Monday, October 27, 2025

Tafsir Surah At Tahrim

 

﴿ يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ١ قَدْ فَرَضَ اللّٰهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ اَيْمَانِكُمْۚ وَاللّٰهُ مَوْلٰىكُمْۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ ٢ وَاِذْ اَسَرَّ النَّبِيُّ اِلٰى بَعْضِ اَزْوَاجِهٖ حَدِيْثًاۚ فَلَمَّا نَبَّاَتْ بِهٖ وَاَظْهَرَهُ اللّٰهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهٗ وَاَعْرَضَ عَنْۢ بَعْضٍۚ فَلَمَّا نَبَّاَهَا بِهٖ قَالَتْ مَنْ اَنْۢبَاَكَ هٰذَاۗ قَالَ نَبَّاَنِيَ الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ ٣ اِنْ تَتُوْبَآ اِلَى اللّٰهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُمَاۚ وَاِنْ تَظٰهَرَا عَلَيْهِ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ مَوْلٰىهُ وَجِبْرِيْلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَۚ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَعْدَ ذٰلِكَ ظَهِيْرٌ ٤ عَسٰى رَبُّهٗٓ اِنْ طَلَّقَكُنَّ اَنْ يُّبْدِلَهٗٓ اَزْوَاجًا خَيْرًا مِّنْكُنَّ مُسْلِمٰتٍ مُّؤْمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰۤىِٕبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰۤىِٕحٰتٍ ثَيِّبٰتٍ وَّاَبْكَارًا ٥ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ ٦ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَۗ اِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ࣖ ٧ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ يَوْمَ لَا يُخْزِى اللّٰهُ النَّبِيَّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۚ نُوْرُهُمْ يَسْعٰى بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَبِاَيْمَانِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَاغْفِرْ لَنَاۚ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ٨ يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنٰفِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْۗ وَمَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ ٩ ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوا امْرَاَتَ نُوْحٍ وَّامْرَاَتَ لُوْطٍۗ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتٰهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللّٰهِ شَيْـًٔا وَّقِيْلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِيْنَ ١٠ وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا امْرَاَتَ فِرْعَوْنَۘ اِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَنَجِّنِيْ مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهٖ وَنَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَۙ ١١ وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرٰنَ الَّتِيْٓ اَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيْهِ مِنْ رُّوْحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمٰتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهٖ وَكَانَتْ مِنَ الْقٰنِتِيْنَ ࣖ ۔ ١٢ ﴾

 

Terjemahan Kemenag 2019

1.  Wahai Nabi (Muhammad), mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau bermaksud menyenangkan hati istri-istrimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.721)

721) Nabi bersumpah untuk tidak menggauli istrinya, yaitu Mariah al-Qibtiyah. Dengan sumpah ini, sesuatu yang halal menjadi tidak diperbolehkan. Jadi, ayat ini tidak bermakna bahwa Nabi mengubah hukum halal menjadi haram.

2.  Sungguh, Allah telah mensyariatkan untukmu pembebasan diri dari sumpahmu. Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

3.  (Ingatlah) ketika Nabi membicarakan secara rahasia suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafsah). Kemudian, ketika dia menceritakan (peristiwa) itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukannya (kejadian ini) kepadanya (Nabi), dia (Nabi) memberitahukan (kepada Hafsah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain. Ketika dia (Nabi) memberitahukan (pembicaraan) itu kepadanya (Hafsah), dia bertanya, “Siapa yang telah memberitahumu hal ini?” Nabi menjawab, “Yang memberitahuku adalah Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”

4.  Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, sungguh hati kamu berdua telah condong (pada kebenaran) dan jika kamu berdua saling membantu menyusahkan dia (Nabi), sesungguhnya Allahlah pelindungnya. Demikian juga Jibril dan orang-orang mukmin yang saleh. Selain itu, malaikat-malaikat (juga ikut) menolong.

5.  Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang berserah diri, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang beribadah, dan yang berpuasa, baik yang janda maupun yang perawan.

6.  Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

7.  Wahai orang-orang yang kufur, janganlah kamu mencari-cari alasan pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan (sesuai dengan) apa yang selama ini kamu kerjakan.

8.  Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanannya. Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

9.  Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah (neraka) Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.

10.  Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang kufur, yaitu istri Nuh dan istri Lut. Keduanya berada di bawah (tanggung jawab) dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami, lalu keduanya berkhianat kepada (suami-suami)-nya. Mereka (kedua suami itu) tidak dapat membantunya sedikit pun dari (siksaan) Allah, dan dikatakan (kepada kedua istri itu), “Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).”

11.  Allah juga membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, yaitu istri Fir‘aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku di sisi-Mu sebuah rumah dalam surga, selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya, serta selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”

12.  Demikian pula Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, lalu Kami meniupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami, dan yang membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya, serta yang termasuk orang-orang taat.

 

Pengantar

Ketika qadar Allah berlaku dan menetapkan bahwa Islam sebagai risalah terakhir, menjadikan manhajnya sebagai manhaj yang berlaku selamanya hingga akhir zaman; menetapkan agar kehidupan orang-orang yang beriman dengan manhaj itu berjalan seiring dengan sistem alam semesta yang umum; dan agar agama inilah yang memimpin kehidupan manusia dan meliputi segala aktivitasnya dalam setiap aspek kehidupan, maka Allah menciptakan manhaj Islam itu dalam bentuk yang meliputi segalanya, sempurna, dan saling melengkapi serta total dalam segala aspeknya (syamil, mutakamil).

la memenuhi dan merangsang segala kekuatan manusia dan kesiapannya. Dalam waktu yang sama, ia meninggikan dan menaikkan kekuatan dan kesiapan potensi itu ke tingkat yang layak dan sesuai dengan tugas khalifah Allah di muka bumi. Juga sesuai dengan status sebagai makhluk yang di muliakan oleh Allah atas kebanyakan makhluk-makhIuk-Nya dan Dia sendiri telah meniupkan ruhNya kepadanya.

Allah telah menjadikan tabiat agama ini bertolak selalu maju berupa pertumbuhan, populisme, ketinggian, dan kesuciannya; pada satu waktu yang menyatu dan seiring bersama. Islam tidak pernah membatalkan dan menghancurkan kekuatan yang membangun. Tidak pernah pula memberangus keahlian dan kesiapan potensi yang bermanfaat. Bahkan, Islam membeńkan motivasi dan semangat kepada segala kekuatan dan menyadarkan segala potensi. Namun, dałam waktu yang sama ia juga tetap memelihara keseimbangan gerakan yang mendorong ke depan bersama dengan gerakan menuju ufuk yang mulia.

Itulah yang mempersiapkan bagi ruh-ruh manusia di dunia ini suatu kenikmatan yang luar biasa di akhirat. Juga menyiapkan manusia sebagai makhluk yang fana untuk menjalani keabadian di kehidupan akhirat yang merupakan kampung yang kekal.

Ketika qadar Allah berlaku dan menetapkan łabiat akidah Islam seperti ini, maka hal ini berlaku pula dałam pilihan-Nya terhadap rasul-Nya Muhammad saw. sebagai manusia yang akan mencontohkan akidah iłu dengan segala karakter-karakternya. Di dałam diri beliau tergambar hakikat akidah iłu, dan jadilah Nabi Muhammad saw. dengan kepribadian dan kehidupannya sebagai terjemahan yang benar dan sempurna bagi tabiat dan arahan ideologi akidah iłu.

Nabi Muhammad saw. adalah orang yang sempurna kekuatan dan potensinya. Beliau adalah seorang yang berpostur kuat, struktur tubuhnya kuat dan sehat, bangunan tubuhnya kokoh, tubuhnya sehat tanpa cacat, indra-indra sehat serta selalu responsif dan sadar. Juga selalu memiliki cita rasa serta merasakan dan menyelami segala sesuatu dengan sempurna dan sehat. Dałam waktu yang sama, beliau pun adalah seorang yang sangat pengasih, tabiatnya hidup dan dinamis, perasaannya sangat perasa, memiliki apresiasi yang tinggi, dan selalu terbuka untuk belajar dan merespons segala kritikan. Selain iłu, beliau adalah seorang yang berakal sangat cerdas, berpikiran sangat luas, berwawasan luas, dan berkemauan keras. Beliau mampu mengendalikan jiwa dan nafsunya, sedangkan keduanya tidak mampu mengendalikan beliau.

Di samping iłu dan di atas iłu semua, beliau adalah seorang nabi. Ruhnya tercerahkan dengan cahaya yang mencakup dan lengkap. Ruhnya membuatnya mampu melakukan perjalanan isra' dan rnikraj. Ruhnya dipanggil dari langit. Ruhnya dapat menyaksikan cahaya Tuhannya, dan hakikat dirinya telah tersambung dengan hakikat alam semesta seluruhnya dari balik segala bentuk dan perkara yang tampak dałam kenyataan. Maka, pasir dan batu pun memberikan salam kepadanya, dahan dan ranting pepohonan tunduk melindunginya dari sengatan cahaya matahari, dan Gunung Uhud pun bergetar karena beliau. Kemudian segala kekuatan dan potensi ini seimbang dałam pribadi beliau. Itulah keseimbangan yang serasi dengan keseimbangan akidah yang telah dipilih Allah untuknya.

Kemudian Allah menjadikan kehidupan beliau yang bersifat pribadi dan umum sebagai kitab yang terbuka bagi umatnya dan bagi seluruh manusia. Di  dalamnya manusia dapat membaca gambaran-gambaran tentang akidah ini dan dapat menyaksikan praktik nyatanya dałam kehidupan beliau. Oleh karena iłu, kehidupan beliau tidak boleh dirahasiakan dan disembunyikan. Bahkan, harus dipamerkan dan dipaparkan beberapa aspek dari kehidupan beliau dałam Al-Qur’an.

Di dałam Al-Qur'an iłu terdapat beberapa tempat yang menyingkapkan aspek-aspek kehidupan Rasulullah. Padahal, biasanya kebanyakan adat manusia berusaha menyembunyikannya dan menguburkannya dari pandangan orang lain. Bahkan, Al-Qur'an sampai menyingkap aspek-aspek kelemahan manusia di mana tidak seorang pun dapat terbebas darinya dengan usaha dan tipu daya apa pun. Sesungguhnya manusia hampir mengetahui dan menyentuh adanya sikap kesengajaan dałam penyingkapan AI-Qur’an ini tentang beberapa bagian kehidupan Rasulullah bagi manusia umumnya secara gamblang.

Sesungguhnya dalam jiwa Rasulullah iłu tidak ada yang istimewa dan khusus yang harus disembunyikan, karena beliau bertugas untuk mengemban dakwah Islam ini secara keseluruhan. Lantas kenapa Rasulullah harus menyembunyikan salah satu bagian dari kehidupannya atau menguburkannya? Sesungguhnya kehidupan Rasulullah merupakan pemandangan yang dapat disaksikan, dekat, dan memungkinkan untuk dipraktikkan tentang akidah Islam ini. Rasulullah datang membawanya untuk memaparkannya dan memamerkannya kepada seluruh manusia dałam kepribadian beliau dan kehidupannya, sebagaimana beliau juga menerangkannya dałam haditsnya dan pengarahannya. Dan, untuk inilah Rasulullah diciptakan dan untuk inilah Rasulullah datang ke dunia.

