Oleh: Mushthafa Masyhur
Kami
berusaha sekuat kemampuan untuk mengupas sebagian perbekalan yang terdapat
dalam ibadah-ibadah tersebut. Sekarang mari kita mulai dari shalat. Shalat
merupakan hubungan dengan Allah swt, hubungan antara tiupan ruh Allah dengan
sumber aslinya untuk memperoleh kehidupan dan barokah dari-Nya. Dan shalat
adalah cara mendekatkan diri pada Allah dan mesra dengan-Nya. Rasulullah
bersabda, Dijadikan ketentraman hatiku dalam shalat.
إِنَّمَا
حُبِّبَ إِلَـيَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ: اَلنِّسَاءُ وَالطِّيْبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِـيْ فِـي الصَّلَاةِ
Sesungguhnya di antara kesenangan dunia kalian yang aku cintai adalah wanita dan wewangian. Dan dijadikan kesenangan hatiku terletak di dalam shalat.
Hadits ini shahih.
Diriwayatkan oleh Ahmad, III/128, 199, 285; An-Nasâ’I, VII/61-62 dan dalam Isyratun Nisâ‘,
no. 1; Muhammad bin Nashr al-Marwazi dalam Ta’zhîm
Qadris Shalâh, no. 322, 323; Abu Ya’la dalam Musnad-nya, no.
3482; Al-Hâkim, II/160; Al-Baihaqi, VII/ 78; Dan Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath,
no. 5199. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr,
no. 3124.
Karenanya
kita melihat Rasulullah saw melakukan shalat malam dan tenggalam dalam
shalatnya hingga kedua kakinya bengkak tanpa terasa. Memang orang yang ruh dan
perasaannya telah membumbung tinggi, kepayahan dan sakit fisik tidak terasa.
Shalat merupakan sumber kekuatan ruhani yang selalu baru. Waktu shalat terbagi
di siang dan malam hari, sehingga memudahkan untuk berbekal secara kontinyu dan
memperbaharui cadangan bekal. Dan Allah memudahkan cara pelaksanaannya sehingga
kita tidak terhalang mendapatkan bekal darinya dalam berbagai waktu dan
kondisi, saat damai, perang, bepergian, bermukim, sehat, sakit, dan sebagainya.
Ini merupakan karunia dan rahmat Allah pada kita.
Shalat
merupakan refreshing dan membebaskan diri dari berbagai kesibukan dan suka duka
kehidupan untuk menghadap Allah swt dengan khusyu’, tunduk, ruku, dan sujud.
Membaca dan mendengar kalam Allah swr, membaca tasbih, mengagungkan, memohon
ampunan, dan berdo’a kepada Allah. Seolah-olah shalat merupakan tangga bagi ruh
kita menemui Allah dan menghindari daya tarik bumi serta fitnah-fitnah
kehidupan.
Siapa
yang melakukan shalat dengan hati yang jernih dan niat yang ikhlas, maka Allah
akan melimpahkan ketenangan, rahmat, cahaya, dan hidayah-Nya sehingga dapat
membantu pelakukanya untuk menghadapi liku-liku kehidupan dengan tenang dan
mantap. Tidak ada kegelisahan, ketakutan, kegundahan, dan kelemahan. Ia
terlindung dari berbagai fitnah, perbuatan keji, kemungkaran, dan
bisikan-bisikan setan. Ia berada dalam perlindungan dan pemeliharaan Allah,
merasa selalu bersama Allah kemanapun ia pergi dan dimanapun ia tinggal tenang
di sisi Allah, bertawakal kepada-nya, komitmen dengan aturan-Nya tanpa ragu.
Dan begitulah ia hidup dalam penghambaan yang benar, kebahagiaan yang sempurna
serta keridhoan dari Tuhannya. Inilah balasan orang yang takut kepada Tuhannya.
Orang
yang menjaga shalatnya akan merasa ia baru saja menghadap Allah dan sebentar
lagi akan menghadap kepada-Nya. Karenanya tidak sepatutnya ia melupakan-Nya
pada rentang waktu antara dua shalat. Demikianlah ia selalu berada dalam
lingkup pengaruh Rabbani yang timbul oleh shalat, hamper tidak pernah jauh
daripadanya. Maka setan tidak mempunyai kesempatan untuk membisiki agar menyimpang
dari jalan yang lurus.
فَإِذَا
قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ
جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ
كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا - 4:103
“Selanjutnya,
apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah ketika kamu
berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah
merasa aman, maka laksanakanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, shalat
itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
(An-Nisa’/103)
Apabila
Rasulullah mendapatkan persoalan rumit, ia segera menuju shalat. Maka ia
mendapatkan ketenangan, ketentraman, dan taufiq. Ia selalu mengatakan, “Ya
Bilal, tenangkan kami dengan shalat.” Dengan begitu shalat bagi seorang mukmin
ibarat lembah rimbun dan hijau di tengah sahara kehidupan yang panas.
