﴿ يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ
مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ
رَّحِيْمٌ ١ قَدْ فَرَضَ اللّٰهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ اَيْمَانِكُمْۚ وَاللّٰهُ
مَوْلٰىكُمْۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ ٢ وَاِذْ اَسَرَّ النَّبِيُّ اِلٰى
بَعْضِ اَزْوَاجِهٖ حَدِيْثًاۚ فَلَمَّا نَبَّاَتْ بِهٖ وَاَظْهَرَهُ اللّٰهُ
عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهٗ وَاَعْرَضَ عَنْۢ بَعْضٍۚ فَلَمَّا نَبَّاَهَا بِهٖ
قَالَتْ مَنْ اَنْۢبَاَكَ هٰذَاۗ قَالَ نَبَّاَنِيَ الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ ٣
اِنْ تَتُوْبَآ اِلَى اللّٰهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُمَاۚ وَاِنْ تَظٰهَرَا
عَلَيْهِ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ مَوْلٰىهُ وَجِبْرِيْلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَۚ
وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَعْدَ ذٰلِكَ ظَهِيْرٌ ٤ عَسٰى رَبُّهٗٓ اِنْ طَلَّقَكُنَّ
اَنْ يُّبْدِلَهٗٓ اَزْوَاجًا خَيْرًا مِّنْكُنَّ مُسْلِمٰتٍ مُّؤْمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ
تٰۤىِٕبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰۤىِٕحٰتٍ ثَيِّبٰتٍ وَّاَبْكَارًا ٥ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ
اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ
مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ ٦ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ
كَفَرُوْا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَۗ اِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ
تَعْمَلُوْنَ ࣖ ٧ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ
تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ
وَيُدْخِلَكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ يَوْمَ لَا يُخْزِى
اللّٰهُ النَّبِيَّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۚ نُوْرُهُمْ يَسْعٰى بَيْنَ
اَيْدِيْهِمْ وَبِاَيْمَانِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا
وَاغْفِرْ لَنَاۚ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ٨ يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ
جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنٰفِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْۗ وَمَأْوٰىهُمْ
جَهَنَّمُۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ ٩ ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوا
امْرَاَتَ نُوْحٍ وَّامْرَاَتَ لُوْطٍۗ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ
عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتٰهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللّٰهِ
شَيْـًٔا وَّقِيْلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِيْنَ ١٠ وَضَرَبَ اللّٰهُ
مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا امْرَاَتَ فِرْعَوْنَۘ اِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ
لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَنَجِّنِيْ مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهٖ
وَنَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَۙ ١١ وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرٰنَ
الَّتِيْٓ اَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيْهِ مِنْ رُّوْحِنَا وَصَدَّقَتْ
بِكَلِمٰتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهٖ وَكَانَتْ مِنَ الْقٰنِتِيْنَ ࣖ ۔ ١٢ ﴾
Terjemahan Kemenag 2019
1. Wahai Nabi (Muhammad), mengapa engkau
mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau bermaksud menyenangkan
hati istri-istrimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.721)
721) Nabi bersumpah
untuk tidak menggauli istrinya, yaitu Mariah al-Qibtiyah. Dengan sumpah ini,
sesuatu yang halal menjadi tidak diperbolehkan. Jadi, ayat ini tidak bermakna
bahwa Nabi mengubah hukum halal menjadi haram.
2. Sungguh, Allah telah mensyariatkan untukmu
pembebasan diri dari sumpahmu. Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.
3. (Ingatlah) ketika Nabi membicarakan secara
rahasia suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafsah). Kemudian,
ketika dia menceritakan (peristiwa) itu (kepada Aisyah) dan Allah
memberitahukannya (kejadian ini) kepadanya (Nabi), dia (Nabi) memberitahukan
(kepada Hafsah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain. Ketika dia
(Nabi) memberitahukan (pembicaraan) itu kepadanya (Hafsah), dia bertanya,
“Siapa yang telah memberitahumu hal ini?” Nabi menjawab, “Yang memberitahuku
adalah Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”
4. Jika kamu berdua bertobat kepada Allah,
sungguh hati kamu berdua telah condong (pada kebenaran) dan jika kamu berdua
saling membantu menyusahkan dia (Nabi), sesungguhnya Allahlah pelindungnya.
Demikian juga Jibril dan orang-orang mukmin yang saleh. Selain itu,
malaikat-malaikat (juga ikut) menolong.
5. Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi
Tuhannya akan memberi ganti kepadanya istri-istri yang lebih baik daripada
kamu, yang berserah diri, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang
beribadah, dan yang berpuasa, baik yang janda maupun yang perawan.
6. Wahai orang-orang yang beriman, jagalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak
durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.
7. Wahai orang-orang yang kufur, janganlah kamu
mencari-cari alasan pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan
(sesuai dengan) apa yang selama ini kamu kerjakan.
8. Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah
kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhanmu akan
menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan
orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka memancar di hadapan dan di
sebelah kanannya. Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami
cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu.”
9. Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang
kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat
mereka adalah (neraka) Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.
10. Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang
yang kufur, yaitu istri Nuh dan istri Lut. Keduanya berada di bawah (tanggung
jawab) dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami, lalu keduanya
berkhianat kepada (suami-suami)-nya. Mereka (kedua suami itu) tidak dapat
membantunya sedikit pun dari (siksaan) Allah, dan dikatakan (kepada kedua istri
itu), “Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).”
11. Allah juga membuat perumpamaan bagi
orang-orang yang beriman, yaitu istri Fir‘aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku,
bangunkanlah untukku di sisi-Mu sebuah rumah dalam surga, selamatkanlah aku
dari Fir‘aun dan perbuatannya, serta selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”
12. Demikian pula Maryam putri Imran yang
memelihara kehormatannya, lalu Kami meniupkan ke dalam rahimnya sebagian dari
roh (ciptaan) Kami, dan yang membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan
kitab-kitab-Nya, serta yang termasuk orang-orang taat.
Pengantar
Ketika qadar Allah berlaku dan menetapkan bahwa Islam sebagai
risalah terakhir, menjadikan manhajnya sebagai manhaj yang berlaku selamanya
hingga akhir zaman; menetapkan agar kehidupan orang-orang yang beriman dengan
manhaj itu berjalan seiring dengan sistem alam semesta yang umum; dan agar
agama inilah yang memimpin kehidupan manusia dan meliputi segala aktivitasnya
dalam setiap aspek kehidupan, maka Allah menciptakan manhaj Islam itu dalam
bentuk yang meliputi segalanya, sempurna, dan saling melengkapi serta total
dalam segala aspeknya (syamil, mutakamil).
la memenuhi dan merangsang segala kekuatan manusia dan kesiapannya.
Dalam waktu yang sama, ia meninggikan dan menaikkan kekuatan dan kesiapan
potensi itu ke tingkat yang layak dan sesuai dengan tugas khalifah Allah di
muka bumi. Juga sesuai dengan status sebagai makhluk yang di muliakan oleh
Allah atas kebanyakan makhluk-makhIuk-Nya dan Dia sendiri telah meniupkan
ruhNya kepadanya.
Allah telah menjadikan tabiat agama ini bertolak selalu maju berupa
pertumbuhan, populisme, ketinggian, dan kesuciannya; pada satu waktu yang
menyatu dan seiring bersama. Islam tidak pernah membatalkan dan menghancurkan
kekuatan yang membangun. Tidak pernah pula memberangus keahlian dan kesiapan
potensi yang bermanfaat. Bahkan, Islam membeńkan motivasi dan semangat kepada
segala kekuatan dan menyadarkan segala potensi. Namun, dałam waktu yang sama ia
juga tetap memelihara keseimbangan gerakan yang mendorong ke depan bersama
dengan gerakan menuju ufuk yang mulia.
Itulah yang mempersiapkan bagi ruh-ruh manusia di dunia ini suatu
kenikmatan yang luar biasa di akhirat. Juga menyiapkan manusia sebagai makhluk
yang fana untuk menjalani keabadian di kehidupan akhirat yang merupakan kampung
yang kekal.
Ketika qadar Allah berlaku dan menetapkan łabiat akidah Islam
seperti ini, maka hal ini berlaku pula dałam pilihan-Nya terhadap rasul-Nya
Muhammad saw. sebagai manusia yang akan mencontohkan akidah iłu dengan segala
karakter-karakternya. Di dałam diri beliau tergambar hakikat akidah iłu, dan
jadilah Nabi Muhammad saw. dengan kepribadian dan kehidupannya sebagai
terjemahan yang benar dan sempurna bagi tabiat dan arahan ideologi akidah iłu.
Nabi Muhammad saw. adalah orang yang sempurna kekuatan dan
potensinya. Beliau adalah seorang yang berpostur kuat, struktur tubuhnya kuat
dan sehat, bangunan tubuhnya kokoh, tubuhnya sehat tanpa cacat, indra-indra
sehat serta selalu responsif dan sadar. Juga selalu memiliki cita rasa serta
merasakan dan menyelami segala sesuatu dengan sempurna dan sehat. Dałam waktu
yang sama, beliau pun adalah seorang yang sangat pengasih, tabiatnya hidup dan
dinamis, perasaannya sangat perasa, memiliki apresiasi yang tinggi, dan selalu
terbuka untuk belajar dan merespons segala kritikan. Selain iłu, beliau adalah
seorang yang berakal sangat cerdas, berpikiran sangat luas, berwawasan luas,
dan berkemauan keras. Beliau mampu mengendalikan jiwa dan nafsunya, sedangkan
keduanya tidak mampu mengendalikan beliau.
Di samping iłu dan di atas iłu semua, beliau adalah seorang nabi.
Ruhnya tercerahkan dengan cahaya yang mencakup dan lengkap. Ruhnya membuatnya
mampu melakukan perjalanan isra' dan rnikraj. Ruhnya dipanggil dari langit.
Ruhnya dapat menyaksikan cahaya Tuhannya, dan hakikat dirinya telah tersambung
dengan hakikat alam semesta seluruhnya dari balik segala bentuk dan perkara
yang tampak dałam kenyataan. Maka, pasir dan batu pun memberikan salam
kepadanya, dahan dan ranting pepohonan tunduk melindunginya dari sengatan
cahaya matahari, dan Gunung Uhud pun bergetar karena beliau. Kemudian segala
kekuatan dan potensi ini seimbang dałam pribadi beliau. Itulah keseimbangan
yang serasi dengan keseimbangan akidah yang telah dipilih Allah untuknya.
Kemudian Allah menjadikan kehidupan beliau yang bersifat pribadi
dan umum sebagai kitab yang terbuka bagi umatnya dan bagi seluruh manusia.
Di dalamnya manusia dapat membaca
gambaran-gambaran tentang akidah ini dan dapat menyaksikan praktik nyatanya
dałam kehidupan beliau. Oleh karena iłu, kehidupan beliau tidak boleh
dirahasiakan dan disembunyikan. Bahkan, harus dipamerkan dan dipaparkan
beberapa aspek dari kehidupan beliau dałam Al-Qur’an.
Di dałam Al-Qur'an iłu terdapat beberapa tempat yang menyingkapkan
aspek-aspek kehidupan Rasulullah. Padahal, biasanya kebanyakan adat manusia
berusaha menyembunyikannya dan menguburkannya dari pandangan orang lain.
Bahkan, Al-Qur'an sampai menyingkap aspek-aspek kelemahan manusia di mana tidak
seorang pun dapat terbebas darinya dengan usaha dan tipu daya apa pun.
Sesungguhnya manusia hampir mengetahui dan menyentuh adanya sikap kesengajaan
dałam penyingkapan AI-Qur’an ini tentang beberapa bagian kehidupan Rasulullah
bagi manusia umumnya secara gamblang.
