الْحَدِيثُ
الْخَامِسُ وَالْعِشْرُونَ. عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَيْضًا
«أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ
ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي، وَيَصُومُونَ
كَمَا نَصُومُ، وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ، قَالَ: أَوَلَيَسَ قَدْ
جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ؟ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً،
وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ
صَدَقَةً، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ،
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِي
أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ
وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ، أَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي
الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ» . رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari Abu Dzar Radhiyallahu Anhu bahwa beberapa orang dari sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata kepada
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
"Wahai Rasulullah,
orang-orang kaya pergi dengan banyak pahala. Mereka shalat seperti kita shalat, berpuasa seperti kita berpuasa, dan
bersedekah dengan kelebihan harta mereka”. Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu bagi kalian
yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya di
setiap tasbih terdapat sedekah, di setiap takbir terdapat sedekah, di setiap tahmid terdapat sedekah, di setiap tahlil
terdapat sedekah, amar ma’ruf adalah
sedekah, nahi munkar adalah sedekah, dan di hubungan suami-stri salah seorang dari kalian adalah sedekah”. Para
sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, apakah jika salah seorang dari kita
melampiaskan syahwatnya (kebutuhan
biologisnya) maka ia mendapatkan pahala di dalamnya?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Bagaimana menurut kalian, jika
kalian melampiaskan syahwatnya (kebutuhan biologisnya) di tempat haram,
bukankah ia mendapatkan dosa karenanya? Begitu juga, jika ia melampiaskannya ke tempat halal, maka ia
mendapatkan pahala karenanya”. (Diriwayatkan Muslim). [1]
Hadits bab di atas
diriwayatkan Muslim dari riwayat Yahya bin Ya’mar dari Abu Al-Aswad Ad-Dili dari Abu Dzar Radhiyallahu Anhu. Hadits semakna diriwayatkan dari Abu Dzar dari banyak jalur
dengan penambahan dan pengurangan. Sebagiannya akan saya sebutkan setelah ini, Insya Allah.
Di hadits bab di atas
terdapat bukti bahwa para sahabat, karena kuatnya keinginan mereka kepada amal-amal shalih dan kebaikan, mereka sedih
sebab tidak dapat mengerjakan kebaikan yang dikerjakan selain mereka.
Orang-orang miskin dari mereka sedih sebab tidak bersedekah dengan
harta seperti yang dilakukan orang-orang kaya dari mereka. Mereka sedih tidak bisa berangkat ke
medan jihad karena tidak mempunyai bekal.
Itu dijelaskan Allah di Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman,
"Dan juga tidak (ada dosa) bagi
orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu,
supaya kamu memberi mereka kendaraan lalu kamu berkata, Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawa
kalian, ”lalu mereka kembali, sedang
mata mereka bercucuran air mata karena sedih, lantaran mereka tidak
memperoleh apa yang mereka nafkahkan”. (At-Taubah: 92).
Di hadits di atas juga
terdapat bukti bahwa orang-orang miskin ingin seperti orang-orang
kaya dalam mendapatkan pahala bersedekah dengan harta kemudian Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam menunjukkan
kepada orang-orang miskin tentang sedekah-sedekah
yang mampu mereka kerjakan.
Di Shahih
Al-Bukhari dan Shahih
Muslim [2]) disebutkan hadits dari Abu Shalih dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa orang-orang miskin kaum
Muhajirin datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
kemudian berkata,
"Orang-orang kaya
pergi dengan membawa derajat-derajat yang tinggi dan kenikmatan abadi”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Apa
itu?" Orang-orang miskin dari kaum Muhajirin berkata, "Mereka shalat
seperti kita shalat, berpuasa seperti kita berpuasa, bersedekah
sedang kita tidak bersedekah, dan memerdekakan budak sedang kita
tidak memerdekakan budak”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, "Maukah kalian aku ajari sesuatu yang dengannya kalian bisa
mengejar orang yang mendahului kalian, dan kalian mengungguli orang-orang
setelah kalian, serta tidak ada seorang pun yang lebih baik daripada kalian
kecuali orang yang mengerjakan seperti yang kalian kerjakan?" Orang-orang
miskin dari kaum Muhajirin berkata, "Mau, wahai Rasulullah”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Kalian bertasbih, bertakbir, dan
bertahmid setelah setiap shalat sebanyak
tiga puluh tiga kali”. Abu Shalih berkata, "Orang-orang miskin dari kaum Muhajirin tersebut menghadap kembali
kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam kemudian berkata, Saudara-saudara kami dari orang-orang kaya mendengar apa yang kami kerjakan
kemudian mereka mengerjakan apa yang kami kerjakan”. Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki".
Hadits semakna diriwayatkan
dari riwayat sejumlah sahabat, di antaranya Ali bin Abu Thalib [3]), Abu Dzar, Abu Ad-Darda’ [4]),
Ibnu Umar [5]),
Ibnu Abbas, dan lain-lain.
Ini artinya bahwa orang-orang miskin menduga
bahwa sedekah itu dengan harta dan mereka
tidak dapat melakukannya. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelaskan kepada mereka bahwa seluruh
perbuatan baik dan kebajikan adalah sedekah.
Di Shahih Muslim [6]) disebutkan hadits dari Hudzaifah Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang
bersabda,
"Semua perbuatan
yang baik adalah sedekah”.
