Sunday, July 7, 2019

Tafsir Surah Al Muddatstsir

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
يٰأَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ ۙ١
1. Wahai orang yang berkemul (berselimut)!

قُمْ فَأَنْذِرْ ۖ٢
2. bangunlah, lalu berilah peringatan!

وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ ۖ٣
3. dan agungkanlah Tuhanmu,

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ ۖ٤
4. dan bersihkanlah pakaianmu,

وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ ۖ٥
5. dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji,

وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ ۖ٦
6. dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.

وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ ۗ٧
7. Dan karena Tuhanmu, bersabarlah.

فَإِذَا نُقِرَ فِى النَّاقُوْرِ ۙ٨
8. Maka apabila sangkakala ditiup,

فَذٰلِكَ يَوْمَئِذٍ يَّوْمٌ عَسِيْرٌ ۙ٩
9. maka itulah hari yang serba sulit,

عَلَى الْكٰفِرِيْنَ غَيْرُ يَسِيْرٍ ١٠
10. bagi orang-orang kafir tidak mudah.

ذَرْنِيْ وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيْدًا ۙ١١
11. Biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang yang Aku sendiri telah menciptakannya,-*

وَّجَعَلْتُ لَهٗ مَالًا مَّمْدُوْدًا ۙ١٢
12. dan Aku berikan baginya kekayaan yang melimpah,

وَّبَنِيْنَ شُهُوْدًا ۙ١٣
13. dan anak-anak yang selalu bersamanya,

وَّمَهَّدْتُّ لَهٗ تَمْهِيْدًا ۙ١٤
14. dan Aku berikan baginya kelapangan (hidup) seluas-luasnya.

ثُمَّ يَطْمَعُ أَنْ أَزِيْدَ ۙ١٥
15. kemudian dia ingin sekali agar Aku menambahnya.

كَلَّاۗ إِنَّهٗ كَانَ لَاٰيٰتِنَا عَنِيْدًا ۗ١٦
16. Tidak bisa! Sesungguhnya dia telah menentang ayat-ayat Kami (Al Quran).

سَأُرْهِقُهٗ صَعُوْدًا ۗ١٧
17. Aku akan membebaninya dengan pendakian yang memayahkan.

إِنَّهٗ فَكَّرَ وَقَدَّرَ ۙ١٨
18. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya),

فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ ۙ١٩
19. maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?

ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ ۙ٢٠
20. sekali lagi, celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?

ثُمَّ نَظَرَ ۙ٢١
21. kemudian dia (merenung) memikirkan,

ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ ۙ٢٢
22. lalu berwajah masam dan cemberut,

ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ ۙ٢٣
23. kemudian berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri;

فَقَالَ إِنْ هٰذَا إِلَّا سِحْرٌ يُّؤْثَرُ ۙ٢٤
24. lalu dia berkata, "(Al Quran) ini hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu).

إِنْ هٰذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ ۗ٢٥
25. Ini hanyalah perkataan manusia."

سَأُصْلِيْهِ سَقَرَ ٢٦
26. Kelak, Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.

وَمَا أَدْرٰكَ مَا سَقَرُ ۗ٢٧
27. Dan tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu?

لَا تُبْقِيْ وَلَا تَذَرُ ۚ٢٨
28. Ia (Saqar itu) tidak meninggalkan dan tidak membiarkan,-*

لَوَّاحَةٌ لِّلْبَشَرِ ۚ٢٩
29. yang menghanguskan kulit manusia.

عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ ۗ٣٠
30. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga).

وَمَا جَعَلْنَا أَصْحٰبَ النَّارِ إِلَّا مَلٰئِكَةًۖ وَّمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلَّا فِتْنَةً لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْاۙ لِيَسْتَيْقِنَ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتٰبَ وَيَزْدَادَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا إِيْمَانًا وَّلَا يَرْتَابَ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتٰبَ وَالْمُؤْمِنُوْنَۙ وَلِيَقُوْلَ الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ وَّالْكٰفِرُوْنَ مَاذَا أَرَادَ اللّٰهُ بِهٰذَا مَثَلًاۗ كَذٰلِكَ يُضِلُّ اللّٰهُ مَنْ يَّشَاءُ وَيَهْدِيْ مَنْ يَّشَاءُۗ وَمَا يَعْلَمُ جُنُوْدَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَۗ وَمَا هِيَ إِلَّا ذِكْرٰى لِلْبَشَرِ ؑ٣١
31. Dan yang Kami jadikan penjaga neraka itu hanya dari malaikat; dan Kami menentukan bilangan mereka itu hanya sebagai cobaan bagi orang-orang kafir, agar orang-orang yang diberi kitab menjadi yakin, agar orang yang beriman bertambah imannya, agar orang-orang yang diberi kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu; dan agar orang -orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir berkata (berkata), "Apakah yang dikehendaki Allah dengan (bilangan) ini sebuah perumpamaan?" Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri. Dan Saqar itu tidak lain hanyalah peringatan bagi manusia.

كَلَّا وَالْقَمَرِ ۙ٣٢
Ayat 32. Tidak !- Demi bulan,

وَالَّيْلِ إِذْ أَدْبَرَ ۙ٣٣
Ayat 33. dan demi malam ketika berlalu,

وَالصُّبْحِ إِذَا أَسْفَرَ ۙ٣٤
Ayat 34. dan demi subuh apabila mulai terang,

إِنَّهَا لَإِحْدَى الْكُبَرِ ۙ٣٥
Ayat 35. sesungguhnya (Saqar itu) adalah salah satu (bencana) yang sangat besar,

نَذِيْرًا لِّلْبَشَرِ ۙ٣٦
Ayat 36. sebagai peringatan bagi manusia,

لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَّتَقَدَّمَ أَوْ يَتَأَخَّرَ ۗ٣٧
Ayat 37. (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang ingin maju atau mundur.

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ ۙ٣٨
Ayat 38. setiap orang bertanggung jawab  atas apa yang telah dilakukannya,

إِلَّا أَصْحٰبَ الْيَمِيْنِ ۛ٣٩
Ayat 39. kecuali golongan kanan,

في جَنّاتٍۛ يَتَساءَلونَ ۙ٤٠
Ayat 40. berada di dalam surga, mereka saling menanyakan,

عَنِ الْمُجْرِمِيْنَ ۙ٤١
Ayat 41. tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa,

مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ ٤٢
Ayat 42. "Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?"
قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَ ۙ٤٣
Ayat 43. Mereka menjawab, "Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan salat,

وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِيْنَ ۙ٤٤
Ayat 44. dan kami  (juga) tidak memberi makan orang miskin,

وَكُنَّا نَخُوْضُ مَعَ الْخَائِضِيْنَ ۙ٤٥
Ayat 45. bahkan kami biasa berbincang (untuk tujuan yang batil), bersama orang-orang yang membicarakannya,

وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّيْنِ ۙ٤٦
Ayat 46. dan kami mendustakan hari pembalasan,

حَتّٰى أَتٰنَا الْيَقِيْنُ ۗ٤٧
Ayat 47. sampai datang kepada kami kematian."

فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِيْنَ ۗ٤٨
Ayat 48. Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat (pertolongan) dari orang-orang yang memberikan syafaat.

فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِيْنَ ۙ٤٩
Ayat 49. Lalu mengapa mereka (orang- orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?
كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُّسْتَنْفِرَةٌ ۙ٥٠
Ayat 50. seakan-akan mereka keledai liar yang lari terkejut,

فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍ ۗ٥١
Ayat 51. lari dari singa.

بَلْ يُرِيْدُ كُلُّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ أَنْ يُّؤْتٰى صُحُفًا مُّنَشَّرَةً ۙ٥٢
Ayat 52.  Bahkan setiap orang dari mereka ingin agar diberikan kepadanya lembaran-lembaran (kitab) yang terbuka.

كَلَّا ۗ بَلْ لَّا يَخَافُوْنَ الْاٰخِرَةَ ۗ٥٣
Ayat 53. Tidak! Sebenarnya mereka tidak takut akhirat.

كَلَّا إِنَّهٗ تَذْكِرَةٌ ۚ٥٤
Ayat 54. Tidak ! Sesungguhnya (Al-Quran) itu benar-benar peringatan.

فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهٗ ۗ٥٥
Ayat 55. Maka barang siapa menghendaki, tentu dia mengambil pelajaran darinya.

وَمَا يَذْكُرُوْنَ إِلَّا أَنْ يَّشَاءَ اللّٰهُ ۗ هُوَ أَهْلُ التَّقْوٰى وَأَهْلُ الْمَغْفِرَةِ ؑ٥٦
Ayat 56. Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya (Al-Quran) kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dialah Tuhan yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun.


Pendahuluan

Dari segi sebab turunnya dan waktu turunnya kiranya sesuai diterapkan pada surat ini apa yang sudah disebutkan pada surat Al Muzzammil di muka. Karena terdapat beberapa riwayat yang mengatakan bahwa surat ini merupakan surat pertama setelah turunnya surat Al ‘Alaq dan riwayat lain mengatakan bahwa ia turun sesudah dilasana­kannya dakwah secara terang-terangan dan adanya gangguan kaum musyrikin terhadap Nabi saw

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa telah di­ceritakan kepada kami oleh Yahya, dari Waki', dari Ali bin Al Mubarak, dari Yahya bin Abi Katsir, ia berkata, "Aku bertanya kepada Abu Salamah bin Abdur Rahman tentang surat Al Qur’an yang per­tama kali turun. Lalu ia menjawab, 'Surat Al Muddatstsir.' Aku berkata, 'Orang-orang mengatakan bahwa surat yang pertama itu adalah "iqra’ bismi Rabbikal ladzi khalaq." LaluAbu Salamah berkata, 'Aku pernah bertanya kepada Jabir bin Abdullah tentang hal itu dan aku katakan kepadanya seperti apa yang kau katakan kepadaku itu, lalu Jabir men­jawab, Tidak ada yang kuceritakan kepadamu ke­cuali apa yang diceritakan Rasulullah saw kepadaku, 'Aku menyendiri di Gua Hira'. Ketika sudah selesai maka aku turun, kemudian aku dipanggil. Kemudian aku melihat ke kanan, tetapi tidak kulihat apa-apa, kulihat ke kiri tidak ada apa-apa, kulihat ke depan tidak ada apa-apa dan kulihat ke belakang tidak ada apa-apa. Kemudian aku mendongak ke langit, lalu kulihat sesuatu. Kemudian aku datang kepada Khadijah, lalu kukatakan, 'Selimutilah aku dan tuangkanlah air yang dingin kepadaku.' Lalu dia menyelimuti aku dan menyiramkan air dingin ke­padaku. Kemudian turunlah, 'Yaa ayyuhal muddatstsir. Qum fa andzir. Wa Rabbaka fakabbir.... "

