Friday, April 20, 2018

Bekal Dakwah: Shalat

Oleh: Mushthafa Masyhur

Kami berusaha sekuat kemampuan untuk mengupas sebagian perbekalan yang terdapat dalam ibadah-ibadah tersebut. Sekarang mari kita mulai dari shalat. Shalat merupakan hubungan dengan Allah swt, hubungan antara tiupan ruh Allah dengan sumber aslinya untuk memperoleh kehidupan dan barokah dari-Nya. Dan shalat adalah cara mendekatkan diri pada Allah dan mesra dengan-Nya. Rasulullah bersabda, Dijadikan ketentraman hatiku dalam shalat.

إِنَّمَا حُبِّبَ إِلَـيَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ: اَلنِّسَاءُ وَالطِّيْبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِـيْ فِـي الصَّلَاةِ

Sesungguhnya di antara kesenangan dunia kalian yang aku cintai adalah wanita dan wewangian. Dan dijadikan kesenangan hatiku terletak di dalam shalat.
Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Ahmad, III/128, 199, 285; An-Nasâ’I, VII/61-62 dan dalam Isyratun Nisâ‘, no. 1; Muhammad bin Nashr al-Marwazi dalam Ta’zhîm Qadris Shalâh, no. 322, 323; Abu Ya’la dalam Musnad-nya, no. 3482; Al-Hâkim, II/160; Al-Baihaqi, VII/ 78; Dan Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath, no. 5199. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr, no. 3124.

Karenanya kita melihat Rasulullah saw melakukan shalat malam dan tenggalam dalam shalatnya hingga kedua kakinya bengkak tanpa terasa. Memang orang yang ruh dan perasaannya telah membumbung tinggi, kepayahan dan sakit fisik tidak terasa. Shalat merupakan sumber kekuatan ruhani yang selalu baru. Waktu shalat terbagi di siang dan malam hari, sehingga memudahkan untuk berbekal secara kontinyu dan memperbaharui cadangan bekal. Dan Allah memudahkan cara pelaksanaannya sehingga kita tidak terhalang mendapatkan bekal darinya dalam berbagai waktu dan kondisi, saat damai, perang, bepergian, bermukim, sehat, sakit, dan sebagainya. Ini merupakan karunia dan rahmat Allah pada kita.

Shalat merupakan refreshing dan membebaskan diri dari berbagai kesibukan dan suka duka kehidupan untuk menghadap Allah swt dengan khusyu’, tunduk, ruku, dan sujud. Membaca dan mendengar kalam Allah swr, membaca tasbih, mengagungkan, memohon ampunan, dan berdo’a kepada Allah. Seolah-olah shalat merupakan tangga bagi ruh kita menemui Allah dan menghindari daya tarik bumi serta fitnah-fitnah kehidupan.

Siapa yang melakukan shalat dengan hati yang jernih dan niat yang ikhlas, maka Allah akan melimpahkan ketenangan, rahmat, cahaya, dan hidayah-Nya sehingga dapat membantu pelakukanya untuk menghadapi liku-liku kehidupan dengan tenang dan mantap. Tidak ada kegelisahan, ketakutan, kegundahan, dan kelemahan. Ia terlindung dari berbagai fitnah, perbuatan keji, kemungkaran, dan bisikan-bisikan setan. Ia berada dalam perlindungan dan pemeliharaan Allah, merasa selalu bersama Allah kemanapun ia pergi dan dimanapun ia tinggal tenang di sisi Allah, bertawakal kepada-nya, komitmen dengan aturan-Nya tanpa ragu. Dan begitulah ia hidup dalam penghambaan yang benar, kebahagiaan yang sempurna serta keridhoan dari Tuhannya. Inilah balasan orang yang takut kepada Tuhannya.

Orang yang menjaga shalatnya akan merasa ia baru saja menghadap Allah dan sebentar lagi akan menghadap kepada-Nya. Karenanya tidak sepatutnya ia melupakan-Nya pada rentang waktu antara dua shalat. Demikianlah ia selalu berada dalam lingkup pengaruh Rabbani yang timbul oleh shalat, hamper tidak pernah jauh daripadanya. Maka setan tidak mempunyai kesempatan untuk membisiki agar menyimpang dari jalan yang lurus.

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا - 4:103

“Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa’/103)

Apabila Rasulullah mendapatkan persoalan rumit, ia segera menuju shalat. Maka ia mendapatkan ketenangan, ketentraman, dan taufiq. Ia selalu mengatakan, “Ya Bilal, tenangkan kami dengan shalat.” Dengan begitu shalat bagi seorang mukmin ibarat lembah rimbun dan hijau di tengah sahara kehidupan yang panas.