Hadits tersebut juga
diriwayatkan Al-Bukhari [7]) dari Jabir dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Jadi, sedekah itu dikonotasikan kepada seluruh
perbuatan yang baik dan kebajikan, bahkan, karunia Allah yang sampai kepada hamba-hamba-Nya adalah sedekah dari-Nya kepada
mereka. Sebagian generasi salaf menentang pendapat ini dan berkata bahwa sedekah itu dari orang yang mengharapkan
balasan dan pahala. Namun pendapat yang benar ialah
kebalikannya yaitu pendapat sebelumnya, karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang meng-qashar shalat di perjalanan,
"Ini sedekah yang
disedekahkan Allah kepada kalian, maka terimalah sedekah-Nya”. (Diriwayatkan Muslim). [8]
Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam juga bersabda,
“Barangsiapa
mempunyai shalat pada suatu malam kemudian ia mengantuk dan tidur tanpa mengerjakannya, maka Allah
mencatat pahala shalat baginya dan
tidurnya adalah sedekah dari Allah yang Dia sedekahkan kepadanya”. (Diriwayatkan An-Nasai dan lain-lain dari Aisyah Radhiyallahu Anha. Hadits ini juga diriwayatkan Ibnu Majah dari Abu Ad-Darda’). [9]
Di Musnad Baqi bin Makhlad dan Musnad Al-Bazzar disebutkan
hadits dari Abu Dzar Radhiyallahu Anhu dari Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Tidak
ada siang, malam, dan waktu, melainkan di dalamnya Allah mempunyai sedekah yang diberikan kepada siapa saja
yang dikehendaki-Nya dari
hamba-hamba-Nya. Allah tidak menganugerahkan kepada seorang hamba yang sebanding dengan (pemberian dalam
bentuk) Dia mengilhamkan dirinya
berdzikir kepada-Nya”. [10])
Khalid bin Ma’dan berkata, "Sesungguhnya Allah bersedekah pada setiap hari dengan sedekah dan Allah tidak bersedekah kepada salah seorang dari makhluk-Nya dengan
sesuatu yang lebih baik daripada Dia bersedekah kepadanya dengan ingat kepadanya”.
Sedekah dengan selain harta ada dua jenis;
1.
Sedekah yang kebaikannya
dirasakan manusia dan merupakan sedekah kepada mereka. Bisa jadi, sedekah ini lebih
baik daripada sedekah dengan harta. Sedekah seperti ini, misalnya amar ma’ruf
dan nahi munkar, karena kedua perbuatan tersebut adalah ajakan kepada
taat kepada Allah dan pelarangan dari bermaksiat kepada-Nya. Sedekah
seperti ini jelas lebih baik daripada sedekah dengan harta. Begitu juga,
mengajarkan ilmu yang bermanfaat, membacakan Al-Qur’an, menghilangkan
gangguan di jalan, berusaha mendatangkan manfaat bagi manusia,
menolak madzarat bagi mereka, mendoakan kaum Muslimin, dan memintakan
ampunan untuk mereka. Ibnu Mardawih meriwayatkan dengan sanad yang
di dalamnya terdapat kelemahan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Barangsiapa
mempunyai harta, hendaklah ia bersedekah dengan hartanya. Barangsiapa mempunyai kekuatan, hendaklah ia bersedekah dengan kekuatannya. Barangsiapa mempunyai ilmu, hendaklah ia bersedekah dengan ilmunya". [11])
Barangkali, hadits
tersebut adalah mauquf.
Ath-Thabrani meriwayatkan
dengan sanad yang di dalamnya terdapat kelemahan dari Samurah Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam yang bersabda,
"Sedekah terbaik
ialah lidah”. Ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan
sedekah lisan?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Pembelaan yang dengannya engkau bisa membebaskan tawanan, menghentikan darah, membawa kebaikan dan kebajikan kepada saudaramu, dan menolak hal-hal yang tidak baik darinya”. [12])
Amr bin Dinar berkata,
disampaikan kepada kami bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda,
"Tidak ada sedekah
yang lebih dicintai Allah daripada perkataan. Tidakkah engkau mendengar firman Allah Ta’ala, “Perkataan yang baik dan
pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu
yang menyakitkan (perasaan si penerima)”. (Al-Baqarah: 263). (Diriwayatkan Ibnu Abu Hatim [13]).
Di hadits-hadits mursal Al-Hasan disebutkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Sesungguhnya di
antara sedekah ialah engkau mengucapkan salam kepada inanusia dalam keadaan wajahmu berseri-seri”. (Diriwayatkan Ibnu Abu Ad-Dunya).
Muadz berkata,
"Mengajarkan ilmu kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah”. [14])
Hadits tersebut juga diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Di antara bentuk sedekah
yang lain ialah menahan diri dari mengganggu manusia. Di Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Abu Dzar Radhiyallahu Anhu yang berkata,
aku berkata,
"Wahai Rasulullah, amal perbuatan apakah
yang paling baik?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Iman
kepada Allah dan jihad di jalan-Nya”. Aku
berkata, “Pemerdekaan seperti apakah yang paling baik”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Pemerdekaan budak yang paling bernilai
menurut pemiliknya dan paling banyak harganya”. Aku berkata, “Jika aku tidak
dapat melakukannya?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Engkau membantu orang yang trampil
dan berbuat untuk orang yang tidak
trampil”. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu, jika aku tidak dapat mengerjakan sebagian
pekerjaan?" Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam bersabda, "Engkau menahan keburukanmu dari manusia, karena itu sedekah". [15])
Juga diriwayatkan penambahan-penambahan yang
lain di hadits Abu Dzar. At-Tirmidzi [16])
meriwayatkan hadits dari Abu Dzar Radhiyallahu
Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Senyummu kepada
saudaramu adalah sedekah, perintahmu kepada kebaikan adalah sedekah, pelaranganmu dari kemungkaran adalah sedekah, pemberian petunjuk olehmu kepada seseorang di tempat ia tersesat adalah
sedekah, penyingkiran batu, duri, dan tulang olehmu dari
jalan adalah sedekah, dan pemenuhan timba saudaramu dari
timbamu adalah sedekah”.