Sesungguhnya dalam jiwa Rasulullah iłu tidak ada yang istimewa dan
khusus yang harus disembunyikan, karena beliau bertugas untuk mengemban dakwah
Islam ini secara keseluruhan. Lantas kenapa Rasulullah harus menyembunyikan
salah satu bagian dari kehidupannya atau menguburkannya? Sesungguhnya kehidupan
Rasulullah merupakan pemandangan yang dapat disaksikan, dekat, dan memungkinkan
untuk dipraktikkan tentang akidah Islam ini. Rasulullah datang membawanya untuk
memaparkannya dan memamerkannya kepada seluruh manusia dałam kepribadian beliau
dan kehidupannya, sebagaimana beliau juga menerangkannya dałam haditsnya dan
pengarahannya. Dan, untuk inilah Rasulullah diciptakan dan untuk inilah
Rasulullah datang ke dunia.
Para sahabat Rasulullah telah menghapal segalanya dari Rasulullah.
Kemudian generasi sesudah para sahabat pun menerima pelajaran dari para
sahabat. Hapalan tersebut berkaitan dengan perincian-perincian kehidupan
Rasulullah. Sehingga, tidak tersisa sedikitpun dari kehidupan Rasulullah baik
yang kecil maupun yang besar bahkan hingga kegiatannya sehari-hari dan
kebiasaannya, melainkan tertulis dalam rekaman hadits dan dinukilkan hingga
saat ini.
Itulah sebagian dari takdir Allah yang telah menentukan bahwa
kehidupan Rasulullah tertulis dalam rekaman atau rekaman perincian tentang
penjelasan detail mengenai akidah islamiah tergambar dalam kehidupan
Rasulullah. Hadits merupakan pelengkap dari bahasan dalam Al-Qur'an yang juga
merekam beberapa aspek kehidupan Rasulullah yang akan kekal selarnanya hingga
akhir kehidupan duniawi.
Dalam surah ini dipaparkan lembaran kehidupan rumah tangga
Rasulullah dan gambaran tentang gesekan-gesekan, kecenderungan-kecenderungan,
dan pengaruh-pengaruh manusiawi yang terjadi di antara sesama istri-istri
Rasulullah dan antara mereka semua dengan Rasulullah. Ada juga gambaran tentang
beberapa efek samping dari gesekan-gesekan, kecenderungan-kecenderungan, dan
pengaruh-pengaruh manusiawi itu terhadap kehidupan Rasulullah dan kehidupan
masyarakat Islam pada saat itu. Kemudian efek dan pengaruh itu kita temukan
pula dalam pengarahan-pengarahan umum bagi umat Islam atas kejadian yang
terjadi dalam rumah tangga Rasulullah dan di antara istri-istri beliau.
Waktu terjadinya peristiwa itu tidak ditentukan secara pasti oleh
AI-Qur'an dalam surah ini. Namun, dengan merujuk kepada riwayat-riwayat yang
datang dari Rasulullah, dapat disimpulkan dengan kuat bahwa peristiwa itu
terjadi setelah Rasulullah menikah dengan Zainab binti Jahsy.
Mungkin ada baiknya kami menyebutkan secara ringkas tentang kisah
perkawinan Rasulullah dengan istri-istrinya. Juga tentang kehidupan rumah
tangga beliau. Sehingga, membantu kita dalam melukiskan kejadian-kejadian dan
nash-nash yang berkenaan dengan peristiwa ini dalam surah ini. Kami menetapkan
dalam ringkasan ini, apa yang ditetapkan Oleh Ibnu Hazm dalam kitab Jawami'us
Sirah dan kitab as-Sirah karangan Ibnu Hisyam dengan tambahan sedikit dan
sekilas komentar.
Istri pertama Rasulullah adalah Khadijah binti Khuwailid.
Rasulullah menikahinya ketika berumur dua puluh lima tahun atau dua puluh tiga
tahun, sedangkan umur Khadijah sekitar empat puluh tahun atau lebih. Khadijah
meninggal tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Rasulullah tidak
pernah menikah lagi selama Khadijah hidup hingga dia meninggal, padahal
Rasulullah telah berumur lebih dari lima puluh tahun.
Setelah Khadijah meninggal, Rasulullah menikahi Saudah binti Zum'ah
r.a. dan dia tidak ada yang memandangnya sebagai wanita yang cantik atau masih
muda. Dia hanyalah seorang janda dari Sakran bin Amru bin Abdusy Syams.
Suaminya adalah termasuk dari golongan kaum mukminin yang pertama masuk Islam
dari para sahabat yang berhijrah ke negeri Etiopia (Habasyah). Setelah suaminya
meninggal, Rasulullah menikahinya.
Kemudian Rasulullah menikahi Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq
r.a.. Dia gadis yang masih sangat kecil dan baru bercampur satu rumah dengan
beliau setelah berhijrah ke Madinah. Rasulullah tidak pernah menikahi gadis
yang masih perawan selain Aisyah. Dia adalah istri Rasulullah yang paling
disayangi. Umurnya adalah sembilan tahun, dan hidup bersama dengan Rasulullah
selama sembilan tahun lima bulan. Rasulullah meninggal dan Aisyah menjadi janda
Rasulullah.
Setelah itu Rasulullah menikahi Hafshah binti Umar r.a. setelah
berhijrah ke Madinah, dan menetap di sana selama dua tahun beberapa bulan.
Rasulullah menikahinya dalam keadaan janda, setelah Umar menawarkannya kepada
Abu Bakar dan Utsman, namun keduanya tidak meresponsnya. Rasulullah menjanjikan
kepada Umar bahwa anaknya akan mendapatkan suami yang lebih baik daripada
keduanya, maka Rasulullah pun menikahinya.
Kemudian Rasulullah menikahi Zainab binti Khuzaimah. Suami
pertamanya adalah Ubaidah ibnul Harist bin Abdul Mutthalib yang syahid dalam
Perang Badar. Zainab binti Khuzaimah meninggal ketika Rasulullah masih hidup.
Dan, ada yang berpendapat bahwa suaminya sebelum dinikahi oleh Rasulullah
adalah Abdullah bin Jahsy al-Asadi yang syahid di Perang Uhud. Itulah
pendapatyang lebih dekat dengan kebenaran.
Setelah itu Rasulullah menikahi Ummu Salamah. Suaminya yang
sebelumnya adalah Abu Salamah, yang terluka di Perang Uhud dan lukanya terus
menghinggapinya sampai dia meninggal. Maka, Rasulullah pun menikahi jandanya
dan beliau memaşukkan anggota keluarganya dari Abu Salamah ke dalam
tanggungannya.
Kemudian Rasulullah menikahi Zainab binti Jahsy, setelah beliau
menikahkannya dengan anak angkatnya Zaid bin Haritsah. Namun, perkawinan mereka
tidak langgeng, kemudian Zaid mentalaknya. Kami telah memaparkan kisahnya dalam
surah al-Ahzab dalam juz kedua puluh dua. Dia adalah wanita yang sangat canük
dan rupawan. Dialah yang dirasakan oleh Aisyah sebagai saingannya, ka•ena masih
berhubungan nasab dengan Rasulullah karena dia adalah anak bibi beliau. Juga
karena kecantikan dan kerupawanannya.
Setelah itü Rasulullah menikahi Juwairiyah binti Harits pemimpin
bani Musthaliq setelah Perang Bani Musthaliq pada pertengahan tahun keenam dari
Hijrah.
İbnu İshaq mengatakan bahwa ia diberitahukan sebuah hadits oleh
Muhammad bin Ja'far ibnu Zubair, dari Urwah ibnu-Zubair bahwa Aisyah r.a.
berkata, "Setelah Rasulullah membagikan para tawanan bani Musthaliq,
Juwairiyah bintil Harits masuk dalam bagian ats-Tsabit bin Qais ibnusy Syammas
atau bagian dari anak pamannya. Maka, Juwairiyah pun berjanji kepadanya
untuk memerdekakan dirinya dengan cara
kitabah (membayar tebusan dengan berangsur-angsur). Dia adalah seorang wanita
yang manis dan sangat menarik sehingga tidak seorang pun melihatnya melainkan
terpesona. Dia mendatangi Rasulullah untuk
mohon bantuan dalam menunaikan kitabahnya."
Aisyah berkata, "Demi Allah, tiba-tiba aku melihatnya telah
berada di depan pintu rumahku, maka aku pun tidak menyenanginya! Aku tahu bahwa
Rasulullah akan melihat seperti apa yang aku lihat. Dia maşuk dan berkata
kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, aku adalah Juwairiyah bintil Harits bin
Abi Sharrar, pemimpin kaumnya. Aku telah ditimpa bencana yang tidak tersembunyi
dari Anda, dan aku masuk ke dalam undian bagian milik ats-Tsabit bin Qais
ibnusy-Syammas atau bagian milik anak pamannya. Maka, aku pun telah berjanji
kepadanya untuk memerdekakan diriku dengan cara kitabah (membayar tebusan
dengan berangsur-angsur). Saat ini aku datang kepada Anda untuk memohon bantuan
dalam menunaikan kitabahku.' Rasulullah bersabda, 'Apakah kamu mau yang lebih
baik daripada itü ?' Dia bertanya, 'Apa itü wahai Rasulullah?' Rasulullah
menjawab, 'Aku akan tunaikan kitabahmu dan aku menikahimu. 'Dia berkata, 'Ya,
aku setuju wahai Rasulullah.' Rasulullah bersabda, 'Aku pun telah setuju dan
melaksanakannya’.
Setelah Juwairiyah, kemudian Rasulullah menikahi Ummu Habibah binti
Abi Sufyan setelah perjanjian Hudaibiyah. Dia adalah salah seorang dari
sahabiyat yang hijrah ke Habasyah. Namun, suaminya Abdullah bin Jahsy murtad
dan masuk ke agama Nasrani kemudian meninggalkannya. Maka, Rasulullah pun
meminangnya dan Raja Najasyi memberikan mahar kepadanya. Dan, dia pun bertolak
dari Habasyah menuju Madinah.
Kemudian Rasulullah menikahi Shafiyyah binti Huyai bin Akhtab,
bapaknya adalah pemimpin Bani Nadhir. Pernikahan ini terjadi setelah
penaklukkan Khaibar dan setelah perjanjian Hudaibiyah. Shafiyyah adalah istri
dari Kinanah bin Abil Haqiq, dia adalah seorang pemimpin Yahudi juga İbnu İshaq
menyebutkan kisah tentang pernikahan Rasulullah dengannya bahwa Shafiyyah dan
satu wanita lainnya dibawa bersama para tawanan. Maka, Bilal pun membawa
keduanya melewati para korban perang Yahudi yang terbunuh. Ketika wanita yang
bersama Shafiyyah melihat mayat korban itu, tiba-tiba dia berteriak histeris,
menutup mukanya dan menaburkan debu ke kepalanya. Maka, Rasulullah pun
bersabda, "Jauhkanlah aku dari wanita setan ini."
Rasulullah lalu memerintahkan untuk menempatkan Shafiyyah di
belakang beliau dan melemparkan selendangnya kepadanya. Maka, kaum muslimin pun
tahu bahwa sesungguhnya Rasulullah telah memilihnya untuk diri beliau sendiri.
