempat seperti ini dengan makna tersebut. Penyesatan itu adalah dengan memfitnah mereka dari aqidah mereka dengan kekuatan yang kejam, atau dengan memfitnah mereka sewaktu melihat kekuasaan orang-orang yang zalim dan dibiarkannya mereka oleh Allah dalam keadaan sehat sejahtera!

Kemudian mereka didapati sebagai lingkungan yang di kalangan mereka lahir orang-orang yang kafir, dan kesan kekafiran ini telah tampak sejak kanak-kanak yang masih kecil, karena mereka dicetak oleh orang-orang yang zalim. Sehingga, tidak ada kesempatan bagi mereka untuk melihat cahaya dari celah-celah lingkungan sesat yang mereka ciptakan. Inilah hakikat yang diisyaratkan oleh perkataan Nabi Nuh as dan diceritakan oleh Al­Qur an, 'Mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. "Maka, mereka ucap­kan kebatilan-kebatilan dan kesesatan-kesesatan di kalangan masyarakat, dan mereka ciptakan kebiasa­an-kebiasaan, perundang-undangan, aturan-aturan, dan tradisi-tradisi yang bersamanya akan lahir anak-­anak yang durhaka dan kafirsebagaimana dikatakan oleh Nabi Nuh. 

Karena itu, Nabi Nuh as berdoa dengan doanya yang sangat keras dan membinasakan. Karena itu pula Allah mengabulkan doanya. Lalu, dicuci-Nya permukaan bumi dari kejahatan itu dan disapunya kesalahan-kesalahan dan kebohongan-kebohongan yang tidak dapat disapu kecuali oleh kekuatan Yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa. 
Di samping doanya yang keras dan membinasa­kan yang ditutup dengan ucapannya, '' Janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan" maka diiringi pula dengan doa yang khusyu dan penuh kasih sayang, "Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman, dan semua orang yang ber­iman laki-laki dan wanita. "

Doa Nabi Nuh kepada Allah agar Dia berkenan mengampuninya adalah adab nabawi yang mulia di hadapan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Adab seorang hamba di hadirat Tuhan. Hamba yang tidak pernah lupa bahwa dia adalah seorang manusia yang banyak bersalah dan berkekurangan, meski bagaimanapun ia patuh dan beribadah. Iamenyadari bahwa ia tidak akan dapat masuk surga hanya se­mata-mata karena amalnya, melainkan karena dika­runiai rahmat Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh saudaranya sesama Nabi yang mulia, yaitu Nabi Muhammad saw . Ini pulalah permohonan ampun yang diserukan kepada kaumnya yang penuh maksiat dan dosa itu untuk melakukannya, tetapi mereka malah menentangnya. 

Ia seorang Nabi yang memohon ampun kepada Allah sesudah melakukan perjuangan sedemikian rupa dan dengan kepayahan yang seperti ini. Iame­mohon ampun ketika menghaturkan perhitungan hasil kerjanya kepada Tuhannya. Doanya untuk bapak ibunya adalah kebaktian sang Nabi kepada bapak ibunya yang beriman, sebagaimana kita pahami dari doa ini. Seandainya ibu bapaknya tidak beriman, niscaya Nabi Nuh akan membiarkannya sebagaimana ia membiarkan anaknya yang kafir tenggelam bersama orang-orang yang tenggelam (sebagaimana disebutkan dalam surat Hud). 

Doa khusus bagi orang yang masuk rumahnya dengan beriman itu adalah sebagai kebaikannya terhadap orang-orang yang beriman, kebaikan seorang mukmin terhadap mukmin lainnya, dan menunjukkan betapa ia menyukai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana ia menyukainya untuk dirinya sendiri. Dan, dikhususkannya orang yang masuk rumahnya dengan beriman merupakan tanda keselamatan dan benteng orang-orang mukmin yang akan mene­maninya di dalam bahtera. Sedangkan, doanya yang umum bagi orang-orang mukmin laki-laki dan wanita sesudah itu adalah menunjukkan kebaikan seorang mukmin terhadap orang-orang beriman lainnya secara keseluruhan pada semua masa dan tempat, dan perasaannya ter­hadap unsur-unsur kekeluargaan sepanjang per­putaran masa dan berbedanya tempat tinggal. Ini adalah suatu rahasia yang mengagumkan di dalam aqidah Islam yang menghubungkan antar sesama orang seaqidah dengan jalinan cinta yang kuat dan kerinduan yang dalam, meskipun berjauhan masa dan tempatnya. Yakni, rahasia yang ditanamkan Allah di dalam aqidah ini, dan dikaruniakan-Nya kepada hati yang terikat dengan ikatan aqidah-Nya. Sebagai kebalikan dari kecintaan kepada orang-­orang yang beriman ini adalah kebencian kepada orang-orang yang zalim, 

Janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan. (Nuh: 28)
Ditutuplah sudah surat ini, dan telah dipapar­kannya gambaran yang terang tentang perjuangan NabiNuh as, dan gambar yang buram tentang ke­bandelan orang-orang yang keras kepala lagi zalim. Semua itu meninggalkan kecintaan di dalam hati kepada semangat yang mulia dan kagum terhadap perjuangan yang mulia itu, serta menjadi bekal untuk menempuh jalan yang mendaki ini, bagaimanapun kesulitan dan bebannya, dan bagaimanapun pengor­banan dan penderitaannya. 
Nah, itulah satu-satunya jalan yang dapat me­nyampaikan manusia ke puncak kesempurnaan yang ditakdirkan untuknya di muka bumi ini, ketika sampai kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Luhur, Yang Maha Mulia lagi Maha Agung.

Sumber: Tafsir Zilal, https://www.sakaran.com

No comments:

Post a Comment