يَا بِلَالُ ، أَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ
Wahai Bilal! Istirahatkanlah kami dengan shalat![. Shahih: HR. Ahmad, V/364 dan Abu Dawud, 4985, 4986. Lihat Shahih al-Jâmi’ish Shaghîr, no. 7892.
Ketundukan dan ruku di hadapan Allah dapat membekali pelakunya dengan nilai kemuliaan dan izzah. Karenanya, orang shalat tidak akan tunduk dan tidak akan membungkuk dengan hormat, kecuali kepada Allah.

الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ ۗ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا - 33:39

“Orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seorangpun selain kepada Allah.” (Al-Ahzab/39)

Setiap kali kita mengagungkan dan memuliakan Allah dengan sebenar-benarnya, maka akan bertambahlah ketundukan dan ketaatan kita kepada-Nya, dan kepasrahan kita kepada-Nya, ketenangan kita di sisi-Nya, dan ketakutan kita pada kemaksiatan dan penyimpangan terhadap perintah-Nya. Dan ini merupakan sebaik-baik bekal.

Sujud di hadapan Allah adalah setinggi-tinggi tingkatan iman. Di dalamnya tercermin penghambaan mutlak kepada Allah, kerendahan yang tulus di hadapan-Nya, serta kedekatan dan kemesraan dengan-Nya. Rasulullah telah merasakan lezatnya sujud pada Allah dan mendapatkan segala yang terkandung di dalamnya berupa kedekatan pada allah, kebahagiaan nurani, dan kemesraan bersama Allah. Karenanya ia melamakan sujud dan tahajudnya di waktu malam. Rasulullah saw juga mengingatkan kita untuk melakukannya. Ia bersabda yang maknanya bahwa posisi paling dekat antara hamba dan Tuhannya adalah ketika dia sujud.

Orang yang shalat merasakan kedekatan tersebut dan ia mengetahui bahwa itu merupakan posisi tertinggi dan termulia baginya di dunia ini, karena saat itu ia betul-betul dekat dengan Tuhannya. Dengan begitu ia merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Dan inilah sebaik-baik bekal.

Duduk tasyahud memiliki makna yang sangat agung. Kita mendekatkan diri kepada Allah dengan mengucapkan penghormatan yang penuh barokah dan pujian yang bagus kita mengucapkan salam penghormatan Islam kepada kekasih kita Rasulullah saw: “Assalamu’alaika ayyuhan Nabi wa rahmatullahi wabarakatuh”. Kita mengucapkan salam penghormatan untuk diri kita sendiri dan hamba-hamba Allah yang shaleh, kemudian kita mengakui dua kalimat syahadat lalu membaca shalawat dan salam pada Rasulullah saw. Alangkah indahnya posisi duduk bila kita merasakannya berada di hadapan Allah swt, beserta Rasulullah saw, dan hamba-hamba Allah yang shaleh dari umat Muhammad. Allah memandang kita dengan ridho dan restu,  kemudian kita keluar dari shalat setelah duduk yang mengasyikkan itu untuk menghadapi liku-liku kehidupan dengan jiwa yang pasrah dan tenang. Gerakan-gerakan shalat juga dapat menyehatkan badan pelakunya.

Sikap komitmen kita pada gerakan-gerakan shalat seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw, dalam satu rakaat ada satu rukuk dan dua kali sujud, adalah cerminan penghambaan secara total kepada Allah dan penerimaan secara mutlak terhadap perintah-perintah Allah, walaupun belum mengetahui hikmah yang terkandung di dalamnya. Iblis dijauhkan dari rahmat Allah bukan hanya sekedar karena kedurhakaannya pada perintah Allah, tatkala diperintah untuk sujud kepada Adam bersama para malaikat, akan tetapi karena ia berpaling dari penghambaan secara total yang menjadi konsekuensi perintah tersebut. Demikianlah, dari shalat kita belajar makna penghambaan kepada Allah.

Kebersihan badan, pakaian, tempat, dan berwudhu untuk persiapan shalat dapat mentarbiyah muslim untuk selalu bersih dan menghindari berbagai kotoran dan najis, baik yang nampak maupun tidak nampak. Dan bila kesucian lahir dibarengi kesucian batin dari hal-hal yang membuat Allah murka, maka sempurnalah sudah kebahagiaan: tiada dendam, tiada dengki, tiada iri, tiada kebencian, dan tiada permusuhan di antara kaum muslimin. Ini merupakan bekal kaum muslimin secara umu dan bagi para aktivis dakwah secara khusus.