Ibnu Hibban meriwayatkan di Shahihnya [17])
dari Abu Dzar Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Tidak ada satu pun
jiwa anak keturunan Adam melainkan ia wajib bersedekah pada
setiap hari di mana matahari terbit di dalamnya”. Ditanyakan, "Wahai Rasulullah, dari mana kami mempunyai
harta untuk kami sedekahkan?"
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya pintu-pintu
kebaikan sangat banyak. Tasbih, takbir, tahmid, tahlil, amar ma’ruf, nahi munkar, engkau menyingkirkan gangguan dari jalan, engkau memperdengarkan kepada orang tuli, memberi petunjuk kepada orang buta, memberi petunjuk jalan kepada orang yang
meminta petunjuk untuk memenuhi kebutuhannya,
berjalan dengan kekuatan kedua betismu untuk orang kelaparan dan minta bantuan, dan memikul dengan
kekuatan kedua lenganmu untuk orang lemah. Itu semua sedekah darimu untuk
dirimu”.
Imam Ahmad [18])
meriwayatkan hadits dari Abu Dzar Radhiyallahu Anhu yang berkata, aku berkata,
"Wahai Rasulullah,
orang-orang kaya pergi dengan membawa pahala. Mereka bersedekah sedang kami tidak bersedekah”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Pada dirimu terdapat sedekah; pengangkatan tulang olehmu dari jalan adalah sedekah, petunjukmu tentang jalan adalah sedekah, bantuanmu kepada orang lemah dengan sisa
kekuatanmu adalah sedekah, penjelasanmu mewakili orang yang tidak fasih
bicaranya adalah sedekah, dan engkau menggauli istrimu adalah sedekah”.
Aku berkata : ”Wahai Rasulullah, kita melampiaskan syahwat
(kebutuhan biologis) dan diberi pahala?" Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, "Bagaimana pendapatmu, jika seseorang melakukannya di tempat
haram, apakah ia berdosa?" Aku
menjawab, "Ya”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Apakah kalian menghitung keburukan dan tidak menghitung
kebaikan?"
Di riwayat lain [19])
disebutkan,
"Kemudian Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Sesungguhnya pada dirimu terdapat
sedekah yang banyak”. Kemudian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebutkan kelebihan pendengaran dan penglihatanmu”.
Di riwayat lain Imam Ahmad
[20]) disebutkan
bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Sesungguhnya
diantara pintu-pintu sedekah ialah takbir, subhanallah, alhamdulillah, laa ilaaha illallah, astaghfirullah, engkau menyuruh
kepada kehaikan,
melarang dari kemungkaran, engkau menyingkirkan duri, tulang dan batu dari
jalanan manusia, engkau memberi jalan kepada orang buta, memperdengarkan orang tuli dan bisu hingga ia
paham, engkau memberi petunjuk kepada
orang yang meminta petunjuk untuk memenuhi kebutuhannya yang engkau ketahui tempatnya, engkau berjalan dengan
kekuatan kedua betismu kepada orang
kelaparan dan minta bantuan, dan engkau mengangkat dengan kekuatan kedua lenganmu bersama orang lemah. Itu semua di antara pintu-pintu sedekah darimu
untukmu. Engkau berhak atas pahala atas hubungan seksualmu dengan istrimu”. Aku
berkata, "Apakah aku mendapatkan
pahala dalam pelampiasan kebutuhan biologisku?" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Bagaimana pendapatmu, jika engkau
mempunyai anak kemudian ia mencapai usia akil baligh dan engkau mengharapkan kebaikannya, tapi ia meninggal
dunia, apakah engkau menganggapnya?”
Aku menjawab, "Ya”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Apakah engkau yang menciptakannya?" Aku
menjawab, "Tidak, namun Allah
yang menciptakannya”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda", Apakah engkau yang memberinya
petunjuk?" Aku menjawab, "Tidak, namun Allah yang memberinya petunjuk”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Apakah engkau yang
memberinya rezki?” Aku menjawab, "Tidak, namun Allah yang memberinya rezki”. Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Begitulah, karena itu, letakkan
spermamu di tempat halal dan jauhkan
dari tempat haram. Jika Allah menghendaki, Dia menghidupkannya. Dan jika Dia menghendaki, Dia
mematikannya, sedang engkau mendapatkan pahala”.
Tekstual hadits tersebut
menegaskan bahwa seseorang diberi pahala atas hubungan seksualnya dengan
istrinya dengan niat mendapatkan anak yang kemudian ia mendapat pahala
karena mendidiknya dan mengasuhnya semasa hidupnya, dan menyimpan pahala jika ia mati. Sedang orang yang tidak berniat
apa-apa ketika melakukan hubungan seksual dengan istrinya, maka ada
perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang masuknya orang tersebut ke dalam hadits
tersebut.
Disebutkan di hadits shahih
bahwa nafkah seorang suami kepada istrinya aaalah sedekah. Di Shahih
Al-Bukhari dan
Shahih Muslim disebutkan hadits dari Abu Mas’ud Al-Anshari Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam yang bersabda,
"Nafkah seorang
suami kepada keluarganya (istrinya) adalah sedekah”. Di riwayat Muslim disebutkan, “Dan ia mengharapkan pahalanya
dari Allah”. Di redaksi Al-Bukhari,
“Jika seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya dalam keadaan mengharapkan pahala dari Allah, maka itu
sedekah baginya”. [21])
Hadits tersebut
menunjukkan bahwa seorang suami diberi pahala atas nafkahnya kepada
istrinya jika ia mengharapkan pahalanya dari Allah, seperti terlihat di hadits Sa’ad bin Abu Waqqash Radhiyallahu
Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Sesungguhnya engkau
tidak berinfak dengan satu infak dengan mengharapkan keridhaan Allah dengannya, melainkan engkau diberi pahala di dalamnya, hingga sesuap makanan yang engkau angkat kepada istrimu”. (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim). [22]
Di Shahih Muslim [23]) disebutkan hadits dari Tsauban Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang
bersabda,
"Dinar-dinar terbaik
ialah ialah dinar yang diinfakkan seseorang kepada orang-orang yang ditanggungnya, dinar yang diinfakkan untuk kuda di
jalan Allah, dan dinar yang diinfakkan seseorang untuk
sahabat-sahabatnya di jalan Allah”. Abu Qilabah berkata ketika
meriwayatkan hadits tersebut, "Mulailah dengan orang-orang yang berada
dalam tanggunganmu. Adakah orang yang lebih besar pahalanya daripada
orang yang berinfak kepada orang-orang yang ditanggungnya yang
masih kecil di mana Allah menjaga mereka (dari mengemis) dengannya dan
mengkayakan mereka dengannya?".