Para sahabat Rasulullah telah menghapal segalanya dari Rasulullah. Kemudian generasi sesudah para sahabat pun menerima pelajaran dari para sahabat. Hapalan tersebut berkaitan dengan perincian-perincian kehidupan Rasulullah. Sehingga, tidak tersisa sedikitpun dari kehidupan Rasulullah baik yang kecil maupun yang besar bahkan hingga kegiatannya sehari-hari dan kebiasaannya, melainkan tertulis dalam rekaman hadits dan dinukilkan hingga saat ini.

Itulah sebagian dari takdir Allah yang telah menentukan bahwa kehidupan Rasulullah tertulis dalam rekaman atau rekaman perincian tentang penjelasan detail mengenai akidah islamiah tergambar dalam kehidupan Rasulullah. Hadits merupakan pelengkap dari bahasan dalam Al-Qur'an yang juga merekam beberapa aspek kehidupan Rasulullah yang akan kekal selarnanya hingga akhir kehidupan duniawi.

Dalam surah ini dipaparkan lembaran kehidupan rumah tangga Rasulullah dan gambaran tentang gesekan-gesekan, kecenderungan-kecenderungan, dan pengaruh-pengaruh manusiawi yang terjadi di antara sesama istri-istri Rasulullah dan antara mereka semua dengan Rasulullah. Ada juga gambaran tentang beberapa efek samping dari gesekan-gesekan, kecenderungan-kecenderungan, dan pengaruh-pengaruh manusiawi itu terhadap kehidupan Rasulullah dan kehidupan masyarakat Islam pada saat itu. Kemudian efek dan pengaruh itu kita temukan pula dalam pengarahan-pengarahan umum bagi umat Islam atas kejadian yang terjadi dalam rumah tangga Rasulullah dan di antara istri-istri beliau.

Waktu terjadinya peristiwa itu tidak ditentukan secara pasti oleh AI-Qur'an dalam surah ini. Namun, dengan merujuk kepada riwayat-riwayat yang datang dari Rasulullah, dapat disimpulkan dengan kuat bahwa peristiwa itu terjadi setelah Rasulullah menikah dengan Zainab binti Jahsy.

Mungkin ada baiknya kami menyebutkan secara ringkas tentang kisah perkawinan Rasulullah dengan istri-istrinya. Juga tentang kehidupan rumah tangga beliau. Sehingga, membantu kita dalam melukiskan kejadian-kejadian dan nash-nash yang berkenaan dengan peristiwa ini dalam surah ini. Kami menetapkan dalam ringkasan ini, apa yang ditetapkan Oleh Ibnu Hazm dalam kitab Jawami'us Sirah dan kitab as-Sirah karangan Ibnu Hisyam dengan tambahan sedikit dan sekilas komentar.

Istri pertama Rasulullah adalah Khadijah binti Khuwailid. Rasulullah menikahinya ketika berumur dua puluh lima tahun atau dua puluh tiga tahun, sedangkan umur Khadijah sekitar empat puluh tahun atau lebih. Khadijah meninggal tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Rasulullah tidak pernah menikah lagi selama Khadijah hidup hingga dia meninggal, padahal Rasulullah telah berumur lebih dari lima puluh tahun.

Setelah Khadijah meninggal, Rasulullah menikahi Saudah binti Zum'ah r.a. dan dia tidak ada yang memandangnya sebagai wanita yang cantik atau masih muda. Dia hanyalah seorang janda dari Sakran bin Amru bin Abdusy Syams. Suaminya adalah termasuk dari golongan kaum mukminin yang pertama masuk Islam dari para sahabat yang berhijrah ke negeri Etiopia (Habasyah). Setelah suaminya meninggal, Rasulullah menikahinya.

Kemudian Rasulullah menikahi Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq r.a.. Dia gadis yang masih sangat kecil dan baru bercampur satu rumah dengan beliau setelah berhijrah ke Madinah. Rasulullah tidak pernah menikahi gadis yang masih perawan selain Aisyah. Dia adalah istri Rasulullah yang paling disayangi. Umurnya adalah sembilan tahun, dan hidup bersama dengan Rasulullah selama sembilan tahun lima bulan. Rasulullah meninggal dan Aisyah menjadi janda Rasulullah.

Setelah itu Rasulullah menikahi Hafshah binti Umar r.a. setelah berhijrah ke Madinah, dan menetap di sana selama dua tahun beberapa bulan. Rasulullah menikahinya dalam keadaan janda, setelah Umar menawarkannya kepada Abu Bakar dan Utsman, namun keduanya tidak meresponsnya. Rasulullah menjanjikan kepada Umar bahwa anaknya akan mendapatkan suami yang lebih baik daripada keduanya, maka Rasulullah pun menikahinya.

Kemudian Rasulullah menikahi Zainab binti Khuzaimah. Suami pertamanya adalah Ubaidah ibnul Harist bin Abdul Mutthalib yang syahid dalam Perang Badar. Zainab binti Khuzaimah meninggal ketika Rasulullah masih hidup. Dan, ada yang berpendapat bahwa suaminya sebelum dinikahi oleh Rasulullah adalah Abdullah bin Jahsy al-Asadi yang syahid di Perang Uhud. Itulah pendapatyang lebih dekat dengan kebenaran.

Setelah itu Rasulullah menikahi Ummu Salamah. Suaminya yang sebelumnya adalah Abu Salamah, yang terluka di Perang Uhud dan lukanya terus menghinggapinya sampai dia meninggal. Maka, Rasulullah pun menikahi jandanya dan beliau memaşukkan anggota keluarganya dari Abu Salamah ke dalam tanggungannya.

Kemudian Rasulullah menikahi Zainab binti Jahsy, setelah beliau menikahkannya dengan anak angkatnya Zaid bin Haritsah. Namun, perkawinan mereka tidak langgeng, kemudian Zaid mentalaknya. Kami telah memaparkan kisahnya dalam surah al-Ahzab dalam juz kedua puluh dua. Dia adalah wanita yang sangat canük dan rupawan. Dialah yang dirasakan oleh Aisyah sebagai saingannya, ka•ena masih berhubungan nasab dengan Rasulullah karena dia adalah anak bibi beliau. Juga karena kecantikan dan kerupawanannya.

Setelah itü Rasulullah menikahi Juwairiyah binti Harits pemimpin bani Musthaliq setelah Perang Bani Musthaliq pada pertengahan tahun keenam dari Hijrah.

İbnu İshaq mengatakan bahwa ia diberitahukan sebuah hadits oleh Muhammad bin Ja'far ibnu Zubair, dari Urwah ibnu-Zubair bahwa Aisyah r.a. berkata, "Setelah Rasulullah membagikan para tawanan bani Musthaliq, Juwairiyah bintil Harits masuk dalam bagian ats-Tsabit bin Qais ibnusy Syammas atau bagian dari anak pamannya. Maka, Juwairiyah pun berjanji kepadanya untuk  memerdekakan dirinya dengan cara kitabah (membayar tebusan dengan berangsur-angsur). Dia adalah seorang wanita yang manis dan sangat menarik sehingga tidak seorang pun melihatnya melainkan terpesona. Dia mendatangi Rasulullah untuk  mohon bantuan dalam menunaikan kitabahnya."

Aisyah berkata, "Demi Allah, tiba-tiba aku melihatnya telah berada di depan pintu rumahku, maka aku pun tidak menyenanginya! Aku tahu bahwa Rasulullah akan melihat seperti apa yang aku lihat. Dia maşuk dan berkata kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, aku adalah Juwairiyah bintil Harits bin Abi Sharrar, pemimpin kaumnya. Aku telah ditimpa bencana yang tidak tersembunyi dari Anda, dan aku masuk ke dalam undian bagian milik ats-Tsabit bin Qais ibnusy-Syammas atau bagian milik anak pamannya. Maka, aku pun telah berjanji kepadanya untuk memerdekakan diriku dengan cara kitabah (membayar tebusan dengan berangsur-angsur). Saat ini aku datang kepada Anda untuk memohon bantuan dalam menunaikan kitabahku.' Rasulullah bersabda, 'Apakah kamu mau yang lebih baik daripada itü ?' Dia bertanya, 'Apa itü wahai Rasulullah?' Rasulullah menjawab, 'Aku akan tunaikan kitabahmu dan aku menikahimu. 'Dia berkata, 'Ya, aku setuju wahai Rasulullah.' Rasulullah bersabda, 'Aku pun telah setuju dan melaksanakannya’.

Setelah Juwairiyah, kemudian Rasulullah menikahi Ummu Habibah binti Abi Sufyan setelah perjanjian Hudaibiyah. Dia adalah salah seorang dari sahabiyat yang hijrah ke Habasyah. Namun, suaminya Abdullah bin Jahsy murtad dan masuk ke agama Nasrani kemudian meninggalkannya. Maka, Rasulullah pun meminangnya dan Raja Najasyi memberikan mahar kepadanya. Dan, dia pun bertolak dari Habasyah menuju Madinah.

Kemudian Rasulullah menikahi Shafiyyah binti Huyai bin Akhtab, bapaknya adalah pemimpin Bani Nadhir. Pernikahan ini terjadi setelah penaklukkan Khaibar dan setelah perjanjian Hudaibiyah. Shafiyyah adalah istri dari Kinanah bin Abil Haqiq, dia adalah seorang pemimpin Yahudi juga İbnu İshaq menyebutkan kisah tentang pernikahan Rasulullah dengannya bahwa Shafiyyah dan satu wanita lainnya dibawa bersama para tawanan. Maka, Bilal pun membawa keduanya melewati para korban perang Yahudi yang terbunuh. Ketika wanita yang bersama Shafiyyah melihat mayat korban itu, tiba-tiba dia berteriak histeris, menutup mukanya dan menaburkan debu ke kepalanya. Maka, Rasulullah pun bersabda, "Jauhkanlah aku dari wanita setan ini."

Rasulullah lalu memerintahkan untuk menempatkan Shafiyyah di belakang beliau dan melemparkan selendangnya kepadanya. Maka, kaum muslimin pun tahu bahwa sesungguhnya Rasulullah telah memilihnya untuk diri beliau sendiri.

Rasulullah bersabda kepada Bilal r.a. ketika melihat apa yang terjadi pada wanita Yahudi itu, "Apakah telah kamu cabut rasa kasih sayang darİ dirimu wahai Bilal? ketika kamu membawa dua wanita melewati parapejuang lelakinya yang tabunuh  (HR İbnu İshaq)

Kemudian Rasulullah menikahi Maimunah bintil Harits bin Huzn. Dia adalah bibi dari Khalid bin Walid dan Abdullah bin Abbas. Sebelumnya dia adalah istri dari Abu Rahm bin Abdul Uzza, dan ada yang berkata, "Huwaithib bin Abdul Uzza." Dialah wanita terakhir yang dinikahi oleh Rasulullah.