Imam Muslim meriwayatkan dari Wan Aqil, dari Ibnu Syihab, dari Abu Salamah, dia berkata, "Jabir bin Abdullah bercerita kepadaku bahwa dia men­dengar Rasulullah saw bercerita tentang masa tenggang turunnya wahyu. Beliau berkata, 'Ketika aku sedang berjalan, tiba-tibaaku mendengar suara dari langit. Kemudian kuangkat kepalaku ke arah langit, tiba-tiba malaikat yang dulu datang kepadaku di gua Hira', duduk di atas kursi di antara langit dan bumi. Lalu aku berlutut karenanya dan aku jatuh ke bumi. Kemudian aku datang kepada istriku seraya ber­kata, "Selimutilah aku! Selimutilah aku!" Lalu Allah menurunkan:"Yaa ayyuhal muddatstsir. Qum fa andzir".... hingga"War-rujza fahjur" Abu Salamah berkata, "Ar rujza adalah berhala. Kemudian dipeliharalah wahyu dan futon secara berturut-turut...." Dan Imam Bukhari juga meriwayatkan dari jalan ini danini adalah lafal Bukhari.

Ibnu Katsir mengomentari hadits ini di dalam tafsirnya dengan mengatakan, "Riwayat inilah yang terpelihara dan ia menetapkan bahwa telah pernah turun wahyu sebelum ini berdasarkan perkataan Rasul,'Tiba-tiba malaikat yang dulu datang kepadaku di gua Hira', yaitu Malaikat Jibril, ketika menyampaikan,

Kemudian terjadilah waktu tenggang setelah itu, lalu malaikat Jibril turun lagi sesudah itu. Dengan mengkompromikan isi riwayat ini maka dapatlah disimpulkan bahwa yang turun pertama kali setelahmasa tenggang turunnya wahyu itu adalah surat ini.,'

Inilah satu riwayat dan di sana terdapat riwayat lain lagi. Ath Thabrani meriwayatkan bahwa telah diceritakan kepada kami oleh Muhammad bin Ali bin Syu'aib As Samsar dari Al Hasan bin Basyar Al Bajali, dari Al Mu'afi bin Imran, dari Ibrahim bin Yazid, aku mendengar Ibnu Abi Mulaikah berkata, "Aku men­dengar Ibnu Abbas berkata,'Sesungguhnya Al Walid Ibnul Mughirah membuatkan makanan untuk orang­-orang Quraisy. Setelah mereka memakannya, dia berkata, 'Bagaimana komentar Anda tentang orang ini?' Sebagian mereka menjawab, Tukang sihir.' Sebagian lagi berkata, 'Dia bukan tukang sihir.' Se­bagian lagi berkata, Tukang tenung.' Yang sebagian lagi menimpali, 'Bukan tukang tenung. 'Yang sebagian lagi berkata, 'Penyair.' Yang sebagian lagi berkata, 'Bukan penyair.' Dan yang sebagian lagi berkata, 'Se­benarnya dia terkena sihir.' Kemudian mereka se­pakat bahwa beliau terkena sihir. Kemudian sampailah hal itu ke telinga Nabi saw, lalu beliau bersedih, menundukkan kepala dan mengenakan selimut. Kemudian Allah menurunkan wahyu,

“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah! Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah...!""
Hampir-hampir riwayat ini pulalah yang me­rupakan riwayat tentang surat Al Muzzammil yang menyebabkan kami tidak dapat memastikan surat mana yang turun lebih dahulu dan yang turun sesuai dengan konteks riwayat ini atau itu. Akan tetapi, kalau kita perhatikan nash Al Qur’an itu sendiri maka akan kita peroleh kesan bahwa permulaan surat hingga firman Allah boleh jadi surat ini turun lebih awal pada masa-masa permulaan dakwah. Keadaannya seperti keadaan permulaan surat Al Muzzarnmil hingga firman Allah,
"Sebutlah nama Tuhanmu dan beribadahlah kepada­-Nya dengan penuh ketekunan. (Dialah) Tuhan masyriq dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung."
Baik yang ini maupun yang itu sama-sama untuk mempersiapkan jiwa Rasulullah saw untuk mengemban tugas yang sangat besar dan menghadapi kaum Quraisy sesudah itu dengan melakukan dakwah secara terang-terangan dan totalitas, karena akan menimbulkan risiko yang berupa kesulitan dan penderitaan yang banyak dan bermacam-macam, yang harus dihadapi dengan persiapan jiwa yang matang terlebih dahulu. Baik surat Al Muddatsir maupun surat Al Muzzammil sama-sama turun se­sudah kaum Quraisy mendustakan dan menentang serta menyakiti dan mengganggu Nabi saw dengan melontarkan tuduhan-tuduhan bohong dan melaku­kan tipu daya yang tercela.

Hanya saja kemungkinan ini tidak menutup ke­mungkinan lain, yaitu bahwasanya masing-masing dari permulaan kedua surat ini turun berkaitan eratdengan apa yang terkandung dalam surat ini dan surat itu, dalam satu konteks, yaitu pendustaan kaum musyrikin dan kesedihan Rasulullah saw dalam menghadapi tipu daya yang direncanakan oleh kaum Quraisy. Persoalan yang terdapat di dalam kedua surat ini juga merupakan persoalan yang terdapat dalam surat Al Qalam sebagaimana sudah kami jelaskan di sana.

Bagaimanapun sebab turunnya dan konteksnya, maka bagian permulaan surat ini memuat seruan yang agung yang memberi kuasa kepada Rasulullah saw untuk mengemban tugas yang luhur ini dan menjauhkan diri dari tidur dan berselimut serta berhangat-hangat, agar bangkit untuk berjihad, ber­juang dan menghadapi kesulitan-kesulitan,'Hai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu berilah peringat­an...!" yang disertai dengan pengarahan kepada Nabi saw supaya bersiap siaga menghadapi urusan yang besar ini dan memohon pertolongan dengan melaksanakan pengarahan Allah kepadanya,

"Dan Tuhanmu agungkanlahl Dan pakaianmu ber­sihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah. Dan jangan­lah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balas­an) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah!" (Al Muddatsir: 3-7)
Diakhirinya pengarahan di sini dengan kesabar­an seperti halnya dalam surat Al Muzzammil.Sesudah itu, surat ini mengandung ancaman yang keras terhadap orang-orang yang mendustakan akhirat dan akan ditindak langsung oleh Allah, sebagaimana kandungan surat Al Muzzammil,

“Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit bagi orang-orang kafir, lagi tidak mudah. Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak dan anak-anak yang selalu bersama dia. Dan Kulapangkannya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapang­nya. Kemudian dia ingin sekali supaya Aku menam­bahnya. Sekali-kali tidak (akan Kutambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (Al Qur’an). Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (Al Muddatsir: 8-17)

Surat Al Muddatstsir ini menyebutkan secara tertentu salah seorang yang mendustakan itu dengan menyebutkan sifatnya sekali dan meng­gambarkan salah satu pemandangan tipu dayanya sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al Qalam danboleh jadi orang yang disebutkan di sini dan di sana adalah sama, ada yang mengatakan bahwa dia adalah Al Walid Ibnul Mughirah (sebagaimana akan disebutkan keterangannya dalam beberapa riwayat pada waktu membicarakan atau menafsirkan nash­nya nanti). Dan surat ini menerangkan mengapa Allah menyatakan perang atau menindaknya adalah karena,
"Sesungguhnya, dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). Maka celakalah dia, Bagai­manakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia me­mikirkan, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyom­bongkan diri. Lalu dia berkata, '(Al Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia. " (Al Muddatstsir18-25)

Kemudian disebutkan tempat kembalinya nanti,
'Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (Al Muddatstsir: 26-30)

Seiring dengan pemandangan neraka Saqar dan malaikat-malaikatpenjaganya yang berjumlah sem­bilan belas, beserta reaksi, fitnah, pertanyaan, ke­raguan dan cemoohan yang akan timbul berkenaan dengan jumlah ini di tengah-tengah kaum musyrikin dan yang lemah imannya, maka surat ini mem­bicarakan hikmah Allah dalam menyebutkan bilangan ini, kemudian dikuaklah satu celah terhadap hakekat kegaiban yang hanya Allah sendiri yang me­ngetahuinya. Yaitu lubang untuk menerima cahaya yang menerangi sisi pandangan iman terhadap hakekat kegaiban Allah yang tersembunyi,
'Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melain­kan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Alkitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Alkitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan), Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan? 'Demikianlah Allah menyesatkan orang-orangyang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia. (Al Muddatstsir: 31)

Kemudian dihubungkanlah urusan akhirat dan neraka Saqar beserta penjaga-penjaganya dengan pemandangan-pemandangan alam yang ada di de­pan mata untuk menimbulkan kesadaran dan kehati-hatian di dalam hati manusia terhadap semua ini,
"Sekali-kali tidak, demi bulan dan malam ketika telah berlalu dan subuh apabila mulai terang. Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia. (Yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur.(Al Muddatstsir:32-37)

Sebagaimana dibeberkan pula posisi orang-orang yang berdosa dan posisi golongan kanan, ketika orang-orangyang mendustakan itu mengakui dengan panjang lebar sebab-sebab kelayakannya untuk me­mikul tanggung jawab atas perbuatannya dan di­belenggu pada hari pembalasan dan hari perhitungan, maka diakhirilah pembicaraan tentang hal itu dengan kata pemutus tentang urusan mereka yang pada waktu itu syafaat orang yang memberi syafaat tidak bermanfaat baginya,
'Tap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Kecuali golongan kanan, berada di dalam surga. Mereka tanya-menanya, tentang (keadaan)orang-orangyang berdosa, Apakah yang memasukkan kamu ke dalam (neraka?) Saqar? Mereka menjawab, 'Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakanshalat dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. Dan adalah kami membicarakan yang batil bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. Dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hinga datang kepada kami kematian. 'Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat. " (Al Muddatstsir: 8-48)