Masuk waktu adalah syarat sahnya shalat. Sedang melaksanakan shalat tepat waktu dapat mengkondisikan pelakunya untuk disiplin waktu dan perhatian terhadap waktu; tiada satu waktupun yang lewat tanpa ada perhatian, sebab waktu-waktu shalat selalu mengingatkan dan menyadarkannya dari kelalaian. Dengan begitu, daya tarik dunia tidak akan memberdayakannya dari mengingat Allah, menegakkan shalat, beramal, berjihad di jalan Allah. Dari sifat-sifat seperti itu sangat diperlukan oleh para aktivis dakwah yang terkait dengan banyak tugas, janji, dan pertemuan.

Menghadap kiblat dalam shalat menuntut seorang muslim agar mengetahui arah dan letak geografis baitullah, Ka’bah. Perasaan bahwa seluruh kaum muslimin di segala penjuru dunia menghadap ke satu kiblat dapat menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan dengan saudara-saudara sesama muslim dalam hatinya. Ini merupakan pendidikan yang harus diwujudkan di kalangan kamum muslimin, hingga mereka mampu melawan musuh-musuh Islam. Menghadap kiblat juga dapat mengkondisikan hati untuk mengorientasikan niat hanya kepada Allah dan membebaskannya dari pengaruh riya’ atau kesyirikan. Sedangkan ketulusan niat hal yang paling dibutuhkan aktivis dakwah.

Memenuhi panggilan untuk shalat saat mendengar azan dan meninggalkan berbagai kesibukan dunia adalah cermin dari mujahadah untuk memperkuat tekad, memperkokoh kemauan, dan mengalahkan keinginan-keinginan hawa nafsu. Dan ini merupakan bekal dan pendidikan bagi jiwa yang akan mempengaruhi kehidupan aktivis dakwah, hingga dapat menata skala prioritas dalam berbagai tugas dan urusan. Kerapian, kelurusan barisan barisan dan ketaatan pada imam, serta mengingatkannya saat ia terlupa atau tersalah dalam shalat berjamaah merupakan tarbiyah bagi jiwa muslim. Sebab sikap jundiyah (keprajuritan), keteraturan, kerapian, dan ketaatan yang disertai dengan kesiapan memberi nasehat pada kekeliruan adalah hal-hal yang sangat dibutuhkan oleh para aktivis dakwah dan para mujahidin.

Kesetaraan dalam satu shaf di hadapan Allah, tiada ada perbedaan antara yang kaya dan yang miskin, tiada kesombongan, dan tidak ada diskriminasi, semuanya sama di hadapan Allah. Bahkan mungkin orang kaya meletakkan dahinya untuk sujud kepada Allah di dekat telapak kaki orang fakir yang berada di shaf depannya. Ia merupakan nilai tarbiyah yang amat penting dan bekal yang sangat diperlukan untuk mempertautkan hati kaum muslimin, mengakrabkan mereka, dan memperkokoh hubungan di antara mereka.

Pertemuan kaum muslimin di masjid saat melakukan shalat lima waktu , shalat jum’at, dan shalat hari raya, seharusnya dapat memberi kesempatan kepada kaum muslimin di suatu kampong atau satu daerah untuk saling mengenal, saling menyatu, dan saling bekerja sama; memberi bantuan yang kekurangan, menjenguk yang sakit, ikut serta merasakan suka dan duka sesama, saling mengasihi, dan saling mencintai di antara mereka.

Perhatian kaum muslimin  untuk menunaikan shalat di masjid dapat mengikat mereka dengan masjid dan dapat mengembalikan risalah masjid seperti di permulaan dakwah Islam. Masjid Rasulullah saw digunakan untuk mengatur urusan kaum muslimin, menyusun pasukan, membuat strategi, dan mengkaji hal-hal yang dibutuhkan kaum muslimin. Dan alangkah perlunya mengembalikan risalah masjid seperti masa pertamanya.


Demikianlah, seluruh aktivitas shalat dan yang terkait dengannya merupakan bekal di jalan dakwah. Saya tidak mengklaim bahwa telah mengungkap seluruh sumber mata air kebaikan dan bekal yang ada pada shalat, akan tetapi ini hanya upaya yang terbatas. Kami mohon kepada Allah agar diterima sebagai amal shalih.

No comments:

Post a Comment