Demikianlah Anda dapat melihat bahwa setiap istri dari Rasulullah memiliki kisah dan sebab tersendiri dalam perkawinannya dengan Rasulullah. Mereka semua selain dari Zainab binti Jahsy dan Juwairiyah bintil Harits, bukanlah wanita-wanita yang cantik dan masih muda, dan bukanlah termasuk wanita-wanita yang diinginkan oleh laki-laki untuk menikahinya karena kecantikannya.

Aisyah adalah istri beliau yang paling dicintai. Bahkan, dua wanita yang disebutkan itu yang dikenal memiliki kecantikan dan masih muda, di sana ada faktor kejiwaan dan unsur manusiawi lainnya, di samping unsur ketertarikan mereka berdua. Karni tidak ingin menafikan dan membuang unsur ketertarikan ini seperti yang disaksikan oleh Aisyah pada diri Juwairiyah bintil Harits umpamanya. Kami juga üdak ingin membuang faktor kecantikan yang ada pada diri Zainab binti Jahsy. Tidak ada kebutuhan apa pun dan tidak perlu sama sekali membuang unsur-unsur dan faktor-faktor manusiawi itu dari kehidupan Rasulullah.

Faktor-faktor itu bukanlah sasaran tuduhan di mana para penolong Rasulullah harus membela nabi mereka dari serangannya, bila musuh-musuhnya menyerang dengan tuduhan seperti itu. Karena nabi itu sendiri telah dipilih menjadi manusia, namun bukan sembarang manusia, tetapi manusia yang tinggi budi pekertinya. Demikianlah yang terjadi pada diri Rasulullah. Demikian pula kecenderungan-kecenderungan dalam hidupnya dan dalam memilih istri-istrinya dengan sebab dan dorongan yang berbeda-beda.

Rasulullah hidup bersama para istrinya di dalam rumahnya sebagai seorang manusia biasa sekaligus sebagai utusan AIIah sesuai dengan kehendak-Nya. Sebagaimana demikian Rasulullah diperintahkan untuk mengatakan,

"Katakanlah, 'Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul!"' (al Israa': 93)

Rasulullah juga menikmati hubungan dengan istri-istrinya dan kecantikan-kecantikan mereka, sebagaimana yang diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah bila sedang bersama istri-istrinya, beliau adalah orang yang paling lembut, dan orang yang paling mulia, sering tertawa dan sering tersenyum. Demikian yang diriwayatkan as-Suyuthi dalam kitab Al-Jami'us Saghir dari Ibnu Sa'ad dan Ibnu Asakir dari Aisyah.

Namun, Rasulullah menikmati hubungan itu dan kecantikan-kecantikan istri-istrinya. Beliau menafkahkan materi kepada mereka dari diri beliau sendiri, curahan kasih hatinya, ketinggian adabnya, dan kemuliaan pergaulannya. Sedangkan, kondisi materi mereka pada umumnya sangat sederhana, hingga Allah memberikan kemenangan-kemenangan kepada Rasulullah dan kaum muslimin memperoleh harta rampasan yang berlimpah ruah.

Dalam surah al-Ahzab sebelumnya telah disebutkan tentang kisah permohonan mereka kepada beliau untuk diperluaskan dan ditambah nafkah mereka dalam bentuk materi. Permohonan itu sempat membuat krisis hubungan antara mereka dengan Rasulullah. Kemudian berakhir dengan pemberian hak memilih kepada mereka antara memilih Allah, rasuI-Nya, dan kehidupan akhirat atau memilih kenikmatan duniawi dan pelepasan diri mereka dari ikatan perkawinan dengan Rasulullah. Namun, mereka tetap memilih Allah, rasuI-Nya, dan kehidupan akhiraL

Namun, sesungguhnya kehidupan dalam suasana dan kondisi kenabian di rumah-rumah Rasulullah, tidaklah mematikan perasaan-perasaan manusiawi dan dorongan-dorongan manusiawi dalam pribadi-pribadi istrinya. Kadangkala terjadi pula pertengkaran dan perselisihan di antara mereka, di mana biasanya wanita harus bertengkar pada kondisi dan situasi seperti itu. Telah kami sebutkan sebelum ini dalam riwayat Ibnu Ishaq bahwa Aisyah r.a. sangat membenci Juwairiyah bintil Harits, hanya karena perkiraannya bahwa Juwairiyah pasti dapat menarik perhatian Rasulullah bila beliau melihatnya. Dan,  yang terjadi benar-benar sesuai dengan dugaannya.

Demikian pula diriwayatkan oleh Aisyah r.a. sendiri tentang perseteruannya dengan Shafiyah binti Huyai bin Akhtab bahwa ia berkata kepada Rasulullah, "Cukuplah Shafiyah itu begini dan begini." Perawi berkata, "Aisyah bermaksud bahwa Shafiyah berpostur pendek." Maka Rasulullah pun bersabda,

"Sesungguhnya kamu telah mengatakan suatu kalimat yang bila dicampur dengan air laut, maka ia akan mencemarkannya. " (HR Abu Dawud)

Demikian pula Aisyah meriwayatkan dari dirinya sendiri bahwa ketika turun ayat takhyir 'pemberian  hak pilih kepada istri-istri Rasulullah' dalam surah al-Ahzab, maka dia memilih Allah dan rasuI-Nya serta kehidupan akhirat. Kemudian dia memohon kepada Rasulullah agar tidak menyebutkan pilihannya di hadapan istri-istrinya yang lain. Jelas sekali maksud di balik permohonan Aisyah r.a. ini. Lalu Rasulullah menjawab,

"Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai orang yang keras dan kejam. Namun, Dia mengutusku sebagai pengajar dan pemberi kemudahan. Maka, Iidak seorangpun dari mereka yang bertanya tentang pilihanmu melainkan aku pasti memberitahukannya." (HR Muslim)

Kejadian-kejadian dan kasus-kasus yang diriwayatkan oleh Aisyah dari dirinya sendiri ini, dengan didorong oleh kejujurannya dan pendidikan islami yang didapatkannya secara jernih, hanyalah sebagian contoh yang dapat menggambarkan tentang kasus-kasus lain yang terjadi pada istri-istri Rasulullah lainnya. Hal itu menggambarkan tentang suasana dan kondisi sisi manusiawi yang harus ada dalam kehidupan perkawinan dan rumah tangga. Sebagaimana ia juga menggambarkan tentang bagaimana Rasulullah menunaikan risalahnya dengan tarbiyah dan pengajaran dalam rumah tangganya seperti yang beliau tunaikan kepada umat seluruhnya.

Berkenaan dengan kasus inilah, turun kandungan ayat-ayat yang merupakan jantung dari surah ini. Dan, ia merupakan salah satu contoh dari contoh contoh kasus yang terjadi pada kehidupan Rasulullah dan dalam kehidupan istri-istrinya. Di sana terdapat beberapa riwayat yang berkenaan dengannya, yang bermacam-macam dan berbeda-beda. Kami akan memaparkannya ketika menjelaskan nash-nash Al Qur'an dalam surah ini.

Berkaitan dengan kasus ini dan beberapa pengarahan yang muncul di dalamnya, khususnya pengarahan kepada dua istri Rasulullah untuk bertobat, maka diikuti pula dengan komentar dalam surah ini yang menganjurkan kepada semuanya agar bertobat. Juga agar setiap penanggung jawab rumah tangga mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islami, dalarn upaya memelihara diri mereka sendiri dan keluarga mereka dari siksaan neraka. Hal ini sebagaimana di sana juga dipaparkan tentang pemandangan kejadian yang menimpa orang-orang kafir di dalam neraka.

Kemudian surah ini ditutup dengan kisah istri Nuh a.s. dan Luth a.s. sebagai perumpamaan bagi kekafiran di dalam rumah tangga seorang mukmin. Juga kisah istri Fir'aun sebagai perumpamaan bagi keimanan dalam rumah tangga seorang kafir. Demikian pula ada bahasan tentang Maryam binti Imran yang mensucikan dirinya sehingga pantas mendapatkan anugerah tiupan ruh dari Allah.

Tuntunan Kehidupan Rumah Tangga

"Hai nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-isfrimu ?. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu. Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan, ingatlah ketika nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka, tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad, lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka, tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah), lalu Hafshah bertanya, Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?' Nabi menjawab, Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. 'Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesunguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan). Dan, jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya (dan begitu) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik. Selain dari itu, malaikat-malaikat Adalah penolongnya pula. Jika nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat,  yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan. " (at-Tahriim: 1-5)

Ada beberapa riwayat berkenaan dengan turunnya ayat-ayat ini, di antaranya riwayat yang diriwayatkan oleh Bukhari. Berkenaan dengan ayat-ayat ini, Bukhari mengatakan bahwa ia diberitahukan hadits oleh Ibrahim bin Musa, dari Hisyam bin Yusuf, dari Ibnu Juraij, dari Atha', dari Ubaid bin Umair, bahwa Aisyah r.a. berkata, "Rasulullah pernah meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy, sehingga beliau agak lama berdiam di tempatnya. Maka, aku dan Hafshah pun bersepakat untuk mengatakan kepada Rasulullah siapa pun di antara kami yang dijenguk oleh Rasulullah agar mengatakan perkataan, 'Anda telah memakan maghaafiir [1], sesungguhnya aku menemukan aroma maghaafiir dari Anda.' Ketika Rasulullah datang ke salah satu dari keduanya, maka ia mengatakan hal itu. Lalu, Rasulullah menjawab, Tidak, namun aku meminum  madu di rumah Zainab binti Jahsy, tapi aku tidak akan meminumnya lagi. Aku bersumpah. Maka, janganlah kamu memberitahukan hal ini kepada orang lain."

[1] Getah pohon yang manis rasanya, namun baunya tidak sedap.

Inilah perkara yang diharamkan oleh Rasulullah atas dirinya sendiri, padahal hal itu halal bagi beliau. "Hai nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu;.. " (at-Tahriim: 1)

Tampak sekali bahwa istri Rasulullah yang diajak berbicara oleh beliau dan diminta untuk menyimpan pembicaraan itu, dialah yang telah mengatakan kepada seorang madunya yang berkonspirasi dengannya dalam perkara ini. Maka, Allah pun memberitahukan perkara ini kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah mengecek kembali kepada istrinya itu dalam perkara ini dan beliau menyebutkan sebagian isi perbincangan yang terjadi di antara keduanya tanpa menyebutkannya secara menyeluruh dan Iengkap. Hal itu seiring dengan adab dan akhlak Rasulullah yang tinggi.

Rasulullah telah menyentuh permasalahan itu dengan singkat agar istrinya tahu bahwa beliau tahu perkara itu dan hal itu sudah cukup. Maka, bukan main terkejutnya istri beliau dan bertanya,

“…Siapakahyang telah memberitahukan hal ini kepadamu?...”