Rasulullah bersabda kepada Bilal r.a. ketika melihat apa yang
terjadi pada wanita Yahudi itu, "Apakah telah kamu cabut rasa kasih sayang
darİ dirimu wahai Bilal? ketika kamu membawa dua wanita melewati parapejuang lelakinya
yang tabunuh (HR İbnu İshaq)
Kemudian Rasulullah menikahi Maimunah bintil Harits bin Huzn. Dia
adalah bibi dari Khalid bin Walid dan Abdullah bin Abbas. Sebelumnya dia adalah
istri dari Abu Rahm bin Abdul Uzza, dan ada yang berkata, "Huwaithib bin
Abdul Uzza." Dialah wanita terakhir yang dinikahi oleh Rasulullah.
Demikianlah Anda dapat melihat bahwa setiap istri dari Rasulullah
memiliki kisah dan sebab tersendiri dalam perkawinannya dengan Rasulullah.
Mereka semua selain dari Zainab binti Jahsy dan Juwairiyah bintil Harits,
bukanlah wanita-wanita yang cantik dan masih muda, dan bukanlah termasuk
wanita-wanita yang diinginkan oleh laki-laki untuk menikahinya karena
kecantikannya.
Aisyah adalah istri beliau yang paling dicintai. Bahkan, dua wanita
yang disebutkan itu yang dikenal memiliki kecantikan dan masih muda, di sana
ada faktor kejiwaan dan unsur manusiawi lainnya, di samping unsur ketertarikan
mereka berdua. Karni tidak ingin menafikan dan membuang unsur ketertarikan ini
seperti yang disaksikan oleh Aisyah pada diri Juwairiyah bintil Harits
umpamanya. Kami juga üdak ingin membuang faktor kecantikan yang ada pada diri
Zainab binti Jahsy. Tidak ada kebutuhan apa pun dan tidak perlu sama sekali
membuang unsur-unsur dan faktor-faktor manusiawi itu dari kehidupan Rasulullah.
Faktor-faktor itu bukanlah sasaran tuduhan di mana para penolong
Rasulullah harus membela nabi mereka dari serangannya, bila musuh-musuhnya
menyerang dengan tuduhan seperti itu. Karena nabi itu sendiri telah dipilih
menjadi manusia, namun bukan sembarang manusia, tetapi manusia yang tinggi budi
pekertinya. Demikianlah yang terjadi pada diri Rasulullah. Demikian pula
kecenderungan-kecenderungan dalam hidupnya dan dalam memilih istri-istrinya
dengan sebab dan dorongan yang berbeda-beda.
Rasulullah hidup bersama para istrinya di dalam rumahnya sebagai
seorang manusia biasa sekaligus sebagai utusan AIIah sesuai dengan
kehendak-Nya. Sebagaimana demikian Rasulullah diperintahkan untuk mengatakan,
"Katakanlah, 'Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang
manusia yang menjadi rasul!"' (al Israa': 93)
Rasulullah juga menikmati hubungan dengan istri-istrinya dan
kecantikan-kecantikan mereka, sebagaimana yang diriwayatkan dari Aisyah r.a.
bahwa Rasulullah bila sedang bersama istri-istrinya, beliau adalah orang yang
paling lembut, dan orang yang paling mulia, sering tertawa dan sering
tersenyum. Demikian yang diriwayatkan as-Suyuthi dalam kitab Al-Jami'us Saghir
dari Ibnu Sa'ad dan Ibnu Asakir dari Aisyah.
Namun, Rasulullah menikmati hubungan itu dan kecantikan-kecantikan
istri-istrinya. Beliau menafkahkan materi kepada mereka dari diri beliau
sendiri, curahan kasih hatinya, ketinggian adabnya, dan kemuliaan pergaulannya.
Sedangkan, kondisi materi mereka pada umumnya sangat sederhana, hingga Allah
memberikan kemenangan-kemenangan kepada Rasulullah dan kaum muslimin memperoleh
harta rampasan yang berlimpah ruah.
Dalam surah al-Ahzab sebelumnya telah disebutkan tentang kisah
permohonan mereka kepada beliau untuk diperluaskan dan ditambah nafkah mereka
dalam bentuk materi. Permohonan itu sempat membuat krisis hubungan antara
mereka dengan Rasulullah. Kemudian berakhir dengan pemberian hak memilih kepada
mereka antara memilih Allah, rasuI-Nya, dan kehidupan akhirat atau memilih
kenikmatan duniawi dan pelepasan diri mereka dari ikatan perkawinan dengan
Rasulullah. Namun, mereka tetap memilih Allah, rasuI-Nya, dan kehidupan akhiraL
Namun, sesungguhnya kehidupan dalam suasana dan kondisi kenabian di
rumah-rumah Rasulullah, tidaklah mematikan perasaan-perasaan manusiawi dan
dorongan-dorongan manusiawi dalam pribadi-pribadi istrinya. Kadangkala terjadi
pula pertengkaran dan perselisihan di antara mereka, di mana biasanya wanita
harus bertengkar pada kondisi dan situasi seperti itu. Telah kami sebutkan
sebelum ini dalam riwayat Ibnu Ishaq bahwa Aisyah r.a. sangat membenci
Juwairiyah bintil Harits, hanya karena perkiraannya bahwa Juwairiyah pasti
dapat menarik perhatian Rasulullah bila beliau melihatnya. Dan, yang terjadi benar-benar sesuai dengan
dugaannya.
Demikian pula diriwayatkan oleh Aisyah r.a. sendiri tentang
perseteruannya dengan Shafiyah binti Huyai bin Akhtab bahwa ia berkata kepada
Rasulullah, "Cukuplah Shafiyah itu begini dan begini." Perawi
berkata, "Aisyah bermaksud bahwa Shafiyah berpostur pendek." Maka
Rasulullah pun bersabda,
"Sesungguhnya kamu telah mengatakan suatu kalimat yang bila
dicampur dengan air laut, maka ia akan mencemarkannya. " (HR Abu Dawud)
Demikian pula Aisyah meriwayatkan dari dirinya sendiri bahwa ketika
turun ayat takhyir 'pemberian hak pilih
kepada istri-istri Rasulullah' dalam surah al-Ahzab, maka dia memilih Allah dan
rasuI-Nya serta kehidupan akhirat. Kemudian dia memohon kepada Rasulullah agar
tidak menyebutkan pilihannya di hadapan istri-istrinya yang lain. Jelas sekali
maksud di balik permohonan Aisyah r.a. ini. Lalu Rasulullah menjawab,
"Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai orang yang keras
dan kejam. Namun, Dia mengutusku sebagai pengajar dan pemberi kemudahan. Maka,
Iidak seorangpun dari mereka yang bertanya tentang pilihanmu melainkan aku pasti
memberitahukannya." (HR Muslim)
Kejadian-kejadian dan kasus-kasus yang diriwayatkan oleh Aisyah
dari dirinya sendiri ini, dengan didorong oleh kejujurannya dan pendidikan
islami yang didapatkannya secara jernih, hanyalah sebagian contoh yang dapat
menggambarkan tentang kasus-kasus lain yang terjadi pada istri-istri Rasulullah
lainnya. Hal itu menggambarkan tentang suasana dan kondisi sisi manusiawi yang
harus ada dalam kehidupan perkawinan dan rumah tangga. Sebagaimana ia juga
menggambarkan tentang bagaimana Rasulullah menunaikan risalahnya dengan tarbiyah
dan pengajaran dalam rumah tangganya seperti yang beliau tunaikan kepada umat
seluruhnya.
Berkenaan dengan kasus inilah, turun kandungan ayat-ayat yang
merupakan jantung dari surah ini. Dan, ia merupakan salah satu contoh dari
contoh contoh kasus yang terjadi pada kehidupan Rasulullah dan dalam kehidupan
istri-istrinya. Di sana terdapat beberapa riwayat yang berkenaan dengannya,
yang bermacam-macam dan berbeda-beda. Kami akan memaparkannya ketika
menjelaskan nash-nash Al Qur'an dalam surah ini.
Berkaitan dengan kasus ini dan beberapa pengarahan yang muncul di
dalamnya, khususnya pengarahan kepada dua istri Rasulullah untuk bertobat, maka
diikuti pula dengan komentar dalam surah ini yang menganjurkan kepada semuanya
agar bertobat. Juga agar setiap penanggung jawab rumah tangga mendidik
anak-anaknya dengan pendidikan Islami, dalarn upaya memelihara diri mereka
sendiri dan keluarga mereka dari siksaan neraka. Hal ini sebagaimana di sana
juga dipaparkan tentang pemandangan kejadian yang menimpa orang-orang kafir di
dalam neraka.
Kemudian surah ini ditutup dengan kisah istri Nuh a.s. dan Luth
a.s. sebagai perumpamaan bagi kekafiran di dalam rumah tangga seorang mukmin.
Juga kisah istri Fir'aun sebagai perumpamaan bagi keimanan dalam rumah tangga
seorang kafir. Demikian pula ada bahasan tentang Maryam binti Imran yang
mensucikan dirinya sehingga pantas mendapatkan anugerah tiupan ruh dari Allah.
Tuntunan Kehidupan Rumah Tangga
"Hai nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah
menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-isfrimu ?. Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada
kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu. Allah adalah Pelindungmu dan Dia
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan, ingatlah ketika nabi membicarakan
secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu
peristiwa. Maka, tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan
Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah)
kepada Muhammad, lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah
kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka,
tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah), lalu
Hafshah bertanya, Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?' Nabi
menjawab, Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal. 'Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesunguhnya hati
kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan). Dan, jika kamu berdua
bantu membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya
(dan begitu) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik. Selain dari itu,
malaikat-malaikat Adalah penolongnya pula. Jika nabi menceraikan kamu, boleh jadi
Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada
kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat,
yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda, dan
yang perawan. " (at-Tahriim: 1-5)
Ada beberapa riwayat berkenaan dengan turunnya ayat-ayat ini, di
antaranya riwayat yang diriwayatkan oleh Bukhari. Berkenaan dengan ayat-ayat
ini, Bukhari mengatakan bahwa ia diberitahukan hadits oleh Ibrahim bin Musa,
dari Hisyam bin Yusuf, dari Ibnu Juraij, dari Atha', dari Ubaid bin Umair,
bahwa Aisyah r.a. berkata, "Rasulullah pernah meminum madu di rumah Zainab
binti Jahsy, sehingga beliau agak lama berdiam di tempatnya. Maka, aku dan
Hafshah pun bersepakat untuk mengatakan kepada Rasulullah siapa pun di antara
kami yang dijenguk oleh Rasulullah agar mengatakan perkataan, 'Anda telah
memakan maghaafiir [1], sesungguhnya aku menemukan aroma maghaafiir dari Anda.'
Ketika Rasulullah datang ke salah satu dari keduanya, maka ia mengatakan hal
itu. Lalu, Rasulullah menjawab, Tidak, namun aku meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy, tapi aku
tidak akan meminumnya lagi. Aku bersumpah. Maka, janganlah kamu memberitahukan
hal ini kepada orang lain."
[1] Getah pohon yang manis rasanya, namun baunya tidak sedap.
Inilah perkara yang diharamkan oleh Rasulullah atas dirinya
sendiri, padahal hal itu halal bagi beliau. "Hai nabi, mengapa kamu
mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu;.. " (at-Tahriim: 1)
Tampak sekali bahwa istri Rasulullah yang diajak berbicara oleh
beliau dan diminta untuk menyimpan pembicaraan itu, dialah yang telah
mengatakan kepada seorang madunya yang berkonspirasi dengannya dalam perkara
ini. Maka, Allah pun memberitahukan perkara ini kepada Rasulullah. Kemudian
Rasulullah mengecek kembali kepada istrinya itu dalam perkara ini dan beliau
menyebutkan sebagian isi perbincangan yang terjadi di antara keduanya tanpa
menyebutkannya secara menyeluruh dan Iengkap. Hal itu seiring dengan adab dan
akhlak Rasulullah yang tinggi.