Di bawah bayang-bayang pemandangan dan pengakuan yang menghinakan ini, dipertanyakan­lah dengan nada ingkar mengenai sikap orang-orang yang mendustakan itu terhadap dakwah dan seruan kepada kesadaran dan keselamatan di tempat kem­bali nanti dan dilukiskanlah bagi mereka pemandangan yang menggelikan karena mereka lari bagaikan binatang yang binal,
'Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)? Seakan-akan mereka itu ke­ledai liar yang lari terkejut, lari dari singa.(Al­ Muddatstsir: 49-51)

Kemudian diungkaplah hakekat keterpedayaan mereka yang menghalangi mereka untuk menerima suara pemberi peringatan dan pemberi nasihat,

'Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka. (Al Muddatstsir:52)
Yaitu kedengkiannya terhadap Nabi saw dan keinginannya agar masing-masing mereka diberi risalah. Dan, sebagai sebab terpendam yang paling akhir adalah ketidaktakwaan mereka,

"Sekali-kali tidak! Sebenarnya mereka tidak takut kepadanegeri akhirat. (Al Muddatstsir: 53)

Pada bagian terakhir surat ini datanglah ke­tetapan yang pasti tanpa ada basa-basi di dalamnya,
"Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya, Al­ Qur’anitu adalah peringatan. Maka barangsiapa menghendaki niscaya dia mengambil pelajaran darinya (Al Qur`an).(Al Muddatstsir: 54-55)

Dikembalikanlah semua urusan kepada ke­hendak dan qadar Allah,
'Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya kecuali jika Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun."(Al Muddatstsir: 56)

Demikianlah surat ini menggambarkan satu putaran perjuangan jiwa atas bimbingan Al Qur'an dalam menghadapi kejahiliahan dan pandangan-­pandangannya di dalam hati kaum Quraisy, sebagaimana ia berjuang menghadapi tantangan, tipu daya dan pelecehan yang dilakukan dengan sengaja dan dengan cara yang bermacam-macam....

Banyak sekali kesamaan antara pengarahan­ pengarahan yang terdapat dalam surat ini dengan surat Al Muazammil serta surat Al Qalam yang me­nunjukkan bahwa semuanya turun dalam waktu yang berdekatan untuk menghadapi kondisi yang sama... Hal itu dengan mengecualikan segmen kedua surat Al Muzzamil, yang turun mengenai urusan khusus tentang latihan kejiwaan bagi Rasulullah saw dan golongan orang-orang yang beriman bersama beliau sebagaimana sudah dijelaskan di muka.

Surat ini pendek ayat-ayatnya, cepat dilalui, ber­macam-macam sajak dan iramanya. Kadang-kadang temponya lambat dan kadang-kadang temponya cepat, khususnya ketika menggambarkan peman­dangan orang yang mendustakan ini, ketika dia me­mikirkan dan menetapkan rencananya, bermasam muka dan merengut. Dan di dalam menggambarkan pemandangan neraka Saqar, yang tidak meninggal­kan dan tidak membiarkan, yang membakar kulit manusia.... Dan ketika melukiskan pemandangan ketika mereka lari seperti keledai liar yang lari ter­kejut, lari dari singa.

Keanekaraguman tempo dan irama dengan aneka macam pemandangan dan bayang-bayangnya menjadikan surat ini memiliki nilai rasa tertentu. Lebih-lebih pada saat diulangnya sebagian rimanya pada ujung baris (kalimat), seperti rima (persamaan bunyi) ra' yang bersukun pada kata-kata: Al muddatstsir, andzir, fakabbir... dan perulangan bunyi yang sama selang beberapa lama pada kata-kata: qadar, basar, istakbar, saqar.... Demikian pula dengan perpindahan dari satu bunyi ke bunyi lain dalam satu alinea secara tiba-tiba tetapi dengan tujuan tertentu, seperti yang terdapat pada firman Allah,

Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)? Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut, Lari daripada singa.(Al Mud­datstsir: 49-51)
Pada ayat pertama dikemukakan pertanyaan dengan nada mengingkari (mencemooh). Pada ayat kedua dan ketiga dikemukakan pelukisan dan ejekan terhadap mereka. Begitu seterusnya...

Sekarang marilah kita bahas surat ini secara rinci.

Perjuangan Beserta. Persiapannya

'Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah dan pakai­anmu bersihkanlah dan perbuatan dosa tinggalkanlah dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) mem­peroleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhiperintah) Tuhanmu, bersabarlah!" (Al Mud­datstsir: 1-7)

Ini adalah seruan yang sangat tinggi dan luhur, untuk urusan yang besar dan berat... memberi peringatan kepada manusia dan membangkitkan kesadarannya, melepaskannya dari keburukan di dunia dan dari siksa neraka di akhirat, serta meng­arahkannya ke jalan keselamatan sebelum habis waktunya.... Ini adalah kewajiban yang berat dan sulit, ketika dinisbatkan kepada seorang manusia meskipun dia seorang Rasul sekalipun...manusia dengan kesesatannya, kedurhakaannya, kedurjana­annya, kesombongannya, kekeraskepalaannya, ke­bandelannya, kesenangannya berbuat kekacauan dankeengganannya meninggalkan perkara-perkara ini, semua itu menjadikan dakwah lebih sulit dan lebih berat dibandingkan tugas-tugas manusia lainnya di alam wujud ini.

'Hai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu berilah peringatan!"(Al Muddatsir: 1-2)
Memberi peringatan adalah aktivitas paling me­nonjol di dalam risalah... yaitu memperingatkan terhadap bahaya yang dekat yang senantiasa mengintai orang-orang yang lalai dan kebingungan dalam kesesatan namun mereka tidak menyadari. Di sini tampaklah rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya, padahal mereka tidak akan dapat menambah kekuasaan-Nya sedikitpun ketika mereka semua berada dalam kesesatan dan tidak menambah kekuasaan sedikitpun ketika mereka mendapat petunjuk. Akan tetapi rahmat dan kasih sayang-Nya menghendaki untuk memberi mereka pertolongan ini supaya mereka lepas dari azab yang pedih di akhirat nanti dan dari keburukan yang membinasakan di dunia ini. Diserunya mereka oleh Rasul-Rasul­-Nya untuk mendapatkan ampunan-Nya dan supaya dimasukkan-Nya ke dalam surga-Nya dengan karunia-Nya. Kemudian Allah memberikan pengarahan khusus kepada Rasul-Nya ketika Dia menugasinya untuk memberi peringatan kepada orang lain itu, Diarahkannya untuk mengagungkan Tuhannya, 'Dan Tuhanmu agungkanlah!" (Al Muddatstsir: 3)
 Ya, hanya Tuhanmu raja... karena hanya Dia sendiri Yang Maha Agung yang berhak untuk diagungkan. Ini adalah pengarahan yang menetapkan satu segi dari tashawur imani terhadap makna Ilahiah dan makna tauhid. Sesungguhnya setiap orang, setiap sesuatu, setiap nilai dan setiap hakekat adalah kecil dan hanya Allah sendiri Yang Maha Agung.... Dan bersembunyilah segenap benda benda, segenap kekuatan dan nilai, segenap peristiwa dan keadaan, segenap makna dan bentuk, semuanya hilang di bawah bayang keagung­an dan kesempurnaan, milik Yang Maha Agung dan Maha Tinggi.
Ini adalah pengarahan kepada Rasulullah saw yang akan menghadapi tugas memberi peringatan kepada manusia, sebuah tugas yang sangat besar dan amat berat, dengan tashawur yang seperti ini dandengan perasaan yang begini, sehingga terasa kecil segala tipu daya, segala kekuatan dan segala hambatan. Dia merasakan bahwa hanya Tuhannya yang memanggilnya untuk menunaikan tugas mem­beri peringatan ini sajalah Yang Maha Besar.... Dakwah yang sulit dan berat ini selalu memer­lukan kehadiran tashawwur (pandangan, pola pikir) dan perasaan seperti ini.

Diarahkannya Rasul kepada kesucian, 'Dan pakai­anmu bersihkanlah" (Al Muddatstsir: 4)Kebersihan pakaian ini merupakan kata kiasan yang biasa di­pakai orang Arab dengan maksud kebersihan hati, akhlak dan amal perbuatan... Kebersihan dan ke­sucian diri termasuk pakaian dan segala sesuatu yang bersentuhan dengannya.... Kebersihan atau kesucian adalah keadaan yang sangat cocok untuk menerima kehadiran makhluk tertinggi, sebagai­mana kesucian ini merupakan sesuatu yang paling lekat dengan karakter risalah ini. Sesudah itu, ke­sucian merupakan sesuatu yang sangat vital di dalam melakukan indzar ‘peringatan' dan tabligh 'menyampaikan risalah' serta melaksanakan dakwah di tengah-tengah berbagai macam lingkungan, hawa nafsu, jalan-jalan masuk dan lorong-lorong, dengan segala kotoran, pencampuradukan dan aib-aib, yang menjadikan juru dakwah sangat memerlukan ke­sucian yang sempurna supaya dapat menyelamat­kan orang-orang yang berlumuran dengan kotoran-­kotoran itu sedangkan dia sendiri tidak menjadi kotor dan bernoda.... 