Bisa jadi dalam benaknya bahwa orang yang telah memberitahukan perkara itu kepada Rasulullah adalah madunya yang berkonspirasi bersamanya. Namun, Rasulullah menjawabnya,

Nabi menjawab, “Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. " (at-Tahriim: 3)

Jadi, sumber informasi itu adalah dari Zat Yang Maha Mengetahui segalanya. Dan, dari sini dapat disimpulkan bahwa Rasulullah mengetahui secara pasti apa yang terjadi dengan segala seluk-beluknya Dan, tidak hanya sebagian dari perkara itu yang diketahui oleh beliau dan bukan hanya bagian yang disampaikannya saja.

Kasus ini, konspirasi, dan tipu daya yang terjadi di rumah Rasulullah menyebabkan beliau marah. Maka, beliau pun melakukan ila' dan bersumpah tidak akan mendekati istri-istrinya selama sebulan penuh. Ada isu yang masuk ke telinga orang-orang yang beriman bahwa beliau hendak menceraikan istri-istrinya. Kemudian turunlah ayat-ayat di atas. Maka, kemarahan Rasulullah pun mereda dan beliau kembali kepada istri-istrinya setelah beberapa kejadian terperinci yang akan kami paparkan setelah riwayat lainnya tentang kejadian ini.

Riwayat yang lain itu diriwayatkan oleh Nasai dari hadits Anas bahwa ia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah memiliki seorang wanita hamba sahaya dan beliau mencampurinya. Namun, Aisyah dan Hafshah selalu merasa keberatan dengannya, se hingga Rasulullah mengharamkan dirinya atasnya.

Maka, Allah pun menurunkan ayat, 'Hai nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu ? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "' (at-Tahriim: 1)

Ibnu Jarir dan Ibnu Ishaq mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah mencampuri Maria, ibu dari anak beliau yang bernama Ibrahim di rumah Hafshah. Maka, Hafshah marah, tersinggung, dan menganggapnya sebagai penghinaan terhadapnya. Kemudian Rasulullah menjanjikannya bahwa beliau akan mengharamkan Maria atas diri beliau dan beliau bersumpah dengan itu. Rasulullah meminta jaminan dan janji kepadanya untuk merahasiakannya. Namun, Hafshah memberitahukan perkara itu kepada Aisyah r.a.. Inilah bahasan yang disebutkan dalam surah at-Tahriim ini.

Kedua riwayat ini memiliki kemungkinan kasusnya terjadi. Namun, kasus yang kedua Iebih dekat  dengan nuansa surah dan pengaruh yang ditimbulkannya. Yaitu, kemarahan Rasulullah yang hampir menyebabkan terjadinya perceraian dengan seluruh istri-istri beliau, karena temanya sangat sensitif dan efeknya sangat keras. Tetapi, riwayat yang pertama lebih kuat dari segi sanadnya. Pada saat yang sama ia pun mungkin sekali telah terjadi, dan pengaruhnya pun mungkin terjadi yang disebabkan olehnya. Bila kita melihat tingkat keimanan yang terdapat dalam rumah tangga Rasulullah, maka kasus yang pertama ini pun sangat besar. Allah lebih tahu kasus mana yang telah terjadi dari dua kasus di atas.

Kemudian tentang efek samping dari kasus ini yaitu kasus jatuhnya ila' kepada istri-istri Rasulullah, hal itu digambarkan oleh hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di kitab Musnad nya, dari Ibnu Abbas yang menggambarkan salah satu segi dari gambaran masyarakat Islam pada saat itu. Imarn Ahmad mengatakan bahwa ia diberitakan hadits oleh Abdurrazzaq, dari Ma'mar, dari Zuhri, dari Ubaidillah bin Abdullah bin Abi Tsaur, bahwa Ibnu Abbas berkata, "Aku selalu bersemangat dan sangat ingin bertanya kepada Umar tentang dua wanita dari istri Rasulullah yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya,

'Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan). Dan, jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya (dan begitu) JibriI dan orang-orang mukmin yang baik. Selain dari itu malaikat-malaikat Adalah penolongnya pula.' (at-Tahriim: 4)

Sehingga Umar berhaji, dan aku pun berhaji bersamanya. Kemudian di tengah jalan, Umar belok untuk minggir, maka aku pun belok untuk minggir bersamanya dengan membawa tempat air. Umar buang air besar. Setelah selesai, dia datang kepadaku. Maka, akupun mengalirkan air kepada kedua tangannya dan dia pun berwudhu'. Aku bertanya, 'Wahai AmiruI Mukminin, siapa dua wanita dari istri Rasulullah yang disebutkan oleh Allah dalam firmanNya surah at-Tahriim ayat 4?' Umar menjawab, 'Alangkah anehnya kamu wahai Ibnu Abbas. (Zuhri berkata, 'Umar sangat membenci pertanyaan itu, demi Allah, namun dia tidak mau menyembunyikannya.).' Umar menjawab, 'Dia adalah Aisyah dan Hafshah.'

Maka, Umar berbicara panjang Iebar dan berkata, 'Sesungguhnya kami orang-orang Quraisy, adalah kaum yang mampu mengendalikan istri-istrinya. Namun, setelah kami hijrah ke Madinah, kami mendapati suatu kaum di mana istri-istri mereka menguasai diri mereka. Maka, mulailah istri-istri kami belajar dari istri-istri mereka.' Umar berkata, 'Rumahku berada di perkampungan Umayyah bin Zaid di daerah Awali. Suatu hari aku marah kepada istriku, namun malah dia membantahku dan membalas ucapanku. Maka, aku pun mengingkarinya karena membantahku. Kemudian dia malah semakin membantah, 'Kenapa kamu mengingkariku ketika membantahmu? Demi Allah, istri-istri Rasulullah saja membantah beliau dan ada seorang di antara mereka yang menjauhkan diri dan mendiamkan Rasulullah sejak siang hingga malam ini!"

Umar berkata, 'Maka, aku pun bertolak dan masuk ke rumah Hafshah lalu bertanya, 'Apakah kamu juga membantah Rasulullah?' Dia menjawab, 'Ya.' Aku bertanya lagi, 'Apakah ada di antara kalian yang menjauhkan diri dan mendiamkan Rasulullah sejak siang hingga malam ini?' Dia menjawab, Ya.' Aku berkata, 'Merugilah orang di antara kalian yang telah melakukan hal itu dan pastilah dia rugi besar! Apakah ada di antara kalian orang yang merasa aman dari laknat Allah atasnya karena rasul-Nya telah murka kepadanya? Jadi, dia benar-benar telah binasa dan terlaknat. Jangan sekali-kali kamu membantah Rasulullah. Janganlah kamu meminta sesuatu pun kepada beliau dan mintalah kepadaku apa pun yang kamu mau dari hartaku. Jangan sampai kamu cemburu dan tertipu oleh nafsumu sendiri  karena tetanggamu (yaitu Aisyah) Iebih cantik dan  Iebih dicintai oleh Rasulullah."

Umar bercerita, 'Aku mempunyai seorang tetangga dari kaum Anshar. Kami berdua saling bergantian turun mencari berita dan informasi kepada Rasulullah. Dia bertolak turun pergi sehari dan aku turun hari berikutnya. Kemudian dia membawa  berita kepadaku tentang wahyu dan berita lainnya. Demikian pula aku membawa berita itu kepadanya Pada saat itu sedang hangat-hangatnya kami membicarakan tentang pasukan kuda dari Ghassan yang hendak menyerang kami. Maka, suatu hari pergilah tetanggaku itu, dan kembali pada waktu Isya. Dia mengetuk pintuku dan menyeruku. Maka, aku pun keluar menemuinya. Dia bercerita, Telah terjadi peristiwa besar.' Aku bertanya, 'Peristiwa apa itu? Apakah Ghassan telah tiba menyerang kita?' Dia menjawab, Tidak, bahkan Iebih dahsyat daripada itu, Iebih panjang dan rumit. Rasulullah telah menceraikan istri-istrinya.' Aku berkata, 'Merugilah Hafshah dan pastilah dia rugi besar! Aku telah menduga hal ini pasti terjadi.'

Kemudian setelah shalat Shubuh, aku pun mengencangkan pakaian dan bertolak menuju rumah Hafshah untuk menemuinya dan aku temukan dia sedang menangis. Aku bertanya, 'Apakah Rasulullah telah menceraikan kalian semua?' Hafshah menjawab, 'Aku tidak tahu. Beliau mengasingkan diri di tempat ruang minum itu.' Maka, aku pun mendatangi seorang hamba sahaya kecil yang berkulit hitam, dan aku memohon kepadanya, 'Mintalah  kepada Rasulullah agar Umar dibolehkan masuk!' Maka, dia pun masuk, kemudian dia keluar Iagi dan menyampaikan kepadaku, 'Aku telah menyebutkan dirimu di hadapan Rasulullah, namun beliau tetap diam.' Maka, aku pun bertolak menuju mimbar, lalu aku temukan banyak orang di sana, dan sebagian dari mereka menangis. Aku ikut duduk di sana sebentar, kemudian suasana di situ menyentuhku.

Kemudian aku pun mendatangi hamba itu lagi dan memohon kepadanya, 'Mintalah izin kepada Rasulullah agar Umar dibolehkan masuk!' Maka, dia pun masuk. Kemudian dia keluar lagi dan menyampaikan kepadaku, 'Aku telah menyebutkan dirimu di hadapan Rasulullah, namun beliau tetap diam.' Maka, aku pun keluar dan duduk dekat mimbar, kemudian suasana di situ menyentuhku

Maka, aku pun mendatangi hamba itu Iagi dan memohon kepadanya, 'Mintalah izin kepada RasuIullah agar Umar dibolehkan masuk!' Maka, dia pun masuk. Kemudian dia keluar Iagi dan menyampaikan kepadaku, 'Aku telah menyebutkan dirimu di hadapan Rasulullah, namun beliau tetap diam.' Maka, aku pun hendak bertolak menjauh pergi dari situ, namun tiba-tiba hamba itu memanggilku, dan berkata, 'Masuklah, karena Rasulullah telah mengizinkanmu.'

Kemudian aku pun masuk, dan memberikan ucapan salam kepada Rasulullah. Beliau sedang duduk bersandar tikar pasir yang telah membekas di sisi tubuhnya. Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah Anda telah menceraikan istri-istri Anda?' Rasulullah mengangkat kepalanya kepadaku dan berkata, Tidak.' Aku berseru, 'Allah Mahabesar! Seandainya Anda melihat kami wahai Rasulullah, orang-orang Quraisy adalah kaum yang mampu mengendalikan istri-istrinya. Namun, setelah kami hijrah ke Madinah, kami mendapati suatu kaum di mana istri-istri mereka menguasai diri mereka. Maka, mulailah istri-istri kami belajar dari istri-istri mereka.'