Rasulullah telah menyentuh permasalahan itu dengan singkat agar
istrinya tahu bahwa beliau tahu perkara itu dan hal itu sudah cukup. Maka,
bukan main terkejutnya istri beliau dan bertanya,
“…Siapakahyang telah memberitahukan hal ini kepadamu?...”
Bisa jadi dalam benaknya bahwa orang yang telah memberitahukan
perkara itu kepada Rasulullah adalah madunya yang berkonspirasi bersamanya.
Namun, Rasulullah menjawabnya,
Nabi menjawab, “Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal. " (at-Tahriim: 3)
Jadi, sumber informasi itu adalah dari Zat Yang Maha Mengetahui
segalanya. Dan, dari sini dapat disimpulkan bahwa Rasulullah mengetahui secara
pasti apa yang terjadi dengan segala seluk-beluknya Dan, tidak hanya sebagian
dari perkara itu yang diketahui oleh beliau dan bukan hanya bagian yang
disampaikannya saja.
Kasus ini, konspirasi, dan tipu daya yang terjadi di rumah
Rasulullah menyebabkan beliau marah. Maka, beliau pun melakukan ila' dan
bersumpah tidak akan mendekati istri-istrinya selama sebulan penuh. Ada isu
yang masuk ke telinga orang-orang yang beriman bahwa beliau hendak menceraikan
istri-istrinya. Kemudian turunlah ayat-ayat di atas. Maka, kemarahan Rasulullah
pun mereda dan beliau kembali kepada istri-istrinya setelah beberapa kejadian
terperinci yang akan kami paparkan setelah riwayat lainnya tentang kejadian
ini.
Riwayat yang lain itu diriwayatkan oleh Nasai dari hadits Anas
bahwa ia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah memiliki seorang wanita hamba
sahaya dan beliau mencampurinya. Namun, Aisyah dan Hafshah selalu merasa
keberatan dengannya, se hingga Rasulullah mengharamkan dirinya atasnya.
Maka, Allah pun menurunkan ayat, 'Hai nabi, mengapa kamu
mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan
hati istri-istrimu ? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "'
(at-Tahriim: 1)
Ibnu Jarir dan Ibnu Ishaq mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah
mencampuri Maria, ibu dari anak beliau yang bernama Ibrahim di rumah Hafshah.
Maka, Hafshah marah, tersinggung, dan menganggapnya sebagai penghinaan
terhadapnya. Kemudian Rasulullah menjanjikannya bahwa beliau akan mengharamkan
Maria atas diri beliau dan beliau bersumpah dengan itu. Rasulullah meminta
jaminan dan janji kepadanya untuk merahasiakannya. Namun, Hafshah
memberitahukan perkara itu kepada Aisyah r.a.. Inilah bahasan yang disebutkan
dalam surah at-Tahriim ini.
Kedua riwayat ini memiliki kemungkinan kasusnya terjadi. Namun,
kasus yang kedua Iebih dekat dengan
nuansa surah dan pengaruh yang ditimbulkannya. Yaitu, kemarahan Rasulullah yang
hampir menyebabkan terjadinya perceraian dengan seluruh istri-istri beliau,
karena temanya sangat sensitif dan efeknya sangat keras. Tetapi, riwayat yang
pertama lebih kuat dari segi sanadnya. Pada saat yang sama ia pun mungkin
sekali telah terjadi, dan pengaruhnya pun mungkin terjadi yang disebabkan
olehnya. Bila kita melihat tingkat keimanan yang terdapat dalam rumah tangga
Rasulullah, maka kasus yang pertama ini pun sangat besar. Allah lebih tahu
kasus mana yang telah terjadi dari dua kasus di atas.
Kemudian tentang efek samping dari kasus ini yaitu kasus jatuhnya
ila' kepada istri-istri Rasulullah, hal itu digambarkan oleh hadits Rasulullah
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di kitab Musnad nya, dari Ibnu Abbas yang
menggambarkan salah satu segi dari gambaran masyarakat Islam pada saat itu.
Imarn Ahmad mengatakan bahwa ia diberitakan hadits oleh Abdurrazzaq, dari
Ma'mar, dari Zuhri, dari Ubaidillah bin Abdullah bin Abi Tsaur, bahwa Ibnu
Abbas berkata, "Aku selalu bersemangat dan sangat ingin bertanya kepada
Umar tentang dua wanita dari istri Rasulullah yang disebutkan oleh Allah dalam
firman-Nya,
'Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati
kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan). Dan, jika kamu berdua
bantu membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya
(dan begitu) JibriI dan orang-orang mukmin yang baik. Selain dari itu malaikat-malaikat
Adalah penolongnya pula.' (at-Tahriim: 4)
Sehingga Umar berhaji, dan aku pun berhaji bersamanya. Kemudian di
tengah jalan, Umar belok untuk minggir, maka aku pun belok untuk minggir
bersamanya dengan membawa tempat air. Umar buang air besar. Setelah selesai,
dia datang kepadaku. Maka, akupun mengalirkan air kepada kedua tangannya dan
dia pun berwudhu'. Aku bertanya, 'Wahai AmiruI Mukminin, siapa dua wanita dari
istri Rasulullah yang disebutkan oleh Allah dalam firmanNya surah at-Tahriim
ayat 4?' Umar menjawab, 'Alangkah anehnya kamu wahai Ibnu Abbas. (Zuhri
berkata, 'Umar sangat membenci pertanyaan itu, demi Allah, namun dia tidak mau
menyembunyikannya.).' Umar menjawab, 'Dia adalah Aisyah dan Hafshah.'
Maka, Umar berbicara panjang Iebar dan berkata, 'Sesungguhnya kami
orang-orang Quraisy, adalah kaum yang mampu mengendalikan istri-istrinya.
Namun, setelah kami hijrah ke Madinah, kami mendapati suatu kaum di mana
istri-istri mereka menguasai diri mereka. Maka, mulailah istri-istri kami
belajar dari istri-istri mereka.' Umar berkata, 'Rumahku berada di perkampungan
Umayyah bin Zaid di daerah Awali. Suatu hari aku marah kepada istriku, namun
malah dia membantahku dan membalas ucapanku. Maka, aku pun mengingkarinya
karena membantahku. Kemudian dia malah semakin membantah, 'Kenapa kamu
mengingkariku ketika membantahmu? Demi Allah, istri-istri Rasulullah saja
membantah beliau dan ada seorang di antara mereka yang menjauhkan diri dan
mendiamkan Rasulullah sejak siang hingga malam ini!"
Umar berkata, 'Maka, aku pun bertolak dan masuk ke rumah Hafshah
lalu bertanya, 'Apakah kamu juga membantah Rasulullah?' Dia menjawab, 'Ya.' Aku
bertanya lagi, 'Apakah ada di antara kalian yang menjauhkan diri dan mendiamkan
Rasulullah sejak siang hingga malam ini?' Dia menjawab, Ya.' Aku berkata,
'Merugilah orang di antara kalian yang telah melakukan hal itu dan pastilah dia
rugi besar! Apakah ada di antara kalian orang yang merasa aman dari laknat
Allah atasnya karena rasul-Nya telah murka kepadanya? Jadi, dia benar-benar
telah binasa dan terlaknat. Jangan sekali-kali kamu membantah Rasulullah.
Janganlah kamu meminta sesuatu pun kepada beliau dan mintalah kepadaku apa pun
yang kamu mau dari hartaku. Jangan sampai kamu cemburu dan tertipu oleh nafsumu
sendiri karena tetanggamu (yaitu Aisyah)
Iebih cantik dan Iebih dicintai oleh
Rasulullah."
Umar bercerita, 'Aku mempunyai seorang tetangga dari kaum Anshar.
Kami berdua saling bergantian turun mencari berita dan informasi kepada
Rasulullah. Dia bertolak turun pergi sehari dan aku turun hari berikutnya.
Kemudian dia membawa berita kepadaku
tentang wahyu dan berita lainnya. Demikian pula aku membawa berita itu
kepadanya Pada saat itu sedang hangat-hangatnya kami membicarakan tentang
pasukan kuda dari Ghassan yang hendak menyerang kami. Maka, suatu hari pergilah
tetanggaku itu, dan kembali pada waktu Isya. Dia mengetuk pintuku dan
menyeruku. Maka, aku pun keluar menemuinya. Dia bercerita, Telah terjadi
peristiwa besar.' Aku bertanya, 'Peristiwa apa itu? Apakah Ghassan telah tiba
menyerang kita?' Dia menjawab, Tidak, bahkan Iebih dahsyat daripada itu, Iebih
panjang dan rumit. Rasulullah telah menceraikan istri-istrinya.' Aku berkata,
'Merugilah Hafshah dan pastilah dia rugi besar! Aku telah menduga hal ini pasti
terjadi.'
Kemudian setelah shalat Shubuh, aku pun mengencangkan pakaian dan
bertolak menuju rumah Hafshah untuk menemuinya dan aku temukan dia sedang
menangis. Aku bertanya, 'Apakah Rasulullah telah menceraikan kalian semua?'
Hafshah menjawab, 'Aku tidak tahu. Beliau mengasingkan diri di tempat ruang
minum itu.' Maka, aku pun mendatangi seorang hamba sahaya kecil yang berkulit
hitam, dan aku memohon kepadanya, 'Mintalah
kepada Rasulullah agar Umar dibolehkan masuk!' Maka, dia pun masuk,
kemudian dia keluar Iagi dan menyampaikan kepadaku, 'Aku telah menyebutkan
dirimu di hadapan Rasulullah, namun beliau tetap diam.' Maka, aku pun bertolak
menuju mimbar, lalu aku temukan banyak orang di sana, dan sebagian dari mereka
menangis. Aku ikut duduk di sana sebentar, kemudian suasana di situ
menyentuhku.
Kemudian aku pun mendatangi hamba itu lagi dan memohon kepadanya,
'Mintalah izin kepada Rasulullah agar Umar dibolehkan masuk!' Maka, dia pun
masuk. Kemudian dia keluar lagi dan menyampaikan kepadaku, 'Aku telah
menyebutkan dirimu di hadapan Rasulullah, namun beliau tetap diam.' Maka, aku
pun keluar dan duduk dekat mimbar, kemudian suasana di situ menyentuhku
Maka, aku pun mendatangi hamba itu Iagi dan memohon kepadanya,
'Mintalah izin kepada RasuIullah agar Umar dibolehkan masuk!' Maka, dia pun
masuk. Kemudian dia keluar Iagi dan menyampaikan kepadaku, 'Aku telah
menyebutkan dirimu di hadapan Rasulullah, namun beliau tetap diam.' Maka, aku
pun hendak bertolak menjauh pergi dari situ, namun tiba-tiba hamba itu
memanggilku, dan berkata, 'Masuklah, karena Rasulullah telah mengizinkanmu.'
Kemudian aku pun masuk, dan memberikan ucapan salam kepada
Rasulullah. Beliau sedang duduk bersandar tikar pasir yang telah membekas di sisi
tubuhnya. Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah Anda telah menceraikan
istri-istri Anda?' Rasulullah mengangkat kepalanya kepadaku dan berkata,
Tidak.' Aku berseru, 'Allah Mahabesar! Seandainya Anda melihat kami wahai
Rasulullah, orang-orang Quraisy adalah kaum yang mampu mengendalikan
istri-istrinya. Namun, setelah kami hijrah ke Madinah, kami mendapati suatu
kaum di mana istri-istri mereka menguasai diri mereka. Maka, mulailah
istri-istri kami belajar dari istri-istri mereka.'