Ini merupakan suatu perhatian yang halus dan mendalam untuk memberlakukan risalah dan dakwah serta menerapkannya di antara berbagai kalangan, lingkungan, kondisi dan hati. Diarahkannya beliau supaya meninggalkan ke­musyrikan dan segala sesuatu yang dapat men­datangkan azab, "Dan perbuatan dosa (menyembahberhala) tinggalkanlah!" (Al Muddatstsir: 5)

Rasulullah saw sendiri sudah menjauhi kemusyrikan dan segala sesuatu yang mendatangkan azab semenjak sebelum beliau diangkat menjadi Rasul. Fitrahnya yang suci dan sehat menjauhi penyele­wengan dan penyimpangan itu, menjauhi keper­cayaan-kepercayaan yang hina dina itu dan men­jauhi moralitas dan tradisi yang buruk itu. Karena itu, tidak pernah dikenal bahwa beliau pernah turut serta bergelimang dalam kejahiliahan itu. Meskipun begitu, pengarahan ini dimaksudkan untuk memberikan garis pemisah dan menyatakan keberbedaan yang tak kenal damai dan kompromi. Karena keduanya (Islam dan jahiliah) merupakan dua jalan hidup yang bersimpangan dan tak mungkin bertemu, sebagaimana dimaksudkan untuk ber­lindung dari kotoran dosa (rujz). Kata rujz itu pada asalnya berarti azab, kemudian dipergunakan untuk segala sesuatu yang mendatangkan azab, yakni menjaga kesucian dari sentuhan kotoran ini! Diarahkannya Rasulullah untuk melupakan diri­nya dan tidak mengungkit-ungkit usaha dan perjuangan yang telah dilakukan, atau menganggapnya banyak dan besar, 'Dan janganlah kamu memberi (de­ngan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.(Al Muddatstsir: 6)

Memang beliau akan memberikan tenaga, men­curahkan pengorbanan dan menjumpai penderitaan yang banyak. Tuhannya menghendaki agar beliau tidak menganggap besar apa yang dicurahkannya dan tidak menganggap banyak pengorbanannya dantidak merasa telah berjasa besar dengan per­juangannya.... Dakwah ini tidak akan bisa berjalan lurus di dalam jiwa yang selalu merasakan dan me­mikirkan apa yang telah dicurahkan dan dikorban­kannya. Karena pengorbanan dan perjuangan yang besar itu tidak akan dilakukan dan dapat dipikul oleh jiwa kecuali ketika ia melupakannya, bahkan ketika ia tidak merasakannya lama sekali karena ia teng­gelam dalam perasaannya bersama Allah, merasa­kan bahwa segala sesuatu yang dilakukan dan di­berikannya itu tidak lain hanyalah karena karuniaAllah dan pemberian-Nya. Maka apa yang dilaku­kannya itu adalah karunia yang diberikan Allah kepadanya, pemberian yang dipilihkan untuknya dandiberinya ia taufik untuk mendapatkannya. Itu adalah pilihan dan penghormatan yang diberikan Allah yang sudah sepatutnya ia bersyukur kepada Allah, bukan malah mengungkit-ungkitnya dan me­rasa telah banyak berbuat. Akhirnya, cliarahkanlah beliau kepada kesabaran,
'Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabar­lah"(Al Muddatstsir: 7)

Ini adalah pesan yang disebutkan berulang-ulang setiap kali memberikan tugas dakwah atau memantapkannya. Dan kesabaran merupakan bekal pokok di dalam perjuangan yang berat ini. Perjuangan dakwah ke jalan Allah. Perjuangan dan peperangan yang bercampur-campur untuk melawan syahwat dan nafsu, kemauan jiwa dan keinginan hati, juga meng­hadapi musuh-musuh dakwah yang dipandu oleh setan-setan syahwat dan dimotivasi oleh setan-setan hawa nafsu! Ini adalah peperangan yang panjang dan sengit yang tidak ada bekal yang cocok baginya kecuali kesabaran, yang karenanya ia berjuang hanya untuk mencari keridhaan Allah dan mengharapkan pahala di sisi-Nya.

Setelah selesai pengarahan Ilahi kepada Nabi yang mulia ini, maka paragraf berikutnya menjelaskan materi peringatan yang harus disampaikan kepada orang lain itu yang dikemukakan dengan sentuhan yang membangkitkan kesadaran terhadap hari yang sulit, yang diingatkan dengan pendahuluan yang menakutkan,
'Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah."(Al Muddatstsir: 8-10)

'An-naqr fin-naaquur"(tiupan sangkakala).... Hal ini diungkapkan dalam beberapa tempat di dalam Al Qur’andengan ungkapan lain yang berbunyi 'An­ nakh fish-shuur" (nufikha fish-shuur). Akan tetapi, ungkapan dengan naqr itu lebih mengesankan karena kerasnya suaranya dan gemanya, seakan-akan peng­ukiran yang bersuara dan berbunyi dan suara yang mengukir di telinga itu lebih mengena daripada suara yang coma didengar oleh telinga.... Oleh karena itu, disifatilah hari itu sebagai hari yang sulit bagi orang-orangkafir dan kesulitan itu dipertegas lagi dengan tidak adanya bayang-bayang kemudahan di sana, 'Bagi orang-orang kafir, lagi tidak mudah." Maka kesulitan itu bersifat total, menyeluruh. Ke­sulitan yang tidak ada celah-celah kemudahannya, kesulitan yang tidak dipisahkan oleh sesuatupun. Bahkan perkataan ini dibiarkan bersifat global dan misterius, yang memberi kesan kesedihan, kesusah­an dan kesempitan.... Karena itu, alangkah tepatnya kalau orang-orang kafir itu mau mendengarkan peringatan sebelum ditiupnya sangkakala yang menakutkan, lalu mereka hadapi hari yang penuh kesulitan dan penderitaan !

Ancaman Allah kepada Orang Yang Sombong Menentang Dakwah

Setelah mengemukakan ancaman umum ini, paragraf berikutnya beralih menghadapi seseorang dari orang-orang yang mendustakan risalah, yang tampak bahwa dia memiliki peranan yang pokok dan khusus di dalam mendustakan dan menentang dakwah ini. Oleh karena itu, diarahkanlah kepadanya ancaman yang sangat keras ini dan digambarkanlah dirinya dengan gambaran yang menggelikan me­ngenai keadaannya, ciri-ciri wajahnya dan jiwanya, yang tampak dari celah-celah kalimat-kalimat ini, dengan lukisan yang hidup dan bertubuh yang ber­gerak dengan segala sifat dan ciri-cirinya,
'Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak dan anak-anak yang selalu bersama dia dan Kulapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya, kemudian Dia ingin sekali supaya Aku menambahnya. Sekali-kali tidak (akan Kutambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (Al Qur’an). Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). Maka celakalah dia! Bagaimanakah dia me­netapkan?Kemudian celakalah dial Bagaimanakah dia menetapkan?Kemudian dia memikirkan. Sesudah itu, dia bermasam muka dan merengut. Kemudian dia ber­paling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu dia berkata, '(Al Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.' Aku akan memasuk­kannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga)." (Al Muddatstsir: 11-30)
Terdapat beberapa riwayat yang mengatakan bahwa orang yang dimaksudkan di sini adalah Al WalidIbnul Mughirah Al Makhzumi. Ibnu Jarir me­riwayatkan bahwa telah diceritakan kepada kami oleh Ibnu Abdul A'la dari Muhammad bin Tsaurah, dari Ma'mar, dari Ubadah bin Manshur, dari Iunah, bahwa Al Walid Ibnul Mughirah datang kepada Nabi saw, lalu beliau membacakan Al Qur’an kepadanya, maka seakan-akan diatertarik kepadanya. Kemudian hal itu sampai kepada Abu Jahal bin Hisyam, lalu ia datang kepadanya seraya berkata, "Wahai paman, sesungguhnya kaummu hendak mengumpulkan harta kepadamu." Al Walid bertanya, "Untuk apa?" Abu Jahal menjawab, "Untuk diberikannya kepada­mu, karena engkau telah datang kepada Muhammad menawarkan sesuatu yang sekiranya dapat diterimanya." (Maksud Abu Jahal adalah untuk mempro­vokasi Al Walid agar bangkit kesombongannya, karena ia tahu Al Walid itu mudah dihasud). Lalu Al Walidmenjawab, "Kaum Quraisy sudah mengetahui bahwa aku adalah orang yang paling kaya." Abu Jahal berkata, "Kalau begitu, ucapkanlah perkataan yang dengan itu kaummu mengetahui bahwa engkau benci dan tidak suka kepada apa yang telah di­ucapkan Muhammad." Al Walid berkata, "Lantas apa yang harus saya katakan? Demi Allah, tidak ada seorangpun dari kamu yang lebih mengerti daripadasaya mengenai syair, sajaknya dan iramanya, juga tentang syair-syair bangsa jin. Demi Allah, tidak ada satupun dari semua ini yang menyerupai apa yang dikatakan Muhammad itu. Sesungguhnya, apa yang diucapkannya itu terasa manis, dapat menghancur­kan apa saja yang di bawahnya, nilainya sangat tinggi dan tidak dapat ditandingi..." Abu Jahal berkata, "Demi Allah, kaummu tidak akan rela sebelum engkau mengatakan sesuatu tentang hal itu (Al Qur'an yang diucapkan Nabi Muhammad)...." Al Walid berkata,"Biarkanlah aku memikirkan hal itu...." Setelah ia berpikir, kemudian ia berkata, "Sesungguhnya (Al Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari dari orang lain." Kemudian turunlah ayat,
"Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian” hingga firman-Nya “Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga)."
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa kaum Quraisy berkata, "Sungguh, jika Al Walid berpindah agama niscaya seluruh orang Quraisy akan ber­pindah agama." Maka Abu Jahal berkata, "Saya akan menjamin kamu terhadapnya!" Lalu dia menemui Al Walid.... Dan setelah berpikir panjang, kemudian Al Walidberkata, "Sesungguhnya, Al Qur’an itu adalah sihir yang dipelajari dari orang-orang dahulu. Tidakkahkamu tahu bahwa ia dapat memisahkan antara seseorang dari isterinya, anaknya dan ahli-ahli waris­nya?"Inilah peristiwa sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa riwayat. Adapun Al Qur'an, maka ia membawakan cerita ini dengan lukisan yang hidup dan mengesankan, yang dimulai dengan ancaman yang keras dan menakutkan,

'Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirianl"
Firman ini ditujukan kepada Rasulullah saw yang maknanya adalah: biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang telah Kuciptakan sendiri,lepas dari segala sesuatu yang lain, yang menyombongkan harta yang banyak, anak-anak yang selalu menyertai­nya, nikmat-nikmat yang dibangga-banggakan danmasih meminta tambahan lagi. Biarkanlah Aku ber­tindak terhadapnya dan janganlah engkau sibuk memikirkan makar dan tipu daya yang dilakukan­nya... karena Aku yang akan memeranginya.... Di sini, perasaan bergetar, merinding, takut danbergoncang, ketika dia menggambarkan kekuatan yang tak terbatas ini... kekuatan Tuhan Yang Maha kuasa lagi Maha Perkasa... yang akan menyiksa makhluk yang lemah, miskin, kecil dan kerdil ini! Inilah kegemetaran yang disampaikan nash Al Qur’anke dalam hati pembaca dan pendengar yang beriman kepadanya. Maka, bagaimana dengan orang yang langsung menjadi sasaran ayat ini?