Di Shahih Muslim [24]) juga disebutkan hadits dari Sa’ad bin Abu Waqqash Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam yang bersabda,
“Sesungguhnya nafkahmu
kepada orang-orang yang berada dalam tanggunganmu adalah sedekah
dan apa yang dimakan istrimu dari hartamu adalah sedekah”.
Nafkah tersebut
disyaratkan dengan maksud mencari keridhaan Allah di riwayat lain. Di Shahih Mus1im [25]) juga disebutkan hadits dari Abu Hurairah Radliyallahu
Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Dinar yang engkau
infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau infakkan untuk memerdekakan budak, dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar yang engkau infakkan kepada keluargamu; dinar yang paling baik di antara itu semua ialah dinar yang engkau infakkan kepada keluargamu”.
Imam Ahmad dan Ibnu Hibban
di Shahihnya meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu
Anhu yang berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Bersedekahlah
kalian”. Seseorang berkata, "Aku mempunyai satu dinar”. Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda, “Sedekahkan kepada dirimu”. Orang tersebut berkata, “Aku mempunyai dinar yang lain”. Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda, "Sedekahkan kepada
istrimu”. Orang tersebut berkata, "Aku mempunyai dinar yang lain”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sedekahkan kepada
anakmu”. Orang tersebut berkata, "Aku mempunyai dinar yang lain”. Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, “Sedekahkan kepada
pembantumu”. Orang tersebut berkata, "Aku mempunyai dinar yang lain”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Engkau lebih tahu”. [26])
Imam Ahmad [27]) meriwayatkan hadits dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib
dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Apa saja yang engkau
makankan kepada dirimu sendiri adalah sedekah untukmu, apa
saja yang engkau makankan kepada anakmu adalah sedekah untukmu, apa saja yang engkau makankan kepada istrimu adalah sedekah untukmu,
dan apa saja yang engkau makankan kepada pembantumu adalah sedekah untukmu”.
Banyak sekali hadits
tentang tema ini.
Di Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Tidaklah orang
Muslim menanam tanaman dan menabur benih kemudian dimakan manusia, atau burung, atau hewan, melainkan itu sedekah baginya”. [28])
Di Shahih Muslim [29]) disebutkan hadits dari Jabir Radhiyallahu Anhu dari Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Tidaklah orang Muslim menanam tanaman, melainkan apa yang ia makan darinya adalah sedekah baginya, apa yang dicuri darinya adalah sedekah baginya, apa yang dimakan binatang buas adalah sedekah baginya, apa yang
dimakan burung darinya adalah sedekah baginya, dan tidak
dikurangi siapa pun melainkan merupakan sedekah baginya”. Di riwayat Muslim
lainnya disebutkan, "Kemudian dimakan manusia, hewan dan burung tidak
makan darinya, melainkan itu sedekah baginya hingga Hari Kiamat”.
Di Al-Musnad [30]) disebutkan hadits dengan sanad dhaif dari
Muadz bin Anas Al-Juhani Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang
bersabda,
"Barangsiapa membangun
bangunan tanpa dzalim dan menganiaya, atau menanam tanaman tanpa dzalim dan menganiaya, maka itu pahala yang terus mengalir selagi dimanfaatkan oleh seseorang dari makhluk Ar-Rahman”.
Al-Bukhari [31]) menyebutkan di Tarikhnya hadits dari
Jabir dari Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam yang bersabda,
“Barangsiapa menggali air
dan tidaklah hati yang kehausan dari jin, manusia, binatang buas, dan burung meminum darinya, melainkan Allah memberinya pahala pada Hari Kiamat”.
Tekstual semua hadits di
atas menunjukkan
bahwa semua itu sedekah di mana penanam
dan penabur benih diberi pahala
kendati tanpa niat sekalipun. Demikian pula tekstual sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Bagaimana
pendapatmu, jika ia meletakkannya di tempat haram, apakah ia berdosa?
Begitu juga, jika ia meletakkannya di
tempat halal, maka ia mendapatkan pahala", juga menunjukkan bahwa
suami diberi pahala atas hubungan seksualnya dengan istrinya
kendati tanpa niat, karena orang yang menggauli istrinya adalah seperti penanam benih di tanah
dan mengelolanya. Pendapat ini dipegang
sejumlah ulama. Bahkan Abu Muhammad bin
Qutaibah memberlakukannya pada
makanan, minuman, dan hubungan
seksual dengan istri. Ia berhujjah dengan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
"Sesungguhnya orang Mukmin pasti diberi pahala
dalam segala hal, hingga sesuap
makanan yang ia angkat ke mulutnya”. Teks hadits yang dipakai hujjah Abu Muhammad
bin Qutaibah tersebut tidak dikenal,
namun yang lebih dikenal ialah teks berikut, "Sesungguhnya engkau tidak berinfak dengan infak untuk mencari keridhaan
Allah melainkan engkau diberi pahala
atasnya, hingga sesuap makanan yang
engkau angkat ke mulut istrimu”. Hadits
ini dikaitkan dengan niat yang ikhlas karena Allah. Jadi, semua hadits yang
mutlak ditafsirkan seperti itu, wallahu
a’lam.