Aku berkata lagi, 'Suatu hari aku marah kepada istriku, namun malah
dia membantahku dan membalas ucapanku. Maka, aku pun mengingkarinya karena
membantahku. Kemudian dia malah semakin membantah, 'Kenapa kamu mengingkariku
ketika membantahmu? Demi Allah, istri-istri RasuIullah saja membantah beliau
dan ada seorang di antara mereka yang menjauhkan diri dan mendiamkan Rasulullah
sejak siang hingga malam ini!.' Aku pun berkata, 'Merugilah orang di antara
kalian yang telah melakukan hal itu dan pastilah dia rugi besar! Apakah ada di
antara kalian orang yang merasa aman dari laknat Allah atasnya karena rasul-Nya
telah murka kepadanya? Jadi, dia benar-benar telah binasa dan terlaknat.'
Rasulullah pun tersenyum. Aku berkata kepada Rasulullah, 'Wahai
Rasulullah, aku telah masuk ke rumah Hafshah dan berkata kepadanya, 'Jangan
sampai kamu cemburu dan tertipu oleh nafsumu sendiri karena tetanggamu yaitu
Aisyah Iebih cantik dan Iebih dicintai oleh Rasulullah.' Rasulullah pun
tersenyum lagi. Aku bertanya, 'Apakah aku menghibur wahai Rasulullah?'
Rasulullah menjawab, 'Ya kamu menghibur.'
Kemudian aku pun duduk dan aku menengadahkan kepalaku ke seluruh
bagian rumah. Namun, demi Allah, aku tidak melihat sesuatu pun yang dapat
dibanggakan, selain wibawa dan kedudukan Rasulullah. Kemudian aku berkata,
'Wahai RasuIullah, berdoalah kepada Allah agar Dia meluaskan bagi umatmu, karena
Dia telah meluaskan kenikmatan atas orang Persia dan Romawi, padahal mereka
tidak menyembah Allah.'
Lalu Rasulullah memperbaiki duduknya hingga lurus dan bersabda,
'Apakah kamu masih ragu wahai anak Khaththab ? Sesungguhnya mereka itu
disegerakan oleh Allah kenikmatannya di kehidupan dunia ini.' Aku memohon kepada Rasulullah, 'Mohonkanlah
arnpunan untukku wahai Rasulullah.'
Rasulullah telah bersumpah tidak akan mendatangi istri-istrinya
selama sebulan penuh, karena dendam kemarahannya kepada mereka. Sehingga, Allah
mempersalahkan beliau.'”
Hadits ini telah diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan
Nasai dari jalan Zuhri dengan teks nash ini.
Itulah beberapa riwayat dalam hadits tentang kasus ini. Sekarang
mari kita perhatikan riwayatnya dalam arahan redaksi Al-Qur' an yang indah.
Surah ini diawali dengan teguran dari Allah kepada Rasulullah
sebagai utusan-Nya,
"Hai nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah
menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu ? Allah Maha
Pengampun Iagi Maha Penyayang." (at-Tahriim: 1)
Itu merupakan teguran yang menyentuh dan penuh dengan isyarat.
Jadi, tidak boleh seorang mukmin pun mengharamkan atas dirinya sendiri apa-apa
yang telah dihalalkan oleh Allah atasnya dari segala kenikmatan. Rasulullah
tidaklah mengharamkan madu atau mengharamkan Maria atas diri beliau dengan
legalitas syariat. Namun, beliau hanya menetapkan tentang keharamannya atas
dirinya sendiri. Maka, datanglah teguran itu yang mengisyaratkan bahwa
sesungguhnya segala yang dihalalkan oleh Allah tidak boleh seorang pun mengharamkannya
atas dirinya sendiri secara sengaja dan dengan maksud menyenangkan seseorang
dan membuatnya ridha.
“ ... Allah Maha Pengampun Iagi Maha Penyayang. "
Komentar ini mengisyaratkan bahwa pengharaman itu telah menyebabkan
jatuhnya hukuman yang pasti. Namun, ia masih berpeluang mendapatkan ampunan dan
rahmat Allah. Hal itu merupakan isyarat yang sangat lembut.
Sementara perihal sumpah yang diisyaratkan oleh teks ayat bahwa
sesungguhnya Rasulullah telah bersumpah, maka Allah pun telah menentukan solusi
pemecahannya dan cara kaffarat-nya Selama sumpah itu tidak berada dalam
kebaikan, maka beralih dan menjauhkan diri darinya adalah perkara yang lebih
baik.
"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian
membebaskan diri dari sumpahmu. Allah adaIah Pelindungmu...”
Jadi, Allah pasti menolong kelemahan kalian dan Dia pasti membantu
atas segala kesulitan kalian. Oleh karena itu, Allah menentukan cara
membebaskan diri dari sumpah kalian agar dapat keluar dari beban dan kesulitan.
"... Dia Maha Mengetahui Iagi Mahabijaksana. " (at-Tahriim:
2)
Dia menentukan syariat atas kalian berdasarkan ilmu dan hikmah. Dia
menyuruh sesuatu kepada kalian yang sesuai dengan kemampuan dan kekuatan
kalian, yang memperbaiki dan membawa maslahat bagi kalian. Oleh karena itu,
janganlah kalian mengharamkan sesuatu melainkan apa yang diharamkan Allah; dan
janganlah menghalalkan sesuatu melainkan apa yang dihaIaIkan-Nya. Komentar itu
sangat cocok dengan pengarahan yang terdapat sebelumnya.
Kemudian redaksi ayat mengisyaratkan tentang pembicaraan rahasia
yang terjadi, namun ia tidak menyebutkan tema dan perinciannya. Karena temanya
bukanlah yang penting dan ia bukanlah unsur yang tetap di dalamnya. Namun,
unsur dan bagian yang langgeng dan tetap selamanya adalah konsekuensi dan
pengaruh-pengaruhnya,
"Dan ingatlah ketika nabi membicarakan secara rahasia
kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa...."
Dari nash ayat ini, dapat kita ketahui salah satu contoh kasus yang
terjadi pada periode yang sangat menakjubkan dari sejarah manusia. Suatu
periode di mana manusia selalu hidup dengan komunikasi langsung dan berhubungan
dengan langit. Langit selalu ikut campur dalam segala urusan mereka secara
terang-terangan dan terperinci.
Kita dapat menyimpulkan bahwa AIIah telah memberikan informasi
kepada nabi-Nya tentang perbincangan yang terjadi di antara dua istrinya
berkenaan dengan pembicaraan rahasia itu, yang telah diwanti-wanti oleh nabi
kepada istrinya agar dirahasiakan. Dan, kita tahu bahwa sesungguhnya Rasulullah
cukup mengisyaratkan salah satu bagian dari percakapan itu ketika
mengkonfirmasikannya kepadanya, untuk menghindari bahasan yang panjang dan
tanpa perincian. Kita tahu bahwa Allah-Iah yang telah mengabarkan kepada beliau.
Allah adalah sumber segala informasi.
“… Maka, tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah)
dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan
Aisyah) kepada Muhammad, lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang
diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah).
Maka, tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah),
lalu Hafshah bertanya, 'Siapakahyang telah memberitahukan hal ini kepadamu?'
Nabi menjawab, 'Telah diberitahukan kepadaku oleh AIIah Yang Maha Mengetahui
Iagi Maha Mengenal."' (at-Tahriim: 3)
Isyarat kepada ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam bagian akhir
dari ayat ini, merupakan isyarat yang sangat menyentuh dan berpengaruh terhadap
segala kondisi makar dan konspirasi di balik layar. la menghadapkan orang
kepada hakikat yang kadangkala dia lupakan atau lengah darinya. la mengembalikan hati seseorang kepada
hakikat ini, setiap orang membaca ayat ini dalam Al-Qur'an.
Kemudian arahan redaksi beralih dari bahasa cerita tentang kasus
itu, kepada dialog langsung kepada dua istri Rasulullah. Seolah-olah perkara
ini masih hadir dan berwujud pada saat ini,
"Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya
hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan). Dan, jika kamu berdua
bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya
(dan begitu) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik. Selain dari itu malaikat-malaikat
adalah penolongnya pula." (at-Tahriim: 4)
Ketika kita sampai kepada pertengahan dialog ini dan melewati
ajakan dan seruan ayat kepada keduanya agar bertobat guna mengembalikan hati
keduanya kepada Allah sehingga condong kepada-Nya, maka sebetulnya hati mereka
telah jauh dari Allah karena perbuatan keduanya. Nah, ketika kita melewati
arahan dan ajakan kepada keduanya untuk bertobat itu, kita dapati suatu misi
yang besar dan ancaman yang sangat menakutkan.
Dari misi yang besar dan ancaman yang sangat menakutkan ini, dapat
kita ketahui bahwa kasus ini sangat mengganggu secara dahsyat dan menyentuh
secara mendalam ke dalam hati Rasulullah. Sehingga, redaksi ayat merasa perlu
memaklumatkan kembali tentang perlindungan Allah, Jibril, dan orang-orang yang
saleh dari orang-orang yang beriman bagi Rasulullah. Selain itu,
malaikat-malaikat yang Iainnya pun adalah penolong bagi Rasulullah pula. Dengan
demikian, hati Rasulullah pun tenang dan damai serta merasakan kesenangan dan
kesejukan dalam menghadapi peristiwa besar itu.
Perkara ini dalam perasaan Rasulullah dan dalam lingkungan rumah
tangga beliau, merupakan perkara yang besar, mendalam, dan berpengaruh sampai
ke suatu batas yang sesuai dengan misi kasus itu. Kita dapat membayangkan
hakikatnya dari nash ayat di atas dan dari riwayat yang timbul dari lisan
seorang sahabat Anshar (kepada Umar ibnul-Khaththab r.a.) ketika dia bertanya
kepadanya, "Apakah Ghassan telah tiba menyerang kita?" Dia menjawab,
'Tidak, bahkan lebih dahsyat daripada itu dan lebih panjang dan rumit."
Ghassan adalah suatu negeri di Jazirah Arab yang bersekutu dengan
Romawi yang terletak di suatu bagian pinggiran dari Jazirah Arab. Penyerangan
yang dilakukan oleh Ghassan merupakan perkara dan masalah yang sangat besar
pada saat itu. Namun, kasus yang menimpa rumah tangga Rasulullah ini lebih
dahsyat daripada itu dan lebih panjang dan rumit.
Para sahabat meyakini bahwa kestabilan hati Rasulullah serta
kedamaian, keharmonisan, dan kelanggengan rumah tangga yang mulia itu lebih
dahsyat dan lebih besar dari segala urusan Iainnya. Dan, mereka meyakini bahwa
kekacauan dan ketidakharmonisan yang menimpa rumah tangga yang mulia itu lebih
berbahaya bagi kelangsungan komunitas kaum muslimin daripada penyerangan yang
dilakukan Oleh Ghassan sekutu Romawi.
Standar itu mengisyaratkan beberapa tanda dalam pandangan para
sahabat tentang segala urusan. Standar itu sangat cocok dan bertemu dengan
standar langit bagi segala urusan. Oleh karena itu, ia sangat tepat, lurus, dan
mendalam.