Aku berkata lagi, 'Suatu hari aku marah kepada istriku, namun malah dia membantahku dan membalas ucapanku. Maka, aku pun mengingkarinya karena membantahku. Kemudian dia malah semakin membantah, 'Kenapa kamu mengingkariku ketika membantahmu? Demi Allah, istri-istri RasuIullah saja membantah beliau dan ada seorang di antara mereka yang menjauhkan diri dan mendiamkan Rasulullah sejak siang hingga malam ini!.' Aku pun berkata, 'Merugilah orang di antara kalian yang telah melakukan hal itu dan pastilah dia rugi besar! Apakah ada di antara kalian orang yang merasa aman dari laknat Allah atasnya karena rasul-Nya telah murka kepadanya? Jadi, dia benar-benar telah binasa dan terlaknat.'

Rasulullah pun tersenyum. Aku berkata kepada Rasulullah, 'Wahai Rasulullah, aku telah masuk ke rumah Hafshah dan berkata kepadanya, 'Jangan sampai kamu cemburu dan tertipu oleh nafsumu sendiri karena tetanggamu yaitu Aisyah Iebih cantik dan Iebih dicintai oleh Rasulullah.' Rasulullah pun tersenyum lagi. Aku bertanya, 'Apakah aku menghibur wahai Rasulullah?' Rasulullah menjawab, 'Ya kamu menghibur.'

Kemudian aku pun duduk dan aku menengadahkan kepalaku ke seluruh bagian rumah. Namun, demi Allah, aku tidak melihat sesuatu pun yang dapat dibanggakan, selain wibawa dan kedudukan Rasulullah. Kemudian aku berkata, 'Wahai RasuIullah, berdoalah kepada Allah agar Dia meluaskan bagi umatmu, karena Dia telah meluaskan kenikmatan atas orang Persia dan Romawi, padahal mereka tidak menyembah Allah.'

Lalu Rasulullah memperbaiki duduknya hingga lurus dan bersabda, 'Apakah kamu masih ragu wahai anak Khaththab ? Sesungguhnya mereka itu disegerakan oleh Allah kenikmatannya di kehidupan dunia ini.'  Aku memohon kepada Rasulullah, 'Mohonkanlah arnpunan untukku wahai Rasulullah.'

Rasulullah telah bersumpah tidak akan mendatangi istri-istrinya selama sebulan penuh, karena dendam kemarahannya kepada mereka. Sehingga, Allah mempersalahkan beliau.'”

Hadits ini telah diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasai dari jalan Zuhri dengan teks nash ini.

Itulah beberapa riwayat dalam hadits tentang kasus ini. Sekarang mari kita perhatikan riwayatnya dalam arahan redaksi Al-Qur' an yang indah.

Surah ini diawali dengan teguran dari Allah kepada Rasulullah sebagai utusan-Nya,

"Hai nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu ? Allah Maha Pengampun Iagi Maha Penyayang." (at-Tahriim: 1)

Itu merupakan teguran yang menyentuh dan penuh dengan isyarat. Jadi, tidak boleh seorang mukmin pun mengharamkan atas dirinya sendiri apa-apa yang telah dihalalkan oleh Allah atasnya dari segala kenikmatan. Rasulullah tidaklah mengharamkan madu atau mengharamkan Maria atas diri beliau dengan legalitas syariat. Namun, beliau hanya menetapkan tentang keharamannya atas dirinya sendiri. Maka, datanglah teguran itu yang mengisyaratkan bahwa sesungguhnya segala yang dihalalkan oleh Allah tidak boleh seorang pun mengharamkannya atas dirinya sendiri secara sengaja dan dengan maksud menyenangkan seseorang dan membuatnya ridha.

“ ... Allah Maha Pengampun Iagi Maha Penyayang. "

Komentar ini mengisyaratkan bahwa pengharaman itu telah menyebabkan jatuhnya hukuman yang pasti. Namun, ia masih berpeluang mendapatkan ampunan dan rahmat Allah. Hal itu merupakan isyarat yang sangat lembut.

Sementara perihal sumpah yang diisyaratkan oleh teks ayat bahwa sesungguhnya Rasulullah telah bersumpah, maka Allah pun telah menentukan solusi pemecahannya dan cara kaffarat-nya Selama sumpah itu tidak berada dalam kebaikan, maka beralih dan menjauhkan diri darinya adalah perkara yang lebih baik.

"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu. Allah adaIah Pelindungmu...”

Jadi, Allah pasti menolong kelemahan kalian dan Dia pasti membantu atas segala kesulitan kalian. Oleh karena itu, Allah menentukan cara membebaskan diri dari sumpah kalian agar dapat keluar dari beban dan kesulitan.

"... Dia Maha Mengetahui Iagi Mahabijaksana. " (at-Tahriim: 2)

Dia menentukan syariat atas kalian berdasarkan ilmu dan hikmah. Dia menyuruh sesuatu kepada kalian yang sesuai dengan kemampuan dan kekuatan kalian, yang memperbaiki dan membawa maslahat bagi kalian. Oleh karena itu, janganlah kalian mengharamkan sesuatu melainkan apa yang diharamkan Allah; dan janganlah menghalalkan sesuatu melainkan apa yang dihaIaIkan-Nya. Komentar itu sangat cocok dengan pengarahan yang terdapat sebelumnya.

Kemudian redaksi ayat mengisyaratkan tentang pembicaraan rahasia yang terjadi, namun ia tidak menyebutkan tema dan perinciannya. Karena temanya bukanlah yang penting dan ia bukanlah unsur yang tetap di dalamnya. Namun, unsur dan bagian yang langgeng dan tetap selamanya adalah konsekuensi dan pengaruh-pengaruhnya,

"Dan ingatlah ketika nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa...."

Dari nash ayat ini, dapat kita ketahui salah satu contoh kasus yang terjadi pada periode yang sangat menakjubkan dari sejarah manusia. Suatu periode di mana manusia selalu hidup dengan komunikasi langsung dan berhubungan dengan langit. Langit selalu ikut campur dalam segala urusan mereka secara terang-terangan dan terperinci.

Kita dapat menyimpulkan bahwa AIIah telah memberikan informasi kepada nabi-Nya tentang perbincangan yang terjadi di antara dua istrinya berkenaan dengan pembicaraan rahasia itu, yang telah diwanti-wanti oleh nabi kepada istrinya agar dirahasiakan. Dan, kita tahu bahwa sesungguhnya Rasulullah cukup mengisyaratkan salah satu bagian dari percakapan itu ketika mengkonfirmasikannya kepadanya, untuk menghindari bahasan yang panjang dan tanpa perincian. Kita tahu bahwa Allah-Iah yang telah mengabarkan kepada beliau. Allah adalah sumber segala informasi.

“… Maka, tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad, lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka, tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah), lalu Hafshah bertanya, 'Siapakahyang telah memberitahukan hal ini kepadamu?' Nabi menjawab, 'Telah diberitahukan kepadaku oleh AIIah Yang Maha Mengetahui Iagi Maha Mengenal."' (at-Tahriim: 3)

Isyarat kepada ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam bagian akhir dari ayat ini, merupakan isyarat yang sangat menyentuh dan berpengaruh terhadap segala kondisi makar dan konspirasi di balik layar. la menghadapkan orang kepada hakikat yang kadangkala dia lupakan atau lengah darinya.  la mengembalikan hati seseorang kepada hakikat ini, setiap orang membaca ayat ini dalam Al-Qur'an.

Kemudian arahan redaksi beralih dari bahasa cerita tentang kasus itu, kepada dialog langsung kepada dua istri Rasulullah. Seolah-olah perkara ini masih hadir dan berwujud pada saat ini,

"Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan). Dan, jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya (dan begitu) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik. Selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula." (at-Tahriim: 4)

Ketika kita sampai kepada pertengahan dialog ini dan melewati ajakan dan seruan ayat kepada keduanya agar bertobat guna mengembalikan hati keduanya kepada Allah sehingga condong kepada-Nya, maka sebetulnya hati mereka telah jauh dari Allah karena perbuatan keduanya. Nah, ketika kita melewati arahan dan ajakan kepada keduanya untuk bertobat itu, kita dapati suatu misi yang besar dan ancaman yang sangat menakutkan.

Dari misi yang besar dan ancaman yang sangat menakutkan ini, dapat kita ketahui bahwa kasus ini sangat mengganggu secara dahsyat dan menyentuh secara mendalam ke dalam hati Rasulullah. Sehingga, redaksi ayat merasa perlu memaklumatkan kembali tentang perlindungan Allah, Jibril, dan orang-orang yang saleh dari orang-orang yang beriman bagi Rasulullah. Selain itu, malaikat-malaikat yang Iainnya pun adalah penolong bagi Rasulullah pula. Dengan demikian, hati Rasulullah pun tenang dan damai serta merasakan kesenangan dan kesejukan dalam menghadapi peristiwa besar itu.

Perkara ini dalam perasaan Rasulullah dan dalam lingkungan rumah tangga beliau, merupakan perkara yang besar, mendalam, dan berpengaruh sampai ke suatu batas yang sesuai dengan misi kasus itu. Kita dapat membayangkan hakikatnya dari nash ayat di atas dan dari riwayat yang timbul dari lisan seorang sahabat Anshar (kepada Umar ibnul-Khaththab r.a.) ketika dia bertanya kepadanya, "Apakah Ghassan telah tiba menyerang kita?" Dia menjawab, 'Tidak, bahkan lebih dahsyat daripada itu dan lebih panjang dan rumit."

Ghassan adalah suatu negeri di Jazirah Arab yang bersekutu dengan Romawi yang terletak di suatu bagian pinggiran dari Jazirah Arab. Penyerangan yang dilakukan oleh Ghassan merupakan perkara dan masalah yang sangat besar pada saat itu. Namun, kasus yang menimpa rumah tangga Rasulullah ini lebih dahsyat daripada itu dan lebih panjang dan rumit.

Para sahabat meyakini bahwa kestabilan hati Rasulullah serta kedamaian, keharmonisan, dan kelanggengan rumah tangga yang mulia itu lebih dahsyat dan lebih besar dari segala urusan Iainnya. Dan, mereka meyakini bahwa kekacauan dan ketidakharmonisan yang menimpa rumah tangga yang mulia itu lebih berbahaya bagi kelangsungan komunitas kaum muslimin daripada penyerangan yang dilakukan Oleh Ghassan sekutu Romawi.

Standar itu mengisyaratkan beberapa tanda dalam pandangan para sahabat tentang segala urusan. Standar itu sangat cocok dan bertemu dengan standar langit bagi segala urusan. Oleh karena itu, ia sangat tepat, lurus, dan mendalam.