Al Qur'an dengan panjang lebar menyebutkan sifat manusia ini beserta nikmat-nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya, sebelum me­nyebutkan penentangannya. Maka Allah telah menciptakannya sendirian, lepasdari segala sesuatu, hingga dari pakaiannya.Kemu­dian menjadikan untuknya harta yang banyak, mem­berinya anak-anak yang selalu hadir menyertainya, sehingga dia merasa senang dan terhibur di tengah­-tengah mereka dan melapangkan serta memudah­kan kehidupan baginya....
"Kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambah­nya.(Al Muddatstsir:15)
Tetapi, ia tidak merasa puas dengan apa yang telah diberikan kepadanya, tidak mau bersyukur dan tidak merasa cukup.... Atau boleh jadi dia sangat ber­keinginan agar diturunkan wahyu kepadanya dan diberikan kitab kepadanya sebagaimana akan di­sebutkan pada akhir surat, 'Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka.(Al Muddatstsir:32)

Maka sesungguhnya, dia termasuk orang yang iri hati kepada Rasulullah saw karena beliau dijadikan Nabi oleh Allah. Di sini, ditolak keras keinginannya untuk men­dapatkan tambahan kenikmatan yang tidak mem­bawa kebaikan, ketaatan dan kesyukuran kepada Allah,
"Sekali-kali tidak (akan Kutambah)!"... Sebuah kalimat untuk menolak dan mencela dengan keras. "Karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (Al Qur’an)." (Al Muddatstsir:16)Ia menentang dalil-dalil kebenaran dan petunjuk-petunjuk iman. Iaberdiri menghalangi dakwah, memerangi Rasul, menghalangi dirinya dan orang lain dari menerima dakwah dan menyebarkan kesesatan-kesesatan di sekitar dakwah.Penolakan ini diakhiri dengan ancaman yang menggantikan kemudahan dengan kesulitan, serta mengantarkan penderitaan,

'Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. " (Al Muddatstsir: 17)
Ini adalah ungkapan yang menggambarkan gerak kesulitan itu. Jalan yang mendaki itu lebih memayahkan perjalanan dan lebih melelahkan. Apalagi kalau perjalanan ini karena dorongan sesuatu yang bukan atas keinginannya sendiri, maka akan lebih me­mayahkan dan melelahkan lagi. Pada waktu yang sama, ayat ini mengungkapkan tentang hakekat yang sebenarnya. Karena orang yang menyimpang dari jalan iman yang mudah dan menyenangkan, maka ia akan menempuh jalan yang terjal, memayahkan dan sulit dan memutuskan ke­hidupannya dalam kegoncangan, penderitaan, kesusahan dan kesempitan, seakan-akan dia sedang naik ke langit (yang tidak ada oksigennya sehingga sesak napasnya penj.), atau mendaki jalan yang terjal berbatu-batu dengan tidak membawa minuman dan perbekalan, tanpa dapat istirahat dan tanpa ada harapan yang dapat dicapai di akhir perjalanan. Kemudian dilukiskanlah gambaran yang indah yang sarat dengan ejekan terhadap orang yang me­nguras pikirannya, memeras sarafnya dan mengerutkan jidatnya. Dan digambarkan pula keadaannya yang muram dan memberengut... Semua itu adalah untuk menunjukkan aibnya orang yang mencela Al Qur’andengan perkataan-perkataan yang diucapkannya,
"Sesungguhnya, dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). Maka celakalah dia! Bagai­manakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia me­mikirkan. Sesudah itu, dia bermasam muka dan merengut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata, '(Al Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia. (Al Muddatstsir: 18-25)
Pandangan demi pandangan, getaran demi getar­an dan gerakan demi gerakan dilukiskan dalam kalimat-kalimat itu, seperti kuas yang melukis di kanvas, bukan menulis kalimat-kalimat yang meng­ungkapkan, bahkan seperti film yang bergerak memvisualkan pemandangan adegan demi adegan!! Gambaran ketika ia berpikir dan merenung, di­sertai seruan yang menjadi keputusan. "Celakalahdia!" Semua pengingkaran di sini adalah ejekan! 'Bagaimanakah dia menetapkan?" Kemudian diulangilagi seruan dan pengingkaran itu untuk menambah kesannya. Gambaran, lukisan, ketika ia melihat ini dan itu,dengan perbuatan yang sungguh-sungguh dan penuh beban, yang mengesankan ejekan dan penghinaan terhadapnya.Potret, gambaran, ketika ia mengerutkan alisnya dengan bermasam muka, sedang mengkonsentrasi­kan pikirannya untuk melakukan sesuatu yang ter­nyata menggelikan!

Nah, apakah yang terjadi selanjutnya setelah ia tenggelam dalam kesibukan yang demikian itu? Apakah yang terjadi setelah berpikir kerdil seperti ini? Tidak terbuka sesuatupun padanya.... Ia hanya me­mikirkan bagaimana menjauhi cahaya (AI-Qur'an) dan menyombongkan diri terhadap kebenaran.... Lalu ia berkata, "(Al Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia." (Al Muddatstsir:24-25)

Kilas-kilas pandangan yang hidup yangdiungkap­kan oleh Al Qur'an dan ditetapkannya dalam pikiran itu lebih kuat daripada apa yang dilukiskan oleh kuas di atas kanvas dan lebih indah daripada apa yang divisualkan oleh film yang bergerak di layar. Ayat ini membiarkan pelakunya menjadi bahan tertawaan orang-orang yang menertawakannya sepanjang masa danmembiarkan potretnya yang buruk di alam se­mesta, yang dapat dilihat oleh manusia dari generasi ke generasi. Setelah selesai menampilkan kilas-kilas pandang­an yang hidup dan menampilkan sosok makhluk (manusia) yang menggelikan ini, maka disusulilah hal ini dengan ancaman yang menakutkan,

'Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar." (Al Muddatstsir: 26)
Ini adalah ancaman yang terlalu besar dan terlalu menakutkan untuk sekadar dimengerti! Kemudian disusuli dengan menyebutkan sesuatu secara umum (tidak jelas perinciannya) dengan menyebutkan sifatnya yang sangat menakutkan dan mengerikan,
"Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan.(Al Muddatstsir: 28)
Ia menyapu bersih, menelan seluruhnya, meng­hapuskan semuanya, dengan tidak ada sesuatupun yang dapat menghentikannya dan tidak ada sesuatupunyang tertinggal, tidak ada sesuatupun yang tersisa. Kemudian ia menuju kepada kulit manusia dan membakarnya, "(Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia.(Al Muddatstsir: 29)Sebagaimana dikatakan dalam surat Al Ma'aarij, "Yang memanggil orang yang membelakangi dan yang berpaling (dari agama)." (Al Ma'aarij: 17)
Ayat ini menunjuk kepada fisiknya, seakan-akan ia bermaksud menimbulkan ketakutan ke dalam jiwa dengan menampilkan pemandangannya yang menakutkan!
Dan untuk mengurus neraka itu terdapat pen­jaga-penjaga yang jumlahnya "sembilan belas" (Al Muddatstsir: 30)

Kita tidak mengetahui, apakah mereka itu per­sonil-personil malaikat yang kasar dan keras (se­bagaimana disebutkan dalam surat At Tahriimataukah mereka itu barisan-barisan dari ber­macam-macam dan kelompok-kelompok malaikat? Itu adalah informasi dari Allah, yang akan dijelaskan keadaan dan identitas para penjaga itu pada ayat yang akan datang.

Perbedaan Sikap Orang Mukmin dengan Orang Kafir dalam Menerima Informasi Gaib Ini

Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka menerima kalimat-kalimat Allah ini dengan penuh kepasrahan sebagai sikap yang layak bagi orang yang percaya kepada Tuhannya dan beradab de­ngan adab seorang hamba terhadap Tuhannya. Maka ia tidak membantah apapun yang diinformasikan dan difirmankan-Nya. Sedangkan orang-orang musyrik, maka mereka menangkap (memahami) jumlah bilangan ini dengan hati yang kosong dari iman, tanpa menghormati Allah dan tanpa keseriusan di dalam menerima urusan yang besar ini. Lantas mereka mengejek dan menertawakannya dan men­jadikannya bahan cemoohan dan gurauan.... Di antaranya ada yang berkata, "Apakah setiap sepuluh orang dari kamu tidak mampu menghadapi satu orang dari kesembilan belas orang itu?" dan yang lain lagi berkata, 'Tidak! Bahkan aku mampu untuk menghadapi setiap dua orang dari mereka dan sisanya kuserahkan kepadamu!" Dan lain-lain ucapan yang mencerminkan jiwa yang tidak memiliki sinar dan sudah tertutup rapat di dalam menyikapi per­kataan yang agung dan mulia ini. Pada waktu itu, turunlah ayat-ayat berikut yang mengungkapkan hikmah Allah mengungkapkan sisi kegaiban ini, disebutkannya bilangan ini, dikembali­kannya ilmu tentang perkara gaib ini kepada Allah dan ditetapkannya apa yang ada di balik itu dengan menyebut neraka Saqar dan penjaga-penjaganya di ujung penampilan itu,

'Dan dada Kami jadikan penjaga neraka itu melain­kan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al­kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Alkitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan), Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?'Demikianlah Allah menyesatkan orang-orangyang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepadasiapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan dia itu tidak lain hanyalah peringatan bagi ma­nusia. (Al Muddatstsir: 31)

Ayat ini dimulai dengan menetapkan hakekat bilangan sembilan belas yang dibantah oleh orang-orangmusyrik itu, 'Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu me­lainkan dari malaikat.... "
Jadi, mereka adalah dari makhluk gaib yang tidak ada yang mengetahui tabiatnya dan kekuatannya selain Allah, sedang Dia telah berfirman kepada kita tentang mereka, bahwa mereka itu "tidak mendur­hakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. " (At Tahriim: 6)
Allah menetapkan bahwa para malaikat itu selalu mematuhi apa yang diperintahkan Allah kepada mereka dan mereka memiliki kemampuan untuk melakukan apa yang diperintahkan itu. Kalau begitu, maka mereka sudah dibekali dengan kekuatan yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan segala se­suatu yang ditugaskan Allah untuk mereka kerjakan. Apabila mereka ditugaskan menjaga neraka Saqar, berarti mereka telah dibekali oleh Allah dengan ke­kuatan yang diperlukan untuk tugas itu, sebagai­mana yang diketahui Allah. Karena itu, mereka tidak dapat ditekan atau dikalahkan oleh manusia yang lemah itu. Dan tidak ada perkataan yang berlagak menyombongkan diri hendak mengalahkan malaikat itu kecuali keluar dari kebodohan yang berat ter­hadap hakekat penciptaan dan pengaturan Allah ter­hadap segala urusan.
'Dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir. "