Demikian pula isyarat tanda yang terdapat dalam ayat selanjutnya.
la memperincikan sifat-sifat wanita yang bisa saja Allah mengganti istri-istri
Rasulullah yang ada bila beliau menceraikan mereka. Arahan ancaman tertuju
kepada seluruh istri Nabi saw.,
"Jika nabi menceraiknn kalian, boleh jadi Tühannya akan
memberi ganti kepadanya dengan istri-istriyang lebih baik daripada kamu, yang patuh,
yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa,
yang janda, dan yang perawan." (at-Tahriim: 5)
Sifat-sifat itu merupakan sifat-sifat yang dianjurkan kepada
istri-istri Nabi saw. Untuk menghiasi diri mereka dengannya, dengan cara
isyarat dan tidak langsung. Dengan rincian sebagai berikut,
1. AI-Islam adalah sifat yang menunjukkan tentang ketaatan
dan pelaksanaan segala perintah agama,
2. AI-Iman adalah sifat yang mendamaikan hati dan
membangunkannya, dan darinya muncullah sifat Islami ketika iman itu benar dan
sempurna.
3. Al-Qanut adalah ketaatan hati.
4. At-Taubah adalah penyesalan atas apa yang terjadi dari
maksiat dan dosa, kemudian mengarahkan diri kepada ketaatan.
5. Al-lbadah adalah wasilah berhubungan dengan Allah dan
penggambaran tentang penghambaan kepada-Nya.
6. As-Siyahah adalah merenung, bertadabur, dan berpikir
tentang penciptaan Allah yang menakjubkan dan berwisata dengan hati dalam
segala makhluk Alah.
Wanita-wanita dengan karakteristik seperti itu terdiri dari janda
dan perawan. Sebagaimana istri-istri Rasulullah yang ada juga terdiri dari
janda dan perawan ketika dinikahi oleh beliau.
Ancaman itu tertuju kepada
istri-istri Rasulullah yang disebabkan oleh konspirasi mereka terhadap
Rasulullah dan menyakiti hati beliau. Rasulullah tidak mungkin marah disebabkan
oleh perkara yang ringan dan kecil.
Namun, setelah turunnya ayat-ayat di atas, dan setelah seruan Allah
kepadanya dan kepada istri-istrinya, hati Rasulullah pun kembali ridha dan
tenang. Kemudian rumah yang mulia itu pun kembali damai setelah terjadinya
goncangan dahsyat tersebut. Ketenangan dan kedamaian itu tercipta kembali
dengan pengarahan dari Allah. Itu adalah bentuk pemuliaan Allah terhadap rumah
tangga tersebut. Juga penjagaan-Nya terhadap keluarga itu yang Iayak
diterimanya sesuai dengan fungsinya dalam membentuk dan membangun manhaj Alah
di muka bumi dan mengokohkan fondasi-fondasinya.
Itulah salah satu bentuk gambaran kehidupan rumah tangga orang yang
paling mulia itu, yang bertugas mengemban amanat pembentukan umat dan membangun
negara yang belum pernah dikenal oleh manusia dan belum pernah ada contohnya
sebelumnya. Beliau membentuk suatu umat yang bertugas mengemban amanat akidah
Ilahi dalam bentuknya yang terakhir, demi membentuk komunitas masyarakat di
bumi sebagai masyarakat yang Rabbani, dalam wujudnya yang nyata dan praktis.
Sehingga, manusia mencontoh dan menirunya sebagai teladan yang baik.
Rasulullah merupakan gambaran dari kehidupan seorang yang paling
mulia, tinggi, dan besar. Beliau berperan sebagai manusia biasa. Dan, bersamaan
dengan itu pula, beliau harus mengemban tugas kenabiannya sebagai rasul dan
nabi. Kedua fungsi itu tidak mungkin dipisahkan, karena ketentuan qadar Alah
telah menentukannya sebagai manusia sekaligus rasul ketika qadar Allah itu
menetapkan bahwa beliau sebagai pengemban risalah terakhir bagi manusia atau
manhaj kehidupan yang terakhir bagi manusia.
Sesungguhnya risalah itu adalah risalah yang sempurna dan dibawa
oleh rasul yang paling sempurna. Di antara kesempurnaannya adalah menjaga
manusia agar tetap menjadi manusia. la tidak mengekang potensi membangun yang
dimiliki oleh manusia dan ia pun tidak memberangus kreativitas dan kesiapan
manusia dalam menghasilkan perkara-perkara yang bermanfaat. Bersamaan dengan
itu, ia pun memurnikannya, mendidiknya, dan mengangkatnya ke puncak tujuannya.
Demikianlah Islam memperlakukan orang-orang yang memahaminya dan
mengetahui seluk-beluk nya, sehingga mereka mendapatkan pedoman dan kompas
hidup darinya. Sedangkan, sejarah hidup Rasulullah dan kehidupannya yang nyata
dan praktis merupakan contoh teladan dan praktis bagi usaha yang berhasil dan
sukses. Hal itu akan terlihat jelas. Juga dapat disaksikan dan membekas dalam
jiwa orang-orang yang mau mengambil teladan praktis dan mudah yang tidak hidup
dalam alam khayal dan fatamorgana.
Kemudian hikmah ketentuan qadar Allah terealisasi secara nyata
dalam turunnya risalah terakhir bagi manusia dengan gambarannya yang lengkap,
sempurna, dan total. Hikmah itu juga terealisasi secara nyata dalam pilihan
Muhammad saw. sebagai rasul yang mampu mempelajarinya, mengembannya, dan
mempraktekkannya dalam suatu bentuk kehidupan yang praktis dan terus hidup.
Juga dalam upaya menjadikan kehidupan Rasulullah sebagai buku yang terbuka dan
dapat dibaca oleh seluruh manusia, serta dapat dirujuk oleh setiap generasi.
Memelihara Diri dan Keluarga dari Siksaan Neraka
Dalam nuansa pengaruh kasus yang sangat mendalam pada jiwa-jiwa
kaum muslimin ini, Al-Qur'an mewanti-wanti orang-orang yang beriman agar
menunaikan kewajiban mereka dalam rumah tangga mereka baik yang menyangkut
pendidikan, pengarahan, maupun peringatan. Sehingga, mereka dapat menyelamatkan
diri mereka dan keluarga mereka dari api neraka. AI-Qur’an juga menggambarkan
tentang beberapa peristiwa yang terjadi dalam neraka dan keadaan orang-orang
kafir di dalamnya. Dan, dalam nuansa pengarahan dan ajakan kepada tobat yang
muncul dalam arahan redaksi tentang kasus di atas, redaksi ayat menyerukan
kepada orang-orang yang beriman untuk bertobat. la juga menggambarkan tentang
surga yang menanti orang-orang yang bertobat. Kemudian ia mengajak Nabi saw.
untuk berjihad melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik. İnilah bagian
kedua dari kandungan surah ini.
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah munusia dan batu.
Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang dimintakan. Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur
pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi bahan menurut apa yang kamu
kerjakan. Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang
semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu
dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman
bersama dengan dia. Sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah
kanan mereka, sambil mereka mengatakan, 'Ya Tühan kami, sempurnakanlah bagi
kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhhnya Engkau Maha Kuasa atas segah
sesuatu.' Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik serta
bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka jahanam dan itü
adalah seburuk-buruk tempat kembali." (at-Tahriim: 6-9)
Sesungguhnya beban tanggung jawab seorang mukmin dalam dirinya dan
keluarganya merupakan beban yang sangat berat dan menakutkan. Sebab, neraka
telah menantinya di sana, dan dia beserta keluarganya terancam dengannya. Maka,
merupakan kewajibannya membentengi dirinya dan keluarganya dari neraka ini yang
selalu mengintai dan menantinya.
Sesungguhnya ia adalah neraka dan api yang menyala-nyala serta
membakar hangus,
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...”
Manusia di dalam neraka itü sama persis dengan batu; dalam kehinaan
batu, dalam nilai batu yang murah dan rendah, dan dalam kondisi batu yang
terabaikan tanpa penghargaan dan perhatian sama sekali. Alangkah sadis dan
panasnya api neraka yang dinyalakan bersama dengan batu-batu! Alangkah pedihnya
azab yang dihimpun dengan kerasnya sengatan kehinaan dan kerendahan! Setiap
yang ada di dalamnya dan setiap yang berhubungan dengannya sangat seram dan
menakutkan,
“… Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,…”
Tabiat para malaikat itü sesuai dengan tabiat azab yang diperintahkan
dan diserahkan kepada mereka untuk menimpakannya.
“… Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperİntahkan.” (at-Tahriim:
6)
Di antara karakter mereka adalah ketaatan mutlak terhadap perintah
Allah atas mereka. Dan, di antara karakter mereka adalah mampu melaksanakan
segala yang diperintahkan kepada mereka oleh Allah. Mereka dengan segala tabiat
bengis, kejam, dan keras mereka diserahkan tugas untuk melaksanakan azab neraka
yang keras dan kejam. Maka, hendaklah setiap mukmin melindungi dirinya dan
keluarganya dari azab neraka ini.
Dan, merupakan kewajiban setiap mukmin melindungi dan membentengi
dirinya dan keluarganya dari neraka ini, sebelum kesempatan itu sirna dan
sebelum alasan dan uzur itu tidak bermanfaat lagi diutarakan. Lihatlah betapa
banyak orang-orang kafir yang mengemukakan uzur mereka pada saat itu, padahal
mereka sedang berdiri menghadapi azab itu. Sehingga, alasan dan uzur mereka
tidak diterima lagi dan mereka pun ditimpa oleh keputus-asaan.
"Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada
hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan."
(at-Tahriim: 7)
Jangan lagi kalian beralasan dan mengutarakan uzur kalian hari ini,
karena hari ini bukanlah hari mengemukakan alasan dan uzur. Namun, hari ini
adalah hari pembalasan atas apa yang telah dikerjakan oleh manusia. Dan, kalian
telah mengetahui wahai orang-orang kafir bahwa pembalasan atas kalian adalah
neraka ini.
Lantas bagaimana orang-orang yang beriman memelihara diri dan
keluarga mereka dari api neraka ini? Sesungguhnya Al-Qur'an menjelaskan
jalannya dan memberikan harapan yang sangat mendalam kepada mereka,
"Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah
dengan tobat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan
orang-orang yang beriman bersama dengan dia. Sedang, cahaya mereka memancar di
hadapan dan di sebelah kanan maeka, sambil mereka mengatakan, 'Ya Tuhan kami,
sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesunguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu."' (at-Tahriim: 8)
Inilah jalan itu...tobat nasuha... tobat yang menjernihkan hati,
membersihkannya, dan memurnikannya. Kemudian ia tidak mengkhianatinya dan tidak
mencuranginya.
la adalah tobat dari maksiat dan dosa, yang dimulai dengan
penyesalan atas segala yang terjadi sebelumnya, dan berlanjut dengan amal saleh
dan ketaatan. Pada saat itulah hati menjadi jernih, murni, dan bersih dari
noda-noda dosa dan pengaruh-pengaruh maksiat. Kemudian menganjurkan dan
mendorongnya untuk selalu berbuat amal saleh. Inilah yang disebutkan sebagai
tobat nasuha, yaitu tobat yang selalu mengingatkan hati setelah itu dan selalu
memurnikannya sehingga tidak kembali kepada dosa-dosa.
Jika tobat dilakukan demikian, maka terbukalah harapan Allah
meleburkan dosa-closa orang-orang yang beriman dan memasukkan mereka ke dalam
surga, pada hari di mana orang-orang kafir terhina sebagaimana dijelaskan
sebelumnya. Allah tidak menghinakan Nabi saw. dan orang-orang yang beriman
bersamanya.
