Saya selalu merasa sangat bergembira kalau bertemu dan harus berbicara di hadapan para pemuda. Ini semua menandakan bahwa pemuda tetap bersemangat dan serius, karena setiap gerakan yang berhasil pasti memiliki kemauan yang kuat, harapan yang jauh ke depan, dan orientasi yang jelas serta terarah terutama di basis pemudanya.
Walaupun kadang-kadang gerakan
pemuda kepentok masalah klasik kekurangan dana, misalnya. Hal itu biasa dan
terjadi di mana-mana, di setiap waktu dan tempat, bukan hanya di Indonesia dan
di masa sekarang saja. Meskipun tidak mempunyai materi berlimpah, semua
pergerakan disusun, dirancang, dan dilaksanakan oleh pemuda. Pemuda aktivis
boleh miskin materi, tetapi jiwanya kaya, sehingga pantang menyerah dan
mengeluh. Mereka tidak mengorbankan iffah, kehormatan diri, hanya untuk
meminta-minta, karena pemuda perintis dan pelopor pergerakan yang berhasil
adalah mereka yang bermental baja.
Kekuatan moral dan spiritual
menjadi modal utama dan pertama dalam setiap pergerakan. Mungkin saja landasan
moral dan spiritual sebuah pergerakan salah atau bathil, tetapi pasti punya
semangat. Apatah lagi kita yang mempunyai landasan moral dan spiritual yang
benar, bersumber dari petunjuk Allah Ta’ala. Kekuatan moral dan spiritual yang
benar akan menghasilkan azam dan iradah qawiyah. Bahkan, orang akan
menjadi muda selamanya dan bergairah terus, jika bergerak atas landasan moral
dan spiritual yang benar. Alhamdulillah, kita telah diberikan karunia itu oleh
Yang Mahakuasa.
Modal kedua ialah kemampuan
intelektual. Allah sangat merangsang manusia melalui ayat-ayat Al Qur’an yang
menyatakan: ‘afala ta’qilun, ‘afala yatafakkarun, dan lain-lain.
Menurut penelitian, otak manusia yang terpakai hanya 5% dari volume otak yang
sebenarnya. Apalagi otak orang Indonesia yang mungkin tidak mencapai batas
maksimal itu. Bayangkan, jika kemampuan otak itu ditambah dengan kekuatan
pendidikan (tarbiyah) yang kita jalankan, bagaimana hasilnya. Menurut catatan,
anggota gerakan 70% adalah para sarjana yang diberi petunjuk dan kemudahan oleh
Allah untuk bergabung dalam jamaah dakwah, itu melebihi kualitas kelompok
masyarakat pada umumnya.
Modal ketiga adalah ideologi atau
idealisme yang dengannya kita mempunya visi dan misi perjuangan yang jelas. Ini
juga merupakan karunia Allah kepada kita berupa pemikiran yang paripurna, bisa
memiliki pandangan jauh ke depan, walaupun pada masa-masa sulit. Kita selalu
menjadi barisan pelopor dan perintis dalam kejelasan ideologi.
Modal keempat adalah manhaj atau
metodologi. Allah tidak hanya memberikan perintah saja, melainkan juga konsepsi
dan landasan operasional. Shalat dan haji memang diperintahkan oleh Allah,
tetapi dalam pelaksanaannya Allah mencontohkan melalui tindakan Rasulullah.
Dalam berjuang dan berjihad pun harus mengikuti Rasul, tidak membeo, tapi
memahami dan mengerti maksudnya. Qudwah kepada Rasul merupakan kebutuhan, bukan
hanya sekadar kewajiban, karena tanpa Rasul, maka ajaran Islam tak bisa jalan.
Rasulullah-lah yang mencontohkan kepada kita, bagaimana dakwah yang jelas,
terarah dan sistemik.
Modal kelima adalah kefitrahan.
Dinul Islam itulah modal besar, karena sesuai dengan fitrah manusia, tidak
berbenturan dengan kultur manusia, binatang, dan ekosistem. Bahkan, Allah
menegaskan bahwa semua makhluk itu adalah junud (tentara) Allah.
Artinya, kita harus yakin bahwa pergerakan yang bertentangan dengan fitrah
manusia adalah bertentangan dengan kehendak Allah, karena semuanya bergerak
dalam nuansa dan irama yang sama. Semuanya bertasbih kepada Allah. Jika
perjuangan Islam kompak dengan perjuangan alam (universe), maka
perjuangan itu akan berhasil. Pohon dan tetumbuhan, binatang, cuaca, gejala
alam semuanya menjadi teman-teman perjuangan kita.
Berjuang tanpa fitrah alam akan
gagal, karena hukum itu bersifat baku dan tetap sepanjang zaman. Ini adalah
modal yang sangat besar, walaupun kita tidak merasakannya. Padahal, bantuan
Allah lewat alam (nature) itu sangat banyak. Misalnya, bekerja dalam
hujan, tetapi tidak masuk angin, malah hujan itu menjadi penyegar. Bahkan,
semuanya itu untuk mengokohkan, jika kita berstatus juga sebagai Jundullah.