Nah, mereka inilah yang sangat terkesan hatinya (dengan kesan buruk penj.)terhadap sebutan jumlah bilangan itu karena mereka ingin mem­bantahnya dan mereka tidak mengerti di tempat mana seharusnya mereka menerima dan di tempat mana pula mereka boleh membantah. Maka semua urusan gaib ini termasuk urusan Allah dan manusia tidak memiliki pengetahuan terhadapnya, banyak atau sedikit. Apabila Allah telah menginformasikan tentang perkara gaib itu, maka Dialah satu-satunya sumber tentang hakekat masalah ini dan urusan manusia hanya menerima informasi ini dengan penuh kepasrahan dan kemantapan hati bahwa yang terbaik ialah apa yang disebutkan pada persoalan ini saja, dengan ketentuan yang telah disebutkannya dantidak ada jalan bagi manusia untuk membantah­nya. Maka manusia hanya boleh membantah se­suatu yang dia telah memiliki pengetahuan sebelum­nya yang bertentangan dengan informasi yang baru itu. Adapun mengenai persoalan mengapa malaikat penjaga itu berjumlah sembilan belas (entah apa maksud jumlah segitu itu), maka ini adalah urusan yang hanya Allah yang mengetahuinya, sedang Dia yang mengatur semua yang wujud dan mencipta­kan segala sesuatu dengan ukuran dan ketentuan­nya. Jumlah ini adalah seperti halnya dengan jumlah-jumlah lainnya. Orang yang ingin membantah atau menyangkal, bisa saja membantah atau menyanggah setiap jumlahatau bilangan lain dan urusan lain dengan bantahan serupa, misalnya, mengapa langit itu tujuh? (Kok tidak delapan, sembilan, sepuluh dan seterusnya? penj.). Mengapa manusia diciptakan dari tanah kering seperti tembikar, sedang jin diciptakan dari nyala api? Jawabannya sudah tentu karena Yang Maha Pencipta berkehendak dan berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya! Demikianlah kata putus di dalam menghadapi persoalan-persoalan seperti ini....
"Supaya orang-orang yang diberi Alkitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Alkitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu.... "

Maka mereka ini akan mendapatkan di dalam jumlah penjaga neraka Saqar itu sesuatu yang dapat membawa sebagian mereka kepada keyakinan dan menjadikan yang sebagian lagi semakin bertambah imannya. Adapun orang-orang yang diberi Alkitab, maka mereka pasti memperoleh sesuatu dari hakekat ini. Apabila mereka mendengarnya dari Al Qur'an, maka mereka yakin bahwa Al Qur'an itu membenar­kan apa yang tersebut dalam kitab sebelumnya mengenai masalah ini. Sedangkan orang-orang yang beriman, maka setiap perkataan dari Tuhan mereka menambah keimanan mereka, karena hati mereka senantiasa terbuka dan berhubungan dengan Tuhan­nya, sehingga dapat menerima berbagai macam hakekat secara langsung; dan setiap hakekat dari Allah yang datang ke dalam hatinya akan menambah ketenangan dan kepercayaannya kepada Allah. Dan, hatinya akan merasakan hikmah Allah di balik bilang­an ini beserta ketentuannya yang lembut terhadap ciptaannya, sehingga menambah keimanan dalam hatinya. Hakekat ini sudah mantap di dalam hati mereka itu, sehingga mereka tidak ragu-ragu lagi terhadap apa saja yang datang dari sisi Allah sesudah itu.
'Dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan), Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?"

Demikianlah, sebuah hakekat (urusan) mening­galkan dua kesan (tanggapan) yang berbeda di dalam hati yang berbeda... Sementara orang-orang yang diberi kitab merasa yakin dan orang-orang yang beriman bertambah imannya, maka orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang hatinya lemah itu berada dalam kebingungan bertanya tanya, 'Apa­kah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai perumpamaan?"....Mereka tidak mengetahui hikmah urusan yang dirasa asing ini, tetapi mereka tidak mau tunduk kepada kebijaksanaan Allah yang mutlak di dalam menentukan segala ciptaan-Nya. Mereka juga tidak mempercayai adanya kebaikan tersembunyi yang dikeluarkan dari dunia gaib ke dunia nyata....

'Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang di­kehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada orang-orangyang dikehendaki-Nya. "
Demikianlah disebutkan beberapa hakekat dan ditampilkan beberapa ayat, kemudian diterima oleh hati yang berbeda dengan sikap penerimaan yang berbeda pula. Segolongan manusia mendapat pe­tunjuk darinya sesuai dengan kehendak Allah dan segolongan lagi tersesat karenanya sesuai dengan kehendak Allah pula. Maka segala urusan pada ujungnya kembali kepada kehendak mutlak Allah, yang menjadi muara segala sesuatu. Dan, orang-orang itu keluar dari tangan kekuasaan dengan potensi ganda untuk memilih petunjuk atau memilih ke­sesatan. Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk dan yang tersesat, masing-masing bertindak di dalam batas-batas kehendak yang telah menciptakanmereka dengan potensi-potensi campuran ini dan kehendak yang memudahkannya bertindak begini atau begitu, dalam batas-batas kehendak yang mutlak, sesuai dengan hikmah Allah yang tersembunyi.

Digambarkanlah kemudahan kehendak dan muara segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini kepadanya dengan gambaran yang sempurna dan de­ngan kandungan petunjuk yang luas, yang mem­bebaskan akal dari melakukan bantahan yang sempit sekitar persoalan yang mereka sebut dengan jabr dan iradah, suatu perdebatan yang tidak menghasilkan pandangan yang benar, disebabkan ia memandang persoalannya dari sudut yang sempit dan meletak­kannya dalam bingkai yang terbatas sesuai dengan logika, pengalaman dan pandangan manusia yang terbatas. Sedangkan, persoalannya adalah persoalan uluhiah yang tidak terbatas.

Allah telah menyingkapkan kepada kita melalui jalan petunjuk dan jalan kesesatan dan membatasi bagi kita jalan untuk kita tempuh sehingga kita men­dapatkan petunjuk, berbahagia dan beruntung dan telah menjelaskan kepada kita beberapa jalan yang dapat saja kita menyimpang ke sana dengan risiko kita akan tersesat, sengsara dan merugi. Dia tidak menugasi kita untuk mengetahui sesuatu yang ada di balik itu, serta tidak memberi kemampuan kepada kita untuk mengetahui sesuatu yang di balik semua itu. Bahkan Dia berkata kepada kita, "Kehendak-Ku mutlak dan kemauan-Ku berlaku...." Maka tugas kita adalah meluruskan-sebatas kemampuan kita-pan­dangan tentang hakekat iradah yang mutlak dan masyiah yang berlaku itu dan kita ikuti jalan petunjuk dan kita jauhi jalan yang menyesatkan; dan kita tidak perlu sibuk melakukan perdebatan yang mendalam seputar masalah yang kita tidak diberi kemampuan untuk memahami esensinya tentang urusan gaib yang tersembunyi. Oleh karena itu, kita lihat bagai­mana para ahli ilmu kalam mencurahkan tenaga dan pikiran yang tak berujung pangkal tentang masalah qadar (takdir), karena memang ini bukan lapangan­nya.... Kita tidak mengetahui kehendak Allah yang gaib terhadap kita, akan tetapi kita mengetahui apa yang dituntut Allah kepada kita agar kita layak mendapatkan karunia-Nya yang telah diwajibkan-Nya atas diri­-Nya. Dengan demikian, menjadi kewajiban kita pula untuk mencurahkan segenap kemampuan kita di dalam menunaikan tugas-tugas kita dan kita se­rahkan kepada-Nya kegaiban kehendak-Nya ter­hadap diri kita. Dan apa yang akan terjadi, maka itu adalah realisasi kehendak-Nya; dan ketika sesuatu itu terjadi maka kita mengetahui bahwa itu adalah realisasi kehendak-Nya, sedang kita tidak mengetahuinya sebelum terjadi atau terealisasi. Dan apa yang bakal terjadi itu di belakangnya terdapat hikmah yang hanya diketahui oleh Yang Maha Mengetahui secara total dan mutlak.... Yaitu Allah sendiri.... Inilah jalan dan manhaj orang yang beriman di dalam memandang dan memikirkan suatu per­soalan....

'Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhan-mu melainkan Dia sendiri."
Karena mereka gaib hakekatnya, fungsinya dan kemampuannya.... Sedang Dia dapat saja mengungkap apa saja yang hendak diungkapkan-Nya dari urusannya dan firman-Nya merupakan kata pasti mengenai persoalan tersebut. Dan sesudah itu, tidak ada kompetensi bagi seseorang untuk menyanggah, membantah, atau mencoba mengetahui apa yang tidak disingkapkan oleh Allah, karena tidak ada jalan untuk mengetahui urusan ini....
'Dan dia itu tiada lain hanyalah peringatan bagi ma­nusia.(Al Muddatstsir: 31)
Kata ganti "dia" dalam ayat ini boleh jadi menunjuk kepada tentara Tuhanmu dan boleh jadi me­nu" kepada Saqar beserta penjaganya. Penyebutannya di sini adalah untuk menjadi peringatan, bukan untuk menjadi topik perdebatan dan perbantahan! Hati yang berimanlah yang akan mendapatkan pelajaran dari peringatan ini, sedangkan hati yang sesat maka ia akan menjadikannya bahan perdebatan dan berbantah-bantahan!