Sesungguhnya itu merupakan rangsangan yang mendalam dan kemuliaan
yang besar, ketika Allah memasukkan dan menghimpun orang-orang yang beriman
bersama Nabi saw. Sehingga, menjadikan mereka semua dalam satu barisan yang
mendapatkan anugerah kemuliaan pada hari yang menghinakan orang-orang kafir
itu. Kemudian Allah menjadikan bagi mereka cahaya,
"…Sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah
kanan mereka,…”
Suatu cahaya yang dengannya mereka dapat mengenal segala sesuatu
pada hari yang dahsyat, tergoncang, sulit, dan mencekam. Suatu cahaya yang
dengannya mereka mendapat petunjuk dalam keramaian yang tiada tara. Suatu
cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka yang mengantar
mereka ke surga pada akhir langkah.
Walaupun dalam keadaan mencekam, ketakutan, dan kekerasan, mereka
tetap diilhami untuk berdoa ke hadirat Allah,
“…Sambil mereka mengatakan, 'Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi
kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala
sesuatu."' (at-Tahriim: 8)
Ilham doa pada situasi yang mengunci mulut dan mengugurkan hati
itu, merupakan tanda diterimanya doa tersebut. Pasalnya, tidak mungkin Allah
mengilhami doa ini kepada orang-orang yang beriman, melainkan qadar-Nya telah
menetapkan bahwa doa itu pasti makbul dan mendapat jawaban dari-Nya. Jadi, doa
di sini merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah atas mereka di samping
anugerah Allah dengan kemuliaan dan cahaya.
Jadi, betapa jauhnya perbedaan antara anugerah ini dengan neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu?!
Sesungguhnya balasan pahala dan demikian pula pembalasan azab İni,
kedua-duanya menggarnbarkan beban tanggung jawab seorang mukmin dalam menjaga
dirinya dan keluarganya dari api neraka. Juga dalam mencapai kenikmatan di
surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
Dalam nuansa kasus di atas yang terjadi dalam rumah tangga
Rasulullah, kita dapat mengetahui isyarat yang dimaksudkan di sini, dari balik
nash-nash itu.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu dibebani dengan tugas
memberikan pengarahan hidayah kepada keluarganya dan memperbaiki rumah
tangganya. Hal ini sebagaimana dia pun dibebani dengan tugas mengarahkan
dirinya sendiri dengan hidayah dan memperbaiki hatinya dan dirinya sendiri.
Sesungguhnya Islam itü merupakan agama keluarga, sebagaimana telah
kami jelaskan sebelumnya dalam surah ath-ThaIaaq. Oleh karena itu, İslam
menetapkan beban tugas dalam keluarganya dan kewajibannya dalam rumah
tangganya. Rumah tangga seorang muslim merupakan benih kaum muslimin, dan ia
merupakan sel yang darinya akan terhimpun sel-sel lain sehingga membentuk tubuh
yang hidup, yaitu masyarakat İslami.
Sesungguhnya satu rumah merupakan benteng dari benteng-benteng
akidah Islam. Oleh karena itu, benteng itu harus saling menopang dan
mengokohkan dari dalam dirinya sendiri, dan harus terjaga dalam jiwanya
sendiri. Setiap individu di dalamnya harus menghalau serangan yang mengancamnya
sehingga ia tidak dapat dimasuki oleh musuh mana pun. Bila tidak demikian, maka
akan mudah bagi musuh untuk menyerang dari dalam benteng itu. Sehingga, setiap
pengetuk pintu akan mudah masuk dan para penyerang akan leluasa menyerang dan
mengancam.
Kewajiban seorang mukmin yang paling utama adalah mengarahkan
tentang dakwah kepada rumah tangga dan keluarganya. Sudah merupakan
kewajibannya untuk mengamankan benteng rurnah tangganya dari dalam. Juga sudah
merupakan kewajibannya untuk menghalau segala sumbersumber konflik dan
kekacauan di dalamnya sebelum ia bertolak lebih jauh untuk berdakwah ke luar
dari rumah tangganya.
Merupakan keharusan dan kewajiban memiliki ibu rumah tangga yang
muslimah, karena seorang ayah yang muslim saja belum mampu mengamankan benteng
rumah tangga itu. Jadi, harus ada seorang ayah dan ibu yang melaksanakan dan
bangkit untuk mengemban kewajiban dakwah seperti itu. Juga dibutuhkan anak-anak
untuk ikut serta baik laki-laki maupun wanita. Karena tanpa itu, segala usaha
orang untuk membentuk masyarakat İslami dengan komunitas beberapa laki-laki
saja menjadi sia-sia. Pasalnya, wanita-wanita pun harus ikut serta dalam
berperan di masyarakat untuk menjaga generasi yang tumbuh. Generasi yang
merupakan benih-benih yang akan melanjutkan perjuangan di masa akan datang dan
merupakan wujud hasil dari buah yang dicapai.
Oleh karena itu, Al-Qur'an itü turun untuk para lelaki dan wanita.
la mengatur rumah tangga dan meluruskannya untuk mengemban manhaj yang İslami.
Al-Qur' an itü membebankan kepada orang-orang yang beriman tanggung jawab
keluarganya sebagaimana ia pun membebankan kepada mereka tanggung jawab atas
diri mereka sendiri. "Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka..." (at-Tahriim: 6)
Inilah perkara yang harus disadari dengan sebaik-baiknya oleh
setiap da’i yang berdakwah kepada Islam. Sesungguhnya usaha pertama yang harus
diarahkan adalah kepada istri (ibu rumah tangga), anak-anak, dan keluarga
secara umum. Perhatian yang cukup harus ditujukan dalam membina wanita-wanita
muslimah untuk menciptakan rumah tangga yang İslami. Setiap laki-laki yang
ingin mendirikan rumah tangga yang İslami agar mencari dulu wanita yang
muslimah. Karena, bila tidak demikian, maka dia akan terlambat sangat lama
dalam membina masyarakat yang islami. Dan, bangunan masyarakat pun akan selalu
digerogoti oleh kekacauan dan gangguan.
Dalam komunitas masyarakat muslim pertama, segala urusan lebih
mudah daripada dalam komunitas kita pada saat ini. Masyarakat muslim telah
terbentuk di Madinah yang didominasi oleh ajaran İslami. Islam telah
mendominasi seluruh aspek kehidupan di sana, dan ia pun menguasainya dengan
ajaran syariatnya yang muncul dari ideologinya itu.
Rujukan utama dalam masyarakat itu, yaitu rujukan laki-laki dan
wanita, adalah Allah dan rasul-Nya, Juga kepada hükum Allah dan hükum
rasuI-Nya.Bila telah datang keputusan hükum itu, maka ia merupakan keputusan
final. Dengan terwujudnya masyarakat demikian, di mana dominasi ideologi İslam
dan tradisinya atas segala aspek kehidupan, maka urusannya menjadi mudah bagi
wanita untuk membentuk dirinya sesuai yang dikehendaki oleh İslam. Juga menjadi
mudah bagi para suami untuk menasihati istri-istri mereka dan mendidik
anak-anak mereka di atas manhaj yang İslami.
Namun, kita saat ini berada dalam sikap yang plin-plan. Kita hidup
dalam zaman jahiliah. Yaitu, jahiliah masyarakat, jahiliah hukum, jahiliah
akhlak, jahiliah tradisi, jahiliah sistem, jahiliah adab, dan jahiliah
kebudayaan juga.
Wanita saat ini berinteraksi dengan masyarakat jahiliah itu. Mereka
merasa sangat berat memikul beban ketika ingin menyerukan İslam. Atau, ketika
mereka mendapat petunjuk darİ usaha sendiri, atau dia ditunjuki oleh suarninya,
saudaranya, atau bapaknya.
Di dalam masyarakat İslami di Madinah, semua masyarakat berhukum
kepada ideologi yang sarna, hukum yang sama, dan tabiat yang sama. Sedangkan,
kita di sini berhukum kepada suatu ideologi yang tidak bersandar kepada
kenyataan hidup dan contoh praktisnya yang tidak tampak. Wanita dikekang di
bawah beban masyarakat yang memusuhi ideologi itu dengan permusuhan yang lebih
dahsyat dari permusuhan orang pada zaman jahiliah yang membabi buta Dan, tidak
disangsikan lagi bahwa tekanan masyarakat dan tradisinya terhadap perasaan
wanita lebih berat berlipat-lipat daripada tekanan terhadap perasaan laki-laki.
Oleh karena itu, bertambah pula kewajiban setiap laki-laki mukmin.
Sesungguhnya merupakan kewajibannya untuk melindungi dirinya dari neraka.
Kemudian kewajiban selanjutnya adalah menjaga keluarganya yang berada di bawah
tekanan yang membabi buta dan keras itu.
Maka, seyogianyalah setiap laki-laki menyadari beban berat yang
dipikulnya. Sehingga, dia harus mengeluarkan usaha yang berlipat-lipat
dibandingkan usaha yang dikeluarkan oleh generasi muslim pertama. Pasalnya, itu
merupakan kewajiban fardhu 'ain bagi orang yang ingin membina keluarga yang
İslami untuk mencari penjaga bentengnya, di mana dia juga mengambil pandangan
ideologinya dari sumber yang sarna dengan sumber di mana dia sendiri
mengambilnya yaitu Islam.
Dalam hal ini, dia akan banyak berkorban. Dia harus mengorbankan
segala daya tarik yang menipu pada wanita. Dia harus mengorbankan pilihannya
yang memilih wanİta berparas cantİk, namun hatinya busuk dan jahat. Dia harus
mengorbankan pilihannya yang memilih wanita yang jelita dan mempesona
penampilannya, namun ia adalah sampah masyarakat.
Pada saat itulah dia dapat menentukan pilihan dan mencari wanita
yang memiliki keyakinan agama yang akan membantunya dalam membina rumah tangga
yang Islami dan membangun benteng yang islami. Sudah menjadi kewajiban fardhu
'ain atas setiap ayah dari orang-orang beriman yang menginginkan kebangkitan islam,
untuk mengetahui bahwa sel-sel dan benih-benih bagi kebangkitan itü tersimpan
dalam tangan-tangan mereka. Sehingga, mereka harus mengamankan anak-anak mereka
baik laki-laki maupun wanita dengan dakwah, tarbiyah (pendidikan), dan i'dad 'persiapan'
sebelum orang lain bertindak. Juga agar mereka menyambut dan merespons
panggilan Allah,
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka... " (at-Tahriim: 6)
Mari kita kembali sekali lagi, pada kesempatan ini, kepada tabiat
İslam yang menentukan bahwa berdirinya
kaum muslimin yang dibangun atas dominasi ajaran İslam, dan di atasnya berdiri
hakikat wujudnya yang sejati; haruslah berdiri di ataş fondasi masyarakat yang
berkarakter. İslam adalah akidahnya. İslam adalah sistemnya. İslam adalah
syariatnya. İslam adalah manhajnya yang sempurna dan total yang darinya
bersumber segala pandangan dan ideologinya.
Masyarakat seperti inilah yang menjamin wadah terpeliharanya
pandangan yang İslami dan membawanya ke dalam jiwa-jiwa kaum muslimin. Juga
membelanya dari segala tekanan masyarakat jahiliah sebagaimana ia juga
menjaganya dari fitnah kekejian dan penyiksaan.
Dengan demikian, jelaslah urgensi pembentukan kaum muslimin yang di
dalamnya wanita dan pemudi muslimah hidup yang melindunginya dari segala
tekanan masyarakat jahiliah. Kemudian pemudi muslimah pun menemukan pasangannya
dalam benteng İslami itu yang dengannya bersama orang-orang yang semisal
dengannya terbentuklah pasukan İslam yang kuat.