Demikian pula isyarat tanda yang terdapat dalam ayat selanjutnya. la memperincikan sifat-sifat wanita yang bisa saja Allah mengganti istri-istri Rasulullah yang ada bila beliau menceraikan mereka. Arahan ancaman tertuju kepada seluruh istri Nabi saw.,

"Jika nabi menceraiknn kalian, boleh jadi Tühannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istriyang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan." (at-Tahriim: 5)

Sifat-sifat itu merupakan sifat-sifat yang dianjurkan kepada istri-istri Nabi saw. Untuk menghiasi diri mereka dengannya, dengan cara isyarat dan tidak langsung. Dengan rincian sebagai berikut,

1. AI-Islam adalah sifat yang menunjukkan tentang ketaatan dan pelaksanaan segala perintah agama,

2. AI-Iman adalah sifat yang mendamaikan hati dan membangunkannya, dan darinya muncullah sifat Islami ketika iman itu benar dan sempurna.

3. Al-Qanut adalah ketaatan hati.

4. At-Taubah adalah penyesalan atas apa yang terjadi dari maksiat dan dosa, kemudian mengarahkan diri kepada ketaatan.

5. Al-lbadah adalah wasilah berhubungan dengan Allah dan penggambaran tentang penghambaan kepada-Nya.

6. As-Siyahah adalah merenung, bertadabur, dan berpikir tentang penciptaan Allah yang menakjubkan dan berwisata dengan hati dalam segala makhluk Alah.

Wanita-wanita dengan karakteristik seperti itu terdiri dari janda dan perawan. Sebagaimana istri-istri Rasulullah yang ada juga terdiri dari janda dan perawan ketika dinikahi oleh beliau.

 Ancaman itu tertuju kepada istri-istri Rasulullah yang disebabkan oleh konspirasi mereka terhadap Rasulullah dan menyakiti hati beliau. Rasulullah tidak mungkin marah disebabkan oleh perkara yang ringan dan kecil.

Namun, setelah turunnya ayat-ayat di atas, dan setelah seruan Allah kepadanya dan kepada istri-istrinya, hati Rasulullah pun kembali ridha dan tenang. Kemudian rumah yang mulia itu pun kembali damai setelah terjadinya goncangan dahsyat tersebut. Ketenangan dan kedamaian itu tercipta kembali dengan pengarahan dari Allah. Itu adalah bentuk pemuliaan Allah terhadap rumah tangga tersebut. Juga penjagaan-Nya terhadap keluarga itu yang Iayak diterimanya sesuai dengan fungsinya dalam membentuk dan membangun manhaj Alah di muka bumi dan mengokohkan fondasi-fondasinya.

Itulah salah satu bentuk gambaran kehidupan rumah tangga orang yang paling mulia itu, yang bertugas mengemban amanat pembentukan umat dan membangun negara yang belum pernah dikenal oleh manusia dan belum pernah ada contohnya sebelumnya. Beliau membentuk suatu umat yang bertugas mengemban amanat akidah Ilahi dalam bentuknya yang terakhir, demi membentuk komunitas masyarakat di bumi sebagai masyarakat yang Rabbani, dalam wujudnya yang nyata dan praktis. Sehingga, manusia mencontoh dan menirunya sebagai teladan yang baik.

Rasulullah merupakan gambaran dari kehidupan seorang yang paling mulia, tinggi, dan besar. Beliau berperan sebagai manusia biasa. Dan, bersamaan dengan itu pula, beliau harus mengemban tugas kenabiannya sebagai rasul dan nabi. Kedua fungsi itu tidak mungkin dipisahkan, karena ketentuan qadar Alah telah menentukannya sebagai manusia sekaligus rasul ketika qadar Allah itu menetapkan bahwa beliau sebagai pengemban risalah terakhir bagi manusia atau manhaj kehidupan yang terakhir bagi manusia.

Sesungguhnya risalah itu adalah risalah yang sempurna dan dibawa oleh rasul yang paling sempurna. Di antara kesempurnaannya adalah menjaga manusia agar tetap menjadi manusia. la tidak mengekang potensi membangun yang dimiliki oleh manusia dan ia pun tidak memberangus kreativitas dan kesiapan manusia dalam menghasilkan perkara-perkara yang bermanfaat. Bersamaan dengan itu, ia pun memurnikannya, mendidiknya, dan mengangkatnya ke puncak tujuannya.

Demikianlah Islam memperlakukan orang-orang yang memahaminya dan mengetahui seluk-beluk nya, sehingga mereka mendapatkan pedoman dan kompas hidup darinya. Sedangkan, sejarah hidup Rasulullah dan kehidupannya yang nyata dan praktis merupakan contoh teladan dan praktis bagi usaha yang berhasil dan sukses. Hal itu akan terlihat jelas. Juga dapat disaksikan dan membekas dalam jiwa orang-orang yang mau mengambil teladan praktis dan mudah yang tidak hidup dalam alam khayal dan fatamorgana.

Kemudian hikmah ketentuan qadar Allah terealisasi secara nyata dalam turunnya risalah terakhir bagi manusia dengan gambarannya yang lengkap, sempurna, dan total. Hikmah itu juga terealisasi secara nyata dalam pilihan Muhammad saw. sebagai rasul yang mampu mempelajarinya, mengembannya, dan mempraktekkannya dalam suatu bentuk kehidupan yang praktis dan terus hidup. Juga dalam upaya menjadikan kehidupan Rasulullah sebagai buku yang terbuka dan dapat dibaca oleh seluruh manusia, serta dapat dirujuk oleh setiap generasi.

Memelihara Diri dan Keluarga dari Siksaan Neraka

Dalam nuansa pengaruh kasus yang sangat mendalam pada jiwa-jiwa kaum muslimin ini, Al-Qur'an mewanti-wanti orang-orang yang beriman agar menunaikan kewajiban mereka dalam rumah tangga mereka baik yang menyangkut pendidikan, pengarahan, maupun peringatan. Sehingga, mereka dapat menyelamatkan diri mereka dan keluarga mereka dari api neraka. AI-Qur’an juga menggambarkan tentang beberapa peristiwa yang terjadi dalam neraka dan keadaan orang-orang kafir di dalamnya. Dan, dalam nuansa pengarahan dan ajakan kepada tobat yang muncul dalam arahan redaksi tentang kasus di atas, redaksi ayat menyerukan kepada orang-orang yang beriman untuk bertobat. la juga menggambarkan tentang surga yang menanti orang-orang yang bertobat. Kemudian ia mengajak Nabi saw. untuk berjihad melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik. İnilah bagian kedua dari kandungan surah ini.

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah munusia dan batu. Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang dimintakan. Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi bahan menurut apa yang kamu kerjakan. Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia. Sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan, 'Ya Tühan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhhnya Engkau Maha Kuasa atas segah sesuatu.' Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik serta bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka jahanam dan itü adalah seburuk-buruk tempat kembali." (at-Tahriim: 6-9)

Sesungguhnya beban tanggung jawab seorang mukmin dalam dirinya dan keluarganya merupakan beban yang sangat berat dan menakutkan. Sebab, neraka telah menantinya di sana, dan dia beserta keluarganya terancam dengannya. Maka, merupakan kewajibannya membentengi dirinya dan keluarganya dari neraka ini yang selalu mengintai dan menantinya.

Sesungguhnya ia adalah neraka dan api yang menyala-nyala serta membakar hangus,

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...”

Manusia di dalam neraka itü sama persis dengan batu; dalam kehinaan batu, dalam nilai batu yang murah dan rendah, dan dalam kondisi batu yang terabaikan tanpa penghargaan dan perhatian sama sekali. Alangkah sadis dan panasnya api neraka yang dinyalakan bersama dengan batu-batu! Alangkah pedihnya azab yang dihimpun dengan kerasnya sengatan kehinaan dan kerendahan! Setiap yang ada di dalamnya dan setiap yang berhubungan dengannya sangat seram dan menakutkan,

“… Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,…”

Tabiat para malaikat itü sesuai dengan tabiat azab yang diperintahkan dan diserahkan kepada mereka untuk menimpakannya.

“… Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperİntahkan.” (at-Tahriim: 6)

Di antara karakter mereka adalah ketaatan mutlak terhadap perintah Allah atas mereka. Dan, di antara karakter mereka adalah mampu melaksanakan segala yang diperintahkan kepada mereka oleh Allah. Mereka dengan segala tabiat bengis, kejam, dan keras mereka diserahkan tugas untuk melaksanakan azab neraka yang keras dan kejam. Maka, hendaklah setiap mukmin melindungi dirinya dan keluarganya dari azab neraka ini.

Dan, merupakan kewajiban setiap mukmin melindungi dan membentengi dirinya dan keluarganya dari neraka ini, sebelum kesempatan itu sirna dan sebelum alasan dan uzur itu tidak bermanfaat lagi diutarakan. Lihatlah betapa banyak orang-orang kafir yang mengemukakan uzur mereka pada saat itu, padahal mereka sedang berdiri menghadapi azab itu. Sehingga, alasan dan uzur mereka tidak diterima lagi dan mereka pun ditimpa oleh keputus-asaan.

"Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan." (at-Tahriim: 7)

Jangan lagi kalian beralasan dan mengutarakan uzur kalian hari ini, karena hari ini bukanlah hari mengemukakan alasan dan uzur. Namun, hari ini adalah hari pembalasan atas apa yang telah dikerjakan oleh manusia. Dan, kalian telah mengetahui wahai orang-orang kafir bahwa pembalasan atas kalian adalah neraka ini.

Lantas bagaimana orang-orang yang beriman memelihara diri dan keluarga mereka dari api neraka ini? Sesungguhnya Al-Qur'an menjelaskan jalannya dan memberikan harapan yang sangat mendalam kepada mereka,

"Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia. Sedang, cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan maeka, sambil mereka mengatakan, 'Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesunguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."' (at-Tahriim: 8)

Inilah jalan itu...tobat nasuha... tobat yang menjernihkan hati, membersihkannya, dan memurnikannya. Kemudian ia tidak mengkhianatinya dan tidak mencuranginya.

la adalah tobat dari maksiat dan dosa, yang dimulai dengan penyesalan atas segala yang terjadi sebelumnya, dan berlanjut dengan amal saleh dan ketaatan. Pada saat itulah hati menjadi jernih, murni, dan bersih dari noda-noda dosa dan pengaruh-pengaruh maksiat. Kemudian menganjurkan dan mendorongnya untuk selalu berbuat amal saleh. Inilah yang disebutkan sebagai tobat nasuha, yaitu tobat yang selalu mengingatkan hati setelah itu dan selalu memurnikannya sehingga tidak kembali kepada dosa-dosa.

Jika tobat dilakukan demikian, maka terbukalah harapan Allah meleburkan dosa-closa orang-orang yang beriman dan memasukkan mereka ke dalam surga, pada hari di mana orang-orang kafir terhina sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Allah tidak menghinakan Nabi saw. dan orang-orang yang beriman bersamanya.

Sesungguhnya itu merupakan rangsangan yang mendalam dan kemuliaan yang besar, ketika Allah memasukkan dan menghimpun orang-orang yang beriman bersama Nabi saw. Sehingga, menjadikan mereka semua dalam satu barisan yang mendapatkan anugerah kemuliaan pada hari yang menghinakan orang-orang kafir itu. Kemudian Allah menjadikan bagi mereka cahaya,

"…Sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka,…”

Suatu cahaya yang dengannya mereka dapat mengenal segala sesuatu pada hari yang dahsyat, tergoncang, sulit, dan mencekam. Suatu cahaya yang dengannya mereka mendapat petunjuk dalam keramaian yang tiada tara. Suatu cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka yang mengantar mereka ke surga pada akhir langkah.