يَا بِلَالُ ، أَرِحْنَا
بِالصَّلَاةِ
Wahai Bilal!
Istirahatkanlah kami dengan shalat![. Shahih: HR. Ahmad,
V/364 dan Abu Dawud, 4985, 4986. Lihat Shahih al-Jâmi’ish Shaghîr, no. 7892.
Ketundukan
dan ruku di hadapan Allah dapat membekali pelakunya dengan nilai kemuliaan dan
izzah. Karenanya, orang shalat tidak akan tunduk dan tidak akan membungkuk
dengan hormat, kecuali kepada Allah.
الَّذِينَ
يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا
اللَّهَ ۗ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا - 33:39
“Orang-orang
yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka
tidak merasa takut kepada seorangpun selain kepada Allah.” (Al-Ahzab/39)
Setiap
kali kita mengagungkan dan memuliakan Allah dengan sebenar-benarnya, maka akan
bertambahlah ketundukan dan ketaatan kita kepada-Nya, dan kepasrahan kita kepada-Nya,
ketenangan kita di sisi-Nya, dan ketakutan kita pada kemaksiatan dan
penyimpangan terhadap perintah-Nya. Dan ini merupakan sebaik-baik bekal.
Sujud
di hadapan Allah adalah setinggi-tinggi tingkatan iman. Di dalamnya tercermin
penghambaan mutlak kepada Allah, kerendahan yang tulus di hadapan-Nya, serta
kedekatan dan kemesraan dengan-Nya. Rasulullah telah merasakan lezatnya sujud
pada Allah dan mendapatkan segala yang terkandung di dalamnya berupa kedekatan
pada allah, kebahagiaan nurani, dan kemesraan bersama Allah. Karenanya ia
melamakan sujud dan tahajudnya di waktu malam. Rasulullah saw juga mengingatkan
kita untuk melakukannya. Ia bersabda yang maknanya bahwa posisi paling dekat
antara hamba dan Tuhannya adalah ketika dia sujud.
Orang
yang shalat merasakan kedekatan tersebut dan ia mengetahui bahwa itu merupakan
posisi tertinggi dan termulia baginya di dunia ini, karena saat itu ia
betul-betul dekat dengan Tuhannya. Dengan begitu ia merasakan kebahagiaan yang
sesungguhnya. Dan inilah sebaik-baik bekal.
Duduk
tasyahud memiliki makna yang sangat agung. Kita mendekatkan diri kepada Allah
dengan mengucapkan penghormatan yang penuh barokah dan pujian yang bagus kita
mengucapkan salam penghormatan Islam kepada kekasih kita Rasulullah saw: “Assalamu’alaika
ayyuhan Nabi wa rahmatullahi wabarakatuh”. Kita mengucapkan salam penghormatan
untuk diri kita sendiri dan hamba-hamba Allah yang shaleh, kemudian kita
mengakui dua kalimat syahadat lalu membaca shalawat dan salam pada Rasulullah
saw. Alangkah indahnya posisi duduk bila kita merasakannya berada di hadapan
Allah swt, beserta Rasulullah saw, dan hamba-hamba Allah yang shaleh dari umat
Muhammad. Allah memandang kita dengan ridho dan restu, kemudian kita keluar dari shalat setelah
duduk yang mengasyikkan itu untuk menghadapi liku-liku kehidupan dengan jiwa
yang pasrah dan tenang. Gerakan-gerakan shalat juga dapat menyehatkan badan
pelakunya.
Sikap
komitmen kita pada gerakan-gerakan shalat seperti yang diajarkan oleh
Rasulullah saw, dalam satu rakaat ada satu rukuk dan dua kali sujud, adalah
cerminan penghambaan secara total kepada Allah dan penerimaan secara mutlak
terhadap perintah-perintah Allah, walaupun belum mengetahui hikmah yang
terkandung di dalamnya. Iblis dijauhkan dari rahmat Allah bukan hanya sekedar
karena kedurhakaannya pada perintah Allah, tatkala diperintah untuk sujud
kepada Adam bersama para malaikat, akan tetapi karena ia berpaling dari
penghambaan secara total yang menjadi konsekuensi perintah tersebut.
Demikianlah, dari shalat kita belajar makna penghambaan kepada Allah.
Kebersihan
badan, pakaian, tempat, dan berwudhu untuk persiapan shalat dapat mentarbiyah
muslim untuk selalu bersih dan menghindari berbagai kotoran dan najis, baik
yang nampak maupun tidak nampak. Dan bila kesucian lahir dibarengi kesucian
batin dari hal-hal yang membuat Allah murka, maka sempurnalah sudah
kebahagiaan: tiada dendam, tiada dengki, tiada iri, tiada kebencian, dan tiada
permusuhan di antara kaum muslimin. Ini merupakan bekal kaum muslimin secara
umu dan bagi para aktivis dakwah secara khusus.