Penyertaan niat juga
diperkuat firman Allah Ta’ala,
“Tidak ada kebaikan pada
kebanyakan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang
menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia dan
barangsiapa berbuat demikian karena
mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar”. (An-Nisa’: 114).
Semua perbuatan di ayat
tersebut dikatakan kebaikan dan tidak mendapatkan pahala kecuali
dengan niat yang ikhlas. Jika pelakunya melakukannya karena riya’, ia disiksa
karenanya. Letak keragu-raguan ialah jika perbuatan-perbuatan tersebut dikerjakan tanpa niat yang benar atau rusak. Abu
Sulaiman Ad-Darani berkata, "Barangsiapa mengerjakan perbuatan baik
tanpa niat, maka cukuplah baginya niat pemilihannya
kepada Islam daripada agama-agama lainnya”. [32])
Tekstual perkataan Abu Sulaiman Ad-Darani
menunjukkan bahwa pelakunya diberi pahala tanpa niat secara umum, karena dengan masuknya dirinya ke
dalam Islam itu ia mempunyai kebebasan untuk mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang baik secara umum, jadi, ia diberi pahala karena perbuatan yang dikerjakannya dengan niatnya
tersebut, wallahu a’lam.
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Bagaimana pendapatmu, jika ia meletakkannya di tempat haram, apakah ia berdosa? Begitu juga, jika ia
meletakkannya di tempat halal, maka ia mendapatkan pahala", dinamakan qiyas kebalikannya menurut ulama ushul fiqh. Contohnya lagi ialah perkataan Ibnu
Mas’ud Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda satu kalimat sedang aku mengatakan
kalimat lainnya. Beliau bersabda, "Barangsiapa mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu, ia masuk
neraka”. Aku berkata, "Barangsiapa mati
dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, ia masuk surga”. [33])
2.
Sedekah bukan dari harta
yang manfaatnya hanya dirasakan pelakunya sendiri, seperti jenis-jenis dzikir; takbir, tasbih, tahmid,
tahlil, dan istighfar. Begitu juga berjalan ke masjid adalah sedekah. Satu pun
di hadits-hadits di atas tidak menyebutkan
tentang shalat, puasa, haji, dan jihad sebagai sedekah.
Kebanyakan
perbuatan-perbuatan tersebut lebih baik daripada sedekah-sedekah dengan harta, sebab hadits-hadits di atas disebutkan sebagai
jawaban pertanyaan orang-orang miskin yang bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang sesuatu yang bisa
mereka pakai untuk mengalahkan ibadah-ibadah sunnah orang-orang kaya dengan
harta. Sedang dalam ibadah-ibadah wajib, orang-orang miskin kaum
Muhajirin sama dengan orang-orang kaya mereka.
Banyak sekali hadits yang
menunjukkan keutamaan dzikir daripada sedekah dengan harta dan
perbuatan-perbuatan lainnya, seperti terlihat di hadits Abu Ad-Darda’ Radhiyallahu
Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Maukah kalian aku
jelaskan perbuatan-perbuatan kalian yang paling baik, paling bersih di sisi Raja kalian, paling meninggikan derajat-derajat kalian, lebih baik bagi kalian daripada infak dengan
emas dan perak, dan lebih baik bagi kalian daripada kalian berjumpa musuh kalian kemudian kalian memenggal leher mereka dan mereka memenggal leher kalian?" Para sahabat berkata,
“Mau, wahai Rasulullah”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Yaitu dzikir kepada Allah Azza wa Jalla”.
Hadits di atas diriwayatkan Imam Ahmad dan
At-Tirmidzi. Hadits tersebut juga disebutkan
Imam Malik di Al-Muwaththa’ secara mauquf pada Abu Ad-Darda’.
[34])
Di Shahih
Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
“Barangsiapa berkata,
“Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja tanpa ada sekutu
bagi-Nya, kerajaan milik-Nya, pujian
milik-Nya, Dia menghidupkan dan mematikan,
dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu”, sebanyak seratus kali, maka itu sama dengan memerdekakan sepuluh budak, seratus kebaikan ditulis
baginya, seratus kesalahan dihapus darinya, kalimat
tersebut adalah benteng baginya dari syetan sejak siangnya hingga sore
hari, dan tidak ada seorang pun yang datang dengan sesuatu yang lebih baik daripada
apa yang ia bawa kecuali orang yang
mengerjakan yang lebih banyak darinya”. [35])
Di Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim juga disebutkan hadits dari Abu Ayyub Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda,
"Barangsiapa
mengucapkan kalimat tersebut sebanyak sepuluh kali, ia seperti orang yang memerdekakan empat jiwa dari anak keturunan
Ismail". [36])
Imam Ahmad dan At-Tirmidzi
meriwayatkan hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam ditanya,
"Siapakah hamba yang
paling baik derajatnya di sisi Allah pada Hari Kiamat?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Orang-orang yang dzikir dengan banyak kepada Allah”. Aku
berkata, "Wahai Rasulullah, termasuk lebih baik daripada pejuang di jalan
Allah?" Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, "Seandainya ia memukul orang-orang kafir dan orang-orang musyrik dengan pedangnya hingga pedangnya patah
dan berwarna darah, maka orang-orang
yang dzikir kepada Allah masih lebih baik derajatnya daripada pejuang tersebut". [37])
Hadits semakna
diriwayatkan dari Muadz bin Jabal dan Jabir dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, namun yang benar merupakan perkataan Muadz bin
Jabal. [38])
Ath-Thabrani meriwayatkan
hadits dari Abu Al-Wazi’ dari Abu Burdah dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu
Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Seandainya
seseorang mempunyai beberapa dirham di pangkuannya, dan ia membagi-baginya, sedang orang lain berdzikir
kepada Allah, maka orang yang berdzikir kepada Allah lebih baik”. [39])
Saya katakan, yang benar
hadits tersebut dari Abu Al-Wazi’ dari Abu Barzah Al-Aslami dari perkataan Abu Musa. Itu diriwayatkan Ja’far Al-Faryabi. [40])
Ath-Thabrani juga meriwayatkan hadits dari Anas
bin Malik Radhiyallahu Anhu dari
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Barangsiapa
bertakbir seratus kali, bertasbih seratus kali, dan bertahlil seratus kali, itu lebih baik baginya daripada sepuluh budak yang ia merdekakan dan daripada tujuh unta yang ia sembellh”. [41])
Ibnu Abu Ad-Dunya meriwayatkan dengan sanadnya
dari Abu Ad-Darda’ bahwa dikatakan kepadanya
bahwa seseorang memerdekakan seratus jiwa kemudian Abu Ad-Darda’ berkata, "Sesungguhnya seratus nyawa dari harta
seseorang itu banyak, namun yang
lebih baik lagi dari itu ialah iman yang dijaga di malam dan siang, dan
lidah salah seorang dari kalian senantiasa basah oleh dzikir kepada Allah Azza
wa jalla”.