Walaupun dalam keadaan mencekam, ketakutan, dan kekerasan, mereka tetap diilhami untuk berdoa ke hadirat Allah,

“…Sambil mereka mengatakan, 'Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu."' (at-Tahriim: 8)

Ilham doa pada situasi yang mengunci mulut dan mengugurkan hati itu, merupakan tanda diterimanya doa tersebut. Pasalnya, tidak mungkin Allah mengilhami doa ini kepada orang-orang yang beriman, melainkan qadar-Nya telah menetapkan bahwa doa itu pasti makbul dan mendapat jawaban dari-Nya. Jadi, doa di sini merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah atas mereka di samping anugerah Allah dengan kemuliaan dan cahaya.

Jadi, betapa jauhnya perbedaan antara anugerah ini dengan neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu?!

Sesungguhnya balasan pahala dan demikian pula pembalasan azab İni, kedua-duanya menggarnbarkan beban tanggung jawab seorang mukmin dalam menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka. Juga dalam mencapai kenikmatan di surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.

Dalam nuansa kasus di atas yang terjadi dalam rumah tangga Rasulullah, kita dapat mengetahui isyarat yang dimaksudkan di sini, dari balik nash-nash itu.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu dibebani dengan tugas memberikan pengarahan hidayah kepada keluarganya dan memperbaiki rumah tangganya. Hal ini sebagaimana dia pun dibebani dengan tugas mengarahkan dirinya sendiri dengan hidayah dan memperbaiki hatinya dan dirinya sendiri.

Sesungguhnya Islam itü merupakan agama keluarga, sebagaimana telah kami jelaskan sebelumnya dalam surah ath-ThaIaaq. Oleh karena itu, İslam menetapkan beban tugas dalam keluarganya dan kewajibannya dalam rumah tangganya. Rumah tangga seorang muslim merupakan benih kaum muslimin, dan ia merupakan sel yang darinya akan terhimpun sel-sel lain sehingga membentuk tubuh yang hidup, yaitu masyarakat İslami.

Sesungguhnya satu rumah merupakan benteng dari benteng-benteng akidah Islam. Oleh karena itu, benteng itu harus saling menopang dan mengokohkan dari dalam dirinya sendiri, dan harus terjaga dalam jiwanya sendiri. Setiap individu di dalamnya harus menghalau serangan yang mengancamnya sehingga ia tidak dapat dimasuki oleh musuh mana pun. Bila tidak demikian, maka akan mudah bagi musuh untuk menyerang dari dalam benteng itu. Sehingga, setiap pengetuk pintu akan mudah masuk dan para penyerang akan leluasa menyerang dan mengancam.

Kewajiban seorang mukmin yang paling utama adalah mengarahkan tentang dakwah kepada rumah tangga dan keluarganya. Sudah merupakan kewajibannya untuk mengamankan benteng rurnah tangganya dari dalam. Juga sudah merupakan kewajibannya untuk menghalau segala sumbersumber konflik dan kekacauan di dalamnya sebelum ia bertolak lebih jauh untuk berdakwah ke luar dari rumah tangganya.

Merupakan keharusan dan kewajiban memiliki ibu rumah tangga yang muslimah, karena seorang ayah yang muslim saja belum mampu mengamankan benteng rumah tangga itu. Jadi, harus ada seorang ayah dan ibu yang melaksanakan dan bangkit untuk mengemban kewajiban dakwah seperti itu. Juga dibutuhkan anak-anak untuk ikut serta baik laki-laki maupun wanita. Karena tanpa itu, segala usaha orang untuk membentuk masyarakat İslami dengan komunitas beberapa laki-laki saja menjadi sia-sia. Pasalnya, wanita-wanita pun harus ikut serta dalam berperan di masyarakat untuk menjaga generasi yang tumbuh. Generasi yang merupakan benih-benih yang akan melanjutkan perjuangan di masa akan datang dan merupakan wujud hasil dari buah yang dicapai.

Oleh karena itu, Al-Qur'an itü turun untuk para lelaki dan wanita. la mengatur rumah tangga dan meluruskannya untuk mengemban manhaj yang İslami. Al-Qur' an itü membebankan kepada orang-orang yang beriman tanggung jawab keluarganya sebagaimana ia pun membebankan kepada mereka tanggung jawab atas diri mereka sendiri. "Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (at-Tahriim: 6)

Inilah perkara yang harus disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap da’i yang berdakwah kepada Islam. Sesungguhnya usaha pertama yang harus diarahkan adalah kepada istri (ibu rumah tangga), anak-anak, dan keluarga secara umum. Perhatian yang cukup harus ditujukan dalam membina wanita-wanita muslimah untuk menciptakan rumah tangga yang İslami. Setiap laki-laki yang ingin mendirikan rumah tangga yang İslami agar mencari dulu wanita yang muslimah. Karena, bila tidak demikian, maka dia akan terlambat sangat lama dalam membina masyarakat yang islami. Dan, bangunan masyarakat pun akan selalu digerogoti oleh kekacauan dan gangguan.

Dalam komunitas masyarakat muslim pertama, segala urusan lebih mudah daripada dalam komunitas kita pada saat ini. Masyarakat muslim telah terbentuk di Madinah yang didominasi oleh ajaran İslami. Islam telah mendominasi seluruh aspek kehidupan di sana, dan ia pun menguasainya dengan ajaran syariatnya yang muncul dari ideologinya itu.

Rujukan utama dalam masyarakat itu, yaitu rujukan laki-laki dan wanita, adalah Allah dan rasul-Nya, Juga kepada hükum Allah dan hükum rasuI-Nya.Bila telah datang keputusan hükum itu, maka ia merupakan keputusan final. Dengan terwujudnya masyarakat demikian, di mana dominasi ideologi İslam dan tradisinya atas segala aspek kehidupan, maka urusannya menjadi mudah bagi wanita untuk membentuk dirinya sesuai yang dikehendaki oleh İslam. Juga menjadi mudah bagi para suami untuk menasihati istri-istri mereka dan mendidik anak-anak mereka di atas manhaj yang İslami.

Namun, kita saat ini berada dalam sikap yang plin-plan. Kita hidup dalam zaman jahiliah. Yaitu, jahiliah masyarakat, jahiliah hukum, jahiliah akhlak, jahiliah tradisi, jahiliah sistem, jahiliah adab, dan jahiliah kebudayaan juga.

Wanita saat ini berinteraksi dengan masyarakat jahiliah itu. Mereka merasa sangat berat memikul beban ketika ingin menyerukan İslam. Atau, ketika mereka mendapat petunjuk darİ usaha sendiri, atau dia ditunjuki oleh suarninya, saudaranya, atau bapaknya.

Di dalam masyarakat İslami di Madinah, semua masyarakat berhukum kepada ideologi yang sarna, hukum yang sama, dan tabiat yang sama. Sedangkan, kita di sini berhukum kepada suatu ideologi yang tidak bersandar kepada kenyataan hidup dan contoh praktisnya yang tidak tampak. Wanita dikekang di bawah beban masyarakat yang memusuhi ideologi itu dengan permusuhan yang lebih dahsyat dari permusuhan orang pada zaman jahiliah yang membabi buta Dan, tidak disangsikan lagi bahwa tekanan masyarakat dan tradisinya terhadap perasaan wanita lebih berat berlipat-lipat daripada tekanan terhadap perasaan laki-laki.

Oleh karena itu, bertambah pula kewajiban setiap laki-laki mukmin. Sesungguhnya merupakan kewajibannya untuk melindungi dirinya dari neraka. Kemudian kewajiban selanjutnya adalah menjaga keluarganya yang berada di bawah tekanan yang membabi buta dan keras itu.

Maka, seyogianyalah setiap laki-laki menyadari beban berat yang dipikulnya. Sehingga, dia harus mengeluarkan usaha yang berlipat-lipat dibandingkan usaha yang dikeluarkan oleh generasi muslim pertama. Pasalnya, itu merupakan kewajiban fardhu 'ain bagi orang yang ingin membina keluarga yang İslami untuk mencari penjaga bentengnya, di mana dia juga mengambil pandangan ideologinya dari sumber yang sarna dengan sumber di mana dia sendiri mengambilnya yaitu Islam.

Dalam hal ini, dia akan banyak berkorban. Dia harus mengorbankan segala daya tarik yang menipu pada wanita. Dia harus mengorbankan pilihannya yang memilih wanİta berparas cantİk, namun hatinya busuk dan jahat. Dia harus mengorbankan pilihannya yang memilih wanita yang jelita dan mempesona penampilannya, namun ia adalah sampah masyarakat.

Pada saat itulah dia dapat menentukan pilihan dan mencari wanita yang memiliki keyakinan agama yang akan membantunya dalam membina rumah tangga yang Islami dan membangun benteng yang islami. Sudah menjadi kewajiban fardhu 'ain atas setiap ayah dari orang-orang beriman yang menginginkan kebangkitan islam, untuk mengetahui bahwa sel-sel dan benih-benih bagi kebangkitan itü tersimpan dalam tangan-tangan mereka. Sehingga, mereka harus mengamankan anak-anak mereka baik laki-laki maupun wanita dengan dakwah, tarbiyah (pendidikan), dan i'dad 'persiapan' sebelum orang lain bertindak. Juga agar mereka menyambut dan merespons panggilan Allah,

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka... " (at-Tahriim: 6)

Mari kita kembali sekali lagi, pada kesempatan ini, kepada tabiat İslam yang menentukan bahwa  berdirinya kaum muslimin yang dibangun atas dominasi ajaran İslam, dan di atasnya berdiri hakikat wujudnya yang sejati; haruslah berdiri di ataş fondasi masyarakat yang berkarakter. İslam adalah akidahnya. İslam adalah sistemnya. İslam adalah syariatnya. İslam adalah manhajnya yang sempurna dan total yang darinya bersumber segala pandangan dan ideologinya.

Masyarakat seperti inilah yang menjamin wadah terpeliharanya pandangan yang İslami dan membawanya ke dalam jiwa-jiwa kaum muslimin. Juga membelanya dari segala tekanan masyarakat jahiliah sebagaimana ia juga menjaganya dari fitnah kekejian dan penyiksaan.

Dengan demikian, jelaslah urgensi pembentukan kaum muslimin yang di dalamnya wanita dan pemudi muslimah hidup yang melindunginya dari segala tekanan masyarakat jahiliah. Kemudian pemudi muslimah pun menemukan pasangannya dalam benteng İslami itu yang dengannya bersama orang-orang yang semisal dengannya terbentuklah pasukan İslam yang kuat.