Menghubungkan Hakekat Persoalan­-Persoalan Akhirat dengan Fenomena­-Fenomena Alam Semesta

Penetapan terhadap salah satu dari hakekat-hakekatperkara gaib dan jalanpikiran yang membawa kepada petunjuk dan yang menyesatkan ini disusuli dengan menghubungkan hakekat akhirat, hakekatneraka Saqar dan hakekat tentara Tuhanmu dengan fenomena-fenomena wujud yang tersaksikan di alam semesta ini, yang dilewatkan (tanpa perhatian) de­ngan begitu saja oleh orang-orang yang lalai, padahal mengisyaratkan adanya penentuan dan pengaturan dari kehendak Sang Pencipta dan menunjukkan bahwa di balik penentuan dan pengaturan ini ter­dapat maksud dan tujuan tertentu, terdapat peruntungan dan pembalasan,

Sekali-kali tidak demi bulan dan malam ketika telah berlalu dan subuh apabila mulai terang. Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, bagi ancaman bagi manusia. (Al Muddatstsir: 32­-36)
Pemandangan yang berupa bulan, malam ketika telah berlalu dan subuh ketika mulai terang, semua itu merupakan pemandangan yang mengesankan, orang mengatakan banyak teal kepada hati manusia, membisikkan banyak rahasia di lubuknya dan mem­bangkitkan banyak perasaan dalam relungnya. Dengan syarat yang cepat ini Al Qur’an menyentuh tempat persembunyian perasaan dan rahasia yang terdapat di dalam hati yang dibicarakan ini, karena ia tahu jalan-jalan dan jalur-jalur masuknya !
Akan tetapi, sedikit sekali hati yang mau me­nyadari pemandangan yang berupa rembulan ketika ia terbit, berjalan dan masuk ke peraduannya.... Ke­mudian ia tidak memikirkan sedikitpun tentang bulan yang membisikkan rahasia semesta ini kepadanya. Merenungkan cahaya bulan itu sendiri kadang­-kadang bisa membersihkan hati sebagaimana kalau yang bersangkutan berjemur dengan cahaya.

Sedikit sekali hati yang mau sadar terhadap pe­mandangan malam ketika berlalu dan suasana keheningan yang mendahului terbitnya fajar dan pada saat dimulainya wujud ini dengan membuka mata dan kesadaran,... Kemudian tidak tergores sedikitpunbekas dari pemandangan ini dan tidak pula meresap ke dalamnya getaran-getaran yang lembut dan halus.... Sedikit sekali hati yang sadar terhadap waktu subuh ketika ia mulai terang dan jelas, kemudian tidak berkilau karena pancarannya dan tidak beru­bah dan tidak berganti perasaannya dari satu ke­adaan kepada keadaan yang lain, yang menjadikan­nya lebih layak menerima cahaya yang memancar di dalam hati bersama cahaya yang bersinar pada pemandangan.
Allah yang menciptakan hati manusia mengeta­hui bahwa pemandangan-pemandangan itu sendiri pada waktu-waktu tertentu menciptakan keajaiban-­keajaiban, seakan-akan menciptakan suasana yang baru. Di balik pancaran-pancaran, sinar dan cahaya yang terdapat pada bulan, pada malam dan pada waktu subuh (pagi) itu terdapat hakekat yang meng­agumkan dan luar biasa yang akal pikiran manusia diarahkan dan diingatkan kepadanya oleh Al Qur’an.Dan, terdapat petunjuk yang menunjukkan adanya kekuasaan yang mencipta dan kebijaksanaan yang mengatur, serta tatanan Ilahi terhadap alam semesta ini, dengan kelembutan yang membingungkan pan­dangan akal itu.

Allah bersumpah dengan hakekat-hakekat alam yang besar ini untuk mengingatkan orang-orang yang lupa terhadap kekuasaan yang besar dan petunjuk­nya yang mengesankan. Allah bersumpah bahwa neraka Saqar, atau tentara yang menjaganya, atau akhirat dengan segala sesuatu yang ada di sana, ada­lah salah satu dari urusan-urusan besar yang menakjubkan dan menakutkan manusia, dengan adanya bencana besar yang ada di belakangnya,

"Sesungguhnya, Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia. " (Al Muddatstsir35-36)
Sumpah itu sendiri beserta kandungannya dan yang dijadikan sumpah dengan bentuk seperti ini... semuanya merupakan alat pengetuk untuk menge­tuk hati manusia dengan keras dan mengebor dalam lubang, dengan segenap suara yang ditinggalkannya dalam perasaan. Dan bersama dengan permulaan surat yang diawali dengan seruan, 'Hai orang yang berselimut" dan perintah untuk memberi peringatan, 'Bangunlah, lalu berilah-peringatan".... maka seluruh suasananya adalah suasana pengeboran, pengetuk­an dan getaran ....

Kebebasan Memilih Jalan Hidup Beserta Tanggung Jawabnya

Di bawah bayang-bayang irama yang mengesan­kan sekaligus menakutkan ini diumumkanlah tanggung jawab masing-masing orang atas dirinya dan dibiarkanlah mereka memilih jalan hidupnya dan tempat kembalinya di akhirat nanti dan dinyatakanpula bahwa mereka akan mempertanggungjawab­kan semua usaha yang telah dipilihnya, akan mem­pertanggungjawabkan amal perbuatan dan dosa­-dosanya,
"(Yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur. Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya." (Al Muddatstsir: 37-38)
Setiap orang dapat membawa atau mengarahkan kemauan dirinya dengan segala tanggung jawabnya, dapat menempatkan dirinya di mana saja dia meng­hendaki, maju atau mundur, memuliakannya atau menghinakannya. Maka ia akan bertanggung jawab terhadap apa yang diusahakannya, terikat dengan apa yang dilakukannya. Allah telah menjelaskan ke­pada jiwa (manusia) ini jalan yang dapat ditempuhnya dengan penuh kesadaran, yang diumumkan-Nya di depan pemandangan-pemandangan alam yang mengesankan dan pemandangan neraka Saqar yang tidak meninggalkan dan tidak membiarkan... per­nyataan yang tepat dan berbobot.

Di atas pemandangan jiwa yang bertanggung jawab terhadap apa saja yang diusahakannya dan terikat dengan perbuatan-perbuatannya, diumum­kanlah keterlepasan golongan kanan dari segala belenggu dan ikatan dan dibebaskannya mereka dari tanggung jawab orang-orang yang berdosa, daritempat kembali yang mereka dapatkan,

'Kecuali golongan kanan, berada di dalam surga, mereka tanya-menanya tentang (keadaan) orang-orang yang ber­dosa, Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka) ?'Mereka menjawab, 'Kami dahulu tidak ter­masuk orang-orang yang mengerjakan shalat dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin dan adalah kami membicarakan yang batil bersama dengan orang-orangyang membicarakannya dan adalah kami men­dustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian. " ( Al Muddatstsir: 39-47)

Lepas dan bebasnya golongan kanan dari tang­gung jawab dan ikatan itu terserah kepada karunia Allah yang telah memberi berkah kebaikan mereka dan melipatgandakannya. Pengumuman serta pe­nampilan hal itu di tempat ini dapat menyentuh hati dengan sentuhan yang mengesankan, menyentuh hati orang-orang yang berdosa yang mendustakan ayat-ayatAllah, ketika mereka melihat diri mereka di dalam posisi yang hina, yang di sana mereka me­ngakui segala dosanya dengan panjang lebar, se­dangkan orang-orang mukmin yang sewaktu di dunia tidak mereka indahkan dan tidak mereka hiraukan, kini berada dalam posisi yang terhormat dan mulia,mereka tanya-menanya tentang orang yang suka berbuat dosa yang dibeberkan keadaannya di tempat itu,'Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?"....dan menyentuh hati orang-orang mukmin yang sewaktu di dunia mendapatkan perlakuan buruk dari orang-orang yang suka berbuat dosa itu, sedangkan sekarang mereka dapati diri mereka dalam posisi yang terhormat, sementara musuh­musuh mereka yang sombong itu berada dalam keadaan yang hina dina....

Pemandangan ini memberikan kesan yang kuat di dalam jiwa kedua golongan tersebut bahwa peristiwa hari itu benar-benar akan terjadi dan mereka menjadi pelakunya di sana... dan lembaran kehidupan dunia dengan segala sesuatunya sudah dilipat pada hari itu sakan-akan sudah berlalu dan berakhir serta sudah lenyap (dan tinggal mempertanggung­jawabkannya hari ini). Pengakuan panjang dan terperinci tentang dosa-dosa yang banyak yang menyeret mereka ke neraka itu juga mereka akui lagi dengan mulut mereka dalam keadaan hina dina di hadapan orang-orang mukmin,

'Mereka menjawab, 'Kami dahulu tidak termasuk orang-orangyang mengerjakan shalat...(Al Muddatstsir: 43)
Perkataan ini merupakan kiasan tentang iman secara keseluruhan yang mengisyaratkan bahwa shalat itu merupakan implementasi anasir aqidah yang paling penting dan dijadikannya sebagai simbol dan petunjuk iman, yang menunjukkan bahwa pengingkaran terhadap shalat adalah kufur dan pe­lakunya terlepas dari barisan kaum mukminin.

'Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. (Al Muddatstsir: 44)
Ini merupakan tindak lanjut dari ketiadaan iman itu dengan identifikasinya sebagai ibadah kepada Allah dalam berbuat baik kepada makhluk-Nya, se­sudah diidentifikasi dengan beribadah kepada Allah sendiri. Hal ini disebutkan dengan tegas di dalam beberapa tempat mengenai kondisi sosial yang di­hadapi oleh Al Qur'an dan terputusnya tindak ke­baikan terhadap orang miskin dalam lingkungan yang keras ini, di samping mereka sombong dan membangga-banggakan kemuliaan sebagaimana disebutkan dalam beberapa tempat dan tidak di­sebutkannya pada beberapa tempat ketika hal itu perlu disebutkan, hanya semata-mata dihubungkan dengan sifat atau identitas sebelumnya.

'Dan adalah kami membicarakan yang bathil bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. " (Al Muddatstsir45)
Ayat ini menerangkan keadaan mereka yang meremehkan urusan aqidah dan hakekat iman dan menjadikannya sebagai sasaran pelecehan dan per­mainan dan menjadikan bahan ejekan dan gurauan. Padahal urusan aqidah ini merupakan urusan yang paling serius dan paling penting dalam kehidupan manusia. Ia adalah urusan yang seharusnya diman­tapkan di dalam hati dan perasaannya sebelum me­lakukan yang lain dari urusan kehidupan ini, karena di atas landasan aqidah inilah ditegakkannya pan­dangannya, perasaannya, tata nilai dan timbangan­-timbangannya dan di bawah pancaran cahayanya ia menelusuri jalan kehidupan. Maka bagaimana ia tidak memikirkannya dengan serius dan tidak ber­pegang padanya dengan sungguh-sungguh? Dan bagaimana ia membicarakannya dan mempermain­kannya bersama orang-orang yang mempermain­kannya?