Abu Ad-Darda’ Radhiyallahu Anhujuga berkata,
"Aku mengatakan Allahu akbar sebanyak
seratus kali itu lebih aku sukai daripada aku bersedekah dengan seratus dinar”. [42])
Hal yang sama dikatakan
Salman Al-Farisi, para sahabat yang lain, dan para tabi’in bahwa dzikir lebih baik daripada bersedekah dengan sejumlah
uang.
Imam Ahmad dan An-Nasai
meriwayatkan hadits dari Ummu Hani’ bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya,
"Sucikan Allah
sebanyak seratus kali karena itu sama dengan pemerdekaan seratus budak dari anak keturunan Ismail, pujilah Allah sebanyak seratus
kali karena itu sama bagimu dengan seratus kuda yang
dipasang kendali dan pelana kemudian engkau tunggangi di jalan Allah, bertakbirlah kepada Allah sebanyak seratus
kali karena itu sama bagimu dengan berkurban seratus unta yang dipasang kalung dan diterima kurbannya, dan bertahlillah
kepada Allah sebanyak seratus kali, - aku kira beliau bersabda
-, "Niscaya memenuhi antara langit dengan bumi dan perbuatan
seperti perbuatanmu tidak diangkat kecuali ia melakukan seperti yang engkau lakukan”. [43])
Hadits tersebut juga
diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Majah. Menurutnya, "Dan katakan, “Laa ilaaha illallah sebanyak seratus
kali, “niscaya kalimat tersebut tidak
menyisakan dosa dan tidak didahului oleh amal perbuatan apa pun”. [44])
Hadits semakna juga
diriwayatkan At-Tirmidzi dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya dari
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. [45])
Ath-Thabrani meriwayatkan
hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Tidak ada sedekah
yang lebih baik daripada dzikir kepada Allah
Azza wa jalla”.
Al-Faryabi meriwayatkan
dengan sanad yang di dalamnya terdapat catatan dari Abu Umamah Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
"Barangsiapa yang malamnya terlewatkan darinya hingga ia tidak bisa mengisinya,
bakhil dengan hartanya untuk
ia infakkan, dan takut dengan musuh jika memeranginya, hendaklah ia
memperbanyak membaca subhanallah
wa bihamdihi, karena kalimat tersebut lebih
dicintai Allah Azza wa Jalla dari pada gunung
emas, atau gunung perak yang
diinfakkan di jalan Allah Azza wa
Jalla. [46])
Hadits di atas
diriwayatkan Al-Bazzar dengan sanad yang mirip dari hadits Ibnu Abbas dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Di hadits tersebut disebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Hendaklah ia memperbanyak dzikir kepada Allah",
tidak lebih dari itu saja. Tentang tema ini, masih banyak lagi hadits-hadits lainnya.
[1] Diriwayatkan Muslim hadits nomer 720, 1006. Hadits tersebut juga diriwayatkan Imam Ahmad 5/167, 168 dan Abu Daud hadits nomer
5243, 5244. Hadits tersebut dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 838.
[2] Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 843, 6329
dan Muslim hadits nomer 595.
[3] Diriwayatkan At-Tirmidzi hadits
nomer 3408. Ia berkata, "Hadits tersebut hasan gharib”.
Hadits tersebut juga
diriwayatkan Imam Ahmad 1/106 dari jalur
lain. Hadits tersebut disebutkan
Al-Haitsami di Majmauz Zawaid 10/99-100. Ia berkata, "Hadits tersebut
diriwayatkan Imam Ahmad. Di sanadnya terdapat perawi Atha’ bin As-Saib. Hammad
bin Salamah mendengar hadits darinya sebelum ia kacau dan perawi lainnya
adalah para perawi tepercaya”. Saya
katakan, Imam Ath-Thahawi dan
imam-imam lainnya memastikan bahwa Hammad bin Salamah mendengar hadits dari Atha’ bin As-Saib
sebelum ia kacau”.
[4] Diriwayatkan Abdurrazzaq hadits nomer 3185, Ibnu
Abu Syaibah 10/235, 13/453, Imam Ahmad 6/446, An-Nasai di Amalul Yaumi wal Lailah hadits nomer 147, 151, Ath-Thabrani di Ad-Du’a
hadits nomer 707, 714, dan
Al-Bazzar hadits nomer 3095. Hadits tersebut shahih.
[5] Diriwayatkan
Al-Bazzar hadits nomer 3094. Ia
berkata, "Hadits tersebut tidak kita ketahui
diriwayatkan dari Ibnu Umar kecuali dari jalur ini”. Cacat hadits tersebut terletak pada Musa bin Ubaidah.