Caranya, sesuaikanlah sifat jundiyah kita dengan jundiyah angin,
binatang, pohon, dan lain-lain.
Rasulullah sering dibantu oleh
para jundi alam ini: tumbuhan, binatang, cuaca, dan sebagainya. Bahkan, karamah
para sahabat dalam perang Qadisiyah, ketika mereka menyeberang sungai
sambil berkata: “Wahai air, kita sama-sama jundullah, bantulah kami karena
sedang melaksanakan tugas”. Akhirnya, air yang dalam dan deras itu menjadi
dangkal dan tenang untuk dilewati.
Modal keenam adalah modal
institusional. Kerja kita adalah kerja jama’ah yang banyak orang tidak
melakukannya. Kita memperoleh banyak dukungan dari proses jama’i ini, seperti tawashau
bil haq dan tawashau bis shobri. Itu hanya bisa dilakukan dengan
jamaah, karena saling mengingatkan itu diperlukan dalam gerakan agar tidak
tergelincir. Ba’duhum awliya’u ba’din. Kritik dan peringatan itu perlu.
Kita sedih menyaksikan ada
pejabat tinggi pemerintah yang tidak mau dinasehati salah seorang ikhwah.
Padahal kita hanya ingin menyelamatkan umat, bukan mengincar jabatan. Tetapi,
pejabat tersebut setelah menduduki posisinya justru keenakan dan tidak mau direpoti
oleh saran-saran yang berguna bagi umat.
Itu semua hanya bisa dilakukan
dalam proses institusionalisasi, ketika tantangan dakwah berat dan sulit. Ada tawashau
bil haq wa bis shobri, sehingga menimbulkan daya tahan (QS Ali Imran: 157).
Wa ma dla’ufu wa ma istakanu (mereka tidak lemah dan tidak menyerah).
Juga dilengkapi dengan tawashau bil marhamah. Tatkala seseorang mendapat
musibah dan menderita, maka orang tersebut tidak sendirian, tetapi bersama-sama
dengan banyak orang, sehingga potensinya tidak terpuruk.
Modal ketujuh bersifat material.
Sebenarnya Allah telah banyak memberikan modal material kepada kita berupa alam
semesta beserta segala isinya, tetapi mungkin kita belum bisa
mendayagunakannya. Bahkan, dalam al Qur’an surat al Hajj ayat 31, Allah berfirman:
“Telah Aku datangkan segala apa yang kamu butuhkan, wa in ta’uddu
ni’matallah laa tuhsuha”. Karena kezaliman dan ketidakproporsionalan sikap
kita, sehingga tidak memiliki daya inovatif dan kreatif untuk memanfaatkannya.
Menyadari dan mensyukuri nikmat Allah itu penting. Bagaimana nikmatnya udara,
sehari kurang lebih 350 kilogram kita memakai oksigen untuk tubuh kita,
seperlima diantaranya dipakai oleh otak.
Kesadaran memiliki modal dasar
itu penting demi iradah qawiyah dan azam yang tinggi. Kalau melihat perjalanan
dakwah ke belakang pada tahun 1980-an, ketika Orde Baru berkuasa, bagaimana
dakwah ini dikekang, diatur dan dikendalikan oleh pemerintah. Bahkan, dai yang
menafsirkan surat Al Ikhlas sebagai ajaran tauhid saja sudah diberangus, sampai
dikejar-kejar, sehingga akhirnya tema ceramah diubah menjadi syarat sahnya
berwudlu. Justru di masa-masa sulitlah dakwah berkembang dan berekspansi,
karena punya modal banyak.
Pada saat itu para muwajjih
tidak dijemput dengan mobil, tetapi banyak yang berjalan kaki, karena keadaan
ekonomi yang sulit. Cari tempat untuk acara pengajian atau daurah juga
sulit. Halaqah dilakukan di kebun binatang, di taman, di lapangan, di
kebun raya – tanpa whiteboard dan peralatan tulis memadai. Itu semua
karena kita mempunyai kesadaran bahwa kita kaya, yang menyebabkan kita selalu
menjadi barisan perintis dan pelopor kebaikan.
Strategi awal dakwah kita adalah harakah
at taghyir yang membutuhkan anashir at taghyir. Karena kita
membutuhkan banyak unsur perubahan, maka kita perlu mendapatkan akses dakwah
pada pusat-pusat perubahan, yaitu markaz at taghyir. Dalam tahap awal,
pusat perubahan yang kita akses adalah wilayah ilmiyah, yaitu
kampus-kampus dan sekolah-sekolah. Setelah itu kita mengakses wilayah
sya’biyah (masyarakat umum) melalui masjid-masjid dan pengajian umum.
Kampus dan sekolah itu pada
dasarnya adalah milik umat. Sesudah itu, dakwah dalam amal thullabi dilanjutkan
dengan amal mihani (dakwah profesi). Seyogyanya memang amal thullabi
dan amal mihani itu disinergikan, karena mengarahkan kemampuan
profesional harus dimulai sejak masa mahasiswa.