Sesungguhnya pembentukan kaum muslimin itu adalah kewajiban,
sekali-kali bukan merupakan perkara yang sunah. Jamaah itulah yang akan menjaga
dan saling menasihati dengan ajaran İslam, memegang fikrahnya, akhlaknya,
adabnya, dan persepsi-persepsinya. Jamaah iłu hidup dengan berpegang kepada
Islam dałam bermuamalah antar mereka. Sehingga, tumbuhlah generasi yang
terlindungi dari segala bahaya jahiliah.
Berjuang Melawan Musuh
Untuk menjaga komunitas kaum muslimin yang pertama, Rasulullah
diperintahkan untuk berjuang melawan para musuhnya.
"Hai Nabi,
perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik serta bersikap keraslah
terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka jahanam dan itu adalah
seburuk-buruk tempat kembali.” (at-Tahriim: 9)
Ayat ini merupakan selipan yang sangat tinggi makna dan nilainya
setelah sebelumnya telah ada perintah kepada orang-orang yang beriman agar
menjaga diri mereka sendiri dan keluarganya dari neraka. Juga setelah
menyerukan mereka untuk bertobat nasuha yang akan meleburkan dosa-dosa mereka
dan memasukkan mereka ke dałam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
Selipan ayat ini memiliki maknanya dan nilainya tersendiri dalam
menjaga wadah yang dapat melindungi dari siksaan neraka. Sehingga, ia tidak
meremehkan unsur-unsur yang merusak, menyimpang, dan zalim, yang pasti akan
menyerang pasukan islam dari luar sebagaimana orang-orang kafr telah
melakukannya. Atau, menyerangnya dari dałam sebagai mana orang-orang munafik
telah melakukannya.
Ayat di atas menghimpun antara orang-orang kafir dan orang-orang
munafik berkenaan dengan perintah untuk berjihad dan bersikap keras terhadap
mereka. Karena, kedua kelompok ini masing-masing memiliki peran yang sebanding
dałam mendatangkan ancaman dan bahaya bagi pasukan Islam, dalam menghancurkan
dan mencerai-beraikannya. Oleh karena itu, berjihad melawan mereka merupakan
jihad yang dapat menjaga dan melindungi dari siksaan api neraka. Dan,
pembalasan bagi orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu adalah sikap
keras dan tanpa belas kasihan dari Rasulullah dan orang-orang yang beriman di
dunia ini.
“Tempat mereka adalah neraka jahanam dan iłu adalah
seburuk-buruk tempat kembali.”
Demikianlah betapa serasinya penelusuran ini antara ayat-ayatnya
dengan arahan-arahannya. Sebagaimana secara umum ia juga sangat serasi dengan
penelusuran pertama yang ada dałam arahan redaksi ayat.
Contoh Istri yang Tidak Baik dan Istri yang Baik
Kemudian tibalah penelusuran ketiga dan terakhir. Seolah-olah ia
merupakan pelengkap dari penelusuran pertama. la membahas tentang wanita-wanita
yang kafir dan hidup di dałam rumah tangga para nabi, dan wanita-wanita mukminat
yang hidup di tengah-tengah orang-orang kafir.
"Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi
orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua hamba yang saleh di
antara hamba-hamba Kami. Lalu, kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. Maka, kedua suaminya itu
tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah. Dan, dikatakan
(kepada keduanya), 'Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).
'Allah membuat istri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman ketika
ia berkata, 'Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dałam
surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya. Dan, selamatkanlah
aku dari kaum yang zalim.' Dan, Maryam putri Imran yang memelihara
kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dałam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan)
Kami. Dan, dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan
adalah dia termasuk orang-orang yang taat." (at-Tahriim: 10-12)
Yang ditetapkan dalam riwayat tentang pengkhianatan istri Nuh dan
istri Luth adalah pengkhianatan dalam dakwah dan bukanlah pengkhianat keji
berupa penyelewengan seksual. Istri Nuh mencela dan memperolok-olok Nabi Nuh
bersama para pengolok-olok dari kaumnya. Istri Luth telah menunjukkan dan
memberikan informasi kepada kaumnya tentang kedatangan tamu-tamu Nabi Luth,
padahal dia tahu betul tentang tabiat bejat kaumnya terhadap para tamu.
Yang ditetapkan dalam riwayat tentang istri Fir'aun adalah bahwa
dia adalah seorang mukminah dalam istananya (kemungkinan besar dia adalah
Asiyah, dia adalah yang tersisa dari orang-orang yang beriman kepada agama
samawi sebelum Musa diutus). Disebutkan dalam sejarah bahwa ibu dari Amnahutb
IV yang telah menyatukan Tuhan di Mesir dan Tuhan Yang Esa itu dirumuskan dalam
bentuk planet matahari, dan dia menamakan dirinya 'Ikhnatun'. Dia (sang ibu) adalah
Asiyah yang beragama bukan dengan memeluk agama orang-orang Mesir. Allah lebih
tahu apakah dia yang dimaksudkan dalam ayat ini ataukah dia adalah istri Fir’aun
di zaman Musa. Dan, Fir’aun di zaman Musa sudah pasti bukan Amnahutb IV.
Tidak terlalu penting bagi kita penelusuran sejarah tentang istri
Fir'aun ini. Karena, isyarat AI-Qur'an menunjukkan tentang hakikat yang
permanen dan independen dari segala pribadi dan individu. Individu dan pribadi
hanyalah sekadar perumpamaan dari hakikat itu.
Sesungguhnya kaidah tanggung jawab individu sangat ingin
ditampakkan di sini, setelah perintah untuk menjaga diri sendiri dan keluarga
dari api neraka. Sebagaimana ingin pula dinyatakan kepada istri-istri
Rasulullah dan demikian pula istri-istri kaum mukminin, bahwa sesungguhnya
merupakan kewajiban mereka atas diri mereka sendiri setelah segala sesuatu
terjadi. Jadi, mereka bertanggung jawab atas diri mereka sendiri dan mereka
sama sekali tidak mendapatkati dispensasi dari beban tanggung jawab itu,
walaupun mereka berstatus sebagai istri nabi atau istri orang yang saleh dari
orang-orang yang beriman.
Dan, inilah contohnya istri Nabi Nuh, dan istri Nabi Luth.
“… Keduanya berada di bawah pengawasan dua hamba yang saleh di
antara hamba-hamba Kami. Lalu, kedua istri itu berkhianat kepada kedua
suaminya. Maka, kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari
(siksa) Allah. Dan, dikatakan (kepada keduanya), masuklah ke neraka bersama
orang-orang yang masuk (neraka)."' (at-Tahriim: 10)
Inilah contohnya istri Fir'aun. Dia tidak bisa dihalau oleh angin
topan kekufuran di mana dia hidup, dalarn istana Fir'aun, untuk memohon kepada
Allah keselamatan atas dirinya. Dia telah membebaskan dirinya dari istana
Fir'aun, dengan memohon kepada Tuhannya agar disediakan rumah di surga. Dia membebaskan
dirinya dari hubungannya dengan Fir'aun dan memohon keselamatan kepada Tuhannya
dari bahayanya. Dia membebaskan dirinya dari perbuatan Fir’aun karena takut
terimbas perbuatan bejatnya dan kekejamannya, padahal dia adalah salah seorang
yang paling dekat dengan Fir'aun.
"...Selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya...."
Dia membebaskan dirinya dari perbuatan kaum Fir'aun, di mana dia
hidup di antara mereka,
“…Dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." (at-Tahriim:
11)
Doa istri Fir'aun ini dan sikapnya merupakan teladan dalam
mengatasi segala kenikmatan hidup duniawi dalam bentuknya yang paling indah dan
mempesona. Karena, dia adalah seorang istri dari raja yang paling agung pada
saat itu di muka bumi ini. Dia hidup di istana Fir'aun, tempat di mana seorang
permaisuri mendapatkan segala keinginan dan kesenangannya. Namun, dia dapat
mengatasi dan menguasai segala hal itu dengan keimanannya. Dia bukan hanya
berpaling dari kenikmatan itu, namun dia menganggapnya sebagai sesuatu yang
keji, kotor, dan ujian yang mengharuskannya untuk berlindung darinya kepada
Allah, terhindar dari segala kekejiannya, dan memohon keselamatan dari-Nya.
Dia adalah satu-satunya wanita beriman dalam sebuah kerajaan yang
luas terhampar dan sangat kuat. Seorang wanita lebih perasa dan lebih sensitif
dengan pendirian, pandangan, dan ideologi suatu masyarakat. Namun, wanita ini
walaupun sendirian di tengah-tengah tekanan masyarakat, tekanan istana, tekanan
raja, tekanan pengawal, dan kedudukan raja, dia tetap menengadahkan kepalanya
ke langit mengharap kepada Rabbnya.
Dia merupakan teladan yang sangat tinggi dalam memurnikan diri
kepada AlIah dari segala pengaruh, segala daya tarik, segala penghalang, dan
segala bisikan yang menggoda. Oleh karena itu, pantaslah dia mendapatkan
isyarat yang mulia ini dalam kitab Allah, Al-Qur’an yang kekal, di mana
kalimat-kalimatnya selalu dialunkan oleh seluruh alam semesta ketika malaikat
menurunkannya dari al-MaIa'ul A'Ia 'kerajaan langit dan malaikať.
“Dan Maryam putri Imran …”
Sesungguhnya Maryarn juga merupakan teladan dalam memurnikan diri
kepada Allah sejak masa pertumbuhannya sebagaimana diceritakan oleh Allah dalam
surah-surah lain. Dan, di sini Allah menyebutkan tentang kesuciannya,
“…Yang memelihara kehormatannya,...”
Allah membebaskan Maryam dari segala tuduhan yang dilemparkan dan
diisukan oleh kaum Yahudi yang bejat.
“…Maka, Kami tiupkan ke
dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami…”
Dari tiupan roh itulah, Isa a.s. terbentuk sebagai manusia
sebagaimana dijelaskan oleh surah yang menjelaskannya secara terperinci tentang
bayi yang Iahir itu dalam surah Maryam. Kami tidak akan memaparkan lagi di sini
agar serasi dengan pemaparan yang ada dalam surah ini, yang mana ia memaparkan
penjelasan tentang kesucian dari Maryam, keimanannya dan ketaatannya yang
sempurna.
“…Dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan
Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat." (at-Tahriim:
12)
Sebutan secara khusus tentang istri Fir'aun bersama Maryam di sini
menunjukkan kedudukannya yang tinggi, yang membuat istri Fir'aun layak
disebutkan bersama Maryam. Hal ini disebabkan oleh ujian yang menimpa
kehidupannya yang telah kami jelaskan sebelumnya. Dua wanita ini merupakan
teladan dan contoh bagi wanita mukminah yang suci, membenarkan, percaya, dan
taat. Allah telah memaparkannya sebagai perumpamaan bagi istri-istri Rasulullah
berkenaan dengan kasus yang terjadi dan menjadi penyebab turunnya ayat-ayat
permulaan dari surah ini. Allah juga memaparkannya sebagai perumpamaan bagi
wanita-wanita mukminah pada setiap generasi sesudah mereka.
Akhirnya, sesungguhnya surah ini dan semua isi dari juz ke-28 ini,
merupakan bagian yang hidup dari sejarah Rasulullah yang digambarkan oleh Al-Qur'an
dengan tata bahasanya yang menyentuh. Riwayat-riwayat manusia tidak mampu
menggambarkan secara utuh tentang peristiwa sejarah pada periode yang mulia
itu.
Jadi, tata bahasa Al-Qur'an lebih menyentuh dan lebih jauh
jangkauannya. Dia menggunakan kasus yang langka untuk menggambarkan hakikat
yang langka dan murni pula, yang tersisa di balik kejadian di belakang zaman
dan tempat, sebagaimana demikianlah misi Al-Qur’an.
No comments:
Post a Comment