Hadits tersebut disebutkan
Al-Haitsami di Majmauz Zawaid 10/101. Ia berkata,
"Di sanadnya terdapat Musa bin Ubaid Ar-Rabadzi yang merupakan perawi dhaif”.
Hadits tersebut juga disebutkan Al-Hafidz Ibnu Hajar di Fathul
[6] Hadits nomer 1005. Hadits tersebut juga
diriwayatkan Imam Ahmad 5/383, Al-Bukhari di Al-Adab Al-Mufrad hadits
nomer 233, dan Abu Daud hadits nomer 4947. Hadits tersebut dishahihkan Ibnu
Hibban hadits nomer 3378.
[7] Hadits nomer 6021 dan di Al-Adab Al-Mufrad hadits nomer 224. Hadits tersebut juga diriwayatkan Imam Ahmad 3/344 dan At-Tirmidzi
hadits nomer 1970. Hadits tersebut dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 3379 dan Al-Hakim 2/50.
[8] Hadits nomer 686 dari Umar. Hadits tersebut juga
diriwayatkan Imam Ahmad 1/25, Abu
Daud hadits nomer 1199, An-Nasai 3/116-117, dan Ibnu Majah hadits nomer 1065.
Hadits tersebut dishahihkan Ibnu
Hibban hadits nomer 2739, 2741.
[9] Hadits shahih diriwayatkan An-Nasai 3/257, Imam
Malik 1/117, dan Abu Daud hadits nomer
1314 dari Aisyah. Hadits tersebut juga diriwayatkan Ibnu Majah, An-Nasai 3/258
dari Abu Ad-Darda’.
[10] Diriwayatkan Al-Bazzar hadits nomer
694. Hadits tersebut juga disebutkan Al-Haitsami di Majmauz Zawaid 2/236.
Ia berkata, "Di sanadnya terdapat Hasan bin Atha’ yang dianggap sebagai perawi dhaif oleh Abu Hatim dan lain-lain. Ia disebutkan Ibnu Hibban
di Ats-Tsiqot dan berkata, "Ia salah dan menipu”.
[11] Bagian kedua hadits di atas disebutkan As-Suyuthi
di Al-Jami’ Al-Kabir 2/827 dan berkata bahwa hadits tersebut diriwayatkan Ibnu As-Suni.
[12] Diriwayatkan Ath-Thabrani di Al-Kabir hadits nomer 6962 dan Al-Qudhai di Musnad Asy-Syihab
hadits nomer 1279. Hadits tersebut juga disebutkan Al-Haitsami di Majmauz Zawaid 8/194. Ia berkata, "Di
sanadnya terdapat Abu Bakr Al-Hudzali yang merupakan perawi dhaif"
[13] Disebutkan Ibnu Katsir di Tafsirnya 1/325 dari riwayat Ibnu Abu Hatim
[14] Ibnu
Majah hadits nomer 243 meriwayatkan hadits dari jalur Al-Hasan dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda, "Sedekah yang paling baik ialah seseorang mengajarkan ilmu kepada
orang Muslim kemudian orang Muslim tersebut mengajarkannya kepada saudaranya yang Muslim”. Al-Hasan tidak mendengar hadits tersebut dari Abu Hurairah.
Ibnu Abu Khaitsamah di Al-Ilmu
hadits nomer 1138 meriwayatkan
hadits yang sama dari Al-Hasan secara mursal.
[15] Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 2518 dan
Muslim hadits nomer 84. Hadits tersebut
jugadiriwayatkan Imam Ahmad 5/150 dan dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer4596.
[16] Hadits nomer 1956. Hadits tersebut juga
diriwayatkan Al-Bukhari di Al-Adab
Al-Mufrad hadits nomer 891 dan dishahihkan Ibnu Hibban hadits
nomer 474. 529.
[17] Hadits nomer 3377.
[18] 5/154.
[19] Di Al-Musnad 5/167.
[20]
5/168-169.
[21] Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 55, 4006,
5351, di Al-Adab Al-Mufrad hadits nomer
749, Muslim hadits nomer 1002, dan At-Tirmidzi hadits nomer 1965. Hadits
tersebut dishahihkan Ibnu Hibban
hadits nomer 4238, 4239.
[22] Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 5354 dan
Muslim hadits nomer 1628.
[23] Hadist nomer 994. Hadits tersebut juga diriwayatkan
Imam Ahmad 5/279. Al-Bukhari di Al-Adab
Al-Mufrad hadits nomer 748, dan Ibnu
Majah hadits nomer 2760. Hadits tersebut
dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer
4242.
[24] Hadits nomer 1628, 8.
[25] Hadits nomer 995.
[26] Diriwayatkan Imam Ahmad 2/251 dan dishahihkan Ibnu
Hibban hadits nomer 3337, 4233, 4235.
Takhrijnya secara lengkap, silahkan baca buku tersebut.
[27] Di Al-Musnad
4/131. Al-Haitsami berkata di Majmauz Zawaid 3/119. Perawi hadits tersebut
adalah para perawi tepercaya.
[28] Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 2320. 6012,
Muslim hadits nomer 1553, dan At-Tirmidzi
hadits nomer 1382.
[29] Hadits nomer 1552. Hadits tersebut juga
diriwayatkan Imam Ahmad 3/391 dan dishahihkan
Ibnu Hibban hadits nomer 3368 dan 3369.
[30] 3/438. Hadits tersebut juga diriwayatkan
Ath-Thabrani di Al-Kabir 20/410,
411. Di sanadnya terdapat perawi
Zuban bin Faid yang merupakan perawi dhaif namun hadits
tersebut men jadi kuat dengan hadits-hadits sebelumnya.
[31] 1/332.