'Dan adalah kami mendustakan hari pembalasan.(Al Muddatstsir46)
Inilah yang menjadi pangkal bencana tersebut karena orang yang mendustakan hari pembalasan niscaya akan rusaklah semua timbangan, akan goncanglah semua tata nilai menurut ukurannya dansempitlah lapangan kehidupan dalam perasa­annya, ketika ia membatasi persoalan hanya pada umurnya yang pendek dan terbatas di dunia ini dan mengukur akibat semua urusan dengan apa yang terjadi di lapangan kehidupan yang sempit dan ter­batas ini. Maka ia tidak percaya terhadap akibat-akibat ini dan tidak menghitungnya dengan per­hitungan akhir yang sangat penting ini.... Karena itu rusaklah semua ukurannya dan rusaklah di tangannya semua urusan dunia ini, sebelum rusak ukurannya di akhirat dan di tempat kembalinya nanti....Akibatnya ia akan berujung pada tempat kembali yang amat buruk. Orang-orang yang berdosa itu mengatakan, "Kamiberada dalam kondisi seperti ini, tidak mau menegakkan shalat, tidak mau memberi makan orang miskin, membicarakan yang bathil bersama dengan orang-orang yang membicarakannya dan mendustakan hari pembalasan...."

"Hingga datang kepada kami kematian.(Al Mud­datstsir:47)
Kematian yang memutuskan segala keraguan dan mengakhiri segala kebimbangan, memutuskan urusan dengan tidak dapat ditolak lagi dan tidak me­ninggalkan kesempatan untuk melakukan penyesalan, bertobat dan melakukan amal saleh... sesudah datangnya kematian... sesuatu yang meyakinkan itu.

Alinea yang menggambarkan keadaan yang buruk dan menghinakan ini diakhiri dengan memotong semua harapan keberuntungan di tempat kem­bali itu nanti,
'Maka tidak berguna bagi mereka syafa’at dari orang-orangyang memberikan syafa'at."(Al Muddatstsir: 48)
Urusan telah ditetapkan, perkataan (keputusan) sudah dipastikan dan sudah ditentukan pula tempat yang berdosa yang sudah mengakui dosa-dosanya itu! Dan di sana sama sekali tidak ada orang yang dapat memberikan syafaat (pertolongan, pembelaan) kepada orang-orangyang berdosa. Pertolongan dan pembelaan atau syafa’at tidak ada artinya bagi mereka, tidak ada gunanya sama sekali.

Sikap Mereka Ketika di Dunia
Di depan pemaparan pemandangan yang meng­hinakan dan menyedihkan di akhirat ini, dikembalikanlah mereka kepada sikap mereka sewaktu masih kesempatan di dunia dulu sebelum meng­hadapi keadaan yang demikian di akhirat, yaitu mereka selalu berpaling dari peringatan dan meng­halang-halangi orang lain darinya, bahkan mereka lari dari petunjuk dan kebaikan serta semua sarana keselamatan yang ditawarkan kepada mereka. Sikap mereka ini dilukiskan dengan gambaran yang meng­gelikan dan mengherankan karena sikap mereka yang aneh itu,
'Maka mengapa mereka berpaling dari peringatan (Allah)? -akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut. Lari dari singa.(Al Muddatstsir: 49-51)
Pemandangan keledai-keledai liar yang terkejut dan berlarian ke semua penjuru, ketika mendengar raung singa dan takut kepadanya.... Pemandangan ini adalah pemandangan yang sudah populer di ka­langan bangsa Arab. Pemandangan tentang gerakan yang keras, tetapi lucu dan sangat menggelikan ke­tika manusia disamakan dengannya.. ketika mereka ketakutan. Nah, bagaimana kalau mereka berlari seperti ini dalam arti berubah dari manusia menjadi keledai, yang bukannya karena takut ancaman me­lainkan ada seorang pemberi peringatan yang meng­ingatkan mereka terhadap Tuhan mereka dan tem­pat kembali mereka dan memberi kesempatan ke­pada mereka untuk menjaga diri dari sikap yang tercela dan hina dan dari mendapatkan tempat kem­bali yang amat sulit dan pedih ?

Itulah kuas indah yang melukis peman­dangan ini dan mencatatnya di dalam lembaran alam yang dapat diamati oleh jiwa, lantas ia merasa malu untuk berada di sana dan orang-orang yang memancangkan dirinya di sana berlari untuk menyembunyikan rasa malunya dan mereka menenangkan diri dari berpaling dan lari itu karena takut terhadap lukisan yang hidup dan keras itu.

Begitulah kondisi luar mereka, seperti "Keledai­-keledai liar yang lari terkejut, lari dari singa." Kemudian mereka tidak dibiarkan begitu saja, sehingga dilukis­kan pula kondisi di dalam jiwa mereka dengan segala gejolak perasaannya,

"Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka." (Al Muddatstsir: 52)
Karena mereka dengki kepada Nabi saw dise­babkan Allah telah memilih beliau dan memberi wahyu kepada beliau. Mereka sangat berkeinginan untuk mendapatkan kedudukan itu dan diberi kitab yang terbuka yang dapat dipublikasikan kepada masyarakat....Sudah tentu isyarat di sini menunjuk kepada pem­besar-pembesar musyrik yang merasa sangat ke­beratan bahwa wahyu diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah. Karena itu mereka berkata,

'Mengapa Al Qur’anini tidak diturunkan kepada se­orang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini?" (Al Muddatstsir: 31)
Sedangkan, Allah mengetahui di mana yang tepat Dia menaruh risalah-Nya dan memilih manusia yang mulia, besar dan agung untuk mengembannya. Maka kedengkian yang bergejolak di dalam hati yang diungkapkan oleh Al Qur'an itulah yang menyebab­kan mereka berlari bagaikan binatang liar yang binal.

Kemudian dilanjutkanlah pelukisan bagian dalam jiwa mereka, ditolaknya keinginan dan kedengkian mereka, lalu disebutkan sebab lain yang menjadikan mereka berpaling dan menentang dakwah. Ini juga menentang kerakusan yang ada di dalam jiwa mereka, yang tidak bersandar kepada alasan-alasan yang baik dan persiapan yang layak untuk menerima wahyu Allah dan karunia-Nya,

'Sekali-kali tidak' Sebenarnya mereka tidak takut kepada negeri akhirat."(Al Muddatstsir: 53)
Ketidaktakutan mereka kepada negeri akhirat menjauhkan mereka dari peringatan Allah dan menjadikan mereka lari dari dakwah itu. Seandainya hati mereka merasakan hakekat imanniscaya akan lainlah keadaan dan sikap mereka! Kemudian disangkal lagi keinginan dan sikap mereka itu, yang disampaikan kepada mereka dalam ayat terakhir dan dibiarkannya mereka mengikuti pilihan hatinya terhadap jalan hidup dengan segala akibatnya di akhirat nanti,
Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya, Al Qur’an itu adalah peringatan. Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran darinya (Al Qur’an).(Al Muddatstsir: 54-55)
Al Qur’an yang mereka berpaling darinya dan tidak mau mendengarkannya, serta berlari darinya bagaikan keledai-keledai liar, dengan menyimpan kedengkian di dalam hati terhadap Nabi Muhammad sawdan meremehkan akhirat. Sesungguhnya Al Qur’anini adalah peringatan untuk mengingatkan dan menyadarkan mereka, kalau mereka mau. Oleh karena itu, barangsiapa yang menghendaki, silakanmengambil pelajaran darinya, dan barangsiapa yang tidak mau, maka itu adalah urusan mereka sendiri dengan segala akibatnya di akhirat nanti, sesuai dengan pilihannya, surga dan kemuliaan,neraka dan kehinaan....

Kehendak IIahi Yang Mutlak

Sesudah menetapkan adanya kehendak mereka untuk memilih jalan hidup, maka diakhirilah paparan ini dengan menjelaskan adanya kehendak mutlak Ilahi dan kembalinya segala urusan kepadanya pada akhirnya. Ini merupakan hakekat yang ingin disam­paikan oleh Al Qur'an pada setiap kesempatan untuk meluruskan tashawur 'pandangan'dari sudut kemutlakan kehendak IIahi dan peliputannya yang menyeluruh dan sebagai muara, di balik semua peristiwa dan urusan,

Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan yang patut (kita) bertaqwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun.(Al Muddatstsir: 56)
Maka segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini terikat dengan kehendak terbesar, ia berlangsung sesuai dengan arahnya dan berada di dalam wilayahnya. Karena itu, tidak ada seorangpun dari makhluk­Nya yang dapat berkehendak terhadap sesuatu yang bertentangan dengan kehendak-Nya dan kehendak-Nya mendominasi seluruh ketentuan alam semesta. Kehendak teragung dan mutlak inilah yang men­ciptakan alam ini dan menciptakan undang-undang­nya. Dialah yang memberlakukan segala sesuatu yang ada di dalamnya dan semua orang yang ada padanya dalam bingkai kehendak mutlak itu, dalam kerangka kehendak mutlak, dalam batasnya dan dalam ketentuannya.


Kesadaran adalah taufiq (pertolongan yang ber­sifat batiniah/kejiwaan) dari Allah, yang dimudahkan-Nya bagi orang yang diketahui-Nya dan hakekat jiwanya bahwa dia layak mendapatkan taufiq. Karena hati itu berada di antara dua jari dari jari jemari Tuhan Yang Maha Pengasih, yang membolak-baliknya sesuai dengan kehendak-Nya. Apabila Dia mengeta­hui ketulusan niat si hamba, maka diarahkan-Nyalah dia kepada ketaatan-ketaatan. Hamba (manusia) tidak mengetahui apa yang di­kehendaki Allah terhadap dirinya, karena ini ter­masuk perkara gaib yang tertutup baginya. Akan tetapi ia bisa mengerti tentang sesuatu yang dike­hendaki Allah untuk ia lakukan dan ini termasuk sesuatu yang telah dijelaskan-Nya. Oleh karena itu, apabila niat si hamba itu benar-benar tulus untuk me­laksanakan apa yang ditugaskan Allah kepadanya untuk melaksanakannya, niscaya Allah akan meno­longnya dan mengarahkannya sesuai dengan ke­hendak mutlak-Nya.

No comments:

Post a Comment