Amal mihani terdiri dari
dakwah di kalangan perusahaan (tenaga kerja) dan pengembangan profesi. Harus
disadari bahwa perusahaan-perusahaan umum itu tidak bisa atau sulit dijadikan
lembaga perjuangan, sehingga hanya dipenuhi dengan karir, ma’isyah (pekerjaan),
rekrutmen dan pengembangan kafa’ah saja. Yang masih lemah dari para
aktivis adalah memasuki lembaga-lembaga profesi.
Itulah yang bisa dijadikan
lembaga perjuangan. Tetapi kenyataannya sekarang lembaga-lembaga profesi itu
banyak yang lemah dari sisi perjuangan, hanya sekadar tempat kumpul-kumpul,
bagi-bagi proyek, dan kadang-kadang peningkatan kafa’ah saja. Fenomena
kelemahan lembaga profesi ini bukan hanya di Indonesia, tetapi terjadi di
mana-mana.
Dakwah Islam memandang situasi
itu sebagai sesuatu yang besar, bahkan keharusan perjuangan. Di Mesir, tahun
1960-1970 an, aktivitas kemahasiswaan berjaya dan mulai memasuki dakwah
profesi. Lembaga-lembaga profesi yang tadinya lemah, maka sepuluh tahun kemudian
menjadi kuat dan hampir 90% organisasi profesi dikuasai aktivis dakwah. Ikhwan
dan akhwat yang masuk ke lembaga profesi harus kompetitif, jujur dan amanah.
Aktivis Kristen Koptik di Mesir pun memilih dan mengakui kepemimpinan aktivis
dakwah yang dinilai paling amanah dan memiliki etos perjuangan.
Semua proses tersebut berjalan
secara wajar dan terjadi pemberdayaan yang luar biasa terhadap lembaga profesi.
Lembaga profesi teknik (persatuan insinyur) tidak hanya bekerja pada bidang
teknik, tetapi juga membuat RUU dan advokasi keteknikan yang bernuansa Islam,
karena aktivis dakwah mampu mewarnai lembaga tersebut. Akhirnya lembaga profesi
itu bertindak seperti partai politik dan pressure groups terhadap
pemerintah. Karena aktivis mewarnai dan menguasai banyak lembaga profesi, maka
seakan-akan mereka memiliki banyak partai politik dan kelompok penekan yang
mengontrol pemerintah dengan kebijakan dasar yang sama.
Pada tahun 1995, pemerintah Mesir
menyadari hal itu, sehingga lembaga-lembaga profesi mau dibredel, tetapi sulit
karena terkait dengan institusi negara, infrastruktur dan suprastruktur
politik. Kalau dibubarkan sulit, karena bertentangan dengan UU dan bisa
membentuk lembaga yang baru lagi. Kalau kantornya ditutup, pemerintah dituntut
lewat pengadilan. Aktivis bisa membuka kantor yang baru, atau menguasai dan
mewarnai lembaga profesi sejenis. Kalau aktivisnya ditangkapi dan dipenjarakan,
industri dan pelayanan jasa (terutama rumah sakit, konsultan proyek, dan
pengacara) akan mengeluh, karena tidak bisa berjalan, sebab tidak ada tenaga
ahlinya. Maka, proses pembangunan pun bisa terhambat.
Kelompok Salsabil di Mesir,
misalnya, membuat perusahaan komputer dan berkembang sampai bisa mengikuti
tender penyediaan software di Departemen Pertahanan Mesir, karena murah
dan paling baik, akhirnya menang. Setelah pejabat militer sadar bahwa
perusahaan tersebut milik aktivis dakwah, maka mereka ketakutan dan menggerebek
serta menyegel kantornya. Peristiwa itu menjadi berita besar, karena secara
beramai-ramai lembaga profesi di Mesir bersuara, mulai dari lembaga profesi
teknik, komputer, pengacara dan lainnya, hingga akhirnya dibebaskan dan dibuka
kembali.
Para dokter di Mesir juga
menggelar acara munasharah untuk kasus Bosnia sampai terkumpul dana
sebesar US$ 4 juta, tetapi dilarang pemerintah. Akhirnya kasus itu menjadi
berita besar lagi, karena dibela oleh lembaga profesi kedokteran, keperawatan,
pengacara dan sebagainya. Kasus itu dibawa ke pengadilan dan akhirnya
dinyatakan menang, walaupun dananya terpaksa dibagi dua (fifty-fifty)
untuk lembaga pemerintah dan lembaga dakwah.
Jika ada bencana alam, gempa bumi, kebakaran dan sebagainya, aktivis selalu terdepan bersama masyarakat menyantuni korban. Itu semua adalah hasil dakwah thullabi yang dilanjutkan dakwah profesi. Yang lebih penting lagi di mihwar muassasi ini, tanpa pengembangan profesi akan sulit, karena kita membutuhkan para ahli dalam bidangnya yang bisa menjawab dan menjelaskan tantangan zaman melalui kacamata Islam. Konsep-konsep Islam harus dirumuskan dan dilaksanakan sebagai solusi bagi persoalan bangsa ini. Semuanya itu mengharuskan kita, mau tidak mau, untuk terjun dalam lembaga profesi.
https://alhikmah.ac.id/peran-pemuda-dalam-gerakan-dakwah/
No comments:
Post a Comment