[32] Diriwayatkan Abu Nu’aim di Al-Hilyah 9/271.
[33] Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 1238,
Muslim hadits nomer 94, Imam Ahmad 1/425, dan Ibnu Mandah di Al-Iman hadits nomer 66.
[34] Diriwayatkan Imam Ahmad 5/195,6/447, At-Tirmidzi
hadits nomer 3377, Ibnu Majah hadits
nomer 3790, Al-Baghawi hadits nomer 1244, dan Ibnu Hajar di Nataijul Afkaar hal. 95 dari Abu Ad-Darda’
dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Hadits tersebut dishahihkan Al-Hakim 1/496 dengan disetujui Adz-Dzahabi. Mereka menambahkan bahwa Muadz bin
Jabal Radhiyallahu Anhu berkata,
"Seseorang tidak mengerjakan perbuatan yang lebih menyelamatkan dirinya
dari siksa Allah daripada dzikir kepada
Allah Azza wa Jalla”. (Diriwayatkan Imam Malik 1/211 secara mauquf dari Abu Ad-Darda’). Hadits
tersebut juga diriwayatkan Ibnu
Hajar di Nataijul Afkaar hal. 96-97 dengan sanad lain. Tentang hadits tersebut, ia berkata,
"
[35] Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 3293, 6403, Muslim hadits nomer 2691, Imam Ahmad 2/302, 375, Imam Malik 1/209, At-Tirmidzi hadits nomer 3468, dan Ibnu Majah hadits nomer 3798. Hadits tersebut dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 849.
[36] Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 6404 dan
Muslim hadits nomer 2693.
[37] Diriwayatkan Imam Ahmad 3/75 dan At-Tirmidzi hadits nomer 3376. Hadits tersebut juga diriwayatkan Abu Ya’la hadits nomer 1401,
Ibnu Adi di Al-Kamil 3/981, Al-Baghawi hadits nomer 1246,
1247, dan Ibnu Hajar di Nataaijul
Adzkaar hal. 93-94 dari jalur
Diraj dari Abu Al-Haitsam dari Abu
Sa’id. Sanad tersebut dhaif karena riwayat keduanya adalah dhaif.
[38] Hadits Muadz bin Jabal diriwayatkan Ibnu Abu
Syaibah 10/300, 13/455 dan Ath-Thabrani
di Al-Kabir 20/352 dan di Ad-Du’a hadits nomer 1658
dari jalur Yahya bin Sa’id Al-Anshari dari Abu Az-Zubair dari Thawus dari Muadz
bin Jabal dari Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam. Perawi sanad
tersebut adalah para perawi hadits shahih, namun terputus, karena Thawus tidak pernah bertemu Muadz bin Jabal dan ada
perbedaan pendapat tentang Yahya bin Sa’id. Hadits tersebut diriwayatkan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi darinya seperti di
atas, namun menyamarkan Thawus. Ia
berkata dari Abu Az-Zubair bahwa ia mendapatkan hadits tersebut dari Muadz bin Jabal secara mauquf (lihat Nataijul Afkaar, hal. 97). Hadits tersebut juga diriwayatkan Ath-Thabrani di Ash-Shoghir hadits nomer
209 dari jalur Muhammad bin Yusuf Al-Faryabi dari Sulaiman bin Hayyan dari Yahya bin Sa’id Al-Anshari
dari Abu Az-Zubair. Perawi sanad tersebut adalah para perawi shahih seperti dikatakan Al-Mundziri di At-Targhib wat Tarhib 2/396 dan Al-Haitsami di Majmauz Zawaid 10/74.
[39] Disebutkan Al-Haitsami di Majmauz Zawaid 10/74 dari Ath-Thabrani
di Al-Ausath. Ia
berkata, "
[40] Hadits tersebut juga diriwayatkan Abu Nu’aim di Al-Hilyah
2/33 dari jalur Abu Al-Wazi’
Jabir bin Amr dari Abu Barzah.
[41]
Hadits tersebut tidak kami dapati di sumber-sumber tepercaya yang kami miliki
dan Adz-Dzikr, buah
karya Al-Faryabi tidak diketahui keberadaannya.
[42]
Diriwayatkan Abu Nu’aim di Al-Hilyah 6/180.
[43] Hadits hasan diriwayatkan Imam Ahmad 6/344, 425 dan An-Nasai di Amalul Yaumi wal Lailah hadits nomer 844. Hadits tersebut
juga diriwayatkan Abdurrazzaq hadits nomer
20580, Ibnu Abu Syaibah 10/278, Ath-Thabrani di Al-Kabir 24/995,
1008, di Ad-Du’a hadits nomer 327, 329, dan
Al-Hakim 1/313-314.
[44] Diriwayatkan At-Tirmidzi hadits nomer 3471, Ibnu Adi di Al-Kamil
4/1417, Al-Mazi di Tahdzibul
Kamal 1/110-111, dan Adz-Dzahabi di Mizanul I’tidal 2/323. Di sanadnya terdapat perawi Adh-Dhahhak bin Hamzah dari Amr bin Syu’aib yang merupakan
perawi dhaif. Barangkali At-Tirmidzi menghasankannya karena
hadits Ummu Hani’ sebelumnya.
[45] Diriwayatkan Ath-Thabrani di Al-Ausath seperti terlihat di Majmauz
Zawaid 10/74. Al-Haitsami berkata, "
[46] Dari
jalur Al-Faryabi, hadits tersebut diriwayatkan Ath-Thabrani di Al-Kabir hadits nomer 7877. Di sanadnya terdapat perawi Ali bin Yazid Al-Alhani yang dhaif.
Hadits tersebut juga diriwayatkan Ath-Thabrani hadits nomer 7795 dan
7800 dari dua jalur yang kedua-duanya dhaif.
No comments:
Post a Comment