Sesungguhnya pembentukan kaum muslimin itu adalah kewajiban, sekali-kali bukan merupakan perkara yang sunah. Jamaah itulah yang akan menjaga dan saling menasihati dengan ajaran İslam, memegang fikrahnya, akhlaknya, adabnya, dan persepsi-persepsinya. Jamaah iłu hidup dengan berpegang kepada Islam dałam bermuamalah antar mereka. Sehingga, tumbuhlah generasi yang terlindungi dari segala bahaya jahiliah.

Berjuang Melawan Musuh

Untuk menjaga komunitas kaum muslimin yang pertama, Rasulullah diperintahkan untuk berjuang melawan para musuhnya.

 "Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik serta bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka jahanam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (at-Tahriim: 9)

Ayat ini merupakan selipan yang sangat tinggi makna dan nilainya setelah sebelumnya telah ada perintah kepada orang-orang yang beriman agar menjaga diri mereka sendiri dan keluarganya dari neraka. Juga setelah menyerukan mereka untuk bertobat nasuha yang akan meleburkan dosa-dosa mereka dan memasukkan mereka ke dałam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.

Selipan ayat ini memiliki maknanya dan nilainya tersendiri dalam menjaga wadah yang dapat melindungi dari siksaan neraka. Sehingga, ia tidak meremehkan unsur-unsur yang merusak, menyimpang, dan zalim, yang pasti akan menyerang pasukan islam dari luar sebagaimana orang-orang kafr telah melakukannya. Atau, menyerangnya dari dałam sebagai mana orang-orang munafik telah melakukannya.

Ayat di atas menghimpun antara orang-orang kafir dan orang-orang munafik berkenaan dengan perintah untuk berjihad dan bersikap keras terhadap mereka. Karena, kedua kelompok ini masing-masing memiliki peran yang sebanding dałam mendatangkan ancaman dan bahaya bagi pasukan Islam, dalam menghancurkan dan mencerai-beraikannya. Oleh karena itu, berjihad melawan mereka merupakan jihad yang dapat menjaga dan melindungi dari siksaan api neraka. Dan, pembalasan bagi orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu adalah sikap keras dan tanpa belas kasihan dari Rasulullah dan orang-orang yang beriman di dunia ini.

Tempat mereka adalah neraka jahanam dan iłu adalah seburuk-buruk tempat kembali.”

Demikianlah betapa serasinya penelusuran ini antara ayat-ayatnya dengan arahan-arahannya. Sebagaimana secara umum ia juga sangat serasi dengan penelusuran pertama yang ada dałam arahan redaksi ayat.

Contoh Istri yang Tidak Baik dan Istri yang Baik

Kemudian tibalah penelusuran ketiga dan terakhir. Seolah-olah ia merupakan pelengkap dari penelusuran pertama. la membahas tentang wanita-wanita yang kafir dan hidup di dałam rumah tangga para nabi, dan wanita-wanita mukminat yang hidup di tengah-tengah orang-orang kafir.

"Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami. Lalu, kedua istri itu berkhianat kepada  kedua suaminya. Maka, kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah. Dan, dikatakan (kepada keduanya), 'Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka). 'Allah membuat istri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman ketika ia berkata, 'Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dałam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya. Dan, selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.' Dan, Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dałam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami. Dan, dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat." (at-Tahriim: 10-12)

Yang ditetapkan dalam riwayat tentang pengkhianatan istri Nuh dan istri Luth adalah pengkhianatan dalam dakwah dan bukanlah pengkhianat keji berupa penyelewengan seksual. Istri Nuh mencela dan memperolok-olok Nabi Nuh bersama para pengolok-olok dari kaumnya. Istri Luth telah menunjukkan dan memberikan informasi kepada kaumnya tentang kedatangan tamu-tamu Nabi Luth, padahal dia tahu betul tentang tabiat bejat kaumnya terhadap para tamu.

Yang ditetapkan dalam riwayat tentang istri Fir'aun adalah bahwa dia adalah seorang mukminah dalam istananya (kemungkinan besar dia adalah Asiyah, dia adalah yang tersisa dari orang-orang yang beriman kepada agama samawi sebelum Musa diutus). Disebutkan dalam sejarah bahwa ibu dari Amnahutb IV yang telah menyatukan Tuhan di Mesir dan Tuhan Yang Esa itu dirumuskan dalam bentuk planet matahari, dan dia menamakan dirinya 'Ikhnatun'. Dia (sang ibu) adalah Asiyah yang beragama bukan dengan memeluk agama orang-orang Mesir. Allah lebih tahu apakah dia yang dimaksudkan dalam ayat ini ataukah dia adalah istri Fir’aun di zaman Musa. Dan, Fir’aun di zaman Musa sudah pasti bukan Amnahutb IV.

Tidak terlalu penting bagi kita penelusuran sejarah tentang istri Fir'aun ini. Karena, isyarat AI-Qur'an menunjukkan tentang hakikat yang permanen dan independen dari segala pribadi dan individu. Individu dan pribadi hanyalah sekadar perumpamaan dari hakikat itu.

Sesungguhnya kaidah tanggung jawab individu sangat ingin ditampakkan di sini, setelah perintah untuk menjaga diri sendiri dan keluarga dari api neraka. Sebagaimana ingin pula dinyatakan kepada istri-istri Rasulullah dan demikian pula istri-istri kaum mukminin, bahwa sesungguhnya merupakan kewajiban mereka atas diri mereka sendiri setelah segala sesuatu terjadi. Jadi, mereka bertanggung jawab atas diri mereka sendiri dan mereka sama sekali tidak mendapatkati dispensasi dari beban tanggung jawab itu, walaupun mereka berstatus sebagai istri nabi atau istri orang yang saleh dari orang-orang yang beriman.

Dan, inilah contohnya istri Nabi Nuh, dan istri Nabi Luth.

“… Keduanya berada di bawah pengawasan dua hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami. Lalu, kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. Maka, kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah. Dan, dikatakan (kepada keduanya), masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)."' (at-Tahriim: 10)

Inilah contohnya istri Fir'aun. Dia tidak bisa dihalau oleh angin topan kekufuran di mana dia hidup, dalarn istana Fir'aun, untuk memohon kepada Allah keselamatan atas dirinya. Dia telah membebaskan dirinya dari istana Fir'aun, dengan memohon kepada Tuhannya agar disediakan rumah di surga. Dia membebaskan dirinya dari hubungannya dengan Fir'aun dan memohon keselamatan kepada Tuhannya dari bahayanya. Dia membebaskan dirinya dari perbuatan Fir’aun karena takut terimbas perbuatan bejatnya dan kekejamannya, padahal dia adalah salah seorang yang paling dekat dengan Fir'aun.

"...Selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya...."

Dia membebaskan dirinya dari perbuatan kaum Fir'aun, di mana dia hidup di antara mereka,

“…Dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." (at-Tahriim: 11)

Doa istri Fir'aun ini dan sikapnya merupakan teladan dalam mengatasi segala kenikmatan hidup duniawi dalam bentuknya yang paling indah dan mempesona. Karena, dia adalah seorang istri dari raja yang paling agung pada saat itu di muka bumi ini. Dia hidup di istana Fir'aun, tempat di mana seorang permaisuri mendapatkan segala keinginan dan kesenangannya. Namun, dia dapat mengatasi dan menguasai segala hal itu dengan keimanannya. Dia bukan hanya berpaling dari kenikmatan itu, namun dia menganggapnya sebagai sesuatu yang keji, kotor, dan ujian yang mengharuskannya untuk berlindung darinya kepada Allah, terhindar dari segala kekejiannya, dan memohon keselamatan dari-Nya.

Dia adalah satu-satunya wanita beriman dalam sebuah kerajaan yang luas terhampar dan sangat kuat. Seorang wanita lebih perasa dan lebih sensitif dengan pendirian, pandangan, dan ideologi suatu masyarakat. Namun, wanita ini walaupun sendirian di tengah-tengah tekanan masyarakat, tekanan istana, tekanan raja, tekanan pengawal, dan kedudukan raja, dia tetap menengadahkan kepalanya ke langit mengharap kepada Rabbnya.

Dia merupakan teladan yang sangat tinggi dalam memurnikan diri kepada AlIah dari segala pengaruh, segala daya tarik, segala penghalang, dan segala bisikan yang menggoda. Oleh karena itu, pantaslah dia mendapatkan isyarat yang mulia ini dalam kitab Allah, Al-Qur’an yang kekal, di mana kalimat-kalimatnya selalu dialunkan oleh seluruh alam semesta ketika malaikat menurunkannya dari al-MaIa'ul A'Ia 'kerajaan langit dan malaikať.

Dan Maryam putri Imran …”

Sesungguhnya Maryarn juga merupakan teladan dalam memurnikan diri kepada Allah sejak masa pertumbuhannya sebagaimana diceritakan oleh Allah dalam surah-surah lain. Dan, di sini Allah menyebutkan tentang kesuciannya,

“…Yang memelihara kehormatannya,...”

Allah membebaskan Maryam dari segala tuduhan yang dilemparkan dan diisukan oleh kaum Yahudi yang bejat.

 “…Maka, Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami…”

Dari tiupan roh itulah, Isa a.s. terbentuk sebagai manusia sebagaimana dijelaskan oleh surah yang menjelaskannya secara terperinci tentang bayi yang Iahir itu dalam surah Maryam. Kami tidak akan memaparkan lagi di sini agar serasi dengan pemaparan yang ada dalam surah ini, yang mana ia memaparkan penjelasan tentang kesucian dari Maryam, keimanannya dan ketaatannya yang sempurna.

“…Dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat." (at-Tahriim: 12)

Sebutan secara khusus tentang istri Fir'aun bersama Maryam di sini menunjukkan kedudukannya yang tinggi, yang membuat istri Fir'aun layak disebutkan bersama Maryam. Hal ini disebabkan oleh ujian yang menimpa kehidupannya yang telah kami jelaskan sebelumnya. Dua wanita ini merupakan teladan dan contoh bagi wanita mukminah yang suci, membenarkan, percaya, dan taat. Allah telah memaparkannya sebagai perumpamaan bagi istri-istri Rasulullah berkenaan dengan kasus yang terjadi dan menjadi penyebab turunnya ayat-ayat permulaan dari surah ini. Allah juga memaparkannya sebagai perumpamaan bagi wanita-wanita mukminah pada setiap generasi sesudah mereka.

Akhirnya, sesungguhnya surah ini dan semua isi dari juz ke-28 ini, merupakan bagian yang hidup dari sejarah Rasulullah yang digambarkan oleh Al-Qur'an dengan tata bahasanya yang menyentuh. Riwayat-riwayat manusia tidak mampu menggambarkan secara utuh tentang peristiwa sejarah pada periode yang mulia itu.

Jadi, tata bahasa Al-Qur'an lebih menyentuh dan lebih jauh jangkauannya. Dia menggunakan kasus yang langka untuk menggambarkan hakikat yang langka dan murni pula, yang tersisa di balik kejadian di belakang zaman dan tempat, sebagaimana demikianlah misi Al-Qur’an.


No comments:

Post a Comment

Aqidah Thahawiyyah