Masuk
waktu adalah syarat sahnya shalat. Sedang melaksanakan shalat tepat waktu dapat
mengkondisikan pelakunya untuk disiplin waktu dan perhatian terhadap waktu;
tiada satu waktupun yang lewat tanpa ada perhatian, sebab waktu-waktu shalat
selalu mengingatkan dan menyadarkannya dari kelalaian. Dengan begitu, daya
tarik dunia tidak akan memberdayakannya dari mengingat Allah, menegakkan
shalat, beramal, berjihad di jalan Allah. Dari sifat-sifat seperti itu sangat
diperlukan oleh para aktivis dakwah yang terkait dengan banyak tugas, janji,
dan pertemuan.
Menghadap
kiblat dalam shalat menuntut seorang muslim agar mengetahui arah dan letak
geografis baitullah, Ka’bah. Perasaan bahwa seluruh kaum muslimin di segala
penjuru dunia menghadap ke satu kiblat dapat menumbuhkan rasa persatuan dan
kesatuan dengan saudara-saudara sesama muslim dalam hatinya. Ini merupakan
pendidikan yang harus diwujudkan di kalangan kamum muslimin, hingga mereka
mampu melawan musuh-musuh Islam. Menghadap kiblat juga dapat mengkondisikan
hati untuk mengorientasikan niat hanya kepada Allah dan membebaskannya dari
pengaruh riya’ atau kesyirikan. Sedangkan ketulusan niat hal yang paling
dibutuhkan aktivis dakwah.
Memenuhi
panggilan untuk shalat saat mendengar azan dan meninggalkan berbagai kesibukan
dunia adalah cermin dari mujahadah untuk memperkuat tekad, memperkokoh kemauan,
dan mengalahkan keinginan-keinginan hawa nafsu. Dan ini merupakan bekal dan
pendidikan bagi jiwa yang akan mempengaruhi kehidupan aktivis dakwah, hingga
dapat menata skala prioritas dalam berbagai tugas dan urusan. Kerapian,
kelurusan barisan barisan dan ketaatan pada imam, serta mengingatkannya saat ia
terlupa atau tersalah dalam shalat berjamaah merupakan tarbiyah bagi jiwa
muslim. Sebab sikap jundiyah (keprajuritan), keteraturan, kerapian, dan
ketaatan yang disertai dengan kesiapan memberi nasehat pada kekeliruan adalah
hal-hal yang sangat dibutuhkan oleh para aktivis dakwah dan para mujahidin.
Kesetaraan
dalam satu shaf di hadapan Allah, tiada ada perbedaan antara yang kaya dan yang
miskin, tiada kesombongan, dan tidak ada diskriminasi, semuanya sama di hadapan
Allah. Bahkan mungkin orang kaya meletakkan dahinya untuk sujud kepada Allah di
dekat telapak kaki orang fakir yang berada di shaf depannya. Ia merupakan nilai
tarbiyah yang amat penting dan bekal yang sangat diperlukan untuk mempertautkan
hati kaum muslimin, mengakrabkan mereka, dan memperkokoh hubungan di antara
mereka.
Pertemuan
kaum muslimin di masjid saat melakukan shalat lima waktu , shalat jum’at, dan
shalat hari raya, seharusnya dapat memberi kesempatan kepada kaum muslimin di
suatu kampong atau satu daerah untuk saling mengenal, saling menyatu, dan
saling bekerja sama; memberi bantuan yang kekurangan, menjenguk yang sakit,
ikut serta merasakan suka dan duka sesama, saling mengasihi, dan saling
mencintai di antara mereka.
Perhatian
kaum muslimin untuk menunaikan shalat di
masjid dapat mengikat mereka dengan masjid dan dapat mengembalikan risalah
masjid seperti di permulaan dakwah Islam. Masjid Rasulullah saw digunakan untuk
mengatur urusan kaum muslimin, menyusun pasukan, membuat strategi, dan mengkaji
hal-hal yang dibutuhkan kaum muslimin. Dan alangkah perlunya mengembalikan
risalah masjid seperti masa pertamanya.
Demikianlah,
seluruh aktivitas shalat dan yang terkait dengannya merupakan bekal di jalan
dakwah. Saya tidak mengklaim bahwa telah mengungkap seluruh sumber mata air kebaikan
dan bekal yang ada pada shalat, akan tetapi ini hanya upaya yang terbatas. Kami
mohon kepada Allah agar diterima sebagai amal shalih.
No comments:
Post a Comment